Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Kata anestesi berasal dari bahasa Yunani yang berarti keadaan tanpa rasa sakit.

Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang

meliputi pemberian anestesi maupun analgesi, pengawasan keselamatan pasien

dioperasi atau tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien

gawat, pemberian terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun.1

Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal dan anestesi

umum. Pada anestesi lokal hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran,

sedangkan pada anestesi umum hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran.1

Anestetik lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade

lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi

sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal setelah

keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap

tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.2


BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Anestesi Regional atau anestesi lokal merupakan Penggunaan obat analgetik

lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu

bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible) fungsi motorik dapat

terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar.

B. Obat-Obat Lokal/Regional Anestesi


Obat anestesi regional/lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila

dikenakan secara lokal. Anestesi lokal ideal adalah yang :


1. Tidak mengiritasi atau merusak jaringan secara permanen
2. Batas keamanan lebar
3. Mula kerja singkat
4. Masa kerja cukup lama
5. Stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan
6. Poten dan bersifat sementara (efeknya reversible)
7. Harganya murah

Anestetika regional/lokal terdiri dari 3 bagian, gugus amin hidrofilik yang

dihubungkan dengan gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara. Gugus antara

dan gugus aromatik dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester. Berdasarkan

ikatan ini, anestetika local digolongkan menjadi:


1. Ester compound (-COOC-)
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada

degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis.


Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami

metabolisme dibandingkan golongan amida. Metabolisme oleh enzim

pseudo-kolinesterase (kolinesterase plasma). Hidrolisa ester sangat cepat

dan kemudian metabolit dieksresi melalui urin.


Contohnya: Cocaine, Procaine/novocaine, Tetracaine/pontocaine

Gambar 1. Struktur kimia Amino-amides

2. Amide Compound (-NHCO-)


Metabolisme terutama oleh enzim mikrosomal di hati. Kecepatan

metabolisme tergantung kepada spesifikasi obat anestetik local.

Metabolismenya lebih lambat dari hidrolisa ester. Metabolit dieksresi lewat

urin dan sebagian kecil dieksresi dalam bentuk utuh. Contohnya: Lidocaine /

Xylocaine, Prilocaine, Bupivacaine, Etidocaine, Ropivacaine,

Levobupivacaine.

Gambar 2. Struktur kimia Amino-amides


Perbedaan Ester dan Amide

Ester:

Relatif tidak stabil dalam bentuk larutan


Dimetabolisme dalam plasma oleh enzyme pseudocholinesterase
Masa kerja pendek
Relative tidak toksik
Dapat bersifat allergen, karena strukturnya mirip PABA (para amino benzoic

acid).
Amide :
Lebih stabil dalam bentuk larutan
Dimetabolisme dalam hati
Masa kerja lebih panjang
Tidak bersifat allergen

Contoh Obat Anestesi Golongan Ester

a. Kokain
Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tumbuhan

Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan. Daunnya biasa

dikunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan.

Dalam tubuh manusia. Kokain dapat memicu metabolisme sel menjadi sangat

cepat.
Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan

morfin dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah dikenali.

Saat ini, Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk

pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksifnya

yang membantu. Kokain digunakan karena secara karakteristik menyebabkan


ilusi, euforia, peningkatan kepercayaan diri dan perasan perbaikan pada tugas

mental dan fisik. Dalam dosis rendah dapat disertai dengan perbaikan kinerja

pada beberapa tugas kognitif. Tetapi, pada penggunaan Kokain dosis tinggi

gejala intoksikasi dapat terjadi, seperti agitasi, iritabilitas, gangguan dalam

pertimbangan perilaku seksual yang impulsif, dan kemungkinan berbahaya

agresi peningkatan aktivitas psikomotor Takikardia Hipertensi Midriasis.


Setelah menghentikan pemakaian Kokain atau setelah intoksikasi akut

terjadi depresi pascaintoksikasi (crash) yang ditandai dengan disforia,

anhedonia, kecemasan, iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi, kadang-

kadang agitasi. Pada pemakaian Kokain ringan sampai sedang, gejala putus

Kokain menghilang dalam 18 jam. Pada pemakaian berat, gejala putus Kokain

bisa berlangsung sampai satu minggu, dan mencapai puncaknya pada dua

sampai empat hari.


Gejala putus Kokain juga dapat disertai dengan kecenderungan untuk

bunuh diri. Orang yang mengalami putus Kokain seringkali berusaha

mengobati sendiri gejalanya dengan alkohol, sedatif, hipnotik, atau obat

antiensietas seperti diazepam (Valium).


Farmakodinamik Kokain
Efek kokain yang paling penting yaitu menghambat hantaran saraf,

bila dikenakan secara lokal. Efek sistemiknya yang paling mencolok yaitu

rangsangan SSP. Kokain merupakan perangsang korteks yang sangat kuat.

Pada manusia, zat ini menyebabkan banyak bicara, gelisah, dan euforia.

Kokain dosis kecil memperlambat denyut jantung akibat perangsangan pusat

vagus, pada dosis sedang denyut jantung bertambah karena perangsangan


pusat simpatis dan efek langsung pada sistem saraf simpatis. Tidak ada bukti

bahwa kokain dapat menambah kekuatan kontraksi otot. Hilangnya kelelahan

disebabkan oleh perangsangan sentral. Kokain mempunyai daya pirogen kuat.

