Dengue Hemerogic Fever
Dengue Hemerogic Fever
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arvoviruses ) dan sekarang
dikenal sebagai genus flavivirus ,family flaviviradae ,yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den
-1,den-2,den -3 dan den-4.Infeksi dengan salah satu serotype meyebabkan antibody seumur
hidup terhadap serotype yang bersangutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype yang
lainSeseorang yang tinggal didaerah endemis dengue dapat terinfeksi terhadap serotype 3 dan 4
yang masih hiupnya.keempat jenis serotipe tersebut dapat ditemukan diberbagai daerah
diindonesia.Di Indonesia pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahum 1975 dibeberapa
rumah sakit menunjukkan kempat jenis serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjamg
tahun.Serotipe den-1 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus
berat.
2.3 Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar diseluruh wilayah asia tenggara, pasipik barat dan
karibia.Indonesia merupakan daerah endemis dengan sebarah diseluruh tanah air.Insiden DBD
diwilayah Indonesia 6 antara sampai 15 per 100.000 penduduk(1989 samapai 1995):dan pernah
me ningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 pada tahun 1998.Di Indonesia
pertama kali DBD ditemukan disurabaya pada tahun 1998,kemudia DBD berturut turut
dilaporkan dibandung (1972),Yogyakarta(1972).Dan tahun 1993 DBD telah menyebar keseluruh
provinsi Indonesia.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector aedes agiptydan aides albopictus.
Peningkatan kasus setiap tahunya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya
tempat perindeukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih,(bak mandi. Tamping
bekas dan tempat penampungan lainya ).
3 ) lingkunga :curah hujan ,suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk .(WHO 2000)
2.4.Manifestasi klinik
Seperti pada infeksi virus yang lain ,infeksi virus dengue juga merupakan suatu self limiting
infection disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari .
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinik yang
bervariasi antara penyakit yang paling ringan (mild undeferentiated febrile ilness ) ,Dengue
Hemorragic Fever (DHF) dan Dengue Syok Sindrom (DSS).
1.Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas ,berlangsung terus menerus selama 2-7
hari
3.pembesaran hati
4.syok,ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba ,penyempitan tekanan nadi
(20mmhg),hipotensi sampai tidak teratur ,kaki dan tangan dingin ,klit lembab dan pada
umumnya pasien tampak gelisa.
5.Laboratorium
-Hematokrit/PCV (Packed cell Volume ) meningkat sama atau lrbih dari 20%
Volume Plasma
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara efektif dengan
memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat diberikan cairan yang
mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan
drastis. Sedangkan pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat
destruktif atau akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional
dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang bekerja secara
cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsy kulit pasien DHF pada masa akut memperlihatkan
sel endotel vaskular yang mirip dengan luka anoksia atau luka bakar.1
Trombositopenia
Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DHF. Masa perdarahan
memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang teraktivasi memanjang.
Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada
kasus DHF berat terjadi peningkatan fibrinogen degradation products (FDP). Penelitian lebih
lanjut faktor koagulasi membuktikan adanyan penurunan aktifitas antitrombin III. Disamping itu
juga dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II dan antitrombin III tidak
sebanyak seperti fibrinogen dan faktor VIII. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa menurunnya
kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi
juga oleh konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DHF dibuktikan dengan
penurunan aktifitas -2 plasmin inhibitor dan penurunan aktifitas plasminogen. 1
Seluruh penelitian di atas membuktikan bahwa (1) pada DHF stadium akut telah terjadi
proses koagulasi dan fibrinolisis, (2) Disseminated intravascular coagulation (DIC) secara
potensial dapat terjadi juga pada DBD tanpa syok. Pada masa dini DHF, peran DIC tidak
menonjol dibanding dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit memburuk sehingga
terjadi syok dan asidosis maka syok akan memperberat DIC sehingga perannya akan mencolok.
Syok dan DIC akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok ireversibel
disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital yang biasanya diakhiri dengan kematian.
