Anda di halaman 1dari 5

Kenia Ritka Ayutimur

1106081890

UJIAN TENGAH SEMESTER

MA PSIKOLOGI POLITIK

SEMESTER GENAP 2014/2015

1. Apa yang anda pahami mengenai Psikologi Politik?


Psikologi politik merepresentasikan penggabungan dari dua disiplin ilmu yaitu
psikologi dan ilmu politik, Psikologi Politik mengaplikasikan teori-teori psikologis dalam
memahami fenomena-fenomena politik. Psikologi Politik memberikan penjelasan
mengenai apa yang individu lakukan dalam mengadaptasi kosnep-konsep psikologis
sehingga relevan dan berguna apabila digunakan dalam konteks politik, seperti analisis
isu-isu atau masalah politik. Sebagai contoh, apabila kita mampu memahami lebih dalam
mengenai elemen psikologis seperti personaliti dari seorang pemimpin politik, kita dapat
menggunakan hal tersebut dalam memprediksi sikap politik beliau.

2. Menurut anda, sejauh mana Psikologi Politik bisa dimanfaatkan untuk


menjelaskan gejala-gejala politik di Indonesia?
Dengan melihat banyaknya simatoma politik di Indonesia, Psikologi Politik dirasa
dapat dimanfaatkan seperti yang dikatakan Cottam (2004) dalam bukunya Introduction to
Political Psychology,
establish general laws of behavior that can help explain and predict events that
occur in a number of situations.
yaitu membantu menjelaskan fenomena politik dengan bantuan analisis dari sisi disiplin
ilmu psikologi dengan berfokus kepada interaksi dua arah antara keduanya. Sebagai
contoh, aplikasi dari Psikologi Politik dapat memberikan penjelasan tentang persepsi,
kepercayaan, serta nilai yang dianut oleh seorang aktor politik. Penjelasan tersebut
mencakup pengalaman psikis dan politis dari aktor-aktor politik yang dipandang sebagai
salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan, sikap politik, serta keputusan politik
mereka.

3. Gejala Politik

Salah satu gejala politik di Indonesia yang menarik untuk dianalisis adalah
fenomena munculnya dinasti-dinasti politik di Indonesia. Politik dinasti di Indonesia saat
ini muncul ketika diberlakukannya pemilihan umum kepala daerah secara langsung dan
dilaksanakannya otonomi daerah. Meskipun kedua kebijakan tersebut adalah wujud dari
demokrasi, pelaksanaan otonomi daerah saat ini telah disalah gunakan sehingga
menghasilkan raja-raja kecil dengan dinasti politik mereka di berbagai daerah di
Indonesia. Fenomena dinasti politik di Indonesia sebagai contoh, dinasti politik Chasan
Sochib seorang tokoh masyarakat lokal dalam politik di provinsi paling barat Pulau Jawa,
Kenia Ritka Ayutimur
1106081890

Provinsi Banten. Empat anak dan menantunya menjadi kepala dan wakil kepala daerah.
Dua yang terkenal yakni Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan Wali Kota Tangerang
Selatan Airin Rachmi Diany. Atut adalah anak tertua Chasan dari istri pertama, sedangkan
Airin adalah menantunya. Istri keempat Chasan, Heryani, juga menjabat Wakil Bupati
Pandeglang. Menantu, cucu, dan istri Chasan yang lain menjadi wakil rakyat di pusat atau
di wilayah Banten (dilansir tempo.com, 2013).
Politik dinasti dapat didefinisikan sebagai bentuk lain penyebaran kekuasaan yang
melibatkan anggota keluarga atau kerabat secara langsung (adakalanya tidak langsung)
(Thompson, 2012). Kemudian lebih lanjut Querobin (2011) mengemukakan bahwa
politik dinasti adalah sebuah contoh dari kehadiran kaum elit politik yang salah satu atau
sejumlah kecil keluarganya mendominasi distribusi kekuasaan. Dengan kata lain politik
dinasti adalah praktik kekuasaan dimana anggota keluarga atau kerabat diberi atau
mendapat posisi dalam struktur kekuasaan sehingga kekuasaan hanya terbagi kepada dan
terdistribusi dikalangan keluarga dan kerabat. Praktik kekuasaan tersebut dapat dikatakan
sebagai proses mengontrol regenerasi kekuasaan bagi kepentingan golongan agar
mempertahankan kekuasaan.

