Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Depresi merupakan suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara

umum ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian yang

mengganggu aktivitas sosial dalam sehari-hari. Depresi biasanya terjadi pada

saatstres yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, sebagian besar di antara

kitapernah merasa sedih atau jengkel, kehidupan yang penuh masalah,

kekecewaan, kehilangan dan frustasi yang dengan mudah menimbulkan ketidak

bahagiaan dan keputusasaan. Namun secara umum perasaan demikian itu cukup

normal dan merupakan reaksi sehat yang berlangsung cukup singkat dan mudah

dihalau.1,2

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), depresi adalah gangguan

mental yang umum terjadi di antara populasi. Diperkirakan 121 juta manusia di

mukabumi ini menderita depresi. Dari jumlah itu 5,8 persen laki-laki dan 9,5

persen perempuan, dan hanya sekitar 30 persen penderita depresi yang benar-

benar mendapatkan pengobatan yang cukup, sekalipun telah tersedia teknologi

pengobatan depresi yang efektif. Ironisnya, mereka yang menderita depresi berada

dalam usia produktif, yakni cenderung terjadi pada usia kurang dari 45 tahun.

Tidaklah mengherankan, bila diperkirakan 60 persen dari seluruh kejadian bunuh

diri terkait dengan depresi.3,4

1
Depresi seringkali lambat terdeteksi karena gambaran klinisnya tidak khas.

Depresi dapat tampil dalam keluhan somatis, seperti: kelelahan kronis, gangguan

tidur, penurunan berat badan dan sebagainya. Depresi pada lansia juga tampil

dalam bentuk pikiran agitatif, ansietas, atau penurunan fungsi kognitif. Sejumlah

faktor pencetus depresi, antara lain faktor biologik, psikologik, stres kronis,

penggunaan obat. Faktor biologik misalnya faktor genetik, perubahan struktural

otak, faktor resiko vaskuler, kelemahan fisik, sedangkan faktor psikologik

pencetus depresi, yaitu tipe kepribadian, relasi, interpersonal.1,4

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

1. Depresi

Depresi adalah gangguan mental umum yang ditandai dengan

mooddepresif, hilangnya minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau merasa

tidakberharga, gangguan tidur atau nafsu makan, kelelahan atau hilangnya

energi,hilangnya kemampuan untuk berpikir atau memusatkan perhatian.4

Depresi secara umum adalah keadaan emosional yang dicirikan dengan

kesedihan, berkecil hati, perasaan bersalah, penurunan harga diri, ketidak

berdayaan, keputusasaan. Depresi adalah suatu gangguan keadaan tonus perasaan

yang secara umum ditandai oleh rasa sedih, apatis, pesimis, dan kesepian yang

mengganggu aktifitassosial dalam sehari-hari.1

B. KLASIFIKASI

Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ

III (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) yang

merujukpada ICD 10 (International Classification of Diseases 10). Gangguan

depresidi bedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak

dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang.

Pedoman diagnostik lainnya adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual

of Mental Disorders IV).3,4

3
Klasifikasi Depresi Menurut ICD 10

1. Episode depresi berat, ringan, sedang dan lainnya.


2. Gangguan afektif bipolar.

Terdapat episode berulang, pada waktu tertentu terdapat peningkatan afek

disertai penambahan energi dan aktifitas (mania atau hipomania), dan pada

waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktifitas

(depresi).

3. Gangguan depresi berulang

Terdapat episode berulang dari episode depresi ringan, sedang, berat.

4. Keadaan mood/afektif menetap termasuk distimia.

Siklotimia : ketidak stabilan menetap dari afek (suasana perasaan),

meliputi banyak periode depresi ringan dan hipomania

ringan.

Distimia : afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak

pernah atau jarang sekali cukup parah.

5. Gangguan mood lainnya

Klasifikasi Depresi Menurut DSM IV

1. Gangguan depresi: depresi berat, distimia, depresi lain yang tak

tergolongkan
2. Gangguan bipolar: gangguan bipolar I (mania biasanya dengan depresi),

gangguanbipolar II (depresi dengan hipomania)


3. Gangguan siklotimik
4. Gangguan bipolar yang tak tergolongkan
5. Gangguan bipolar yang disebabkan oleh kondisi medik umum
6. Gangguan mood lainnya

4
C. ETIOLOGI

Etiologi depresi terdiri dari:


1. Faktor genetik
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan
gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak
kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga
tersebut.
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di
dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola
penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan
saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non
genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam perkembangan
gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang. Penelitian keluarga
menemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan
depresif berat berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar daripada sanak
saudara derajat pertama.

2. Faktor Biokmia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di
dalam metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter
norepinefrin, serotonin dan dopamine. Dalam penelitian lain juga disebutkan
bahwa selain faktor neurotransmitter yang telah disebutkan di atas, ada
beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan timbulnya depresi yaitu
neurotransmitter asam amino khususnya GABA (Gamma-Aminobutyric Acid)
dan peptida neuroaktif, regulasi neurendokrin dan neuroanatomis.

Ada dua hipotesis terjadinya depresi secara biokimia, yaitu:

a. Hipotesis Katekolamin
Beberapa penyakit depresi berhubungan dengan defisiensi
katekolamin pada reseptor otak. Reserpin yang menekan amina
otak diketahui kadang-kadang menimbulkan depresi lambat
(Ingram dkk, 1993).

5
b. Hipotesis Indolamin
Hipotesis indolamin membuat pernyataan serupa untuk 5-
hidroxitriptamin (5 HT). metabolit utamnya asam 5-hidroksi
indolasetat (5HIAA) menurun dalam LCS pasien depresi, dan 5
HIAA rendah pada otak pasien yang bunuh diri. L-Triptofan, yang
mempunyai efek antidepresi meningkatkan 5HT otak (Ingram dkk,
1993).
3. Faktor Hormon
Kelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol dan
kegagalan menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason. Pasien
depresi resisten terhadap penekanan dexametason dan hasil abnormal ini
didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama pada pasien dengan depresi
bipolar, waham dan ada riwayat penyakit ini dalam keluarga.
Wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan pruerperium atau
menopause. Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum
menstruasi. Selama penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore. Hal
ini menggambarkan bahwa gangguan endokrin mungkin merupakan faktor
penting dalam menentukan etiologi.

