PHP
PHP
CST Kansil (1986: 324) PAJAK adalah Pasal 23A Amandemen Ke-4 UUD
iuran kepada negara yang terutang oleh yang Negara Republik Indonesia Tahun 1945
wajib membayarnya (wajib pajak) berdasarkan Pajak dan pungutan lain yang bersifat
undang-undang dengan tidak mendapat memaksa untuk keperluan negara diatur
prestasi (balas jasa) kembali yang langsung dengan Undang-Undang
Tujuan
Pembelajaran
Peserta dapat :
Menjelaskan perkembangan perpajakan di
Indonesia;
Menjelaskan kedudukan hukum pajak dalam
sistem hukum di Indoensia;
Menjelaskan macam pungutan di Indonesia;
Menjelaskan asas pemungutan pajak;
Menjelaskan pembagian pajak;
Indikator Menjelaskan sistem pemungutan pajak;
Menjalaskan tarif pajak;
Keberhasilan Menjelaskan kepatuhan wajib pajak
Menjelaskan perlawanan terhadap pemungutan
pajak.
1. SEJARAH PERPAJAKAN DI INDONESIA
1.Jaman Kerajaan
RAJA Pembiayaan
UPETI KEKUASAAN TUNGGAL
DASAR HUKUM : Pasal II (Aturan Peralihan) UUD 1945 jo.UU No 4 Tahun 1952
1.Penghapusan PERATURAN
2.Penggantian NAMA
3.Perubahan Status menjadi Pajak
Daerah
U.U Pajak Penjualan 1951 (kemudian diperbarui dengan U.U No. 2 Tahun 1968).
U.U Pajak Deviden (U.U. No. 21 Tahun 1959 yang kemudian diperbaruhi dengan U.U
Pajak atas Bunga Dividen dan Royalty (PBDR) 1970 (U.U. No. 10 Tahun 1967).
U.U Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa (U.U. No. 19 Tahun 1959).
Pajak Bangsa Asing (U.U. No. 74 Tahun 1958)
U.U Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (U.U. No. 27 Tahun Tahun 1959).
U.U No. 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan PPd. PKk dan PPs atau Tata
Cara MPS-MPO
Pajak Negara yang diserahkkan ke Daerah :
1. Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP) (L.N. No. 49 Tahun 1983, TLN No. 3262), sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2009.
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (PPh) (L.N. No. 50 Tahun
1983, TLN No. 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 36
Tahun 2008.
3. Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan PPn Barang Mewah (L.N. No. 51 Tahun 1983, TLN No. 3264) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009.
4. Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) (L.N. No. 68
Tahun 1985, TLN No. 3312) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994.
5. Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (L.N. No. 69 Tahun 1983, TLN
No. 3313).
6. Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP)
(L.N. No. 42 Tahun 1997, TLN No. 3686)
7. Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) (L.N. No. 44 Tahun 1997, TLN No. 3688)
8. Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)
(LN No. 41 Tahun 1997, TLN No. 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang No. 34 Tahun 2000 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan
diberlakukannya Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
2. HUKUM PAJAK
MATERIAL :
PPh,PPN,PBB FORMAL :
dan Bea Materai KUP & PPSP
Penafsiran hukum
Di dalam memahami suatu ketentuan Undang-
undang agar jelas diperlukan suatu penafsiran.
Penafsiran hukum ialah suatu upaya yang pada
dasarnya menerangkan, menjelaskan, menegaskan
baik dalam arti memperluas ataupun membatasi atau
mempersempit pengertian hukum yang ada dalam
rangka penggunaannya untuk memecahkan masalah
atau persoalan yang sedang dihadapi
Macam-macam penafsiran
dalam ilmu hukum:
1. Penafsiran tata bahasa (gramatika), ialah cara penafsiran
berdasarkan pada bunyi ketentuan undang-undang,
dengan berpedomen pada arti perkataan-perkataan dalam
hubungannya satu sama lain dalam kalimat-kalimat yang
dipakai oleh undang-undang, yang dianut ialah semat-
mata arti perkataan menurut tata bahasa atau kebiasaan,
yakni arti dalam pemakaiansehari-haricontoh kendaraan
2. Penafsiran sahih (resmi, autentik) ialah penafsiran yang
pasti terhadap kata-kata itu sebagaimana yang diberikan
oleh pembentuk Undang-undang. Misalnya arti malam
dalam Pasal 98 KUHP yang berarti waktu antara matahari
terbenam dari matahari terbit.
