Ujian Nasional merupakan sistem evaluasi standar pendidikan bagi sekolah
dasar dasar (SD) dan menengah (SMP-SMA) yang dilakukan secara nasional dan serempak di seluruh sekolah baik swasta maupun negeri yang ada di Indonesia. Adapun pelaksanaannya bertujuan untuk memenuhi persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas (sekarang Kementrian Pendidikan Kebudayaan) Indonesia berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Dengan adanya Ujian Nasional, penggambaran mengenai indikator kondisi pendidikan di Indonesia secara umum dapat diketahui, baik instansi pendidikan dalam negeri maupun Internasional seperti UNESCO dapat melakukan pemetaan mengenai keadaan sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Meskipun demikian, setiap tahun pelaksanaan UN selalu saja menjadi bahan kontroversi, perdebatan tidak ada habis-habisnya antara pro-kontra keberadaannya, dan selalu saja disertai dengan berbagai masalah ruwet, mulai dari pendistribusian soal, materi soal, bocoran soal, kecurangan dalam pengerjaan soal, jual-beli soal dan kunci jawaban, hingga rasa khawatir tidak akan lulus. Hal tersebut justru menjadi pemicu para siswa untuk melampiaskan kecemasannya dalam beragam bentuk. sebagai contoh antara lain: Seorang siswi Madrasah Aliyah Albadri, Gumuksari mengalami depresi berat seusai ujian nasional dan harus dirawat di Instalasi Rawat jiwa Rumah Sakit Daerah Soebandi, Jember. Menurut Dokter spesialis kejiwaan, Justina Evy Tyaswati, gangguan kejiwaan akibat stress ujian akhir terjadi setiap tahun. Pada 2009, ia menangani sedikitnya lima pasien dengan keluhan tersebut. Seorang siswi kelas 3 SMP Negeri 4 Kendari, Sulawesi Tenggara mengalami gangguan jiwa setelah terlalu banyak belajar menghadapai ujian nasional (Sumber: VivaNews) 28 April 2010, Wahyu Ningsih (19), siswi sebuah SMKN di Muaro Jambi tewas bunuh diri dengan cara menelan jamur tanaman. Ironisnya dia adalah peraih nilai UN tertinggi disekolahnya untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Tetapi, ketika mengetahui bahwa dia gagal di ujian Matematika, sisiwi tersebut syok dan memutuskan bunuh diri (Sumber: Kompas) 6 Mei 2014, diduga karena frustasi merasa tidak bisa mengerjakan soal Matematika Ujian Nasional (UN) SMP, Leony Alvionita (14), seorang siswi kelas III SMP Negeri 1 Tabanan, Bali, sepulang dari sekolahnya melakukan bunuh diri (gantung diri) di rumahnya. Kisah tragis ini merupakan sebagian kecil saja dari berbagai masalah ruwet yang selalu ada saja di setiap tahun penyelenggaraan UN, kasus bunuh diri pelajar karena tak tahan menahan tekanan psikologis dalam mengikuti UN sudah beberapa kali terjadi. Sudah sejak lama Ujian Nasional selalu jadi trending topic, kajian menarik sekaligus bahan pergunjingan. Bahkan yang paling parah Ujian Nasional telah memunculkan fenomena-fenomena yang seharusnya dilarang dan tabu muncul di dunia pendidikan. Ujian Nasional memang seharusnya dikembalikan fungsinya sebagai pemetaan pemerataan kualitas pendidikan. Inilah kebijakan yang paling adil dan pas bagi sekolah. Fakta dilapangan secara kasat mata sudah tampak bahwa kualitas pendidikan di tanah air memang belum merata. Kualitas dan kuantitasn sarana pendidikan belum terpenuhi. Beberapa daerah masih begitu terbatas akses informasi. Jika dipaksakan harus lulus dengan passing grade yang sama, artinya selama ini keberadaan Ujian Nasional memang patut dipertanyakan. Sudah sepatutnya kelulusan peserta didik menjadi hak penuh pengelola sekolah. Ujian Nasional tidak boleh lagi mem-veto kelulusan peserta didik karna tidak mampu memenuhi passing grade yang ditentukan pemerintah. Selanjutnya, pelaksanaan Ujian Nasional tentunya harus diperbaiki, perbaikannya dapat dimulai dari pengawasan yang lebih ketat guna mengantisipasi terjadinya kebocoran soal, selanjutnya Ujian Nasional dapat dijadikan sebagai salah satu dan bukan satu-satunya indikator kelulusan peserta didik, karena bagaimanapun yang paling mengetahui kemampuan siswa yang beragam itu adalah gurunya, bukan sistem Ujian Nasionalnya.