Poin Analisis
Beberapa poin yang menarik untuk dianalisis dari gejala politik tersebut misalnya terkait
mengenai,
Mengapa dinasti politik terbentuk
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya dinasti politik

4. Analisis
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi terbentuknya dinasti politik, yang
paling bisa kita lihat terletak pada cacat kaderisasi dalam per-politikan di Indonesia.
Aktor politik yang memiliki kualitas tidak lagi penting, justru, mewariskan kekuasaan
kepada orang lain yang masih merupakan kalangan keluarga demi menjaga kekuasaan
lebih umum ditemukan (Cesar, 2013). Dalam kajian ilmu politik, dinasti politik dapat
dijelaskan berdasarkan budaya politik familisme. Budaya politik familisme diartikan
sebagai ketergantungan besar pada ikatan kekerabatan, yang menghasilkan kebiasaan
menempatkan keluarga dan ikatan kekerabatan pada kedudukan yang lebih tinggi
daripada kewajiban sosial lainnya. Dalam pengertian lainnya, familisme juga dipahami
sebagai new social order, yakni dorongan psikologis bagi seseorang untuk dapat berkarir
di dalam dua ranah yakni publik sebagai birokrat dan privat sebagai korporat-swasta
(Garzon 2002).
Pembentukan dinasti politik dapat dikatakan sebagai pembentukan sebuah
kelompok, Cottam (2004) pada bukunya mendefinisikan kelompok sebagai kumpulan
orang-orang yang mempersepsi diri sebagai satu kesatuan dan saling bergantung satu
sama lain. Dalam sebuah dinasti politik, sekumpulan orang tersebut mempersepsikan diri
sebagai sebuah kesatuan kerena mereka memiliki hubungan kekerabatan sebagai sebuah
keluarga. Ikatan kekerabatan menjadi dasar kohesivitas tinggi dari kelompok tersebut,
Kenia Ritka Ayutimur
1106081890

dimana Robbins (2012) menjelaskan bahwa kohesivitas kelompok adalah tingkat


ketertarikan para anggota kelompok satu sama lain serta motivasi mereka untuk tetap
tinggal di dalam sebuah kelompok. Tentu saja hubungan kekerabatan tersebut adalah
daya tarik emosional yang lebih dari cukup untuk tetap bertahan dalam kelompok dalam
mencapai suatu tujuan bersama. Menurut Robbins (dalam Munandar, 2001) salah satu
faktor yang menentukan tinggi rendahnya kohesivitas kelompok, adalah lamanya waktu
bersama dalam kelompok, semakin lama berada bersama dalam kelompok maka akan
saling toleran terhadap yang lain. Faktor ini dirasa tidak akan terlalu berpengaruh, karena
didalam kelompok dinasti politik, hubungan kekerabatan menjawab semua syarat yang
disebutkan, tentunya sebagai keluarga faktor waktu dan membangun toleransi tidak akan
terlalu menjadi masalah. Sebuah dinasti politik memiliki semua dimensi kohesivitas
sebuah kelompok, dinasti politik memiliki kekuatan sosial sebagai sebuah kekuatan
politik berbasis ikatan kekerabatan mengikat anggotanya untuk tetap berada di dalam
kelompok tersebut. Kemudian, sebuah dinasti politik memeliki sebuah kesatuan dalam
kelompok, karena perasaan saling memiliki terhadap kelompoknya dan memiliki
perasaan moral yang berhubungan dengan keanggotaannya dalam kelompok didasari oleh
ikatan kekerabatan, dimana hal tersebut mempengaruhi daya tarik dari kelompok dan
mempengaruhi keinginan anggota kelompok untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan
bersama (Forsyth, 1999).
Dinasti politik dan kohesivitas nya juga dapat dikaitkan lebih lanjut dengan
functional perspective dari kelompok tersebut. Functional perspective adalah alasan
sebuah kelompok terbentuk karena kelompok tersebut dapat memenuhi kebutuhan
anggotanya (Cottam, 2004). Functional perspective dari sebuah dinasti politik tentunya
adalah menjaga kekuasaan, karena dengan menjaga kekuasaan tetap berada di lingkungan
kekerabatan tersebut, kebutuhan dasar hidup, psikologis, informasional, interpersonal dan
kolektif dari anggota kelompok akan dapat terpenuhi.

