Jika restorasinya telah pas, tepi inlay diburnis dengan burniser tangan
dengan gerakan dari inlay ke gigi. Suatu daerah tepi yang tampak terlalu tebal
dapat dikurangi dengan bur pengakhir baja bulat dan kecil atau dengan stone putih
kecepatan rendah. Instrumen harus digunakan dengan tekanan ringan dan diputar
dari emas ke gigi sehingga berefek kerja dari emas ke gigi (Anusavice, 2003)
Tepi inlay kini dipoles di dalam mulut sejauh mungkin, memakai poin
karet pumis dan caret. Akhirnya inlay diangkat dan sprue dipotong. Sisa
permukaan dipoles dengan roda karet abrasif. Selanjutnya inlay disemenkan
dengan semen ionomer kaca tipe penyemen atau semen Zn. Fosfat yang dicampur
samapi konsistensinya seperti krim. Semen ionomer kaca lebih disukai karena
lebih adhesif ke dentin dan kurang iritatif terhadap pulpa. Semen dicapur sesuai
instruksi pabrik. Semen yang telah dicampur diulaskan ke permukaan dalam inlay,
dimasukkan ke dalam kavitas, ditekan sampai posisinya baik dengan burniser
berberntuk buah pir. Jika semen telah benar-benar mengeras, gunakan ekskavator
atau sonde untuk menghilangkan kelebihan semen. Jika semen ionomer yang
dipakai, tepinya harus dilapisi dua lapis pernis. Restorasi kemudian dipoles akhir
dengan poin karet pumis dan tepinya dipernis ulang (Anusavice, 2003)
Desain untuk inlay harus dipertimbangkan kembali ditahap ini dan jika
keputusannya telah dikonfirmasikan maka rencanakan rincian desain.
c. Perlindungan tonjol
Aspek penting dari desain dan alasan utama untuk memilih tipe restorasi
ini adalah guna melindungi tonjol yang lemah agar tidak patah karena tekanan
oklusal. Untuk melakukan ini, tonjol yang lemah dikurangi ketinggiannya, sejajar
dengan lereng tonjol. (Kidd et al, 2000)
d. Pemeriksaan undercut
Kavitas harus bebas dari undercut agar semua garis (line angle) yang kecil
dan titik sudut (point angle) bias dilihat sekaligus. Undercut bias dicek dengan
melihatnya langsung pada kavitas, atau dengan kaca mulut (khususnya yang
mempunyai permukaan pemantul), pada arah pelepasan inlay. Tanpa
memindahkan posisi kepala, operator bisa memasukkan sonde dari pandangan,
berarti sonde masuk kedaerah undercut. (Kidd et al, 2000)
e. Pelapikan kavitas
Pada kavitas yang dalam harus digunakan sub pelapik dari semen yang
mengandung hidroksida kalsium. Bahan pelapik kedua selanjutnyya diletakkan
diatas sub pelapik untuk menutup setiap undercut, mendatarkan lantai oklusal dan
dinding pulpa, dan sebagai isolator panas bagi pulpa. Semen ionomer kaca
merupakan bahan pilihan untuk pelapik structural ini karena adhesive terhadap
dentin. (Anusavice, 2003)
e. Pencetakan
Sendok cetak khusus
Sendok mendukung bahan disekitar gigi, ini berarti bahan di sekitar gigi;
ini berarti bahwa bahan cetak yang digunakan makin sedikit dan bisa diperoleh
ketebalan bahan yang konsisten. Jika diperlukan dapat pula dibuat sendok cetak
khusus dari resin akrilik pada model studi. Sendok harus menutupi semua gigi
didalam lengkung dan diperluas 2mm melebihi tepi gingival. Sendok harus
berjarak 1-2mm dari gigi-gigi tetapi berkontak dengan 3 gigi disepanjang rahang
sehingga bisa dipasang dengan tepat tanpa menyentuh gigi yang dipreparasi.
Bahan adhesive yang tepat untuk pencetakkan diulaskan pada bagian dalam
sendok dan sekitar tepi-tepinya, kemudian dibiarkan mongering sebelum
dilakukan pencetakkan. (Kidd et al, 2000)
Pembuatan cetakan
Bahan cetak diaduk merata sesuai petunjuk pabrik. Benang retraksi dilepas
dan bahan cetak yang encer disuntikan kedalam preparasi dan sekitar gigi. Bahan
cetak yang lebih kental atau berbentuk padat diletakkan pada sendok cetak dan
sendok cetak ditempatkan diatas bahan encer yang belum mengeras. Ini
membantu bahan cetak beradaptasi kesemua daerah preparasi dan leher gingiva.
