Anda di halaman 1dari 4

DONGENG ANAK SI LEBAI

Si Lebai adalah seorang guru agama. Ia dikenal sebagai pemuda


yang baik hati. Semua orang menyukainya. Namun sayang, ia memiliki
satu kekurangan, yaitu selalu bimbang. Ya, si Lebai tidak bisa dengan
cepat mengambil keputusan. Ia selalu bimbang apakah harus begini, atau
harus begitu. Akibat kebimbangannya, si Lebai sering kali gagal mencapai
tujuannya.
Suatu pagi, si Lebai pergi memancing. Rupanya ia kehabisan bahan
makanan. "Makan siang dengan lauk ikan goreng, hmmm... pasti nikmat,"
katanya dalam hati. Untuk bekal selama memancing, si Lebai
membungkus singkong rebus. Ia lalu mengajak anjing kesayangannya.
Setelah menunggu beberapa lama, tiba-tiba pancingnya bergerak-gerak.
"Asyik... umpanku kena!" teriaknya kegirangan. Ia menarik pancingnya,
tapi susah sekali. Sepertinya kail itu tersangkut sesuatu. Si Lebai pun
memutuskan untuk terjun ke sungai. Ia ingin melihat, apa yang
menyebabkan kailnya tersangkut.
Si Lebai melepas bajunya. Ia sudah hampir terjun ke sungai, ketika
tiba-tiba teringat sesuatu. "Waduh, jika aku terjun ke sungai, bagaimana
dengan singkong rebusku? Nanti dimakan anjingku?" katanya dalam hati.
Akhirnya ia tidak jadi terjun ke sungai. "Lebih balk kucoba lagi menarik
pancinganku ini." Setelah berkali-kali mencoba, pancingnya tetap tak
bergerak. Setelah berpikir lagi, si Lebai memutuskan untuk terjun ke
sungai. Namun lagi-lagi ia bimbang. "Bagaimana dengan singkong
rebusku?" Si Lebai bingung. Setelah lama bimbang, ia pun Iangsung terjun
ke sungai. Ternyata benar, kailnya tersangkut di batu besar. Wah, apa itu?
Ternyata pancingan si Lebai mengenai ikan mas yang sangat besar. Si
Lebai berusaha melepaskan kailnya dari batu. Ia pun menarik-narik ikan
itu supaya lepas. Bayangan akan ikan goreng yang lezat membuatnya
bersemangat menarik ikan itu.
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Ikan mas besar yang
ditariknya itu malah lolos. Ikan mas itu lalu berenang dengan cepat
meninggalkan si Lebai yang melongo. Dengan hati kesal, si Lebai kembali
ke perahu. Perutnya sungguh lapar. Ia berpikir, sepotong singkong rebus
akan membuatnya kengang. Setelah itu ia akan memancing lagi.
"Aduhh... anjing nakal! Kau makan semua singkong rebusku?" teriak si
Lebai kesal. Bungkusan singkong rebusnya sudah robek dan isinya sudah
raib. Si Lebai sangat kesal, ikan tak didapat, singkong rebus pun hilang
dari genggaman. Andai saja ia tidak bimbang sana, bimbang sini, pasti
perutnya sudah dikenyangkan oleh singkong rebus.
Di hari yang lain, si Lebai mendapat dua undangan perkawinan.
Satu dari kerabat jauhnya di hulu sungai, dan satu lagi dari muridnya di
hilir sungai. "Wah, aku menghadiri yang mana ya?
Keduanga diadakan pada jam yang sama," pikir si Lebai bimbang. Sampai
pada harinya, si Lebai tetap tak bisa memutuskan, undangan siapa yang
akan ia hadiri. Menjelang sore, barulah si Lebai bersiap dan mulai
mendayung perahunya. Ia menuju ke hulu sungai. Ia dengar, pesta di hulu
sungai itu akan memotong dua ekor sapi, dan dua kepala sapi itu akan
diberikan kepada si Lebai. "Hmmm, lumayan juga jika aku diberi dua
kepala sapi. Bisa untuk persediaan makanan selama seminggu," katanya
dalam hati.
Sampai di tengah sungai, si Lebai mulai bimbang. "Apa sebaiknya aku ke
hilir saja ya? Meskipun pesta di hulu memotong dua ekor sapi, tapi kata