5. Kesimpulan
Dinasti politik adalah sebuah gejala politik di Indonesia yang menarik untuk
dianalisis karena kemunculannya saat ini sebenarnya adalah produk dari kebijakan era
demokrasi di Indonesia yang memberikan keleluasaan untuk memilih kepala daerah
secara langsung dan pelaksanaan otonomi daerah. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
Dinasti politik kemudian terbentuk karena adanya keinginan untuk tetap menjaga
kekuasaan dengan mewariskan kekuasaan kepada orang lain yang masih memiliki
hubungan kekerabatan. Hal ini disebabkan oleh functional perspective dari sebuah dinasti
politik karena dengan menjaga kekuasaan tetap berada di lingkungan kekerabatan
tersebut, kebutuhan dasar hidup, psikologis, informasional, interpersonal dan kolektif
akan dapat terpenuhi. Keberlangsungan sebuah dinasti politik didukung oleh tingkat
kohesivitas yang tinggi, karena dinasti politik didasari oleh ikatan kekerabatan, tentu saja
hal tersebut menjadi daya tarik emosional yang lebih dari cukup untuk tetap bertahan
dalam mencapai suatu tujuan bersama yaitu menjaga kekuasaan.
Kenia Ritka Ayutimur
1106081890
Kenia Ritka Ayutimur
1106081890

Keterbatasan
Keterbatasan analisis penulis dapati karena belum banyaknya penelitian yang
benar-benar membahas dinasti politik dari sisi psikologi, sehingga ditemukan banyak
keterbatasan dalam mengaplikasikan teori psikologi secara dalam pada analisis ini.
Saran
Karena belum banyak penelitian yang membahas dinasti politik dari sisi psikologi
politik, ada baiknya penelitian selanjutnya lebih mengembangkan analisis mendalam
mengenai dinasti politik dari sisi disiplin ilmu psikologi.

6. Daftar Referensi

Cesar, J. (2013). Political Dynasties in Indonesia and The Philippines. RSIS


Commentary 2013.

Cottam, M., Dietz-Uhler, B. & Preston, T. (2004). Introduction to Political Psychology.


New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Inc.

Forsyth, D. R. (1999). Group Dynamics. California: Brook/Cole Publishing Company

Garzon, A. (2002). International Encyclopedia of Marriage and Family: Familism. New


York: MacMillan.

Querobin, P. (2013). Family and Politics: Dynastic Incumbency Advantage in the


Philippines. Harvard Academy for International and Area Studies.

Robbins, S. (2012). Perilaku Organisasi Edisi 12, Jilid 1. Jakarta: Salemba Empat.

Thompson, M.R. (2012). Asia's Hybrid Dynasties. The Royal Society of Asian Affairs:
Asian Affairs Vol. 43, Issue 2.

http://www.tempo.co/read/news/2013/10/04/078519059/Seperti-Apa-Dinasti-Politik-
Ratu-Atut di retrieve pada 27 Maret 2015 pukul 19.20

Anda mungkin juga menyukai