4. Faktor Kepribadian Premorbid


Personalitas siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan selama
hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab eksterna.
Kepribadian depresi ditunjukkan dengan perilaku murung, pesimis dan
kurang bersemangat. Personalitas hipomania berperilaku lebih riang,
energetik dan lebih ramah dari rata-rata.
Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya
dan dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres
besar, mereka cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog menyatakan
bahwa mereka yang mengalami gangguan depresif mempunyai riwayat
pembelajaran depresi dalam pertumbuhan perkembangan dirinya. Mereka
belajar seperti model yang mereka tiru dalam keluarga, ketika menghadapi
masalah psikologik maka respon mereka meniru perasaan, pikiran dan
perilaku gangguan depresif. Orang belajar dengan proses adaptif dan

6
maladaptif ketika menghadapi stres kehidupan dalam kehidupannya di
keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan
mempengaruhi perkembangan psikologik dan usaha seseorang mengatasi
masalah. Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik, dimana dorongan
untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan tumbuh dan
berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan.

5. Faktor Lingkungan
Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami lebih banyak
peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa kejadian ini tidak memuaskan dan
mereka keluar dari lingkungan social. 80% serangan pertama depresi
didahului oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh menjadi hanya 50% pada
serangan berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih sering pada anak
yang kehilangan orang tua di masa kanak-kanak dibandingkan dengan
populasi lainnya.

Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa

kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama

gangguan mood daripada episode selanjutnya (Kaplan, 2010; Slotten, 2004). Satu

teori yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa stress

yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang

bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat meyebabkan

perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberi

sinyal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut akan menyebabkan

seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan

mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stresor external.

Faktor Psikologis penyebab depresi:

7
Dapat berupa penyimpangan perilaku, psikodinamik, dan kognitif 6,7.

a) Teori Perilaku

Dari konsep teori perilaku terjadinya gangguan depresif pada individu usia

lanjut oleh karena orang-orang usia lanjut cukup banyak mengalami peristiwa-

peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau yang cukup berat sehingga

terjadinya gangguan depresif tersebut sebagai respons perilaku terhadap stressor-

stressor kehidupan yang dialaminya tersebut. Penelitian lain melaporkan bahwa

ada kaitan terjadinya gangguan depresif pada orang usia lanjut dengan sejumlah

peristiwa kehidupan yang negatif yang dialami individu usia lanjut.6

b) Teori Psikodinamis

Berdasarkan teori psikodinamis, terjadinya gangguan depresif pada orang

usia lanjut, oleh karena pada orang usia lanjut sering terjadi ketidak sanggupan

untuk menyelesaikan pencarian pemulihan sekunder dari peristiwa-peristiwa

kehilangan yang tak terelakkan oleh individu tersebut.7

c) Teori Kognitif

Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah

terjadinya distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana interpretasi

seseorang terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya. Terjadinya

distorsi kognitif pada orang usia lanjut oleh karena pada individu usia lanjut

tersebut memiliki harapan-harapan yang tidak realistis dan membuat generalisasi

yang berlebih-lebihan terhadap peristiwa kehidupan tertentu yang tidak

menyenangkan individu tersebut. Kondisi-kondisi psikologis lain yang

memungkinkan sebagai penyebab depresi adalah7,8 :

8
a) Menurunnya perasaan berguna

Perasaan tidak berguna atau kehilangan identitas berkaitan dengan kemuduran

atau keterbatasan fisik dalam beraktifitas.

b) Ketakutan akan kematian atau ketidak berdayaan, kecemasan atas masalah

keuangan atau problem kesehatan.

c) Kekurangan kemampuan untuk mengadakan hubungan intim.

d) Kepribadian premorbid

Tipe kepribadian tertentu seperti kepribadian dependen, obsesi kompulsif dan

histrionik mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi depresi dibanding

dengan kepribadian anti sosial dan paranoid.

e) Faktor psiko-analitik

Menurut Karl Abraham manifestasi penyakit depresi dicetuskan karena

kehilangan objek libidinal yang berakhir dalam suatu proses regresi di

manaterjadi penurunan fungsi ego yang telah matang ke tingkat oral sadistik

daritingkat perkembangan libidinal akibat trauma infantil yang menyebabkan

proses fiksasi pada anak usia dini. Sedangkan menurut Freud, introjeksi

ambivalen terhadap kehilangan objek dalam ego membawa ke suatu

depresitipikal.

3. Faktor Sosial

Para klinikus percaya bahwa peristiwa kehidupan yang dapat

menimbulkan stres memegang peranan penting dalam terjadinya depresi. Data

menunjukkan bahwa kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun dan kehilangan

pasangan merupakan awal dari penyakit yang berhubungan dengan depresi.8,9

9
D. GEJALA

Menurut PPDGJ III, pada gangguan depresi ada tiga gejala utama yaitu 8,9 :

1. afek depresi
2. kehilangan minat dan kegembiraan
3. berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya

aktifitas.

Disertai gejala lain 8,9 :

1. konsentrasi dan perhatian berkurang


2. harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna
4. panandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6. tidur terganggu
7. nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan

masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi

periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan

berlangsung cepat. Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang, dan berat

hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama).8,9

1. Episode depresif ringan

a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi


b. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
c. Tidak bolah ada gejala yang berat di antaranya
d. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2

minggu
e. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang

biasadilakukannya

10
2. Episode depresif sedang

a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi


b. Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya
c. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu
d. Menghadapi kesulaitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan, danurusan rumah tangga

3. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

a. Semua gejala utama depresi harus ada


b. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di

antaranya harus berintensitas berat


c. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang

mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk

melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian

secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat

dibenarkan.
d. Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2

minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka

masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang

dari 2 minggu
e. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan, atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat

terbatas

4. Episode depresif berat dengan gejala psikotik

a. Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut Epiode depresif

berattanpa gejala psikotik


b. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya

melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang

11
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi

auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau

menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor

yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau

halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atautidak serasi dengan afek

(mood congruent).

