Anda di halaman 1dari 39

PRESENTASI KASUS

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 2 TAHUN 10 BULAN DENGAN


HIPOTIROID KONGENITAL, GLOBAL DELAYED DEVELOPMENT
DAN STATUS GIZI BAIK

Oleh :

Sarah Luthfiani G99152098


Alexandra Destra G99162045
Raynalda Chriesmart D G99162123

Pembimbing :
Dra. Suci Murti Karini, MSi

KEPANITERAAN KLINIK SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2017

1
BAB I
STATUS PENDERITA

I IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. WTU
Usia : 2 tahun 10 bulan
Tanggal Lahir : 5 Juli 2014
Berat Badan : 11 kg
Tinggi Badan : 85 cm
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Cilowa, Kramat Mulya, Kuningan
Tanggal Pemeriksaan: 10 Mei 2017

II ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap Ibu pasien
saat kontrol di Poli Anak RSDM

A Keluhan Utama
Perkembangannya tidak seperti anak-anak lain seusianya
.
B Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang bersama Ibunya ke poli Anak RSDM untuk kontrol
perkembangannya. Ibu pasien mengeluh perkembangan anaknya tidak
seperti anak-anak seusianya. Menurut Ibu pasien, pasien sudah bisa tepuk
tangan, membenturkan 2 kubus, menoleh ke arah suara, dan bangkit untuk
berdiri. Pasien saat ini belum dapat menyatakan keinginan, main bola
dengan pemeriksa, menaruh kubus di cangkir, belum dapat meniru bunyi
kata-kata, dan bangkit terus duduk.
Saat ini pasien tidak ada demam, tidak ada batuk dan pilek. BAK
dan BAB pasien tidak ada keluhan. Pasien tidak memiliki riwayat kejang.

2
C Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat alergi obat / makanan : disangkal
Riwayat kejang sebelumnya : disangkal
Riwayat perkembangan keterlambatan : (+), keterlambatan personal
sosial, motorik halus,
bahasa, dan motorik kasar
D Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi obat / makanan : disangkal
Riwayat kejang pada keluarga : disangkal

E Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita


Muntaber (-) CMV (-)
Rubella (-) Polio (-)
Bronkitis (-) Thypus abdominalis (-)
Morbili (-) Cacingan (-)
Pertusis (-) Kejang Demam (-)
Difteri (-) Fraktur (-)
Varicella (-) Kolera (-)
Malaria (-) Hipotiroid Kongenital(+)

F Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien sejak lahir diasuh oleh orang tua pasien. Pasien merupakan
anak kedua dari 2 bersaudara. Ayah bekerja sebagai karyawan swasta dan
ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga. Saat ini biaya pengobatan dengan
BPJS kelas III, kesan sosial ekonomi cukup.

3
G Riwayat Makan Minum Anak
Setelah lahir sampai usia 6 bulan anak diberi ASI eksklusif. Kemudian
sampai saat ini dilanjutkan dengan pemberian ASI, susu formula, dan
makanan tambahan. Saat ini pasien makan 3x sehari, dengan menu
makanan keluarga berupa nasi, sayur, dan lauk pauk yang bervariasi.
Diselingi dengan makanan ringan di antara makan pagi-siang dan sebelum
tidur.

H Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal


Ibu pasien hamil pada usia 36 tahun. Selama hamil, ibu pasien
hanya melakukan ANC di bidan desa sebanyak 2 kali selama kehamilan.
Keluhan seperti mual muntah dan pusing dialami ibu pasien pada awal
kehamilan. Sedangkan keluhan yang berat tidak pernah dialami oleh ibu
pasien selama kehamilan.

I Riwayat Kelahiran
Ibu pasien melahirkan secara spontan di klinik bidan desa, pada
usia kehamilan 38 minggu 4 hari dengan BBL 2700 gram, panjang badan
49 cm, langsung menangis, tidak biru, dan bergerak aktif.

J Riwayat Pemeriksaan Post Natal


Rutin ke posyandu tiap bulan untuk timbang dan mendapatkan
imunisasi.

K Riwayat Imunisasi
1 HB0 : 0 bulan
2 BCG, Polio 1 : 1 bulan
3 DPT, HB, Hib 1, Polio 2 : 2 bulan
4 DPT, HB, Hib 2, Polio 3 : 3 bulan
5 DPT, HB, Hib3, Polio 4 : 4 bulan
6 Campak : 9 bulan

4
Kesimpulan : pasien mendapatkan imunisasi lengkap sesuai pedoman
Depkes 2013. Pasien tidak mendapatkan imunisasi booster.

