Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

CLOSE FRAKTUR RADIUS


DI POLIKLINIK RSOP R SOEHARSO SURAKARTA

Disusun oleh :

Anita Rahmi Yahya


P. 27220009 080

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA


JURUSAN D III KEPERAWATAN BERLANJUT
2012
KONSEP DASAR FRAKTUR RADIUS

A. Pengertian
Fraktur Radius adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadi pada tulang radius. Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Patah tulang
radius terbagi atas :
1. Fraktur Suprakondilar Radius
2. Fraktur Interkondiler Radius
3. Fraktur Batang Radius
4. Fraktur Kolum Radius
(Brunner & Suddart, 2000)

B. Jenis Fraktur
1. Menurut jumlah garis fraktur :
a. Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
b. Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
c. Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
2. Menurut luas garis fraktur :
a. Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
b. Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
c. Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada
perubahan bentuk tulang)
3. Menurut bentuk fragmen :
a. Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
b. Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
c. Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
a. Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
1) Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit,
kontaminasi ringan, luka <1 cm.
2) Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
3) Luka besar sampai 8 cm, kehancuran otot, kerusakan
neurovaskuler, kontaminasi besar.
b. Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)
(Charless, 2001)

C. Etiologi
1. Trauma
a. Langsung (kecelakaan lalulintas)
b. Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk
sehingga terjadi fraktur tulang belakang )
2. Patologis : Metastase dari tulang
3. Degenerasi : Osteoporosis
4. Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat
(Doenges, 2000)

D. Patofisiologi
Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur
disertai cidera jaringan disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan
persyarafan. Tulang yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah
pada korteks dan sumsum tulang serta jaringan lemak sekitarnya rusak.
Keadaan tersebut menimbulkan perdarahan dan terbentuknya hematom dan
jaringan nekrotik. Terjadinya jaringan nekrotik pada jaringan sekitar fraktur
tulang merangsang respon inflamasi berupa vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses
penyembuhan untuk memperbaiki cidera. Tahap ini merupakan tahap awal
pembentukan tulang. Berbeda dengan jaringan lain, tulang dapat mengalami
regenerasi tanpa menimbulkan bekas luka (Brunner dan Suddart, 2000)

E. Pathways

Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis


FRAKTUR

nyeri
Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang

Perub jaringan sekitar kerusakan frakmen tulang

Pergeseran frag Tlg laserasi kulit: spasme otot tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler

Kerusakan
integritas
kulit putus vena/arteri peningk tek kapiler reaksi stres klien
deformitas
perdarahan pelepasan histamin melepaskan katekolamin
gg. fungsi
protein plasma hilang memobilisai asam lemak
kehilangan volume cairan
edema bergab dg trombosit
Gg mobilitas
fisik Shock
hipivolemik emboli
penekanan pemb. drh
menyumbat pemb drh
penurunan perfusi jar

gg.perfusi
jaringan

Sumber : Doenges (2000)

F. Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen
tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
6. Peningkatan temperatur local
7. Pergerakan abnormal
8. Echymosis
9. Kehilangan fungsi
(Mansjoer, Arif. 2000)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi,
luasnya
2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal
(Charless, 2001)

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R :
a. Recognisi : riwayat dari terjadinya fraktur sampai didiagnosa fraktur
b. Reduksi : upaya memanipulasi fragmen tulang
c. Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan
d. Rehabilitasi : upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang secara
normal
2. Beberapa intervensi yang diperlukan
a. Intervensi Terapeutik atau konservatif
1) Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur diatas dan dibawah
sisi cidera sebelum memindahkan pasien. Pembebatan atau
pembidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan
mengurangi adanya komplikasi.
2) Immobilitas
Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan
fragmen yang dipersatukan dengan pemasangan gips.
3) Memberikan kompres dingin untuk menentukan perdarahan, edema
dan nyeri
4) Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk
mencegah syock.
5) Traksi untuk fraktur tulang panjang
Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan
dan immobilisasi fragmen tulang.
6) Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gips
Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan
anestesi umum atau lokal.
b. Pemberian Diet
Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia.
c. Intervensi farmakologis
1) Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative
diberikan untuk membantu klien selama prosedur reduksi tertutup.
2) Anestesi dapat diberikan
3) Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada
pasca operasi
4) ATS diberikan pada pasien tulang complicated
d. Intervensi operatif
1) Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang
2) Reduksi Tertutup
Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual
untuk memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk
mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi.
Diperlukan suatu kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna.
3) Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF
Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan
mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen atau
plat ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang
fraktur secara bersamaan. Fragmen tulang secara langsung terlihat
dan alat fiksasinya digunakan untuk memegang fragmen tulang
dalam posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan dapat diangkat bila
tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips untuk
stabilisasi dan sokong tambahan.
4) Penggantian endoprostetik
Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi dan
digunakan bila terakhir mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan
pilihan adalah penggantian tulang.
(Brunner dan Suddart, 2000)