5. Episode depresif lainnya

6. Episode depresif ytt.

Menurut DSM-V kriteria diagnostik untuk depresi adalah sebagai berikut;

Episode Depresif Berat (Major) 9,10 :

A. Lima atau lebih dari gejala berikut selama periode 2 minggu dan mengalami

perubahan dari fungsi sebelumnya, minimal satu dari berikut (1) mood

depresi,(2) kehilangan minat atau kesenangan.


1. mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang

ditunjukkan baik laporan subjektif (misalnya, perasaan sedih atau kosong)

atau diamatioleh orang lain (misalnya.,menangis). Catatan: pada anak-

anak dan adolesen moodiritabel


2. kehilangan minat dan kesenangan pada semua atau hampir semua aktivitas

hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh

secara subjektif atau diamati oleh orang lain).


3. kehilangan berat badan atau kenaikan berat badan (perubahan berat badan

lebihdari 5% setiap bulan), peningkatan atau kehilangan nafsu makan

hampir setiap hari Catatan: pada anak-anak, kegagalan untuk mencapai

berat badan yang diharapkan


4. Insomnia dan hipersomnia hampir setiap hari

12
5. agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dapat diamati orang

lain,tidak hanya perasaan subjektif adanya keresahan atau mengalami

kemunduran)
6. fatique atau kehilangan energi hampir setiap hari
7. perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang tidak sesuai atau

berlebihan (mungkin waham) hampir setiap hari (tidak hanya

menyalahkan diri ataubersalah tentang sakitnya)


8. kehilangan kemampuan berpikir atau konsentrasi atau ragu hampir setiap

hari.(yang ditunjukkan secara subjektif atau diamati oleh orang lain).


9. pikiran berulang tentang kematian (tidak hanya takut akan kematian), ide

bunuh diri tanpa tujuan khusus,atau percobaan bunuh diri atau suatu tujuan

khusus untukmelakukan bunuh diri.

B. Gejala tidak memenuhi episode campuran

C. Gejala menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan

bidang penting lainnya

D. Gejala tidak terkait langsung dengan efek psikologik penyalah gunaan zat

(misalnya., penyalahgunaan obat, atau suatu medikasi) atau karena kondisi

medik umum (misalnya., hipotiroidisme).

E. Gejala-gejala adalah tidak lebih baik diterangkan oleh duka cita, misalnya

kehilangan seseorang yang dicintai, gejala yang bertahan lebih dari 2 bulan

atau dicirikan dengan gangguan fungsional, preokupasi tentang perasaan tak

berharga ide bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor.

Kriteria diagnostik Gangguan Depresif Ringan/ Minor DSM-IV 9,10 :

A. Suatu gangguan mood yang didefinisikan sebagai berikut 9,10 :

13
1. Sedikitnya dua (tetapi kurang dari lima) dari gejala berikut selama periode 2

minggu dan mengalami perubahan dari fungsi sebelumnya, minimal satu

dariberikut (a) atau (b):

(a) mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang

ditunjukkan baik laporan subjektif ( misalnya, perasaan sedih atau kosong)

atau diamati oleh orang lain (misalnya.,menangis). Catatan: pada anak-anak

dan adolesen mood iritabel

(b) kehilangan minat dan kesenangan pada semua atau hampir semua aktivitas

hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh

secara subjektif atau diamati oleh orang lain).

(c) kehilangan berat badan atau kenaikan berat badan (perubahan berat badan

lebih dari 5% setiap bulan), peningkatan atau kehilangan nafsu makan hampir

setiap hari. Catatan: pada anak-anak, kegagalan untuk mencapai berat badan

yang diharapkan

(d) Insomnia dan hipersomnia hampir setiap hari

(e) agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dapat diamatiorang lain,

tidak hanya perasaan subjektif adanya keresahan atau mengalami

kemunduran)

(f) fatique atau kehilangan energi hampir setiap hari

(g) perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang tidak sesuai atau

berlebihan (mungkin waham) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan

diri atau bersalah tentang sakitnya)

14
(h) kehilangan kemampuan berpikir atau konsentrasi atau ragu hamper setiap hari.

(yang ditunjukkan secara subjektif atau diamati oleh oranglain).

(i) pikiran berulang tentang kematian (tidak hanya takut akan kematian), ide

bunuh diri tanpa tujuan khusus, atau percobaan bunuh diri atau suatu tujuan

khusus untuk melakukan bunuh diri.

2. Gejala menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan

bidang penting lainnya

3. Gejala tidak terkait langsung dengan efek psikologik penyalah gunaan zat

(misalnya., penyalah gunaan obat, atau suatu medikasi) atau karena kondisi medik

umum (misalnya., hipotiroidisme).

4. Gejala-gejala adalah tidak lebih baik diterangkan oleh duka cita (misalnya

reaksi normal setelah kehilangan orang yang dicintai).

B. Tidak pernah terdapat episode depresif berat, tidak memenuhi kriteria

gangguan distimia.

C.. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran atau episode

hipomanik, dan tidak memenuhi kriteria gangguan siklotimia. Catatan: Eksklusi

ini tidak dipakai bilaepisode serupa-manik, campuran, atau hipomanik ini adalah

diinduksi oleh zat ataupengobatan.

D. Gangguan mood tidak terjadi secara ekskusif selama skizofrenia, gangguan

schizophreniform, gangguan skizoafektif, gangguan waham, atau gangguan

psikotik yang tidak ditentukan.