Kenaikan suhu badan disebabkan oleh 3 faktor, yaitu : (1) penambahan

aktivitas otot akan meninggikan produksi panas; (2) vasokonstriksi

menyebabkan berkurangnya kehilangan panas; dan (3) efek langsung pada

pusat pengatur suhu. Pada keracunan kokain dapat terjadi pireksi.


Pada organ yang mendapat persarafan simpatis, kokain mengadakan

potensiasi respons terhadap norepinefrin, epinefrin, dan perangsangan saraf

simpatis.
Efek lokal kokain terpenting, yaitu kemampuannya untuk memblokade

konduksi saraf. Atas dasar efek ini, pada suatu masa kokain pernah digunakan

secara luas untuk tindakan di bidang optalmologi; tetapi kokain ini dapat

menyebabkan terkelupasnya epitel kornea. Atas dasar ini, dan adanya

kemungkinan penyalahgunaan obat, maka penggunaan kokain sekarang

sangat dibatasi untuk pemakaian topikal, khususnya untuk anestesi saluran

napas atas.

Farmakokinetik Kokain

Walaupun vasokonstriksi lokal menghambat absorpsi kokain,

kecepatan absorpsi masih melebihi kecepatan detoksikasi dan ekskresinya,

sehingga kokain sangat toksik. Ekskresi kokain di semua tempat termasuk


selaput lendir. Mengalami hidrolisis di usus dan detoksikasi di hati serta

diekskresikan sebagian kecil di urine dalam bentuk utuh. Intoksikasi Kokain

Kokain sering menyebabkan keracunan akut. Gejala keracunan

terutama berhubungan dengan perangsangan SSP. Penderita mudah

terangsang, gelisah, banyak bicara, cemas, dan bingung. Refleks meningkat

disertai sakit kepala, nadi cepat, napas tidak teratur, dan suhu badan naik. Juga

terjadi midriasis, eksoftalmus, mual, muntah, sakit perut, dan kesemutan.

Selanjutnya dapat timbul delirium, pernapasan Cheyne-Stokes, kejang,

penurunan kesadaran, dan akhirnya kematian disebabkan oleh henti napas.

Keracunan ini berlangsung cepat, mungkin karena kecepatan absorpsi yang

normal dan efek toksik pada jantung.

Dosis

Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untk mukosa jalan

napas atas. Lama kerja 2-30 menit.


Dosis letal : 1,2 gram

b. Prokain
Prokain, obat anestesi sintetik yang pertama kali dibuat, merupakan

derivat-benzoat yang disintesa pada tahun 1905 (Einhorn) dengan sifat yang

tidak begitu toksik dibandingkan Kokain. Anestetik lokal dari kelompok ester

ini bekerja dengan durasi yang sangat singkat. Dalam tubuh zat ini dengan

cepat dan sempurna dihidrolisa oleh kolinesterase menjadi dietilaminoetanol

dan PABA (asam para-aminobenzoat), yang mengantagonir daya kerja


sulfonamida, sehingga toksisitasnya di dalam vascular (sistemik) dapat

minimal. Akan tetapi, resorpsi Prokain di kulit buruk, karena itu, Prokain

hanya digunakan sebagai injeksi dan sering kali bersamaan dengan adrenalin

untuk memperpanjang daya kerjanya. Sebagai anestetik lokal, prokain sudah

banyak digantikan oleh lidokain dengan efek samping yang lebih ringan.
Farmakodinamik Prokain
Pada penyuntikan prokain SK dengan dosis 100-800 mg, terjadi

analgesia umum ringan yang derajatnya berbanding lurus dengan dosis. Efek

maksimal berlangsung 10-20 menit, dan menghilang sesudah 60 menit. Efek

ini mungkin merupakan efek sentral, atau mungkin efek dari

dietilaminoetanol, yaitu hasil hidrolisis prokain, yang bersifat analgesik,

antiaritmia, berefek anestetik lokal, dan antipasmodik yang lebih lemah dari

prokain. Prokain dan beberapa anestetik lokal lain dalam badan, dihidrolisis

menjadi PABA (Para Amino Benzoic Acid), yang dapat menghambat daya

kerja sulfonamid. Oleh karena itu, sebaiknya prokain dan anestetik lokal

derivat PABA lain tidak diberikan bersamaan dengan terapi sulfonamid.

Anestetik lokal bukan derivat PABA tidak menghambat kerja sulfonamid.


Farmakokinetik Prokain
Absorpsi berlangsung cepat dari tempat suntikan dan untuk

memperlambat absorpsi perlu ditambahkan vasokonstriktor. Sesudah

diabsorpsi, prokain cepat dihidrolisis oleh esterase dalam plasma menjadi

PABA dan dietilaminoetanol.

Intoksikasi
Absorpsi prokain diperlambat dengan vasokonstriktor, sehingga

toksisitasnya menjadi jauh lebih ringan. Hasil hidrolisis prokain tidak toksik.
Indikasi
Prokain digunakan secara suntikan untuk anestesi infiltrasi, blokade

saraf, epidural, kaudal, dan spinal.