I. Komplikasi
1. Umum :
a. Shock
b. Kerusakan organ
c. Kerusakan saraf
d. Emboli lemak
2. Dini:
a. Cedera arteri
b. Cedera kulit dan jaringan
c. Cedera partement syndrom.
3. Lanjut :
a. Stiffnes (kaku sendi)
b. Degenerasi sendi

c. Penyembuhan tulang terganggu :


1) Mal union : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya.
2) Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
3) Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
4) Cross union
(Mansjoer, Arif. 2000)
J. Tahap penyembuhan tulang
1. Hematoma :
a. Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom
b. Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat
c. Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama
penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi.
2. Proliferasi sel :
a. Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar
fraktur
b. Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung
terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang.
c. Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi
membentuk collar di ujung fraktur.
3. Pembentukan callus :
a. Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan
terbentuk callus.
b. Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus.
c. Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter
tulang melebihi normal.
d. Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan,
sementara itu terus meluas melebihi garis fraktur.

4. Ossification
a. Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan
garam kalsium dan bersatu di ujung tulang.
b. Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian
dalam dan berakhir pada bagian tengah
c. Proses ini terjadi selama 3-10 minggu.
5. Consolidasi dan Remodelling
Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast
dan osteoklast.
(Charless, 2001)
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1) Perawat perlu menentukan : data biografi, riwayat terjadinya
trauma (bila tidak ada riwayat terjadi fraktur patologis) dimana
terjadinya trauma, jenis trauma, berat ringananya trauma.
2) Obat-obatan yang sering digunakan
3) Kebiasaan minum-minuman keras
4) Nutrisi
5) Pekerjaan atau hobby
b. Pemeriksaan fisik
Head to toe , inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan
pasien, integritas kulit, nyeri.
c. Aktivitas atau istirahat
Ditujukan dengan terbatasnya atau kehilangan fungsi, yang cenderung
pada bagian tengah yang disebabkan oleh fraktur sekunder bengkak
pada jaringan dan rasa nyeri.
d. Sirkulasi
Ditunjukkan dengan : hipertensi atau hipotensi, tachicardi yang
disebabkan karena respon stress atau hipovolemik, nadi berkurang atau
menurun lebih kecil pada bagian distal perlukan disebabkan karena
keterlambatan pengikatan pembuluh darah mempengaruhi bagian
jaringan menjadi bengkok hematom pada tempat perlukaan disebabkan
adanya darah ekstravaskuler berada pada daerah perlukaan.
e. Neurosensori
Ditunjukkan dengan kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot :
kaku atau tak terasa (parestesi), perubahan total, pemendekan,
kekakuan abnormal, terpuntir, krepitasi, agitasi karena nyeri atau
cemas.
f. Rasa nyaman
Tiba-tiba nyeri hebat pada tempat luka (mungkin lokasi pada jaringan
atau kerusakan tulang saat immobilisasi) nyeri ini disebabkan
terputusnya saraf, otot spasme setelah immobilisasi.
g. Keamanan
Kulit laserasi, perdarahan, perlukaan, lokasi bengkak.
h. Tempat fraktur dan sistem jaringan
1) Edema
2) Perubahan warna
3) Parestesia dengan numbness dan tingling karena
ketidakseimbangan aliran darah dalam pembuluh darah yang
menuju berbagai organ atau peningkatan tekanan jaringan
4) Nyeri akibat penimbunan darah sekitar tulang yang mengakibatkan
tertekannya saraf.
5) Kulit terbuka dan tertutup
Kulit terbuka apabila tulang sampai menembus kulit-kulit tertutup
apabila tulang masih berada didalam kulit
6) Krepitasi akibat sensasi yang berkertak : bunyi yang terdengar
pada saat kedua tulang saling bergerak
7) Perdarahan terjadi karena kerusakan pembuluh darah arteri dan
vena