Mengenali depresi pada usia lanjut memerlukan suatu keterampilan dan

pengalaman, karena manifestasi gejala-gejala depresi klasik (perasaan sedih,

15
kurang semangat, hilangnya minat/hobi atau menurunnya aktivitas) sering tidak

muncul. Tidaklah mudah untuk membedakan sekuele gejala psikologik akibat

penyakit fisik dari gangguan depresi atau gejala somatik depresi dari efek sistemik

penyakit fisik. Keduanya bisa saja terjadi pada seorang individu usia lanjut pada

saat yang sama. Seorang usia lanjut yang mengalami depresi bisa saja

mengeluhkan mood yang menurun, namun kebanyakan menyangkal adanya mood

depresi. Yang sering terlihat adalah gejala hilangnya tenaga/energi, hilangnya rasa

senang, tidak bisa tidur atau keluhan rasa sakit dan nyeri.9,10

Menurut Brodaty (1991) gejala yang sering tampil adalah anxietas atau

kecemasan, preokupasi gejala fisik, perlambatan motorik, fatigue (kelelahan),

mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri, dan insomnia. Sedangkan gejala

depersonalisasi, rasa bersalah, minat seksual menurun agak jarang. Sebagai

petunjuk ke arah depresi perlu diperhatikan tanda-tanda berikut : rasa lelah yang

terus-menerus bahkan juga sewaktu beristirahat, hilangnya kesenangan yang

biasanya dapat dinikmati (tidak merasa senang lagi jika dikunjungi oleh cucu-

cucunya), dan mulai menarik diri dari kegiatan dan interaksi social.9,10

1. Depresi agitatif: ditandai dengan aktivitas yang meningkat, mondar-

mandir,mengejar-ngejar orang, terus-menerus meremasremas tangan dll.


2. Depresi dan anxietas: gangguan cemas menyeluruh atau fobia dapat

terjadibersama-sama dengan depresi. Penelitian menunjukkan bahwa anxietas

15-20 kali lebih sering dijumpai pada usia lanjut dengan depresi. Hubungan

penyakit fisik dengan anxietas pada depresi cukup kompleks. Anxietas dapat

menyebabkan gejala fisik yang sering dikira sebagai penyakit fisik semata.

Anxietas hebat juga dapat menyebabkan kelelahan dan dehidrasi. Sementara

16
penyakit fisik yang mengancam kehidupan atau hilangnya kemandirian sering

kali merupakan sumber dari anxietas.

3. Depresi terselubung: tidak munculnya gejala mood terdepresi bukanlah suatu

halangan untuk mendiagnosis depresi. Apakah penyangkalan mood depresi ini

karena kekhawatiran menjadi beban ataukah karena tren bahwa "Usia lanjut

harus berani menghadapi hari tua", yang terpenting adalah mengeksplorasi

tanda dan gejala lainnya yang menunjukkan depresi secara lebih teliti.

Istilah depresi terselubung telah banyak digunakan untuk menunjukan

satu pola perilaku tertentu yang dinilai mempunyai kaitan dengan berbagai

aspek kehidupan sehari-hari. Para individu yang dianggap mendapat gangguan

depresi terselubung sering mendapat kesulitan dalam perilaku kehidupannya.

Gangguan ini tidak hanya menghambat diri yang bersangkutan saja, akan tetapi

secara tidak langsung dapat mengganggu kehidupan lingkungan. Dalam kadar

tertentu gejala depresi terselubung banyak dihadapi oleh berbagai pihak baik

disadari atau tidak, dan pada umunya tidak disadari oleh yang bersangkutan.

Dengan demikian maka masalah depresi terselubung dapat dikatakan sebagai

masalah semua pihak dan harus mendapat perhatian untuk pencegahan atau

penanggulangan. Setiap individu seyogyanya mengenal akan gejala-gejala itu dan

berupaya mencegah atau mengatasinya.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang-orang yang normal yang

menunjukan gajala-gejala seperti yang ditunjukan oleh penderita depresi. Jadi,

orang yang bersangkutan sebenarnya normal dalam arti tidak menunjukan gejala

kelainan jiwa, akan tetapi dalam kadar tertentu menunjukan perilaku yang bersifat

17
depresif. Gejala depresinya tidak nampak penuh akan tetapi terselubung atau

tersembunyi dalam keseluruhan perilaku normalnya. Dengan demikian maka

dapat dikatakan bahwa depresi terselubung merupakan gejala perasaan

tertekan dalam diri orang-orang yang secara keseluruhan tergolong

normal. Meskipun terjadi pada orang-orang normal, akan tetapi rasa tertekan ini

akan mempengaruhi keseluruhan perilakunya. Bila keadaan ini dibiarkan terus

menerus maka penampilan kepribadiannya pun akan mengalami gangguan dan

bukan mustahil dapat menjadi depresi yang sebenarnya. Sudah tentu keadaan ini

amat kurang menguntungan bagi perkembangan diri yang bersangkutan dan

orang-orang lain di sekitarnya. Dan dalam konteks yang lebih luas dapat

berpengaruh kepada kehidupan masyarakat secara keseluruhan.

Beberapa Contoh Gejala

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai banyak manifestasi

perilaku para anggota keluarga yang merupakan gejala depresi terselubung.

Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh.

Tuan A (51 th) seorang pegawai negeri di suatu instansi, sudah lama

merasakan kegelisahan dan rasa cemas yang tidak jelas alasannya. Akhir-akhir ini

ia sering marah-marah kepada istrinya maupun kepada anak-anak, nafsu makan

menurun, tidak betah di rumah dan tidak dapat tidur dengan baik. Kalau ditanya

apa alasannya, Tuan A tidak dapat menjelaskan secara pasti. Dalam empat tahun

lagi Tuan A akan pensiun dan enam orang anaknya masih sekolah pada beberapa

sekolah negeri dan swasta.

18
Nyonya B (48 th) adalah istri dari seorang pimpinan suatu perusahaan

swasta yang boleh dikatakan cukup maju. Akhir-akhir ini sering mengeluh merasa

pusing kepala, tidak ada nafsu makan, susah tidur, dsb. Ia diliputi perasaan was-

was pada saat menjelang suaminya pulang dari tempat kerjanya. "Sesungguhnya

suamiku sangat mencintaiku, akan tetapi entah apa aku selalu cemas, sedih dan

khawatir", kata Nyonya B.