Efek Samping
Efek samping yang serius adalah hipertensi, yang kadang-kadang pada

dosis rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian, serta reaksi

alergi terhadap sediaan kombinasi prokain-penisilin. Berlainan dengan kokain

zat ini tidak memberikan adiksi. Reaksi alergi ini dapat juga terjadi karena

pemakaian secara berulang preparat Prokain bagi tubuh.


Dosis
Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5%.
Blok saraf 1-2%.
Dosis 15 mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.

c. Tetrakain

Tetrakain (Pontocaine) adalah obat anestesi lokal yang biasanya

digunakan sebagai obat untuk diagnosis atau terapi pembedahan. Akan tetapi,

penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin (teratogenik

atau embriosidal atau lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada

wanita atau penelitian pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat

seharusnya diberikan bila hanya keuntungan potensial memberikan alasan

terhadap bahaya potensial pada janin. Selain itu, Tetrakain yang potensiasinya

lebih tinggi dibandingkan dengan dua obat anestesi local golongan ester

lainnya ini memiliki efek samping berupa rasa seperti tersengat. Namun, efek
ini tidak membuat Tetrakain jarang digunakan, hal ini karena salah satu

kelebihannya adalah tidak menyebabkan midriasis. Tetrakain biasanya

digunakan untuk anestesi pada pembedahan mata, telinga, hidung, tenggorok,

rectum, dan dan kulit.7,8 Berkhasiat 10 kali lebih kuat daripada prokain, tapi

juga 10 kali lebih toksik daripada prokain. Lebih disukai digunakan sebagai

anestesi permukaan. Dosis tunggal maksimum sebesar 20 mg. Sangat cepat

diabsorpsi dari membran mukosa yang terluka, sehingga terdapat bahaya

keracunan absorpsi.

Salah satu anastetik lokal yang dapat digunakan secara topikal pada

mata adalah Tetrakain Hidroklorida.

Dosis

Untuk Pemakaian topikal pada mata digunakan larutan Tetrakain

Hidroklorida 0,5%. Kecepatan anastetik Tetrakain Hidroklorida 25 detik

dengan durasi aksinya selama 15 menit atau lebih.

Obat Anestesi Golongan Amide

a. Lidocaine

Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat (potensi bagus) yang

digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesia

terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang

ditimbulkan oleh prokain. Pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain


merupakan aminoetilamid dan merupakan prototip dari anestetik lokal

golongan amida. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anestesia infiltrasi,

sedangkan larutan 1,0-2% untuk anestesia blok dan topikal. Anestetik ini

efektif bila digunakan tanpa vaso-konstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan

toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain

merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik

lokal golongan ester. Lidokain dapat menimbulkan kantuk. Sediaan berupa

larutan 0,5-5% dengan atau tanpa epinefrin (1: 50.000 sampai 1 : 200.000).

Setelah disuntikkan, obat dengan cepat akan dihidrolisis dalam jaringan tubuh

pada pH 7,4-4,5.

Indikasi

Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi,

blokade saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal,

dan secara setempat untuk anestesia selaput lendir. Pada anestesia infiltrasi

biasanya digunakan larutan 0,25-0,50% dengan atau tanpa epinefrin. Tanpa

epinefrin dosis total tidak boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan

dengan epinefrin tidak boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama.

Dalam bidang kedokteran gigi, biasanya digunakan larutan 1-2%

dengan epinefrin; untuk anestesia infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan

masa kerja kira-kira 1 jam dibutuhkan dosis 0,5-1,0 mL. Untuk blokade saraf

digunakan 1-2 mL.


Efek Samping

Efek samping lildokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap

SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gangguan mental,

koma, dan bangkitan. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu monoetilglisin

xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping ini.

Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi

ventrikel, atau oleh henti jantung.

Dosis

Konsentrasi efektif minimal 0,25%.

Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.

Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan.

Larutan standar 1 atau 1,5% untuk blok perifer.

0,25-0,5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi.

0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik.

1% untuk blok motorik dan sensorik.

2% untuk blok motorik pasien berotot (muscular).

4% atau 10% untuk topical semprot faring-laring (pump spray).

5% bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea.

5% lidokain dicampur 5% prilokain untuk topical kulit.


5% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subaraknoid, subdural).

b. Etidokain

Indikasi pemberian suntikan Duranest (etidocaine HCl) adalah untuk

anasesi infiltrasi, perpheral nerve blok (pada Brachial Plexus, intercostals,

retrobulbar, ulnar dan inferior alveolar) dan pusat neural blok (Lumbar atau

Caudal epidural blok).

Efek samping pada Sistem kardiovaskular biasanya bradikardi,

pembuluh darah kolaps, dan berbagai macam penyakit cardiac, reaksi alergi

berupa lesi cutaneus, urticaria, edema atau reaksi anafilaktik.

c. Levobupivacaine

Levobupivacaine adalah obat anestesi lokal yang mengandung gugus

asam amino sehingga termasuk dalam golongan amid (CONH-) yang

memiliki atom karbon asimetrik dan isomir Levo(-). Ini merupakan entiomer-

S dari bupivacaine. Levobupivakain memiliki pKa 8,1. Peningkatan pH akan

meningkatkan molekul basa bebas, molekul bebas melintasi membran akson

dengan mudah dan beraksi lebih cepat. Ikatan dengan protein lebih dari 97%

terutama pada asam 1 glikoprotein dibandingkan pada albumin. Pada pasien

hipoproteinemi, sindrom nefrotik, kurang kalori protein, bayi baru lahir


dengan sedikit kadar protein, menyebabkan kadar obat bebas dalam plasma

tinggi sehingga efek toksik terlihat pada dosis rendah.