I PEMERIKSAAN FISIK
1 Keadaan Umum : baik
Derajat Kesadaran : compos mentis
Status gizi : gizi kesan baik
2 Tanda vital
S : 36,5 oC
N : 112 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup.
RR : 22 x/menit, tipe abdominal, kedalaman cukup
BB : 11 kg
TB : 85 cm
3 Kulit : warna kecoklatan, sedikit kering, turgor baik.
4 Kepala : bentuk mesocephal, rambut kehitaman, tidak mudah rontok, LK:
46 cm
5 Muka : sembab (-), wajah orang tua (-)
6 Mata : cowong (-), bulu mata hitam lurus tidak rontok, conjunctiva anemis
(-/-), strabismus (-), xeroftalmia (-), bercak bitots (-), oedem palpebra (-/-)
7 Hidung : bentuk normal, napas cuping hidung(-/-), sekret (-/-), darah (-/-),
deformitas(-), deep nasal bridge (+)
8 Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),
mukosa basah (+), susunan gigi normal.
9 Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1 T1, faring hiperemis (-),
pseudomembran (-), post nasal drip (-).
10 Telinga : bentuk aurikula dextra et sinistra normal, kelainan MAE (-),
serumen (-/-), membrana timpani sde, prosesus mastoideus tidak nyeri
tekan, tragus pain (-), sekret (-).
11 Leher : bentuk normal, trachea ditengah, kelenjar thyroid tidak
membesar.

5
12 Limfonodi : kelenjar limfe auricular, submandibuler, servikalis,
suparaklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak membesar.
13 Thorax : bentuk normochest, retraksi (-) interkostal dan sub sternal, iga
gambang (-), gerakan simetris kanan dan kiri
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II LPSS
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif di : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH
(-/-)
14 Abdomen : Inspeksi : dinding dada
sejajar dinding perut, hernia umbilikalis
(+)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba.
15 Urogenital : dalam batas normal
16 Gluteus : Baggy pants (-)
17 Ekstremitas :

6
akral dingin - - sianosis - - oedem - -
Tonus
- - - - - -
CRT < 2 detik , ADP teraba kuat

II STATUS GIZI
BB/U : 11/15 x 100% = 80% -2SD < BB/U < +2SD
TB/U : 85/98 x 100% = 87,7% TB/U < -3SD
BB/TB : 11/13 x 100% = 92,3% -2SD < BB/TB <+2SD
Kesimpulan status gizi: normoweight, normoheight, gizi baik menurut kurva
WHO.

III DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TEST


Hasil tes perkembangan Denver yaitu, personal sosial mengalami
keterlambatan setara dengan usia 10 bulan, adaptif-motorik halus mengalami
keterlambatan setara dengan usia 10 bulan, kemampuan bahasa mengalami
keterlambatan setara dengan anak usia 6 bulan, dan motorik kasar mengalami
keterlambatan setara dengan usia 9 bulan. Ditemukan keterlambatan dalam
aspek personal sosial, adaptif motorik halus, bahasa, dan motorik kasar
(global delay development).

IV RESUME
Ibu pasien mengeluh bahwa anak tersebut perkembangannya lebih lambat
daripada anak seusianya. Menurut Ibu pasien, pasien sudah bisa tepuk
tangan, membenturkan 2 kubus, menoleh ke arah suara, dan bangkit untuk
berdiri. Pasien saat ini belum dapat menyatakan keinginan, main bola
dengan pemeriksa, menaruh kubus di cangkir, belum dapat meniru bunyi
kata-kata, dan bangkit terus duduk..
Hasil tes perkembangan Denver yaitu, personal sosial setara
dengan anak usia 10 bulan, adaptif-motorik halus setara dengan anak usia
10 bulan, bahasa setara dengan anak usia 6 bulan, serta motorik kasar
setara dengan anak usia 9 bulan.

7
VASSESMENT
1 Keterlambatan personal social atau personal social delayed
development setara usia 10 bulan.
2 Keterlambatan motorik halus setara usia 10 bulan.
3 Keterlambatan perkembangan bahasa atau speech delayed development
setara usia 6 bulan.
4 Keterlambatan motorik kasar atau motoric delayed development setara
usia 9 bulan.
5 Hipotiroid Kongenital
6 Gizi baik.

VI PENATALAKSANAAN
1 Edukasi orangtua pasien tentang penyakitnya
2 Fisioterapi
3 Terapi wicara
4 Terapi Okupasi
VII PLANNING
1 Fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara seminggu 2 kali
2 Kontrol poli tumbuh kembang per 3 bulan

VIII PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

8
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Global Delayed Development

2.1 Definisi
Global Delayed Development (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan
Global (KPG) adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih domain
perkembangan anak, diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif,
personal atau sosial aktivitas hidup sehari-hari. Istilah KPG dipakai pada anak
berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan pada anak berumur lebih dari 5 tahun
saat tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang akurat maka istilah yang
dipergunakan adalah retardasi mental.9,10Anak dengan KPG tidak selalu menderita
retardasi mental sebab berbagai kondisi dapat menyebabkan seorang anak
mengalami KPG seperti penyakit neuromuskular, palsi serebral, deprivasi
psikososial meskipun aspek kognitif berfungsi baik.10,11