ZK (23 th) adalah seorang mahasiswa tingkat akhir dari suatu perguruan

tinggi di Bandung. Semenjak ibunya meninggal dunia karena penyakit kanker

kandungan, ia selalu tidak dapat berkonsentrasi dengan baik, susah tidur, dan

selalu ingin pergi tanpa tujuan yang jelas. Yang aneh adalah dia selalu sulit

berkomunikasi dengan ayahnya meskipun dulunya ia selalu dekat. Ia merasa

canggung atau segan untuk mendekati apalagi berbicara atau bercanda seperti

dulu.

Pak M (31 th) seorang guru SD di desa Gunung Salju, selalu merasa

diliputi rasa berdosa tanpa alasan yang jelas.Setiap kali berjumpa dengan murid,

dengan guru lain, atau Kepala Sekolah, jantungnya berdebar dan diliputi rasa

sedih yang mendalam.Kadang-kadang tanpa disadari air matanya menetes, apalagi

kalau sedang sendirian.Kalau pulang ke rumah, perasaan itu makin menjadi

tatkala bertemu dengan istrinya.

Contoh-contoh di atas hanyalah merupakan sebagian kecil ilustrasi gejala

depresi terselubung. Dari contoh di atas, semua gejala akan mengalir ke dalam

keluarga meskipun sebabnya berasal dari luar.

Gejala-gejala yang Nampak

19
Adanya depresi terselubung akan dapat diperkirakan melalui gejala-gejala

yang nampak dalam berbagai aspek kepribadian.

Dalam aspek emosionalnya penderita menunjukan gejala-gejala

sebagai berikut :

o Diliputi perasaan sedih yang terus menerus dan tanpa alasan yang

jelas.

o Selalu cemas dalam menghadapi berbagai hal.

o Rasa berdosa, dari segala perbuatan-perbuatan yang selalu

dilakukannya.

o Marah-marah yang tidak jelas arah dan alasannya.

o Suasana batin yang kurang menentu dan tidak tenteram.

Dalam aspek fisik penderita akan menunjukan gejala-gejala antara

lain :

o Mengalami gangguan tidur, misalnya sukar tidur, diganggu oleh

mimpi-mimpi buruk dan sebagainya.

o Kehilangan nafsu makan, tanpa alasan yang jelas.

o Karena kurang nafsu makan, maka berat badan cenderung

menurun.

20
o Badan selalu terasa lemah, kurang bergairah, tak bertenaga dan

sebagainya.

o Mudah lelah dalam melakukan kegiatan-kegiatan fisik.

o Sembelit, yaitu susah buang air besar (berak).

o Menstruasi yang tidak teratur (pada wanita).

o Lemah syahwat (impotensi) pada pria, dan frigiditas pada wanita.

o Berkurangnya dorongan seks.

Dalam perilaku motoriknya nampak gejala-gejala :

o Menangis yang kurang jelas alasannya dan sering dilakukan.

o Lamban dalam tindakan-tindakannya.

o Berusaha menghindar terhadap berbagai rangsangan.

o Selalu gelisah dan tidak tahu arah dan tindakan secara jelas.

o Gangguan halusinasi yaitu mengamati (mendengar, melihat,

meraba, dan sebagainya) sesuatu tanpa kehadiran objeknya.

21
Pada aspek kognitifnya penderita mendapat gangguan-gangguan

dalam pengenalan baik terhadap dirinya mau pun lingkungan. Gejala

yang nampak antara lain :

o Konsep diri yang negatif.

o Memiliki pandangan yang negatif terhadap dunia luar.

o Cenderung mengutuk diri sendiri.

o Mengritik diri sendiri.

o Ragu-ragu dalam membuat keputusan.

o Tidak berdaya dan putus asa terhadap masa depannya.

o Memandang diri sendiri tidak berharga.

o Diliputi oleh keyakinan-keyakinan tertentu yang kurang masuk

akal.

o Harapan-harapan yang bersifat negatif.

Dengan gejala-gejala di atas, maka kehidupan sosial penderita akan

mengalami gangguan pula. Misalnya berusaha menghindar dari pergaulan, merasa

rendah diri, malu, kaku dan sebagainya.

22
4. Somatisasi : gejala somatik dapat menyembunyikan gejala yang

sesungguhnyadari gangguan depresi, namun dapat pula diperberat dengan

adanya depresi.

5. Pseudodemensia: istilah ini diperuntukkan bagi pasien depresi

yangmenunjukkan gangguan memori yang bermakna seperti yang terjadi pada

pasiendemensia.

6. Depresi sekunder pada demensia: pada stadium awal demensia sering di jumpai

depresi, mungkin sebagai dampak dari insight akan deteriorasi fungsi dan

menurunnya kemampuan seeara progresif. Depresi yang terjadi pada stadium

akhir mungkin lebih banyak berhubungan dengan hilangnya fungsi neuro

transmitter.