i. Sistem yang diperhatikan


1) Pallor atau pucat
Karena perdarahan yang banyak maka darah yang mengikat
oksigen dalam tubuh berkurang sehingga penurunan O2 di dalam
jaringan.
2) Confusion
Perfusi darah yang ke otak menurun sehingga otak kekurangan O 2
dan mengganggu metabolisme otak yang mengakibatkan
kebingungan.
3) Dyspnea
Terjadi pada fraktur terbuka, lemak berasal dari sumsum tulang
atau myelum masuk ke aliran darah terbuka sehingga dapat terjadi
embolik dan mengakibatkan sesak napas.
4) Shock
Terjadi saat hipovolemik karena kekurangan darah akibat pecahnya
arteri dari perdarahan
5) Diaphoresis atau keringat banyak
Akibat peningkatan metabolisme tubuh, untuk itu dibutuhkan
energi banyak hingga energi akan dipecah menjadi panas dan
menimbulkan banyak keringat.
6) Takut dan cemas karena perubahan status kesehatan
j. Psikososial yang perlu diperhatikan
Konsep diri karena adanya perubahan body image dan kelemahan
mobilitas fisik.
(Nanda, 2006)

2. Persiapan Pre Operasi


a. Diet
8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam
sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada
operasi dengan anestesi umum. Pada pasien dengan anestesi local atau
spinal anestesi makanan ringan diperbolehkan.
b. Persiapan perut
Pemberian leukonol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah
saluran pencernaan atau pelvis daerah peripheral. Untuk pembedahan
pada saluran pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan
pagi hari menjelang operasi.
c. Persiapan kulit
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran
dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur
bila perlu saja, lemak dan kotoran harus terbeba dari daerah kulit yang
akan dioperasi. Luas derah yang dicukur sekurang-kurangnya 10-20
cm2.
d. Pemeriksaan penunjang
Meliputi hasil laboratorium, foto rontgen, ECG,USG, dll.
e. Persetujuan operasi/informend consent
Izin tertulis dari pasien atau keluarga harus tersedia. Persetujuan bila
didapat dari keluarga dekat yaitu suami/istri, anak, mertua, orang tua
dan keluarga terdekat. Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai
wewenang untuk melaksanakan operasi tanpa surat izin tertulis dari
pasien atau keluarga. Setelah dilakukan berbagai cara untuk
mendapatkan kontak dengan anggota keluarga pada sisa waktu yang
masih mungkin.

3. Diagnosa keperawatan
a. Pre operasi
1) Nyeri berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema,
kerusakan jaringan lunak
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria Hasil : klien mengatakan nyeri berkurang, ekspresi wajah
rileks, skala nyeri 2-3
Intervensi :
a) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri
b) Imobilisasi bagian yang sakit
c) Tinggikan dan dukung ekstrimitas yang terkena
d) Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam
e) Berikan obat analgesic sesuai indikasi
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, imobilisasi.
Tujuan : mobilisasi fisik tidak terganggu
Kriteria Hasil : meningkatkn/mempertahankan mobilitas pada
tingkat paling tinggi.
Intervensi :
a) Kaji derajat imobilisasi akibat cidera
b) Dorong partisipasi pada aktivitas teraupetik
c) Bantu dalam rentang gerak pasif/aktif
d) Ubah posisi secara periodik
e) Kolaborasi dengan ahli terapis/okupasi atau rehabilitasi medik
3) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan
berhubungan dengan imobilisasi, penurunan sirkulasi, fraktur
terbuka.
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria Hasil : klien memperlihatkan integritas kulit tetap baik
Intervensi :
a) Kaji kulit untuk luka terbuka terhadap benda asing, kemerahan,
perdarahan, perubahan warna.
b) Massage kulit, pertahankan tempat tidur kering dan bebas
kerutan
c) Ubah posisi dengan sering
d) Bersihkan kulit dengan air hangat/ NaCl
e) Lakukan perawatan luka dengan steril

4) Anxietas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan dan


hasil akir pembedahan.
Tujuan : cemas berkurang sampai dengan hilang
Krieteria Hasil : menggunakan mekanisme kopping yang efektif
Intervensi :
a) Kaji tingkat kecemasan klien (ringan, sedang, berat, panik)
b) Damping klien
c) Beri support system dan motivasi klien
d) Beri dorongan spiritual
e) Jelaskan jenis prosedur dan tindakan pengobatan
5) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan.
Tujuan :tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
Intervensi :
a) Inspeksi kulit adanya iritasi atau robekan kontiunitas
b) Kaji kulit yang terbuka terhadap peningkatan nyeri, rasa
terbakar, edema, erithema dan drainage/ bau tak sedap
c) Berikan perawatan kulit dengan steril dan antiseptik
d) Tutup dan ganti balutan dengan prinsip steril setiap hari
e) Berikan obat antibiotic sesuai indikasi