2.2 Epidemiologi
Prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di
Amerika Serikat angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari anak-anak
berumur<5 tahun.11 Penelitian oleh Suwarba dkk.12 di RS Cipto Mangunkusumo
Jakarta mendapatkan prevalensi KPG adalah 2,3 %. Etiologi KPG sangat
bervariasi, sekitar 80% akibat sindrom genetik atau abnormalitas kromosom,
asfiksia perinatal, disgenesis serebral dan deprivasi psikososial sedangkan 20%
nya belum diketahui. Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan perkembangan
global dapat dicegah seperti paparan toksin, deprivasi psikososial dan infeksi intra
uterin, serta asfiksia perinatal.11
Menurut penelitian Deborah M dkk.13 prevalensi KPG di Poliklinik Anak
RSUP Sanglah adalah 1,8% dan sering ditemukan pada anak berumur lebih dari
12 bulan (67%). Rasio laki-laki dan perempuan hampir sama 1:1,12. Keluhan
terbanyak adalah belum bisa berbicara pada 16 (24%), belum bisa berbicara dan
berjalan pada 14 (21%), serta belum bisa berjalan pada 12 (18%) pasien.
Didapatkan 20% BBLR dan BBLSR, ibu berpendidikan menengah ditemukan

10
pada 68% kasus. Karakteristik klinis didapatkan 30% gizi kurang, 29%
mikrosefali, 20% dicurigai suatu sindrom. Evaluasi perkembangan menunjukkan
40 (60%) terlambat pada seluruh sektor perkembangan. Etiologi ditemukan pada
61% dengan penyebab terbanyak adalah kelainan majemuk, hipotiroid, serebral
disgenesis, palsi serebral.

2.3 Tahap Perkembangan Normal pada Anak


2.3.1 Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak
Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak
konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak
dengan dewasa. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan
yang sesuai dengan usianya.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.14
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian.14
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi secara
simultan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi
kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya
perkembangan sistem neuromuskular, kemampuan bicara, emosi, dan sosialisasi.
Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh.
Seiring dengan berjalannya waktu, anak akan terus mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan. Proses tumbuh kembang anak memiliki ciri-ciri
yang satu sama lainnya saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut antara
lainperkembangan menimbulkan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan
pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya, pertumbuhan dan
perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda, perkembangan berkorelasi
dengan pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang tetap, serta
perkembangan memiliki tahap yang berurutan. 14,15
Selain memiliki ciri-ciri yang khusus, proses tumbuh kembang anak juga
memiliki prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip dapat digunakan
sebagai kaidah atau pegangan dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan

11
anak. Terdapat dua prinsip proses tumbuh kembang, yaitu perkembangan
merupakan hasil proses kematangan dan belajar, serta pola perkembangan dapat
diramalkan.14,15

2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak


Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal
yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-
faktor tersebut antara lain faktor Internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa,
keluarga, umur, jenis kelamin, genetik, dan kelainan kromosom; faktor eksternal,
diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi,
infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan psikologi ibu), faktor persalinan,
faktor pasca persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis
dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan,
stimulasi, dan obat-obatan).14,16

2.3.3 Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau


Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi14:
1 Motorik kasar, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti
duduk, berdiri, dan sebagainya.
2 Motorik halus, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan
dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat
seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.
3 Kemampuan bicara dan bahasa, adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara,
berkomunikasi, mengikuti perintah, dan sebagainya.
4 Sosialisasi dan kemandirian, adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai
bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya, dan sebagainya.

2.3.4 Periode Tumbuh Kembang Anak


Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan
berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi hingga dewasa.Tumbuh kembang

12
anak terbagi dalam beberapa periode. Periode tumbuh kembang anak adalah
sebagai berikut14,16:
1 Masa prenatal atau masa intra uterin
Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:
Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2 minggu.
Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu. Ovum
yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organism, terjadi
diferensiasi yang berlangsung cepat, terbentuk sistem organ dalam tubuh.
Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir
kehamilan. Masa ini terdiri dari 2 periode, yaitu masa fetus dini, sejak umur
kehamilan 9 minggu sampai trimester ke-2 kehidupan intra uterin. Pada
masa ini terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusia
sempurna. Alat tubuh telah terbentuk serta mulai berfungsi.
Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini
pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-fungsi.
Terjadi transfer immunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui plasenta.
Akumulasi asam lemak esensial seri Omega 3 (Docosa Hexanoic Acid) dan
Omega 6 (Arachidonic Acid) pada otak dan retina.
2 Masa bayi (umur 0 11 bulan)
Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:
a Masa neonatal (umur 0 28 hari)
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi
b Masa post (pasca) neonatal (umur 29 hari 11 bulan)
Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan
berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem
saraf.
Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat ASI
eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping
ASI sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh
yang sesuai. Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak
terjalin, sehingga dalam masa ini pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat
besar.
3 Masa anak dibawah lima tahun (umur 12 59 bulan)
Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan
dalam perkembangan motorik (motorik kasar dan motorik halus) serta fungsi
ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa

13
balita. Setelah lahir, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan
dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan
serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya. Jumlah dan pengaturan
hubungan-hubungan antar sel saraf ini akan sangat mempengaruhi segala
kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar, berjalan, mengenal huruf, hingga
bersosialisasi.
Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk pada
masa ini, sehingga setiap kelainan/penyimpangan sekecil apapun apabila tidak
dideteksi dan ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas sumber daya
manusia dikemudian hari.
4 Masa anak prasekolah (umur 60 72 bulan)
Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi perkembangan
dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya keterampilan dan
proses berpikir. Pada masa ini, selain lingkungan di dalam rumah maka
lingkungan di luar rumah mulai diperkenalkan. Pada masa ini juga anak
dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra dan sistem reseptor penerima
rangsangan serta proses memori harus sudah siap sehingga anak mampu belajar
dengan baik. Perlu diperhatikan bahwa proses belajar pada masa ini adalah
dengan cara bermain.