Depresi dan gangguan perilaku pada demensia disebabkan oleh

berkurangnyafungsi serotonergik, sehingga pengaktifan fungsi serotonergik akan

memperbaikigejala-gejala tersebut.10,11

E. PEMERIKSAAN PASIEN DEPRESI

Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi

adalah mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada suatu

konsensus atau prosedur khusus untuk penapisan/skrining depresi pada populasi

usia lanjut. Salah satu instrumen yang dapat membantu adalah Geriatrik

Depression Scale (GDS) yang terdiri dari 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh

pasien sendiri. GDS ini dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja dan

23
ini mungkin lebihsesuai untuk dipergunakan dalam praktek umum sebagai alat

penapis Depresi padausia lanjut.11,12

Ada 4 pertanyaan atau 4 butir skala yang harus diajukan dalam memeriksa

pasiendepresi yaitu 11 :

Pertanyaan Skor 1 Skor 2


Apakah pada dasarnya Anda merasa puas dengan kehidupan Anda? Tidak Ya
Apakah hidup Anda terasa kosong? Ya Tidak
Apakah Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri Anda? Ya Tidak
Apakah Anda merasa bahagia pada sebagian besar waktu Anda? Tidak Ya

Pertanyaan tersebut dapat dilengkapi dengan mengekplorasi hal-hal berikut ini

yang merupakan faktor kerentanan 11 :

Pertanyaan Skor 1 Skor 2


Apakah pasien mempunyai riwayat depresi ? Ya Tidak
Apakah pasien terisolasi secara sosial ? Ya Tidak
Apakah pasien menderita penyakit kronik ? Ya Tidak
Apakah pasien baru saja berkabung ? Ya Tidak

Jika skor lebih dari 1 pada 4 butir skala dan lebih dari 1 pada faktor kerentanan

harus segera dilaksanakan penilaian yang lebih rinci.

Geriatric Depression Scale:

1. Apakah anda pada dasarnya puas dengan kehidupan anda?

2. Apakah anda mengalami penurunan banyak kegiatan dan minat?

3. Apakah anda merasa hidup anda kosong?

4. Apakah anda merasa sering bosan?

5. Apakah anda mersa semangat terus pada sebagian besar kehidupan anda?

6. Apakah anda takut kalau hal-hal jelek menimpa kehidupan anda?

7. Apakah anda sering merasa tidak berdaya?

8. Apakah anda lebih suka di rumah daripada pergi keluar dan melakukan hal-hal

24
yang baru?

9. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah daya ingat pada sebagian

besarwaktu anda?

10. Apakah anda berfikir sangat indah kehidupan sekarang?

11. Apakah anda merasa bahwa yang menarik bagi anda tidak berguna lagi?

12. Apakah anda merasa senang dengan mengambil cara yang tidak berharga

sepertisekarang ini?

13.Apakah anda merasa penuh energI?

14. Apakah anda merasa situasi anda tidak ada harapan?

15. Apakah anda merasa kebanyakan orang-orang lebih baik daripada anda?

Penilaian : Dari 15 pertanyaan masing-masing memiliki skor 1, di

manamasing-masing jawaban terdiri dari ya dan tidak, Jika skor lebih besar

daripada 5menunjukkan kemungkinan gejala depresi(Bongsoe, 2007).Bilamana

ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi harus dilakukan lagi

pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut 10,11,12 :

1. Riwayat klinis/anamnesis

Riwayat keluarga Gangguan psikiatrik yang lampau Kepribadian Riwayat

sosial Ide/percobaan bunuh diri. Gangguan-gangguan somatik Perkembangan

gejala-gejala depresi.

2. Pemeriksaan fsik

Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejala-

gejaladepresi sering disertai dengan penyakit fisik.Depresi dapat merupakan

gejala darisuatu penyakit fisik, contohnya penyakit Cushing, karsinoma paru, usus

25
besar ataupankreas.Di samping itu depresi dapat muncul sebagai reaksi sekunder

terhadapdisabilitas dan discomfort (ketidaknyamanan).Penilaian terhadap status

nutrisi danhidrasi sebaiknya dilakukan, karena kurangnya intake makan dan

minum pasiensebelumnya.

3. Pemeriksaan kognitif

Penilaian AMT atau MMSE pada usia lanjut yang menunjukkan

gejaladepresi bermanfaat dalam follow-up penatalaksanaan pasien. Bilamana

depresiterjadi sekunder pada demensia maka fungsi kognitif pasien tidak akan

membaikketika depresi menghilang, bahkan deteriorasi kognitif akan berlanjut

terus.Perbaikan pada skor AMT atau MMSE setelah dilakukan terapi terhadap

depresimenunjukkan bahwa pasien dengan depresi mengalami problem

konsentrasi danmemori yang mempengaruhi fungsi kognitifnya.

4. Pemeriksaan status mental

a. Penampilan dan perilaku

b. Mood/suasana perasaan

c. Pembicaraan

d. Isi pikiran

e. Anxietas

f. Gejala hipokondriakal

5. Pemeriksaan lainnya

Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolisme sekunder

akibat penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya intakecairan, maka

perlu dipertimbangkan pemeriksaan seperti ureum dan elektrolit (Bongsoe, 2007).

26
F. TERAPI

Semua pasien depresi harus mendapat psikoterapi, dan beberapa memerlukan

tambahan terapi fisik. Jenis terapi bergantung dari diagnosis, berat penyakit, umur

pasien, respon terhadap terapi sebelumnya.11,12

Terapi depresi bertujuan untuk 11,12 :

1. menurunkan / menghilangkan tanda, gejala

2. mengembalikan fungsi utama

3. meminimalkan resiko relaps / rekurens

Macam-macam terapi depresi 11,12 :

1. Psikoterapi

Psikoterapi yaitu terapi yang digunakan untuk menghilangkan keluhan keluhan

dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptive.

Terapi ini dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan yang professional

antara terapis dengan pasien.

a. Terapi Kognitif

Ada dugaan bahwa penderita depresi adalah orang yang belajar menjadi tak

berdaya, depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan ketrampilan dan

memberikan pengalaman-pengalaman tentang kesuksesan. Terapi ini bertujuan

untuk menghilangkan simptom depresi melalui usaha yang sistematis yaitu

merubah cara pikir maladaptif dan otomatik pada pasien-pasien depresi. Dasar

pendekatannya adalah suatu asumsi bahwa kepercayaan-kepercayaan yang

mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia,dan masa depan dapat menyebabkan

27
depresi. Pasien harus menyadari cara berpikir yang salah. Kemudian dia harus

belajar cara merespon cara piker yang salah tersebut dengan cara yang lebih

adaptif. Dari perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan

menghilangkan pikiran-pikiran negatif danharapan-harapan negatif. Cara ini

dipraktikkan di luar sesi terapi dan inimenjadi modal utama dalam merubah

gejala.