3. Penafsiran histories adalah penafsiran berdasarkan
pada sejarah pembentukan peraturan perundang-
undangan tersebut. Ada 2 :
a. Sejarah hukumannya, yang diselidiki maksudnya
berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut.
b. Sejarah Undang-undangnya, yang diselidiki maksud
pembentuk undang-undang pada waktu membuat
undang-undang itu, misalnya didenda f 10, sekarang
ditafsirkan dengan uang R.I., sebesar Rp.10,-
4. Penafsiran sistematis (dogmatis).
Penafsiran memiliki susunan yang berhubungan dengan
bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam undang-undang
itu maupun dengan undang-undang yang lain.
5. Penafsiran sosiologi yaitu penafsiran dengan
mengingat maksud dan tujuan undang-undang. Hal ini
penting karena kebutuhan-kebutuhan berubah menurut
masa, sedangkan undang-undang tetap saja.
6. Penafsiran ekstensif yaitu penafsiran dengan
memperluas arti, kata-kata dalam peraturan itu sehingga
sesuatu peristiwa dapat dimaksudkan dalam ketentuan itu.
Misalnya aliran listrik termasuk benda.
7. Penafsiran restriktif yaitu penafsiran dengan
mempersempit arti kata-kata dalam suatu undang-
undang, misalnya kerugian tidak termasuk kerugian yang
tak berwujud seperti sakit, cacat dan lain-lain.
8.Penafsiran analogis yaitu penafsiran pada suatu hukum dengan
memberi ibarat (kiyas) pada kata-kata tersebut sesuai dengan
asas hukumnya, sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak
dapat dimasukkan, kemudian dianggap sesuai dengan bunyi
peraturan tersebut.
9.Penafsiran a contrario yaitu suatu cara penafsiran undang-undang
yang didasarkan pada lawan dari ketentuan tersebut.
Contoh Pasal 34 BW yang menyatakan bahwa seorang
perempuan tidak diperkenankan menikah lagi sebelum lewat
300 hari setelah perkawinannya terdahulu diputuskan.
Bagaimana hanya dengan laki-laki ? Tidak berlaku karena kata
laki-laki tidak disebutkan.
3. BEBERAPA MACAM PUNGUTAN DI
INDONESIA
SUMBER-SUMBER PENDAPATAN NEGARA :
A. PAJAK (termasuk Bea dan Cukai)
B. RETRIBUSI
C. SUMBANGAN
D. PENERIMAAN BUKAN PAJAK (PNPB)
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplus-nya digunakan untuk Public
Saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai Public Investment
Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
CIRI-CIRI PADA PENGERTIAN PAJAK :
Pajak dipungut berdasarkan dengan kekuatan
Undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan
adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah.
Pajak dipungut oleh Negara (baik oleh Pemerintah
Pusat maupun Daerah).
Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran Pemerintah,
yang bila dari pemasukkannya masih terdapat
surplus, dipergunakan untuk membiayai public
investment.
Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak
budgeter, yaitu mengatur.
Fungsi Pajak
Fungsi Anggaran Fungsi mengatur
(Fungsi Budgetair) (Fungsi Regulerend)
ialah fungsi pajak disektor publik, ialah fungsi pajak yang
merupakan suatu alat atau dipergunakan untuk mengatur
sumber untuk memasukkan uang atau untuk mencapai tujuan
dari masyarakat berdasarkan tertentu dibidang ekonomi, politik,
undang-undang ke Kas Negara, sosial, budaya, pertahanan
hasilnya untuk membiayai keamanan misalnya ; dengan
pengeluaran umum Negara mengadakan perubahan-
perubahan tarif, memberikan
pengecualian atau keringanan-
keringanan
B. RETRIBUSI
Adalah pembayaran-pembayaran kepada Negara yang
dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa Negara.
Si pembayar mendapat prestasi kembali yang langsung
Dalam Pasal 1 angka 64 Undang-Undang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah retribusi adalah pungutan Daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
Misalnya: pembayaran uang sekolah, uang kuliah, langganan
PAM, retribusi pasar,retribusi parkir,IMB dan lain-lain.
C. SUMBANGAN
Menurut Santoso Brotodihadjo, S.H. (1982 : 6), sumbangan
mengandung pikiran, bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk prestasi Pemerintah tertentu, tidak boleh dikeluarkan
dari kas umum hanya golongan tertentu dari penduduk yang
diwajibkan membayar sumbangan.
Misalnya ; Sumbangan Wajib Pemeliharaan Prasarana Jalan,
Pening Sepeda
D. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Slide- 4
Aristoteles dalam karyanya Rhetorica mengatakan
bahwa tujuan hukum ialah untuk menegakkan
keadilan.
Pengertian Asas Pajak
Asas Pajak merupakan suatu hal yang hakiki dalam
pengenaan/ pemungutan pajak di suatu negara, sehingga
terhindar dari hal-hal yang dapat merugikan masyarakat dan
negara (misalnya pengenaan pajak sewenang-wenang,
menimbulkan perlawanan atau bahkan tindakan anarkis
seperti Revolusi Perancis== Financers).