2.4 Etiologi
KPG dapat merupakan manifestasi yang muncul dari berbagai kelainan
neurodevelopmental (mulai dari disabilitas belajar hingga kelainan
neuromuskular. Tabel berikut memberikan pendekatan beberapa etiologi KPG :

Tabel 1. Penyebab KPG menurut Forsyth dan Newton, 2007 (dikutip dari Walters
AV, 2010)16

Kategori Komentar

Genetik atau Sindromik Sindrom yang mudah diidentifikasi,


Teridentifikasi dalam 20% dari
misalnya Sindrom Down
mereka yang tanpa tanda-tanda Penyebab genetik yang tidak terlalu
neurologis, kelainan dismorfik, jelas pada awal masa kanak-kanak,
atau riwayat keluarga misalnya Sindrom Fragile X,

14
Sindrom Velo-cardio-facial (delesi
22q11),Sindrom Angelman,
Sindrom Soto, Sindrom Rett,
fenilketonuria maternal,
mukopolisakaridosis, distrofi
muskularis tipe Duchenne, tuberus
sklerosis, neurofibromatosis tipe 1,
dan delesi subtelomerik.
Metabolik Skrining universal secara nasional
Teridentifikasi dalam 1% dari
neonatus untuk fenilketonuria
mereka yang tanpa tanda-tanda
(PKU) dan defisiensi acyl-Co A
neurologis, kelainan dismorfik,
Dehidrogenase rantai sedang.
atau riwayat keluarga Misalnya, kelainan siklus/daur urea
Endokrin Terdapat skrining universal neonatus
untuk hipotiroidisme kongenital
Traumatik Cedera otak yang didapat
Penyebab dari lingkungan Anak-anak memerlukan kebutuhan
dasarnya seperti makanan, pakaian,
kehangatan, cinta, dan stimulasi
untuk dapat berkembang secara
normal
Anak-anak tanpa perhatian, diasuh
dengan kekerasan, penuh
ketakutan, dibawah stimulasi
lingkungan mungkin tidak
menunjukkan perkembangan yang
normal
Ini mungkin merupakan faktor yang
berkontribusi dan ada bersamaan
dengan patologi lain dan
merupakan kondisi yaitu ketika
kebutuhan anak diluar kapasitas

15
orangtua untuk dapat
menyediakan/memenuhinya
Malformasi serebral Misalnya, kelainan migrasi neuron
Palsi Serebral dan Kelainan Kelainan motorik dapat mengganggu
Perkembangan Koordinasi perkembangan secara umum
(Dispraksia)

Infeksi Perinatal, misalnya Rubella, CMV,


HIV
Meningitis neonatal
Toksin Fetus: Alkohol maternal atau obat-
obatan saat masa kehamilan
Anak: Keracunan timbal

2.5 Deteksi Dini


Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan
pencapaian perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap
tahap perkembangan umumnya cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan
normal jika ia dapat berjalan mulai usia 10 hingga 18 bulan, sehingga seringkali
terjadi perbedaan perkembangan di antara anak yang seusia. Untuk itu, orang tua
perlu mengenal tanda bahaya (red flag) perkembangan anak.17 Untuk mengetahui
apakah seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan umum, perlu data /
laporan atau keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau skrining
perkembangan pada anak.
Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara
komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan
mengetahui serta mengenal faktor resiko pada anak usia dini. Melalui deteksi dini
dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya
pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan
indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang. Penilaian pertumbuhan
dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan
penilaian perkembangan.14,17

16
Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat
dari beberapa tanda bahaya (red flags) perkembangan anak sederhana seperti yang
tercantum di bawah 17,18:

Tanda bahaya perkembangan motor kasar


1 Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh
bagian kiri dan kanan.
2 Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari usia
6 bulan
3 Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot
4 Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh
5 Adanya gerakan yang tidak terkontrol
Tanda bahaya gangguan motor halus
1 Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan
2 Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun
3 Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih sangat
dominan setelah usia 14 bulan
4 Perhatian penglihatan yang inkonsisten
Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)
1 Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan terhadap
suatu benda pada usia 20 bulan
2 Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan
3 Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan
Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)
1 Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi,
misalnya saat dipanggil tidak selalu member respons
2 Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau ketertarikan
dengan orang lain pada usia 20 bulan
3 Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan
Tanda bahaya gangguan sosio-emosional
1 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain
2 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah
3 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya
4 15 bulan: belum ada kata
5 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura
6 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti
7 Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan bersosialisasi /
interaksi
Tanda bahaya gangguan kognitif
1 2 bulan: kurangnya fixation
2 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda
3 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara

17
4 9 bulan: belum babbling seperti mama, baba
5 24 bulan: belum ada kata berarti
6 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata
Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi dini
gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau
panduan skala khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental
Screening Test II), Child Development Inventory untuk menilai kemampuan
motorik kasar dan motorik halus, Ages and Stages Questionnaire, Parents
Evaluations of Developmental Status.Serta dapat menggunakan alat-alat skrining
yang lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale)
dan CLAMS (Clinical Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk menilai
kemampuan bahasa ekspresif, reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3
tahun.18,19

2.6 Gejala Klinis


Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan perhatian
dalam beberapa hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila
di perhatikan. Akhirnya membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli
dalam melihat gejala dan hal yang dilakukan oleh pasien tersebut. Skrining
prosedur yang dilakukan dokter, dapat membantu menggali gejala dan akan
berbeda jika skrining dilakukan dalam sekali kunjungan dengan skrining dengan
beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang badan, lingkar kepala,
lingkar lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian KPG yang
berpatokan pada kegagalan perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar,
motorik halus, bicara, bahasa, kognitif, sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari
dimana belum diketahui penyebab dari kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal
spesifik yang dapat mengarahkan kepada diagnosa klinik KPG terkait
ketidakmampuan anak dalam perkembangan milestonesyang seharusnya,
yaitu18,19:
1 Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan
2 Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan
3 Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk
4 Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan
5 Anak memiliki masalah komunikasi
6 Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus

18
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan penjelasan orangtua secara
seksama tentang perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap
keterlambatan perkembangan, perubahan tubuh dan kurang responsifnya anak
tersebut, sehingga perlu perhatian khusus. Tiap orangtua tentunya memiliki daerah
perhatian yang berbeda. Penggalian anamnesis secara sistematis meliputi, resiko
biologi akibat dari gangguan prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan akibat
salah asuh, dan akibat dari penyakit primer yang sudah secara jelas terdiagnosis
saat infant.

Tabel 2. Anamnesis Keterlambatan Perkembangan Global menurut First Lewis


dan Judith, 199410

Contoh, dari pandangan biologi, infant dengan berat badan lahir rendah
seringkali beresiko terhadap angka kejadian perdarahan intraventrikel, sepsis atau
meningitis, gangguan metabolik, dan defisit nutrisi yang dapat secara langsung
memengaruhi perkembangan otak. Anak dengan resiko lingkungan termasuk
didalamnya ibu yang masih muda dan tidak berpengalaman serta ibu yang tidak

19
sehat secara individu atau kekurangan finansial. Anak yang hidup dalam keluarga
bermasalah akibat obat-obatan terlarang, minuman keras dan kekerasan sering
menyebabkan hasil buruk. Anak dengan faktor resiko kondisi medis seperti
myelomeningocele, sensorineural deafness, atau trisomy 21 diketahui memiliki
hubungan dengan keterlambatan perkembangan anak. Perhatian saat ini sering
pula akibat dari infeksi virus HIV. Kurangnya motorik milestones, peubahan
perilaku, atau kognitif buruk serta perubahan fungsi serebelum dalam tahun
pertama sering dihubungkan dengan HIV.18,19
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik.
Pengukuran lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali)
adalah bagian penting dalam pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering
dihubungkan dengan kelainan kromosom, atau faktor penyakit genetik lain sulit
dilihat dalam pemeriksaan yang cepat.18 Sebagai tambahan, pemeriksaan secara
terstruktur dari mata, yaitu fungsi penglihatan dapat dilakukan saat infant, dengan
menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti arah cahaya
lampu. Saat anak sudah memasuki usia pre-school, pemeriksaan yang lebih
mendalam diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat
ditemukan adanya strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan test
dengan menggunakan brain-stem evoked potentials pada infant. Saat umur
memasuki 6 bulan, kemampuan pendengaran dapat dites dengan menggunakan
peralatan audiometri. Pada usia 3-4 tahun, pendengaran dapat diperiksa
menggunakan audiometer portable. Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda dari
infeksi otitis media menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena bila terjadi
secara kontinyu akan menyebabkan gangguan pendengaran ringan. Pemeriksaan
kulit secara menyeluruh dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit
ektodermal seperti tuberous sklerosis atau neurofibromatosis yang dihubungkan
dengan delay. Pemeriksaan fisik juga harus meliputi pemeriksaan neurologi yang
berhubungan dengan perkembangan seperti adanya primitive reflek, yaitu moro
reflex, hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan tonus.18,19
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