Terapi ini berlangsung lebih kurang 12 sampai 16 sesi. Ada 3 fase yaitu:

1) Fase Awal (sesi 1-4) : Membentuk hubungan terapeutik dengan pasien.

Mengajarkan pasien tentang bentuk kognitif yang salah dan pengaruhnya terhadap

emosi dan fisik. Menentukan tujuanterapi. Mengajarkan pasien untuk

mengevaluasi pikiran-pikirannya yang otomatis.

2) Fase pertengahan (Sesi 5-12) : Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan

yang salah. Membantu pasien mengenal akar kepercayaan diri. Pasien diminta

mempraktikkan ketrampilan berespon terhadap hal-hal yang depresogenik dan

memodifikasinya.

3) Fase Akhir (sesi 13-16) : Menyiapkan pasien untuk terminasi dan memprediksi

situasi berisiko tinggi yang relevan untuk terjadinya kekambuhan, dan

mengkonsolidasikan pembelajaran melaluitugas-tugas terapi sendiri.

b. Terapi Perilaku

Intervensi perilaku terutama efektif untuk pasien yang menarik diri dari sosial dan

anhedonia. Terapi ini sering digunakan bersama-sama dengan terapi kognitif.

Tujuan terapi peilaku adalah: meningkatkan aktivitas pasien,mengikutkan pasien

dalam tugas-tugas yang dapat meningkatkan perasaan yang menyenangkan.

28
Fase awal: pasien diminta untuk memantau aktivitas mereka, menilai derajat

kesulitan aktivitasnya, serta kepuasan terhadap aktivitasnya. Pasien diminta untuk

melakukan sejumlah aktivitas yang menyenangkan. Latihan keterampilan sosial,

asertif, dapat meningkatkan hubungan interpersonal dan menurunkan interaksi

submissive.

Fase akhir: Fokus berpindah ke latihan mengontrol diri dan latihan pemecahan

masalah. Diharapkan ilmu yang didapat di dalam terapi dapat degeneralisasi dan

dipertahankan dalam lingkungan pasien sendiri.

c. Psikoterapi Suportif

Psikoterapi Suportif memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimistik.

Bantu pasien identifikasi dan mengekspresikan emosinya dan bantu untuk

ventilasi. Mengidentifikasi faktor-faktor presipitasi dan membantu mengoreksi.

Bantu memecahkan problem eksternal (misal masalah pekerjaan, rumah tangga).

Latih pasien untuk mengenal tanda-tanda dekompensasi yang akan datang. Temui

pasien sesering mungkin (mula-mula1-3 kali perminggu) dan secara teratur, tetapi

jangan sampai tidak berakhiratau selamanya. Kenalilah bahwa beberapa pasien

depresi dapat memprovokasi kemarahan terapis (melalui kemarahan, hostilitas,

dan tuntutan yang tak masuk akal, dll).

d. Psikoterapi Dinamik

Dasar terapi ini adalah teori psikodinamik, yaitu kerentanan psikologik terjadi

akibat konflik perkenbangan yang tak selesai.Terapi ini dilakukan dalam periode

jangka panjang. Perhatian pada terapi ini adalah deficit psikologi yang

menyeluruh yang diduga mendasari gangguan depresi. Misalnya, problem yang

29
berkaitan dengan rasa bersalah, rasa rendah diri,berkaitan dengan pengalaman

yang memalukan, pengaturan emosi yangburuk, defisit interpersonal akibat tak

adekuatnya hubungan dengan keluarga.

e. Psikoterapi Dinamik Singkat

Sesinya berlangsung lebih pendek. Tujuannya menciptakan lingkungan yang

aman buat pasien. Pasien dapat mengenal materi konfliknya dan dapat

mengekspresikannya.

f. Terapi Kelompok

Tidak ada bentuk terapi kelompok yang spesifik. Ada beberapa keuntungan terapi

kelompok :

1) Biaya lebih murah.

2) Ada destigmasi dalam memandang orang lain dengan problem yang sama.

3) Memberikan kesempatan untuk memainkan peran dan mempraktikkan

keterampilan perilaku interpersonal yang baru.

4) Membantu pasien dalam mengaplikasikan keterampilan baru. Terapi kelompok

sangat efektif untuk terapi jangka pendek pasien rawat jalan. Juga lebih efektif

untuk depresi ringan. Untuk depresi yang lebih berat, terapi individu lebih efektif.

g. Terapi Perkawinan

Problem perkawainan dan keluarga sering menyertai depresi. Ia dapat

mempengaruhi penyembuhan fisik. Oleh karena itu, perbaikan hubungan

perkawinan merupakan hal penting dalam terapi ini.

h. Psikoterapi Berorientasi Tilikan

30
Jangka terapi cukup lama, berguna pada pasien depresi minor kronik tetentu dan

beberapa pasien dengan depresi mayor yang mengalami remisi tetapi mempunyai

konflik.

2. Terapi Biologik

a. Farmakoterapi

Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek


farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa
pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya. Variasi
tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping yang terlihat
pada antidepresan.
Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada proses
farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek
farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali
(reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi. bekerja
untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya
epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini
sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari
abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak (NIMH, 2002). Obat
antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi pertama (Trisiklik
dan MAOIs), antidepresi golongan kedua (SSRIs) dan antidepresi golongan
ketiga (SRNIs) .
a. Trisiklik
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan sebagai
pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat (Kaplan, 2010).
Golongan trisiklik ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik
primer, tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik
tersier (imipramine, amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat tersebut, yang
paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai
efek samping yang lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih

31
karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah karena
sebagian besar golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi generik.

Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake


neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja
sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier
menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini mempunyai
implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsive
terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin akan
lebih responsive terhadap amin tersier (Arozal, 2007).

b. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)


MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang lalu.
Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi oksidatif
katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar einefrin, noreprinefrin dan 5-HT
dalam otak naik. Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama
dalam pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain
karena dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi dengan tiramin
yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar,
MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450
yang akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati.

c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)


SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama
pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik (Kaplan, 2010). Obat
golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering
dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data penelitian bahwa
SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh
tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang
memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan
histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila
SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek
serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala
hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital.