Jika dibandingkan dengan buvicaine, levobupivacaine menyebabkan

lebih sedikit vasodilatasi dan memiliki duration of action yang lebih panjang

yaitu sekitar 8 jam. Obat ini memiliki sekitar 13 persen daya potensil (melalui

molaritas) lebih rendah daripada golongan buvicaine.

Farmakokinetik Dan Farmakodinamik

Metabolisme obat terjadi di hepar oleh enzim sitokrom P-450 terutama

CYPIA2 dan CYP3A4 isoforms. Cara pemberian melalui epidural, spinal,

blok saraf perifer dan infiltrasi. Penggunaan intravena sangat terbatas karena

beresiko toksik. Bersihan obat dalam plasma akan menurun bila terjadi

gangguan fungsi hepar.

Mekanisme aksi sama dengan bupivakain atau obat anestesi lokal lain.

Apabila MLAC (Minimum Local Analgesic Concentration) tercapai, obat

akan melingkupi membran akson sehingga memblok kanal natrium dan akan

menghentikan transmisi impuls saraf. Konsentrasi untuk menimbulkan efek

toksik pada jantung dan saraf lebih besar pada levobupivakain dari pada

bupivakain. Batas keamanan 1,3 mempunyai arti efek toksik tidak akan

terlihat sampai konsentrasi 30%.

Indikasi

Levobupivakain dapat digunakan untuk epidural, subaraknoid, blok

pleksus brakialis, blok supra dan infra klavikuler, blok interkostal dan
interskalen, blok saraf perifer, blok peribulber dan retrobulber, infiltrasi lokal,

analgesi obstetri, pengelolaan nyeri setelah operasi, pengelolaan nyeri akut

dan kronis, ophtalmic, anestesi epidural dan intratekal pada orang dewasa

serta dapat juga digunakan sebagi analgesia pada anak-anak.6

Levobupivacaine dikontraindikasikan untuk regional anestesia IV (IVRA).

Dosis

Dosis tunggal maksimum yang digunakan 2 mg /kg bb dan 5,7 mg/kg

bb ( 400 mg) dalam 24 jam.

Efek Samping

Jarang terjadi reaksi efek samping jika pemberian obat ini benar.

Beberapa efek samping yang terjadi berhubungan dengan teknik pemberian

(dihasilkan pada systemic exposure) atau efek farmakologikal dari anestesi

yang diberikan, tetapi reaksi alergi jarang terjadi.Systemic exposure untuk

jumlah yang berlebih dari buvicaine terutam dihasilkan di sistem saraf pusat

(CNS) dan efek kardiovaskular.

Efek CNS biasanya terjadi pada konsentrasi pembuluh darah yang

lebih rendah, sementara efek kardiovaskuler tambahan terdapat pada

konsentrasi yang lebih tinggi, sebelumnya Kolaps cardiovaskular dapat juga

terjadi dengan konsentrasi yang rendah.

Efek CNS meliputi eksitasi CNS (gelisah, gatal disekitar mlut, tinitus,

tremor, pusing, penglihatan kabur, seizure) dan diikuti oleh depresi (perasaan

kantik, kehialngan kesadran, penurunan pernafasan dan apnea). Efek


kardiovskular meliputi hipotensi, bradikardi, arritmia, dan/atau henti jantung.

Kadang-kadang dapt terjadi hipoksemia sekunder pada saat penurunan sisem

pernafasan.

d. Ropivakain/Naropin

Naropin injeksi mengandung ropivakain HCl, yaitu obat anestetik

lokal golongan amida. Naropin injeksi adalah larutan isotonik yang steril,

mengandung bahan campuran obat (etantiomer) yang murni yaitu Natrium

Klorida (NaCl) agar menjadi larutan isotonik dan aqua untuk injeksi. Natrium

Hidroksida (NaOH) dan/ atau asam Hidroklorida (HCl) dapat ditambahkan

untuk meyesuaikan pHnya (keasamannya).

Efek Samping

Efek samping ropivakain mirip dengan efek samping anastetik lokal

kelompok amida lainnya. Reaksi efek samping anastetik lokal kelompok

amida terutama berkaitan dengan kadarnyan dalam plasma yang berlebihan,

yang dapat terjadi apabila melebihi dosis, jarum suntik masuk ke dalam

pembuluh darah tanpa sengaja atau jika metaolisme obat tersebut dalam tubuh

lambat.

Kejadian tentang efek sampingnya telah dilaporkan berdasarkan

penelitian klinik yang telah dilakukan di amerika serikat dan negara-negara

lainnya. Obat yang dijadikan acuan biasanya adalah bupivakain. Penelitian

tersebut meggunakan bermacam-macam obat premedikasi, sedasi dan


prosedur pembedahan. Sebanyak 3988 pasien diberikan naropin dengan

konsentrasi sampai 1% dalam percobaan klinik. Setiap pasien dihitung sekali

untuk setiap jenis reaksi efek smaping yang dialaminya.