Asas ini juga sebagai rel/pedoman dalam pembuatan
peraturan (UU) perpajakan.
ASAS DAN DASAR PEMUNGUTAN PAJAK
Adam Smith ( 1723-1790 ) Wealth of Nations dalam ajaran
The Four Maxims ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
adalah:
EQUALITY = Pajak bersifat final adil dan merata
CERTAINTY = Penetapan pajak tidak ditentukan sewenang-
wenang dan ada kepastian hukum
CONVINIENCE = Pajak dikenakan saat tidak menyulitkan
WP ( Pay as you earn) waktunya saat sedekat mungkin
ECONOMY = Biaya pemungutan dan pemenuhan kewajiban
minimal /biaya murah.
DASAR DAN TEORI
PEMUNGUTAN PAJAK
ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
A. ASAS FALSAFAH HUKUM PAJAK
TEORI ASURANSI
TEORI KEPENTINGAN
TEORI KEWAJIBAN PAJAK MUTLAK.
TEORI ASAS GAYA BELI.
TEORI ASAS GAYA PIKUL
B. ASAS YURIDIS
C. ASAS EKONOMIS
D. ASAS FINANSIAL
1.TEORI ASURANSI
Pembayaran pajak disamakan dengan
pembayaran premi.Masyarakat seakan
mempertanggungjawabkan keselamatan dan
keamanan jiwanya kepada negara.
TEPATKAH INI?
2.TEORI KEPENTINGAN
NEGARA MELINDUNGI
KEPENTINGAN HARTA DAN JIWA
WARGA NEGARA DENGAN
MEMPERHATIKAN BEBAN YANG
HARUS DIPUNGUT DARI
MASYARAKAT
3.TEORI BAKTI
DISEBUT JUGA
TEORI KEWAJIBAN
PAJAK MUTLAK.
PAJAK SEBAGAI
BUKTI TANDA
BAKTI
MASYARAKAT KE
NEGARA
4.TEORI GAYA BELI
PAJAK UNTUK
MEMELIHARA
MASYARAKAT
PAJAK
DITEKANKAN
UNTUK FUNGSI
MENGATUR
5.TEORI GAYA PIKUL
TIAP ORANG
DIKENAKAN PAJAK
DGN BOBOT SAMA
(ADIL) SESUAI
GAYA PIKUL
DENGAN UKURAN
BESARNYA
PENGHASILAN
DAN
PENGELUARAN
SESEORANG
TEORI PANCASILA
(Rochmat Soemitro 2004 : 30)
Pancasila mengandung sifat
kekeluargaan dan gotong royong
Pajak adalah salah satu bentuk gotong
royong yang tidak perlu dipersyaratkan
Gotong royong/pajak tidak lain dari
pengorbanan setiap anggota keluarga
(anggota masyarakat) untuk
kepentingan keluarga (bersama) tanpa
mendapatkan imbalan
berdasarkan Pancasila, pungutan pajak
dapat dibenarkan karena pembayaran
pajak dipandang sebagai uang yang
tidak keluar dari lingkungan
masyarakat tempat wajib pajak hidup.
Hukum Pajak harus memberi jaminan hukum yang perlu untuk
menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk Negara maupun untuk
warganya.
Dasar hukum pemungutan pajak dalam pasal 23A Amandemen keempat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan Undang-Undang
Yang Harus diperhatikan dalam membuat peraturan perpajakan:
Harus memperhatikan ECCE Adam Smiths Canon.
Hak Fiskus dijamin dalam pelaksanaan tugasnya
Hak dan Kewajiban Wajib pajak mendapat jaminan hukum
Rahasia pribadi maupun perusahaan di jamin.
Pajak selain mempunyai fungsi budgetair juga
berfungsi mengatur, digunakan sebagai alat untuk
menentukan politik perekonomian, maka politik
pemungutan pajaknya harus :
1. Diusahakan supaya jangan sampai menghambat
lancarnya produksi dan perdagangan.
2. Diusahakan, supaya jangan menghalang-halangi
rakyat dalam usahanya menuju ke bahagiaan dan
jangan sampai merugikan kepentingan umum
Sesuai dengan fungsi budgetair, maka sudah tentu bahwa
biaya-biaya untuk mengenakan dan memungut pajak
harus sekecil-kecilnya, di bandingkan dengan
pendapatannya
Pajak Langsung
Berdasarkan
Golongan
Pajak Tidak
Langsung
Pajak Pusat
Berdasarkan
PAJAK Wewenang
pemungut
Pajak Daerah
Pajak Subjektif
Berdasarkan
Sifat
Pajak Objektif
ialah pajak yang ditinjau dari :
Administratif, dikenakan secara berulang-ulang pada waktu
tertentu (periodik) misalnya setiap tahun
Ekonomis, pajak harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak
dapat dilimpahkan kepada orang lain
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)
Negara Daerah
PPH : UU. No. 7 Th. 1984 Dasar hukum Pajak Daerah & Retribusi:
diubah UU. No. 36 Th 2008 UU No. 18 Th. 1997
diubah UU. No. 34 Th. 2000
Asas Peraturan
Perundang-
undangan
Pengundangan dan
Penyebarluasan
Apa ciiihhh Peraturan
Perundang-undangan itu ???