20
Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan
gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining yang dilakukan
pada anak yang sehat. Hal ini penting dan dilakukan dengan periodik. Adapun
beberapa pemeriksaan penunjangnya antara lain19,20:

a Skrining metabolik
Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa,
bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining metabolik
rutin untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan
sebagai evaluasi inisial pada KPG. Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya
bila didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan pemeriksaan fisik yang
mengarah pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila anak-
anak dicurigai memiliki masalah dengan gangguan motorik atau disabilitas
kognitif, pemeriksaan asam amino dan asam organik dapat dilakukan. Anak
dengan gangguan tonus otot harus diskrining dengan menggunakan kreatinin
phospokinase atau aldolase untuk melihat adanya kemungkin penyakit
muscular dystrophy.
b Tes sitogenetik
Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak
ditemukan dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan
suatu sindrom yang spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya
riwayat keluarga dengan KPG. Meskipun skrining untuk Fragile X lebih
sering dilakukan anak laki-laki karena insiden yang lebih tinggi dan severitas
yang lebih buruk, skrining pada wanita juga mungkin saja dilakukan bila
terdapat indikasi yang jelas.Diagnosis Rett syndrome perlu dipertimbangkan
pada wanita dengan retardasi mental sedang hingga berat yang tidak dapat
dijelaskan.
c Skrining tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital
perlu dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG hanya
dilakukan bila terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid.
d EEG
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki
riwayat epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner).

21
Belum terdapat data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum
dapat digunakan sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan KPG
tanpa riwayat epilepsi.
e Imaging
Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KPG
(terlebih bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus
lebih dipilih dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara
klinis sebelumnya.

2.8 Diagnosis Banding


Etiologi dan penyebab dari KPG saat ini belum bisa memprediksi secara
spesifik, gangguan mana saja yang akan terlibat dalam penegakan KPG ini,
terdapat beberapa penyakit atau gangguan dengan gambaran serupa GDD, namun
memiliki beberapa perbedaan yaitu retardasi mental, palsi serebral, Attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism Spectrum Disorder (ASD).20

2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini masih belum
ditemukan. Hal itu disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, dimana anak-
anak belajar dan berkembang dengan cara mereka sendiri berdasarkan
kemampuan dan kelemahan masing-masing. Sehingga penanganan KPG
dilakukan sebagai suatu intervensi awal disertai penanganan pada faktor-faktor
yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan, antara lain14,17,20:
1 Speech and Language Therapy
Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP,
autism, kehilangan pendengaran, dan KPG.Terapi ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan berbicara, berbahasa dan oral motoric
abilities.Metode yang dilakukan bervariasi tergantung dengan kondisi dari
anak tersebut.Salah satunya, metode menggunakan jari, siulan, sedotan atau
barang yang dapat membantu anak-anak untuk belajar mengendalikan otot
pada mulut, lidah dan tenggorokan.Metode tersebut digunakan pada anak-anak
dengan gangguan pengucapan.Dalam terapi ini, terapis menggunakan alat-alat
yang membuat anak-anak tertarik untuk terus belajar dan mengikuti terapi
tersebut.
2 Occupational Therapy

22
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri
dalam menghadapi permasalahan tugasnya.Pada anak-anak, tugas mereka
antara bermain, belajar dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi,
memakai pakaian, makan, dan lain-lain.Sehingga anak-anak yang mengalami
kemunduran pada kemampuan kognitif, terapi ini dapat membantu mereka
meningkatkan kemampuannya untuk menghadapi permasalahannya.
3 Physical Therapy
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus,
keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya.Kemampuan
motorik kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang besar seperti
berguling, merangkak, berjalan, berlari, atau melompat.Kemampuan motorik
halus yakni menggunakan otot yang lebih kecil seperti kemampuan
mengambil barang. Dalam terapi, terapis akan memantau perkembangan dari
anak dilihat dari fungsi, kekuatan, daya tahan otot dan sendi, dan kemampuan
motorik oralnya. Pada pelaksanaannya, terapi ini dilakukan oleh terapi dan
orang-orang yang berada dekat dengan anak tersebut.Sehingga terapi ini dapat
mencapai tujuan yang diinginkan.
4 Behavioral Therapies
Anak-anak dengan delay developmentakan mengalami stress pada dirinya dan
memiliki efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau
buruk seperti melempar barang-barang, menggigit, menarik rambut, dan lain-
lain. Behavioral therapy merupakan psikoterapi yang berfokus untuk
mengurangi masalah sikap dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi.
Terapi ini dapat dikombinasikan dengan terapi yang lain dalam pelaksanaanya.
Namun, terapi ini bertolak belakang dengan terapi kognitif.Hal itu terlihat
pada terapi kognitif yang lebih fokus terhadap pikiran dan emosional yang
mempengaruhi sikap tertentu, sedangkan behavioural therapy dilakukan
dengan mengubah dan mengurangi sikap-sikap yang tidak
diinginkan.Beberapa terapis mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang
disebut cognitive-behavioural therapy.