b. Post operasi
1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan agen injuri
fisik / luka pada jaringan.
Tujuan : Klien dapat mengontrol nyeri setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria hasil :
a) Melaporkan secara verbal nyeri berkurang
b) Ekspresi wajah nampak relaks
c) Skala nyeri berkurang
d) Tidak ada peningktan nadi dan respirasi
Intervensi
a) Observasi nyeri meliputi PQRST
b) Observasi respon non verbal karena ketidaknyamanan
c) Kontrol faktor lingkungan yang menyebabkan pasien merasa
tidak nyaman suhu, penerangan, lingkungan, bising
d) Posisikan klien pada posisi yang nyaman untuk mengurangi
nyeri
e) Anjurkan pada klien untuk mengurangi faktor yang
menyebabkan peningkatan nyeri
f) Ajarkan teknik mengurangi nyeri dengan teknik relaksasi nafas
dalam
g) Ajarkan teknik distraksi, relaksasi.
h) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgenik
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
musculoskeletal, cedera jaringan disekitar fraktur.
Tujuan : Kemampuan mobilitas meningkat setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
a) Dapat melakukan ROM secara mandiri
b) Klien dapat meningkatkan fungsi tubuh yang sakit
Intervensi
a) Monitor status neurology, monitor kondisi kulit
b) Monitor kemampuan mobilisasi klien
c) Beri peyangga pada ektrimitas yang sakit ketika
bergerak
d) Dorong klien untuk melakukan mobilitas secara
bertahap dan periodic
e) Bantu klien untuk latihan rentang gerak pada ektrimitas
yang sakit bila sudah sembuh
f) Pasang restrain
g) Jaga linen tetap bersih, kering
h) Anjurkan klien latihan di bed sesuai keadaan klien
i) Kolaborasi dengan fisioterapi untuk peningkatan latihan
3) Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
Tujuan : Kerusakan jaringan tidak meluas setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
a) Tidak ada oedema disekitar luka
b) Kulit disekitar luka tidak nampak kemerahan
c) Luka tidak memproduksi pus
Intervensi
a) Observasi karakteristik luka
b) Catat drainase yang keluar
c) Bersihkan luka dengan anti septic
d) Ajarkan klien atau keluarga membersihkan luka sesuai
prosedur
e) Monitor untuk tanda-tanda infeksi
f) Inspeksi kulit dan membrane mokus untuk kemerahan panas
atau drainase
g) Pertahankan tempat tidur yang aman dan nyaman
4) Resiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya
mikroorganisme sekunder terhadap prosedur invasive / adanya
luka.
Tujuan : Klien tetap mendapatkan status imun adekuat dan tidak
ada tanda-tanda infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada luka (dolor, tumor,
kalor, rubor dan fungsiolaesa)
b) Luka bersih
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal
d) Integritas kulit baik
e) Hasil laboratorium dalam batas normal
Intervensi :
a) Monitor TTV
b) Monitor tanda lokal dari infeksi
c) Anjurkan pada klien untuk tidak memegang bagian yang luka
d) Pertahankan pelaksanaan prosedur dengan teknik aseptik
e) Anjurkan keluarga menjaga kebersihan sekitar alat invasive
f) Laksanakan pemberian antibotik
5) Kurang perawatan diri mandi, toileting dan berpakaian
berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal sekunder akibat
fraktur.
Tujuan : Kemampuan klien dalam perawatan diri mandi, toileting
dan berpakaian meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil : Dapat melakukan ADL secara mandiri
Intervensi
a) Monitor kemampuan mandi klien
b) Fasilitasi kebutuhan gosok gigi klien
c) Monitor kemampuan klien untuk toileting
d) Jaga privasi selama eliminasi
e) Kembalikan posisi klien setelah eliminasi
f) Bantu klien BAB/BAK
g) Monitor kemampuan berpakaian klien
h) Bantu klien dalam mengenakan baju
6) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya
informasi yang ada.
Tujuan : Klien dapat mengetahui tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatannya
Kriteria Hasil : Klien tampak tenang
Intervensi :
a) Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.
b) Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program
terapi fisik.
c) Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerlukan evaluasi medik
(nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)
d) Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila
diperlukan
(Suradi, 2001)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC:
2000.

Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC, 2001.

Charless J Meeves, Keperawatan Medika Bedah, Jakarta. Salemba Medika, 2001.

Doenges, Marlyn E. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta :


EGC, 2000.

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Medika Aesculapius, 2000.

Nanda, Nursing Diagnosis Definition and Classification, 2006.

Suradi, Yuliam Rita, Asuhan Keperawatan. Jakarta, 2001.

Anda mungkin juga menyukai