Sistem komplemen
Respons Leukosit
Pada perjalanan penyakit DHF, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatan limfosit
atopik yang berlangsung sampai hari kedelapan. Suvatte dan Longsaman menyebutnya sebagai
transformed lymphocytes. Dilaporkan juga bahwa pada sediaan hapus buffy coat kasus DHF
Pada infeksi virus dengue yang pertama terbentuk antibodi yang menetralkan virus
dengue yang serotipenya sama (homolog). Infeksi berikutnya dengan serotipe yang berbeda akan
berikatan dengan antibodi yang sudah ada sebelumnya tapi tidak menetralisasi. Virus dengue dan
antibodi non netralisasi akan berikatan dengan receptor fc pada permukaan monosit/ makrofag
kemudian virus dengue masuk kedalam magrofag dan terjadi replikasi virus dan mengaktivasi
makrofag yang akan melepaskan sitokin yaitu Tumor Necrosis Factor Alpha(TNF-
),Interleukin -1 (IL-1) dan Interleukin -12(IL-12). Tumor Nekrosisi Alpha yang diproduksi oleh
makrofag teraktivasi merupakan sitokin utama pada respon inflamasi akut terhadap mikroba.
Efek biologi TNF- adalah meningkatkan ekspresi molekul adhesi pada permukaan endotel
2.6 Patogenesa
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue akan tetap infektif sepanjang
hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan menghisap
darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel
kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfatikus, sumsum tulang serta paru-paru.
Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini,
dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel
dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur
dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi imunitas protektif
terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya.5
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat
peningkatan replikasi virus dalam monosit., yaitu enhancing-antibody dan neutralizing antibody.
Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibody yaitu (1) Kelompok monoclonal reaktif yang tidak
mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan (2) Antibodi yang dapat
a. Sel fagosit mononuclear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel kupffer merupakan
tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.
b. Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat
(sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue
pada permukaan sel fagosit mononuclear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme
aferen.
c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuclear yang telah
terinfeksi.
d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati,
limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter
perbedaan terjadinya DHF dengan dan tanpa renjatan adalah jumlah sel yang terkena
infeksi.
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan
sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi
permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut
mekanisme efektor.
Aktivasi Limfosit T
Limfosit T juga memegang peran penting dalam pathogenesis DHF. Akibat rangsang
monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan
interferon (IFN- dan ). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue (serotipe berbeda dengan
infeksi pertama), limfosit T CD4+ berproliferasi dan menghasilkan IFN-. IFN- selanjutnya
merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkna monosit memproduksi
mediator. Oleh limfosit T CD 4+ dan CD8+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis
dan mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.1
2.7. Diagnosis
Laborotorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk manepis pasien tersangka demam dengue
adalah melalaui pemeriksaan kadar hemoglobin,he3motogrid,jumlah trombosit dan hapusan
darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran llimfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapat dari hasil isoloasi virus dengue (cell culture) ataupun antigen
virus RNA dengue dengan tekhnik RT-PCR (Reverse Transscriptase polymerase chain
eaction),namun karena teknik yang lebih rumit,saat ini tes serologi yang mendeteksi adanya
antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi totasl.IgM maupun igM lebih banyak.
1.Leukosit :dapat normal atau menurun .Mulai hari ke 3 dapat ditemui limfositosis relatif (.45 %
dari total eukosit ) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit
yang pada fase syok akan meningkat.
Demam Berdarah Dengue (DBD).Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan
bila semua hal di emam ini dipenuhi
-petekie,ekimosis,atau purpura
4.terdapat minimal satu tanda tanda plasma leakage(kebocoran plasma) sebagai berikut :
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin
2.8. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DHF bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien
DHF dirawat diruangan perawatan biasa, tetapi pada kasus DHF dengan komplikasi diperlukan
perawatan intensif. Untuk merawat pasien DHF dengan baik, diperlukan dokter dan perawat
yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah
yang senantiasa siap bila diperlukan.Diagnosis dini dan edukasi untuk segera dirawat bila
didapat tanda syok, merupakan hal yang paling penting untuk mengurangi angka kematian.
Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat
memburuk dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DHF terletak pada keterampilan
para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu
( fase kritis, fase syok) dengan baik.1
Fase demam
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umunnya hari ke 3-5 fase
demam. Pada fase demam bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk
mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak bisa diberikan oleh karena itu tidak mau minum,
muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.1
mempertahankan suhu di bawah 39 dengan dosis 10-15 mg/ kgBB. Pasien perlu diberikan
minum 50 ml / kg berat badan dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi diatasi anak
diberikan cairan rumatan 80-100 ml / kg berat badan dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih
minum ASI , tetap harus diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang demam,
disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama masih demam. Pasien harus diawasi ketat
terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi yaitu saat suhu
turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan
pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk monitor hasil pengobatan yaitu menggambarkan
derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada
umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus
diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana
pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai
alternatif walaupun tidak terlalu sensitif.1
Berat waktu masuk (kg) Jumlah cairan ml/kg berat badan per hari
<7 220
7-11 165
12-18 132
>18 88
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan
pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada
anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang
sama.1
Jenis cairan
Larutan kristaloid yang direkomendasikan oleh WHO adalah larutan ringer laktat (RL)
atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5 /RL), ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5%
dalam larutan ringer asetat (D5 / RA), NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali.
Sedangkan larutan koloid adalah dekstran-40 dan plasma darah.1
DHF derajat I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit
Gejala Klinis demam 2-7 hari
Uji tourniquet positif atau perdarahan spontan.
Lab : Hematokrit tidak meningkat,
trombositopeni (ringan)
Pulang
1
Bagan 1 : (Tatalaksana kasus DHF derajat I dan II)
Keterangan bagan 1:
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji tourniquet positif (DHF derajat I)
atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (DHF derajat II) dapat dikelola
seperti tertera pada bagan 1. Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum banyak 1-2
liter/hari atau 1 sendok makan setiap 5 menit. Jenis minuman yang dapat diberikan adalah air
putih, teh manis, sirup, jus buah, susu atau oralit. Obat antipiretik (paracetamol) diberikan bila
suhu >38,5oC. Pada anak dengan riwayat kejang dapat diberikan obat antio konvulsif. Apabila
pasien tidak dapat minum atau muntah terus menerus, sebaiknya diberikan infus NaCl 0,9% :
Perbaikan
*BB 20 kg
1
Bagan 2 : (Tatalaksana kasus DHF derajat II dengan peningkatan hemokonsentrasi 20%)
Keterangan bagan 2 :
Pasien DHF derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus selama 7 hari tanpa sebab
yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan (paling tersering perdarahan kulit dan mukosa,
yaitu petekie atau mimisan), disertai penurunan jumlah trombosit 100.000/ul dan penigkatan
kadar hematokrit. Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid ringer lactat/NaCl 0,9% atau
dextrosa 5% dalam ringer lactat/NaCl 0,9% 6-7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar
hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi tiap 12-24 jam. 1
1. Apabila selama observasi keadaan umum mebaik, yaitu anak tampak tenang, tekanan
nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup dan kadar Ht cenderung turun minimal
dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam.
Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetsan dikurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan pada 24-48 jam.
2.10 Pencegahan
Pemberantasan DHF seperti juga penyakit menular lain, didasarkan atas memutusan
rantai penularan. Dalam hal DHF, komponen penularan terdiri dari virus aegypti dan manusia.
Karena sampai saat ini belum terdapat vaksin yang efektif terhadap virus itu, maka
pemberantasan ditujukan pada manusia dan terutama pada vektornya.3
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut:3
2.11 Prognosis
Kematian telah terjadi pada 40-50 % penderita dengan shock, tetapi dengan perawatan
intensif yang cukup kematian akan kurang dari 2%. Ketahanan hidup secara langsung terkait
dengan manajemen awal dan intensif.2