Peraturan Perundang-undangan :
Peraturan TERTULIS yang dibentuk oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang dan MENGIKAT secara umum
UNDANG-UNDANG
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk
oleh DPR dengan persetujuan bersama Presiden
PERPU
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Presiden dlm hal ikhwal KEGENTINGAN yg
MEMAKSA
PP
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Presiden untuk menJALANkan UU sebagaimana
mestinya
PERATURAN PRESIDEN
Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh
Presiden
PANCASILA SUMBER dari segala SUMBER HUKUM
- Dasar
Negara
- Ideologi
Negara
- Filosofi
Negara
UUD 1945 HUKUM DASAR dalam Peraturan Perundang-
undangan.
2. Kelembagaan /
1. Kejelasan Organ Pembentuk
Tujuan yg tepat 3. Kesesuaian
Jenis & Materi
Muatan
Asas Peraturan
4. Dapat
Perundang-undangan
Dilaksanakan
5. Kedayagunaan
& Kehasilgunaan
7.
Keterbukaan
6. Kejelasan
Rumusan
1. Pengayoman
10. 2. Kemanusiaan
Keseimbangan,
Keserasian & 3. Kebangsaan
Keselarasan
Asas-asas
4. Kekeluargaan
dlm Muatan Materi
9. Ketertiban &
Kepastian
Hukum 5. Kenusantaraan
8. Kesamaan
kedudukan dlm 6. Bhinneka
hukum dan 7. Tunggal Ika
pemerintahan Keadilan
Hukum Pidana Hukum Perdata
Hierarki Peraturan
Perundang-undangan UU / Perpu
Peraturan Pemerintah
Peraturan Presiden
Peraturan Daerah
Agar setiap orang
PENGUNDANGAN MENGETAHUI-nya
1. Lembaran Negara RI
Setiap Peraturan Perundang-
2. Berita Negara RI
undangan HARUS diundangkan
3. Lembaran Daerah
dengan menempatkannya
4. Berita Daerah
dalam
Penjelasan Peraturan
- UU / PERPU Perundang-undangan
- PP yang dimuat dalam LN
- Peraturan
Presiden
LEMBARAN TAMBAHAN
NEGARA LEMBARAN
NEGARA
Masyarakat berhak untuk memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam
rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan
peraturan daerah.
AJARAN MATERIAL
Utang Pajak timbul dengan
Saat Lahirnya sendirinya karena pada saat
Utang Pajak yang ditentunkan oleh UU
sekaligus dipenuhi Syarat Subjek &
Syarat Objek.
Urgensi Lahirnya Utang Pajak
Seberapa penting sihhh menentukan saat
timbulnya utang pajak itu ??
1. Pembayaran
2. Kompensasi Utang
Hal yg dapat 3. Pembebasan Utang
menghapuskan 4. Pembatalan
5. Daluwarsa
Perikatan Pajak
Daluwarsa
Penagihan Pajak
Suatu batasan waktu yg ditentukan o/
UU bahwa fiskus TIDAK mempunyai hak
lagi untuk melakukan PENAGIHAN
terhadap UTANG PAJAK wajib pajak
KEPASTIAN HUKUM
Pasal 22 UU No. 16
Tahun 2009 tentang
KUP
Ayat (1) :
Daluwarsa Hak untuk melakukan penagihan pajak,
termasuk bunga, denda, kenaikan dan
Penagihan Pajak biaya penagihan pajak, daluwarsa
setelah melampaui 5 (lima) tahun
terhitung sejak penerbitan STP, SKPKB
serta SKPKBT, dan SK Pembetulan, SK
Keberatan, Putusan Banding serta
Putusan PK.
Pasal 22 UU No. 16
Tahun 2009 tentang
Ayat (2) :
KUP Daluwarsa penagihan pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tertangguh apabila :
a. Diterbitkan Surat Teguran dan
Surat Paksa
b. Ada pengakuan utang dari WP
langsung/tidak langsung
c. Diterbitkan SKPKB (Ps.13 ayat 5)
atau SKPKBT (Ps. 15 ayat 4)
Sekian
&
Matur Nuwun