Efek samping akut yang paling sering dijumpai dan memerlukan

penanganan yang cepat adalah efek sampingnya pada sistem saraf pusat (SSP)

dan sistem kardiovaskuler. Reaksi efek samping ini pada umumnya tergantung

pada dosis dan disebabkan oleh kadar obat dalam plasma yang tinggi yang

bisa terjadi karena over dosis, absorbsi (penyerapan) obat terlalu cepat dari

tempat suntikan, rendahnya toleransi pasien terhadap obat, atau apabila jarum

suntik anastesi lokal masuk ke dalam pembuluh darah.

Di samping toksisitas sistemiknya yang tergantung pada dosis,

masuknya obat ke dalam subaraknoid secara tidak sengaja ketika melakukan

blok epidural melalui lumbal (tulang punggung) , atau ketika melakukan blok

saraf di dekat kolumna vertebra (khususnya di bagian kepala dan dibagian

leher), dapat mengakibatkan depresi pernafasan dan apnea (sesak nafas) total

atau apnea sesuai tingkat saraf spinal yang mengontrol pernafasan. Juga dapat

terjadi hipotensi karena berkurangnya tonus (kekuatan) saraf simpati atau para

lisis respirasi (kelumpuhan otot-otot pernafasan) serta hipoventilasi karena

obat anastetik mencapai tingkatan saraf motorik di kepala. Keadaan ini dapat

memicu henti jantung apabila tidak ditangani dengan segera.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan obat dengan protein plasma

misanya asidosis, penyakit sistemik yang dapat mengubah produksi protein


dalam tubuh, atau kompetensi dengan obat-obat lainnya untuk berikatan

dengan protein, dapat menurunkan toleransi (daya terima terhadap obat)

seorang pasien. Pemberian naropin secara epidural pada beberapa kasus

seperti halnya pemberian obat-obat anastesi lainnya dapat meningkatkan suhu

tubuh secara mendadak diatas 38,5oC. ini paling sering terjadi apabila dosis

naropin diatas 16mg/jam.

Efek samping pada sistem saraf ditandai dengan kegelisahan dan

depresi. Ketegangan, kecemasan, pusing, telinga berdengung (tinitus),

penguatan kabur, atau tremor (bergetar) dapat terjadi dan bahkan dapat

menimbulkan komvulsi (kejang otot). Akan tetapi, kegelisahan dapat terjadi

mendadak atau bisajuga tidak terjadi, dimana reaksi efek samping hanya

berupa depresi. Depresi ini bisa berlanjut menjadi rasa kantuk dan akhirnya

kesadaran pasien hilang dan terjadi henti nafas. Efek samping lainnya pada

sistem saraf pusat adalah nausea (mual), muntah menggigil, dan konstriksi

pupil (pupil mata menyempit).

Dosis tinggi atau masuknya jarum suntik kedalam pembuluh darah

dapat menyebabkan kadar obat dalam plasma meningkat sehingga

mengakibatkan depresi otot jantung (jantung menjadi lemah), darah yang

dipompa jantung berkurang, hambatan konduksi saraf pada jantung, hipotensi,

bradikardi (denyut nadi kurang 60 kali/menit), aritmia ventrikular (denyut

jantung tidak berirama), yaitu takikardi ventrikel (denyut jantung diatas 100

kali/ menit) dan vibrilasi atrium (jantung berdebar) dan bahkan henti jantung
(oleh karena itu, perlu diperhatikan catatan peringatan, pencegahan, dan

overdosis pada label obat).

Pada penggunaan naropin injeksi, jarang terjadi reaksi alergi tetapi

bisa saja terjadi jika pasien terlalu sensitif terhadap obat anestesi lokal

(perhatikan peringatan pada label obat). Reaksi efek samping alergi ditandai

dengan gejala-gejala berupa urtikaria (kulit bengkak merah), pruritus (gatal-

gatal), eritema (kulit merah-merah), udem angioneurotik (misalnya udem

laring), takikardi, bersin-bersin, mual, muntah, pusing, sinkop (pingsan),

keringatan, badan panas dan bahkan reaksi anapilaksis (termaksuk hipotensi

berat). Sensistifitas silang antar obat anestesi lokal kelompok amida pernah

terjadi.

e. Bupivacaine

Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin

dan butyl piperidin. Bupivakain berikatan dengan bagian intracellular dari

kanal sodium dan menutup sodium influk kedalam sel saraf. Merupakan

anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek

blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini

bupivakain lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama

persalinan dan masa pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukan bahwa

bupivakain dapat mengurangi dosis penggunaan morfin dalam mengontrol


nyeri pada pascapembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang sebanding,

bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain dan bupivakain,

keduanya menghambat saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels) selama

sistolik. Namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain

selama diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada

akhir diastolik. Manifestasi klinik berupa aritma ventrikuler yang berat dan

depresi miokard. Keadaan ini dapat terjadi pada pemberian bupivakain dosis

besar.

Toksisitas jantung yang disebabkan oleh bupivakain sulit diatasi dan

bertambah berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia, dan

hipoksemia.Ropivakain juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai

masa kerja panjang, ddengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada

bupivakain pada dosis efektif yang sebanding, namun sedikit kurang kuat

dalam menimbulkan anestesia dibandingkan bupivakain. Larutan bupivakain

hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan

0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk

anestesia infiltrasi adalah sekitar 2 mg/KgBB.

