Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian perinatal bervariasi dari satu rumah sakit ke

rumah sakit lain. Dari sisi pelayanan obstetri, kematian perinatal

salah satunya perdarahan antepartum diklasifikasikan menjadi

penyebab kematian. Selain itu, perdarahan pervaginam, khususnya

pada kehamilan trimester ketiga, persalinan, dan pasca persalinan

menjadi salah satu dari beberapa komplikasi kehamilan, persalinan,

dan nifas yang menjadi penyebab kematian ibu dan/atau perinatal.

Dari status keluarga masyarakat yang mengalami komplikasi status

reproduksi perdarahan merupakan analisis determinan kematian

dan kesakitan ibu, dalam upaya safe motherhood dan making

pregnancy safer (Martaadisoebrata, 2005 : 223, 283-284).

Kematian dan kesakitan pada ibu hamil dan ibu bersalin

serta BBL sejak lama telah menjadi masalah, khususnya dinegara-

negara berkembang. Sekitar 25-50% kematian perempuan usia

subur disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan. WHO

memperkirakan setiap tahun terjadi 210 juta kehamilan diseluruh

dunia. Dari jumlah ini 20 juta perempuan mengalami kesakitan

sebagai akibat kehamilan, sekitar 8 juta mengalami komplikasi

yang mengancam jiwa. Dan hampir 50% terjadi dinegara-negara

1
2

Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk Indonesia

(Martaadisoebrata, 2005 : 221).

Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia sampai saat ini masih

tinggi. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik, hingga akhir 2007

lalu, AKI masih berada pada kisaran 226/100.000 kelahiran hidup.

Angka tersebut masih dua kali lipat lebih tinggi jika dibandingkan

dengan target yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO)

(Nik, 2008).

Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan

(46,7%), eklamsia (keracunan kehamilan 14,5%), dan infeksi (8%).

Ketiga penyebab ini merupakan 70% penyebab kematian ibu

(Djauzi, 2007). Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap

sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan

muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan

tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan

muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu, mengingat

kemungkinan hidup janin diluar uterus. Dan menurut gambaran

klinik, pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada

triwulan ketiga atau setelah kehamilan 28 minggu (Rakhimhadhi,

2005 : 362-363).

Kasus perdarahan antepartum biasanya lebih banyak dan

lebih berbahaya dari pada perdarahan sebelum kehamilan 28

minggu (Mochtar, 1998 : 269). Pada setiap perdarahan antepartum


3

pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber

pada kelainan placenta (Rakhimhadhi, 2005 : 362). Perdarahan

pada bagian akhir kehamilan merupakan ancaman serius terhadap

kesehatan dan jiwa baik ibu maupun anak. Penyebab perdarahan

yang paling sering dalam trimester ketiga adalah solusio placenta

dan placenta previa. Harus juga difikirkan perdarahan antepartum

yang belum jelas sumbernya (Rayburn & Carey, 2001 : 87).

Frekuensi perdarahan antepartum sekitar 3% sampai 4%

dari semua persalinan (Manuaba, 1998 : 253) yang terbagi kira-kira

rata antara placenta previa, solusio placenta dan perdarahan

antepartum yang belum jelas sumbernya (Rakhimhadhi, 2005 :

363). Sedangkan kejadian perdarahan antepartum dirumah sakit

lebih tinggi karena menerima rujukan (Manuaba, 1998 : 253).

Kematian maternal di Provinsi Riau sebanyak 179 kasus.

Perdarahan merupakan penyebab kedua sebanyak 60 kasus

(33,5%) setelah penyebab tidak langsung sebanyak 80 kasus

(44,6%) (Dinkes Provinsi Riau, 2006 ).

Dari data yang didapat ternyata persentase kasus

perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan placenta

merupakan kasus dengan nomor urut kedua dari semua kasus-

kasus perdarahan pervaginam yang berhubungan dengan

kehamilan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru 2008, yakni

sebanyak 87 kasus (14,1%). Dapat dilihat pada table berikut ini :


4

Tabel 1.1 Kasus-Kasus Perdarahan Pervaginam Yang


Berhubungan Dengan Kehamilan Di Bagian
Obstetri Dan Ginecologi RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru Tahun 2008

Persentase
No Nama Kasus Jumlah Kasus
(%)
1 Abortus Incomplit 236 38,1
2 HAP 87 14,1
3 Retensio Placenta 76 12,3
4 HPP 61 9,9
5 Abortus Iminens 56 9,0
6 KET 54 8,7
7 Mola Hidatidosa 21 3,4
8 Abortus Insipiens 14 2,3
9 Missed Abortion 10 1,6
10 Abortus Provokatus 4 0,6
Jumlah 619 100
Sumber : Medical Record RSUD Arifin Achmad Pekanbaru 2008

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas

maka perumusan masalah penelitian ini adalah Faktor-faktor Apa

Saja yang Menjadi Penyebab Perdarahan Antepartum yang

Bersumber pada Kelainan Placenta di RSUD Arifin Achmad

Pekanbaru Tahun 2008?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui persentase Faktor-faktor Penyebab

Perdarahan Antepartum yang Bersumber pada Kelainan

Placenta di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2008.


5

1.3.2 Tujuan Khusus

.a Mengetahui distribusi frekuensi faktor-faktor penyebab

perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan

placenta karena placenta previa.

.b Mengetahui distribusi frekuensi faktor-faktor penyebab

perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan

placenta karena solusio placenta.

.c Mengetahui distribusi frekuensi faktor-faktor penyebab

perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan

placenta yang belum jelas sumbernya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Sebagai bahan masukan bagi peneliti dalam

menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan bacaan di pustaka AKBID AKPER

Dharma Husada Pekanbaru.

1.4.3 Bagi Tempat Penelitian

Sebagai bahan masukan bagi RSUD Arifin Achmad

Pekanbaru terutama tentang perdarahan antepartum yang

bersumber pada kelainan placenta.

Anda mungkin juga menyukai