2.10 Komplikasi

23
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan KPG, yakni
kemunduran perkembangan pada anak-anak yang makin memberat.Jika tidak
tertangani dengan baik, dapat mempengaruhi kemampuan yang lain, khususnya
aspek psikologi dari anak itu sendiri. Salah satunya, anak akan mengalami depresi
akibat ketidakmampuan dirinya dalam menghadapi permasalahannya. Sehingga
anak itu dapat bersikap negatif atau agresif.

2.11 Prognosis
Prognosis KPG pada anak-anak dipengaruhi oleh pemberian terapi dan
penegakkan diagnosis lebih dini (early identification and treatment).Dengan
pemberian terapi yang tepat, sebagian besar anak-anak memberikan respon yang
baik terhadap perkembangannya.Walau beberapa anak tetap menjalani terapi
hingga dewasa.Hal tersebut karena kemampuan anak itu sendiri dalam
menanggapi terapinya. Beberapa anak yang mengalami kondisi yang progresif
(faktor-faktor yang dapat merusak sistem saraf seiring berjalannya waktu), akan
menunjukkan perkembangan yang tidak berubah dari sebelumnya atau mengalami
kemunduran. Sehingga terapi yang dilakukan yakni meningkatkan kemampuan
dari anak tersebut untuk menjalani kesehariannya.14,17

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pemberian syrup Ferrokid dan
syrup Neurotam serta mengkonsultasikan ke bagian rehab medis, dimana fungsi
dari berkonsultasi ke rehab medis adalah untuk dapat melatih anak yang
mengalami keterlambatan tumbuh, kembang dan fungsional yang seharusnya
sesuai dengan usia anak tersebut. Stimulasi tetap diberikan pada bayi risiko tinggi
mungkin baik oleh orangtua maupun tenaga profesional yang terlatih. Kebutuhan
dasar atau stimulasi dasar yang dibutuhkan: ASUH kebutuhan ASI, nutrisi,
imunisasi, sandang-pangan, kesehatan , hygiene dan sanitasi, ASIH kebutuhan
hubungan ibu-anak, emosi, psikososial dan kasih sayang, ASAH agama, moral-
etika, kreativitas dan keterampilan. Stimulasi yang diberikan tenaga profesional
meliputi fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, terapi bermain, terapi pijat,
terapi suara, latihan persepsi motorik,psikoterapi dan edukasi. Stimulasi yang
diberikan orangtua dan tenaga profesional berupa stimulasi sensori yang

24
terintegrasi meliputi : penglihatan, pendengaran,proprioseptif raba dan sentuhan
serta keseimbangan (vestibuler)
Prognosis yang mungkin timbul pada anak dengan keterlambatan tumbuh
kembang adalah anak dengan keterlambatan tumbuh kembang akan berprognosis
buruk jika tidak di berikan terapi baik berupa stimulan, latihan sedini mungkin
serta pemberian support dari orangtua, jika dibiarkan maka tidak menutup
kemungkinan anak mengalami gagal tumbuh.

B. Hipotiroid Kongenital
2.1. Definisi
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak
adekuat pada bayi baru lahir sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan
tubuh yang dapat disebabkan oleh kelainan anatomi kelenjar tiroid, kelainan
genetik, kesalahan biosintesis tiroksin serta pengaruh lingkungan.2
2.2. Epidemiologi
Insiden hipotiroid kongenital bervariasi antar negara, umumnya
sebesar 1 : 3000 4000 kelahiran hidup. Dengan penyebab tersering adalah,
disgenesis tiroid yang mencakup 80% kasus. Lebih sering ditemukan pada
anak perempuan daripada laki-laki dengan perbandingan 2:1. Anak dengan
sindrom Down memiliki resiko 35 kali lebih tinggi untuk menderita
hipotiroid kongenital dibanding anak normal. Insiden hipotiroid di Indonesia
diperkirakan jauh lebih tinggi yaitu sebesar 1:1500 kelahiran hidup.
Prevalensi ini lebih rendah pada Amerika Negro (1 dalam 32.000), dan lebih
tinggi pada keturunan Spanyol dan Amerika asli (1 dalam 2000).1,2
Penyebab hiptiroid yang paling sering di dunia ialah defisiensi Iodium
yang merupakan komponen pokok tiroksin (T4) dan triiodotrionin (T3).
Anak yang lahir dari ibu dengan defisinsi Iodium berat akan mengalami
hipotiroid yang tidak terkompensasi karena hormon tiroid ibu tidak dapat
melewati plasenta.1
Banyak faktor yang berperan pada hipotiroid sehingga gambaran
klinisnya bervariasi. Terjadinya hipotiroid tidak dipengaruhi oleh faktor

25
geografis, sosial ekonomi, maupun iklim dan tidak terdapat predileksi untuk
golongan etnis tertentu. Umumnya kasus tiroid kongenital timbul secara
sporadik. Faktor genetik hanya berperan pada hipotiroid tipe tertentu yang
diturunkan secara autosomal resesif.1