Indikasi

Indikasi bupivakain yaitu digunakan untuk anestesi local termasuk

infiltrasi, blok saraf, epidural, dan anestesi intratekal. Bupivakain sering

diberikan melalui injeksi epidural sebelum melakukan arthroplasty panggul

total. Juga sering di injeksikan ke luka pembedahan untuk mengurangi nyeri


hingga 20 jam setelah operasi. Terkadang, bupivakain dikombinasikan dengan

epinephrine untuk memperlama durasi, dengan fentanil untuk analgesia

epidural atau glukosa.

Kontraindikasi

Kontraindikasi bupivakain untuk anestesi regional intravena karena

resiko dari kesalahan tourniquet dan absorpsi sistemik obat. Dibandingkan

dengan obat anestesi local lainnya, bupivakain dapat mengakibatkan kardio

toksik. Akan tetapi, efek samping akan menjadi jarang bila diberikan dengan

benar. Kebanyakan efek samping berhubungan dengan cara pemberian atau

efek farmakologis dari anestesi. Tetapi reaksi alergi jarang terjadi.

Bupivakain dapat mengganggu konsentrasi plasma darah yang

diakibatkan karena efeknya yang mempengaruhi CNS dan kardiovaskular.

Bupivakain dapat mengakibatkan beberapa kematian ketika pasien diberikan

anestesi epidural dengan mendadak.

Farmakokinetik Dan Farmakodinamik

Bupivacaine adalah agent anastesi local yang sering digunakan, sering

digunakan untuk injeksi spinal pada tulang belakang untuk anatesi total

bagian pinggul kebawah. Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara

intaselular dengan natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel

sehingga mencegah terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang

menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak

memiliki selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke


dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa

proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih

tebal .Bupivacaine mempunyai lama kerja obat yang lebih lama dibandingkan

dengan obat anastesi local yang lain. Pada pemberian dosis yang berlebihan

dapat menyebabkan toxic pada jantung dan system saraf pusat .pada jantung

dapat menekan konduksi jantung dan rangsangan, yang dapat menyebabkan

blok atrioventrikular, aritmia ventrikel dan henti jantung, dan dapat

menyebabkan kematian. Selain itu, kontraktilitas miokard dan depresi

vasodilatasi perifer terjadi, menyebabkan penurunan curah jantung dan

tekanan darah arteri. Efek pada SSP mungkin termasuk eksitasi SSP (gugup,

kesemutan di sekitar mulut, tinitus, tremor, pusing, penglihatan kabur, kejang)

diikuti oleh dmengantuk, hilangnya kesadaran, depresi pernafasan dan apnea).

Digunakan secara injeksi epidural dan bersifat lipofilik dimana 95%

terikat protein plasma, bupivacaine dari ruang subarachnoid relatif lambat,

yaitu 0,4 mg/ml pada setiap 100 mg yang diinjeksikan sehingga konsentrasi

maksimal di plasma sulit dicapai. Setelah disuntikkan di ruang subarachnoid

dosis maksimal (20 mg) akan menghasilkan konsentrasi plasma < 0,1 mg/ml.

Bupivacaine dimetabolisir oleh hepar menjadi 2,6 pipecolylxylidine serta

derivetnya, hanya 6% yang diekskresikan dalam bentuk yang tak berubah

(Aninom, 1999).Bupivacaine dapat menembus plasenta. Karena ikatan protein

pada fetus kurang dibandingkan ibu, maka konsentrasi total plasma akan lebih

tinggi pada ibu, walaupun konsentrasi obat bebas plasma. Konsentrasi efektif
minimal 0,125%. Mula kerja lebih lambat dibanding lidokain,tetapi lama kerja

sampai 8 jam. Setelah suntikan kudal, epidural, atau infiltrasi, kadar plasma

puncak dicapai dalam 45 menit, kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8

jam.

Dosis

Untuk anestesa spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau hiperbarik.

Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%.

Max: 2 mg / kg atau 175 mg / dosis, 400 mg/24h; Info: onset 2-10min,

puncak 30-45min, durasi 3-6h, beberapa konsentrasi pengawet-bebas;

conc semua. tersedia w / epinefrin 1:200.000.

f. Prilocaine

Walaupun merupakan devirat toluidin, agen anestesi lokal tipe amida

ini pada dasarnya mempunyai formula kimiawi dan farmakologi yang mirip

dengan lignokain dan mepivakain. Anestetik lokal golongan amida ini efek

farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih

lama daripada lidokain. Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain.

Sifat toksik yang unik ialah prilokain dapat menimbulkan

methemoglobinemia; hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain yaitu

orto-toluidin dan nitroso- toluidin. Walaupun methemoglobinemia ini mudah

diatasi dengan pemberian biru-metilen intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB


larutan 1 % dalam waktu 5 menit; namun efek terapeutiknya hanya

berlangsung sebentar, sebab biru metilen sudah mengalami bersihan, sebelum

semua methemoglobin sempat diubah menjadi Hb. Anestetik ini digunakan

untuk berbagai macam anestesia disuntikan dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0

dan 3,0%.

Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk garam hidroklorida

dengan nama dagang Citanest dan dapat digunakan untuk mendapat anestesi

infiltrasi dan regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk

mendapat efek anestesi topikal. Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang

lebih cepat daripada lignokain namun anastesi yang ditimbulkannya tidaklah

terlalu dalam. Prilokain juga kurang mempunyai efek vasodilator bila

dibanding dengan lignokain dan biasanya termetabolisme dengan lebih cepat.

Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan lignokain tetapi dosis total yang

dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400 mg. Salah satu produk

pemecahan prilokain adalah ortotoluidin yang dapat menimbulkan

metahaemoglobin. Metahaemoglobin yang cukup besar hanya dapat terjadi

bila dosis obat yang dipergunakan lebih dari 400 mg. Metahaemoglobin 1 %

terjadi pada penggunaan dosis 400 mg, dan biasanya diperlukan tingkatan

metahaemoglobin lebih dari 20 % agar terjadi simptom seperti sianosis bibir

dan membrane mukosa atau kadang-kadang depresi respirasi.

Walaupun demikian, agen ini jangan digunakan untuk bayi, penderita

metaharmoglobinemia, penderita penyakit hati, hipoksia, anemia, penyakit


ginjal atau gagal jantung, atau penderita kelainan lain di mana masalah

oksigenasi berdampak fatal, seperti pada wanita hamil. Prilokain juga jangan

dipergunakan pada pasien yang mempunyai riwayat alergi terhadap agen

anetesi tipe amida atau alergi paraben.Penambahan felypressin (octapressin)

dengan konsistensi 0,03 i.u/ml (=1:200.000) sebagai agen vasokonstriktor

akan dapat meningkatakan baik kedalam maupun durasi anestesi. Larutan

nestesi yang mengandung felypressin akan sangat bermanfaat bagi pasien

yang menderita penyakit kardio-vaskular.

Keuntungan Dan Kerugian Anestesi Lokal/Regional

Keuntungan Anestesia Regional

Alat minim dan teknik relatif sederhana sehingga biaya relatif lebih murah.
Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung

penuh) karena penderita sadar sehingga resiko aspirasi berkurang


Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
Perawatan post operasi lebih ringan/murah
Kehilangan darah sedikit.
Respon autonomic dan endokrin sedikit.menurun.

Kerugian anestesia regional


Tidak semua penderita mau
Membutuhkan kerjasama penderita
Sulit diterapkan pada anak-anak
Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional
Pasien lebih suka dalam keadaan tidak sadar
Tidak praktis jika diperlukan beberapa suntikan
Ketakutan bahwa efek obat menghilang ketika pembedahan belum selesai
Efek samping sangat berat

C. Teknik Anestesi Regional


Anestesi Spinal
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan

penyuntikan obat anestetik local ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi

spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok

intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesic local

ke dalam ruang subaraknoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-

L5.

Indikasi:
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rectum perineum
4. Bedah obstetik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan

dengan anestesia umum ringan

Indikasi kontra absolut

1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hypovolemia berat, syok
4. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsulen anestesi

Kontra Indikasi relative

1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hypovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik

Persiapan analgesia

Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada

anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan

kesulitan, misalnya ada kelaina anaomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali

sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal

di bawah ini:

1. Informed consent (izin dari pasien)


Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lain-

lainnya.
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, hematocrit, PT (prothrombine time) dan PTT (partial

thromboplastine time).

Peralatan analgesia spinal

1. Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse oximeter) dan EKG
2. Peralatan resusitasi/ anastesia umum
3. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, Quincke Babcock)

atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point, Whitecare)

Teknik analgesia spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral decubitus dengan tusukan pada garis

tengah ialah posisi yang palig sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas

meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi

pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan

menyebanya obat.

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi lateral decubitus.

Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang

stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah

teraba. Posisi lain adalah duduk.


2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis krista iliaka

dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-L5. Tentukan tempat tusukan


misalnya L2-L3, L3-L4 atau L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya

berisiko trauma terhadap medulla spinalis.


3. Sterilkan tempat tusuka dengan betadine atau alcohol.
4. Beri anestesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3

ml.
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G,

25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27 G atau 29 G

dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10

cc. tusukkan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kearah sefal,

kemudian masukkan jarum spinal beikut mandrinnya ke lubang jarum

tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum

(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring

bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor

yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi

menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit

berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi

aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda

yakin ujung arum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar

arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat

dmasukkan kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah

hemoroid (wasir) dengan anestesik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum

flavum dewasa 6 cm.


Gambar 3. Posisi Pasien pada Anestesi Spinal

Anastetik lokal untuk anageisa Spinal


Berat jenis cairan serebrospinal (CSS) pada 37C ialah 1.003-1.008. Anastetik

lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anastetik lokal

dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik. Anestetik lokal dengan

berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik.


Anestetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh

dengan mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa.


Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan

mencampur dengan air injeksi.


Komplikasi tindakan
1. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis, terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan

memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum

tindakan.
2. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotnsi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai

T-2.
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas.
4. Trauma pembuluh saraf
5. Trauma saraf
6. Muntah-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi pasca tindakan

1. Nyeri tempat suntikan


2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urin
5. Meningitis

Anestesia epidural

Anestesia atau analgesia epidural ialah blockade saraf dengan menempatkan

obat di ruang epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada di antara

ligamentum flavum dan duramater. Bagian atas berbatasan dengan foramen

magnum di dasar tengkorak dan dibawah dengannselaput sakrokoksigeal.