orang masakannya hanya sate dan gulai sapi saja. Tidak ada makanan
lain. Lagi pula, katanya masakannya kurang enak."
Tanpa pikir panjang, si Lebai memutar perahunya ke arah hilir. Yang ia
dengar, pesta di hilir hanya memotong seekor sapi, dan kepalanya juga
akan diberikan pada si Lebai. Meskipun hanya seekor sapi, tapi jenis
masakan yang akan dihidangkan di hilir lebih banyak. Bahkan katanya ada
juga kue-kue lezat. Selain itu, si Lebai kenal baik dengan tuan rumah di
hilir. Rasanya sungkan jika tak memenuhi undangan mereka.
"Hai Lebai, kau mau ke mana?" tanya teman-temannya. Mereka naik
perahu dari arah hilir. "Aku hendak ke pesta perkawinan muridku di hilir
sungai ini," jawab Si Lebai mantap.
"Oh, kami baru saja dari sana. Kue-kuenya memang enak, juga makanan
yang lain. Tapi tamunya sangat banyak, kami tidak bisa makan
sepuasnya. Lebih baik kami ke hulu saja, katanya di sana makanannya
Iebih banyak. Sapi yang disembelih juga Iebih gemuk," jawab teman-
temannya.
Si Lebai mulai bimbang lagi. "Bagaimana ini? Jika aku terus ke hilir,
mungkin makanannya sudah habis. Atau sebaiknya aku ke hulu saja, ya?
Meskipun hanya ada sate dan gulai, tapi aku bisa makan dengan
kenyang." Akhirnya ia memutar perahunya kembali ke arah hulu. Namun
si Lebai tetaplah si Lebai. Tiap kali ia sampai di tengah sungai, selalu ada
saja yang membuatnga ragu meneruskan perjalanan. Sore itu, ia
menghabiskan waktu dengan mondar-mandir di sungai saja. Ia tak juga
bisa memutuskan apakah ke hulu atau ke hilir. Setelah lelah mendayung
perahunya, akhirnya si Lebai memutuskan. "Apa pun yang terjadi, aku ke
hilir saja. Aku kenal baik dengan tuan rumah, tak elok rasanya jika aku tak
datang," katanya.
Si Lebai terus mendayung sampai ke hilir sungai. Akhirnya tibalah ia di
desa tempat pesta perkawinan diadakan. Si Lebai yang kelelahan dan
kelaparan ingin segera makan. Tapi apa yang terjadi? Ternyata pesta telah
usai dan semua makanan habis. Bahkan kue pencuci mulut pun tidak
bersisa. Lemaslah si Lebai. Terpaksa ia hanya mengalami tuan rumah dan
berpamitan pulang. "Maafkan kami Tuan Lebai. Kami kira Tuan tak datang,
jadi kepala sapinya kami berikan pada orang lain," kata sang tuan rumah.
Si Lebai hanya bisa mengangguk.
Si Lebai lalu menuju ke perahu dan mendayungnya ke hulu sungai.
Ia berharap, makanan di sana tidak lekas habis. Dengan sisa-sisa
tenaganya, akhirnya sampai juga ia ke hulu sungai itu. Namun sama
seperti pesta di hilir, semua makanan juga telah habis. Pesta itu telah
usai, dan semua tamu undangan sudah pulang. Tuan rumah menyambut
si Lebai dan meminta maaf, "Maafkan kami Tuan Lebai. Kami pikir Tuan tak
datang. Kedua kepala sapi itu sudah kami berikan pada orang lain." Si
Lebai sekali lagi hanga bisa mengangguk. Ia pun duduk lemas di kursi.
Tuan rumah tadi kasihan, lalu memberinya secangkir kopi hangat dan
singkong rebus. Begitulah si Lebai, jauh-jauh mendayung perahu hanya
untuk mendapatkan secangkir kopi dan singkong rebus. Semua itu akibat
sifat bimbang dan ragu yang dimilikinya.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Sumatera Barat : Dongeng Anak Si Lebai
untukmu adalah Bertindaklah tegas. Sebelum memutuskan sesuatu,
pikiran dengan balk. Jangan mudah mengubah keputusan karena itu bisa
merugikan dirimu sendiri

Anda mungkin juga menyukai