Sendok cetak ditahan sampai bahan cetak mengeras dan dikeluarkan dari mulut
(Kidd et al, 2000)
Pemeriksaan cetakan
Cetakan hasil preparasi harus diperiksa rinciannya untuk melihat apakah
semua bagian tepi terlihat dan tidak ada lubang kosong karena gelembung udara
yang terjebak. Rincian permukaan okusal dari seluruh cetakan harus diperiksa
karena akibat gelembung udara nantinya akan terisi gip dan menghalangi oklusi
model. (Kidd et al, 2000)
3. Inlay Porselen
Inlay atau onlay porselen yang modern mempunyai permukaan dalam (pit
surface) yang dietsa atau sekurang-kurangnya dikasarkan. Inlay ini disemenkan
dengan semen komposit terhadap email yang sudah dietsa atau ke basis semen
ionomer kaca yang dietsa. Jadi, desain retentif dari kavitas kurang penting
dibandingkan untuk inlay logam tuang konvensional. Disini karies dan restorasi
yang lama harus dibuang, tetapi basis ionomer kaca umumnya dibuat cukup tebal,
kadang-kadang di atas subpelapik hidroksida kalsium, dan berfungsi sebagai
pembonding dan penguat dentin yang masih ada pada tonjol gigi. Inlay atau onlay
porselen disini terutama berfungsi untuk memberikan lapisan permukaan oklusal
yang tahan keausan (Sturdevant, 2006)
Prinsip desain kavitasnya adalah harus masih ada cukup email atau
permukaan ionomer kaca untuk dietsa dan tepinya tidak dibevel. Teknik
pencetakannya sama untuk logam tuang indirek. Untuk penyemenan digunakan
resin komposit khusus. Inlay dikembalikan dari laboratorium dengan permukaan
dalam yang telah dietsa menggunakan asam hidrofluorik atau hanya dibiarkan
kasar setelah dilepas dari die refraktori dengan cara sandblasting. Gigi diisolasi
dengan isolator karet, inlay sementara dilepas, dan email serta setiap semen
ionomer kaca yang membentuk bagian preparasi dietsa, dicuci dan dikeringkan.
Resin kemudian diaplikasikan menurut petunjuk pabrik. Pada pemakaian
beberapa semen perekat reaksi pengerasan bisa dipercepat dengan penyinaran dan
reaksi pengerasan akan berlanjut secara kimia. Kelebihan semen akan lebih
mudah dibersihkan pada saat semen belum mengeras sempurna. Jika semen sudah
mengeras, isolator karet dilepas dan oklusi dicek dengan kertas artikulasi serta
diasah dengan bur intan kecil. Permukaan yang diasah bisa dipoles dengan disk
pemoles komposit atau dengan roret dan poin yang khusus dibuat untuk memoles
porselen (Kidd et al, 2000)
1. Indikasi
Aplikasi inlay diindikasikan untuk (Kidd et al, 2000)
Kerusakan sudah meliputi setengah atau lebih permukaan gigi yang digunakan
untuk menggigit (pada gigi belakang)
Untuk menggantikan tambalan lama, terutama bila jaringan gigi yang tersisa
sedikit (pada gigi belakang)
Dibawah ini diuraikan secara lebih lengkap mengenai indikasi yang paling sering bagi
setiap restorasi Indikasi:
b.
Inlay logam tuang indirek
c. Inlay porselen
Inlay atau onlay porselen memiliki keuntungan dalam hal penampilannya yang
lebih alamiah dibandingkan dengan inlay logam tuang dan lebih tahan abrasi daripada
komposit. Oleh karena itu, porselen cocok untuk permukaan oklusal gigi posterior yang
restorasinya luas dan penampilannya diperlukan. Selain itu, porselen dapat juga dipakai
di permukaan bukal yang terlihat baik di gigi anterior maupun posterior. Porselen tidak
sekuat logam tuang tetapi jika sudah berikatan dengan permukaan email melalui sistem
etsa asam tampaknya akan menguatkan gigi dengan cara yang sama seperti pada restorasi
berlapis komposit atau semen ionomer-resin komposit. (Anusavice, 2003)
2. Kontraindikasi:
Permukaan oklusal yang berat
Restorasi keramik dapat patah pada saat kurangnya bagian yang besar untuk
mencukupi tekanan oklusal yang erlebihan. Seperti pasien yang memilki bruxism atau
kebiasaan clenching. Meihat permukaan oklusal dapat menjadi indikasi apakah gigi
pasien bruxism/clenching.
Ketidakmampuan untuk memeliharanya
Meskipun beberapa penelitin memberitahukan bahwa dental adhesive dapat
menetralkan berbagai kontraindikasi, adhesive teknik memerlukan real-perfect
moisture control.yang menjamin keberhasilan kliniknya.
Preparasi subgingival yang tajam
Walupun ini tidak menjadi kontraindikasi yang absolute preparasi dengan kedalaman
tepi gingival harus dihindari. Tepi akan sulit dan mempengaruhi cetakan dan akan sulit
untuk di selesaikan.
Anusavice, Kenneth J. (2003). Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. (Johan Arief Budiman &
Susi Purwoko, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Kidd, AM., Smith, BGN., & Pickard, HM. (2000). Manual Konservasi Restoratif. Ed 6.
( Narlan Sumawinata, Penerjemah). Jakarta: Widya Medika
Sturdevant, CM. (2006) The Art and Science of Operative Dentistry, ed.5. St Louis Mosby.