Kedalaman ruang ini rata-rata 5 mm dan di bagian posterior kedalaman maksimal

pada daerah lumbal.

Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar spinal yang

terletak di bagian lateral. Awal kerja anestesia epidural lebih lambat disbanding

spinal, sedangkan kualitas blockade sensorik-motorik juga lebih lemah.

Indikasi anestesia spinal

1. Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah


2. Tatalaksana nyeri saat persalinan
3. Penurunan tekanan darah saat pembedahan supaya tidak banyak perdarahan
4. Tambahan pada anestesia umum ringan karena penyakit tertentu pasien

Teknik Analgesia Epidural

Pengenalan ruang epdural lebih sulit disbanding dengan ruang subaraknoid.

1. Posisi pasien pada saat tusukan seperti pada analgesia spinal


2. Tusukan jarum epidural biasanya dikerjakan pada ketinggian L3-L4, karena

jarak antara ligamentum flavum-duramater pada ketinggian ini adalah yang

terlebar.
3. Jarum epidural yang digunakan ada dua macam
a. Jarum ujung tajam (Crawford)
Untuk dosis tunggal
b. Jarum ujung khusus (Tuohy)
Untuk pemandu memasukkan kateter ke ruang epidural. Jarum ini biasanya

ditandai setiap cm.


4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Tetapi yang paling

populer ialah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.


a. Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi

yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak 3 ml. setelah diberikan anestetik

lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusukkan sedalam 1-2 cm.

Kemudian udara atau NaCl disuntikan perlahan-lahan secara terputus-putus

(intermiten) sambil mendorong jarum epidural sampai terasa menembus

jaringan keras (ligamentum flavus) yang disusul hilangnya resistensi. Setelah

yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, dilakukan uji dosis (test

dose)
b. Teknik tetes tergantung (hanging drop)
Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik ini

hanya menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes

NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan-lahan

secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian

disusul oleh tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin ujung

jarum berada dalam ruang epidural, dilakukan uji dosis (test dose).
5. Uji dosis (test dose)
Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung

jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang

(kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah

bercampur adrenalin 1:200.000.


a. Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum atau

kateter benar
b. Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat masuk ke ruang subaraknoid

karena terlalu dalam.


c. Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena

epidural.
6. Cara penyuntikan
Setelah diyakini posisi jarum atau kateter benar, suntikan anestetik lokal

secara bertahap setiap 3-5 menit sebanyak 3-5 ml sampai tercapai dosis total.

Suntikan terlalu cepat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural mendadak

tinggi, sehingga menimbulkan peninggian tekanan intrakranial, nyeri kepala

dan gangguan sirkulasi pembuluh darah epidural.


7. Dosis maksimal dewasa mudah sehat 1.6 ml/segmen yang tentunya

bergantung pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonates dosis dikurangi

sampai 50% dan pada wanita hamil dikurangi sampai 30% akibat pengauh
hormone dan mengecilnya ruang epidural akibat ramainya vaskularisasi

darah dalam ruang epidural


8. Uji keberhasilan epidural
Keberhasilan analgesia epidural:
a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu
b. Tentang blok sensoris dari uji tusuk jarum
c. Tentang blok motorik dari skala Bromage

Tabel 1. Skala Bromage untuk blok motorik

Melipat Lutut Melipat Jari


Blok tak ada ++ ++
Blok parsial + ++
Blok hampir lengkap - +
Blok lengkap - -

Komplikasi

1. Blok tidak merata


2. Depresi kardiovaskuler (hipotensi)
3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4. Mual-muntah

Anestesia Kaudal

Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesia epidural, karena kanalis

kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang

kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum

sakrokogsigreal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antar ligamentum


supraspinosum, ligamentum interspinosum dan ligamentum flavum. Ruang

kaudal berisi saraf sacral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.

Indikasi: Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula

paraanal.

Kontraindikasi: Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural

Teknik analgesia kaudal

1. Posisi pasien telungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih

rendah dari bokong) atau dikubitus lateral, terutama pada wanita hamil.
2. Dapat digunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena

(venocath, abbocath) ukuran 20-22 pada pasien dewasa.


3. Pada dewasa biasanya digunakan volume 12-15 ml (1-2 ml/segmen)
4. Pada anak prosedur lebih mudah
5. Identifikasi hiatus sakralis diperoleh dengan menemukan kornu sakralis

kanan dan kiri yang sangat mudah teraba pada penderita kurus dan spina

iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut

diperoleh hiatus sakralis.


6. Setelah dilakukan tindakan dan antiseptic pada daerah hiatus sakralis,

ditusukkan jarum yang mula-mula 90 terhadap kulit. Setelah diyakini masuk

kanalis sakralis arah jarum diubah 45-60 dan jarum didorong sedalam 1-2

cm. Kemudian suntikkan NaCl sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil

meraba apakah ada perkembanga di kulit untuk menguji apakah cairan

masuk dengan benar di kanalis kaudalis.


BAB III

PENUTUP

Anestesi Regional atau anestesi lokal merupakan Penggunaan obat analgetik

lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu

bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible) fungsi motorik dapat terpengaruh

sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar.

Anda mungkin juga menyukai