32
d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors )
Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang hampir
sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga menghambat dari
reuptake norepinefrin (NIMH, 2002).
Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada
beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada pasien
depresi dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih jelas pada
gambar di bawah ini.

e. Terapi Non Farmakologis


Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan
depresif berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku.
NIMH (2002) telah menemukan predictor respons terhadap berbagai
pengobatan sebagai berikut ini : (1) disfungsi sosial yang rendah menyatakan
respons yang baik terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang
rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku dan
farmakoterapi, (3) disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons yang baik
terhadap farmakoterapi, (4) keparahan depresi yang tinggi menyatakan respons
yang baik terhadap terapi interpersonal dan farmakoterapi.
Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck yang
memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan depresi
berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan episode depresif dan mencegah
rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif
negative.
Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman, memusatkan

pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang,

dengan pertama, masalah interpersonal sekarang kemungkinan memiliki akar pada

hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal sekarang

kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresif

sekarang.

33
(Kaplan and Saddock. Comprehensive Textbook Of Psychiatry. 7th Ed.
Lippincott Wiliams And Wilkins. Philadelphia, 2010. )

PENGGOLONGAN :

1. Obat Anti-depresi TRISIKLIK = TRICYCLIC ANTIDEPRESSANTS


e.g. Amitriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine.
2. Obat Anti-depresi TETRASIKLIK
e.g. Maprotiline, Mianserin, Amoxapine.
3. Obat Anti-depresi MAOI-Reversible = REVERSIBLE INHIBITOR OF
MONOAMINE OXYDASE - A (RIMA)
e.g. Moclobemide.
4. Obat Anti-depresi SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
e.g. Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine,
Citalopram.
5. Obat Anti-depresi "ATYPICAL
e.g. Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine.

Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotik (Psychotropic Medication).

Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FK Unika Atma Jaya;2007. h. 23-24.

Sediaan Obat Anti-Depresi Dan Dosis anjuran

34
No. Nama Generik Dosis Anjuran
1. Amitriptyline 75-150 mg / hari
2. Amoxapine 200-300 mg / hari
3. Tianeptine 25-50 mg / hari
4. Clomipramine 75-150 mg / hari
5. Imipramine 75-150 mg / hari
6. Moclobemide 300-600 mg / hari
7. Maprotiline 75-150 mg / hari
8. Mainserin 30-60 mg / hari
9. Setraline 50-100 mg / hari
DAFTAR
10. Trazodone 100-200 mg / hari
11. Paroxetine 20-40 mg / hari PUSTAKA
12. Fluvoxmine 50-100 mg / hari
13. Flouxitine 20-40 mg / hari
14. Citalopram 20-60 mg / hari
15. Mirtrazapine 15-45 mg / hari 1. Anonim, 2009,
16. Duloxetine 30-60 mg / hari Gambaran
17. Venlafaxine 75-150 mg / hari Pengetahuan
Keluarga
tentang Depresi pada
Lansia.http://addy1571.wordpress.com/2009/08/25/gambaran-
pengetahuankeluargatentang-depresi-pada-lansia/ (9 September 2009).

2. Baldwin and Wild R, 2004. Management of Depression in Later Life.


Advances inPsychiatric Treatment vol.
10.http://apt.rcpsych.org/cgi/reprint/10/2/131.pdf?ck=nck (9 September
2009).

3. Best Parctice Advocacy Centre, 2009. Depression in Elderly


People.http://www.bpac.org.nz/magazine/2008/february/depression.asp. (13
Sept 2009).

4. Bongsoe, Syamsir, 2007. Pengenalan Gangguan Depresi pada Orang Usia


Lanjut. DalamPidato Pengukuhan Jabatan Guru BesarTetap Universitas
Sumatra
Utara.http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2007/ppgb_2007_syamsir_bs.
pdf. (9September 2009).

5. Departemen Kesehatan RI, 1999. Masalah Depresi pada Lansia.http://www.de


pkes.go.id/downloads/keswa_lansia.p df .(13 September 2009).

6. Hermana, 2006. Depresi Pada Lansia. http://www.depsos.go.id/modules.php?


name=News&file=article&sid=208 (9 September 2009).

35
7. Idrus, M. Faisal, 2007. Depresi pada Penyakit Parkinson. Cermin Dunia
Kedokteran Vol.34 No.3/156 pp : 130-135. Kalbe Farma :
Jakarta.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/ files/cdk_156_Depresi.pdf (9
September 2009).

8. Kaplan HI, Saddock BJ and Grebb, 1997. Sinopsis Psokiatri Edisi Ketujuh.
Alih bahasa :Wijaya K. Bina Rupa Aksara : Jakarta.

9. Maslim R, 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ


III. Jakarta.

10. Media Aesculapius, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius


FKUI :Jakarta.

11. Nurmiati A, 2005. Depresi Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana.


BalaiPenerbit FKUI : Jakarta.

12. Rice FP, 1994. Human development: a life-span


approach.http://books.google.co.id/books?
id=ogjYAAAAMAAJ&q=rice+philip+1994+depression&dq=rice+philip+
+1994+depression (9 September 2009).

13. Segal, Jaffe J, Pat Davies P, and Smith M, 2007. Depression in Older Adults
and theElderly. http://www.helpguide.org/mental/depression_elderly.htm. (11
September2009).

14. Tan HT, Kirana R, 2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-
efekSampingnya. Elex Media Komputindo : Jakarta.

15. Wilkinson G, Stein G, Ramsay R, 1998. Seminars in General Adult


Psychiatry.http://books.google.co.id/books?id=6PGzHFuS1xkC&d=greg+
Wilkinson+1995&source=gbs_navlinks_s (9 September 2009).

36

Anda mungkin juga menyukai