2.3. Etiologi dan Patogenesis


Hipotiroid dapat terjadi melalui jalur berikut
Jalur 1
Agenesis tiroid dan keadaan lain yang sejenis menyebabkan sintesis
dan sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer
dengan peningkatan kadar TSH tanpa adanya struma.1
Jalur 2
Defisiensi iodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi hormon
tiroid menurun, sehingga hipofisis non sekresi TSH lebih banyak untuk
memacu kelenjar tiroid mensintesis dan mensekresi hormon tiroid agar
sesuai dengan kebutuhan. Akibatnya kadar TSH meningkat dan kelenjer
tiroid membesar (stadium kompensasi). Walaupun pada stadium ini terdapat
struma difusa dan peningkatan kadar TSH, tetapi kadar tiroid tetap normal.
Bila kompensasi ini gagal, maka akan terjadi stadium dekompensasi, yaitu
terdapatnya struma difusa, peningktan kadar TSH, dan kadar hormon tiroid
rendah.1
Jalur 3
Semua hal yang terjadi pada kelenjer tiroid dapat mengganggu atau
menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan/ obat goitrogenik, tiroiditis, pasca
tiroidektomi, pasca terapi dengan iodium radioaktif, dan adanya kelainan
enzim didalam jalur sintesis hormon tiroid) disebut dishormogenesis yang
mengakibatkan sekresi hormon tiroid menurun, sehingga terjadi hipotiroid
dengan kadar TSH tinggi, dengan/tanpa struma tergantung pada
penyebabnya.1
Jalur 4A

26
Semua keadaan yang menyebabkan penurunan kadar TSH akibat
kelainan hipofisis akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma dengan
kadar TSH yang sangat rendah atau tidak terukur.1
Jalur 4B
Semua kelainan hipotalamus yang mengakibatkan yang menyebabkan
sekresi TSH ynag menurun akan menyebabkan hipotiroid dengan kadar
TSH rendah dan tanpa struma.1
Jalur 1, 2, dan 3 adalah patogenesis hipotiroid primer dengan kadar
TSH yang tinggi. Jalur 1 tanpa desertai struma, jalur 2 disertai struma, dan
jalur 3 dapat dengan atau tanpa struma. Jalur 4A dan 4B adalah patogenesis
hipotiroid sekunder dengan kadar TSH yang tidak terukur atau rendah dan
tidak ditemukan struma.1
2.4.
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologis dan skrining.1
Anamnesis
Anamnesis yang cermat pada keluarga dapat membantu menegakkan
diagnosis dengan menanyakan apakah ibu berasal dari daerah gondok
endemik, riwayat struma pada ibu, riwayat pengobatan anti tiroid waktu
hamil atau tidak, riwayat struma pada keluarga dan perkembangan anak. 1,6
Gejala Klinis
Kebanyakan anak dengan hipotiroid kongenital, gejala klinis pada
periode neonatal sangatlah jarang atau ringan dan tidak spesifik, meskipun
terdapat agenesis kelenjar tiroid komplit. 2,5
Berat badan dan panjang lahir adalah normal, tetapi ukuran kepala
dapat sedikit meningkat karena miksedema otak. Ikterus fisiologis yang
berkepanjangan, yang disebabkan oleh maturasi glukoronid konjugasi yang
terlambat, mungkin merupakan gejala paling awal. Kesulitan memberi
makan, terutama kelambanan, kurang minat, somnolen, dan serangan
tersedak saat dirawat, sering muncul selama umur bulan pertama. Kesulitan
bernapas, sebagian karena lidah yang besar, termasuk episode apnea,

27
pernapasan berbunyi, dan hidung tersumbat. Sindrom distres pernapasan
yang khas juga dapat terjadi. Bayi yang terkena sedikit menangis, banyak
tidur, tidak selera makan, dan biasanya lamban. Mungkin ada konstipasi
yang biasanya tidak berespon terhadap pengobatan. Perut besar dan
biasanya ada hernia umbilikalis. Suhu badan subnormal, sering dibawah
350C, dan kulit terutama tungkai, mungkin dingin dan burik (mottled).
Edema genital dan tungkai mungkin ada. Nadi lambat, bising jantung,
kardiomegali, dan efusi perikardium asimptomatik biasanya ada. Anemia
makrositik sering ada dan refrakter terhadap pengobatan dengan hematinik.
Karena gejala-gejala muncul secara bertahap, diagnosis sering kali
terlambat. 6
Manifestasi ini terus berkembang. Retardasi perkembangan fisik dan
mental menjadi lebih besar selama bulan-bulan berikutnya, dan pada usia 3-
6 bulan, gambaran klinis berkembang sepenuhnya. Bila hanya ada defisiensi
hormon tiroid parsial, gejalanya dapat lebih ringan, dan onsetnya terlambat.
Meskipun air susu ibu mengandung sejumlah hormon tiroid, terutama T3,
hormon ini tidak cukup untuk melindungi bayi yang menyusu dengan
hipotiroidisme kongenital, dan tidak mempunyai pengaruh pada uji skrining
tiroid neonatus. 5,6
Pertumbuhan anak tersendat, ekstremitas pendek, dan ukuran kepala
normal atau bahkan meningkat. Fontanella anterior dan posterior terbuka
lebar. Pengamatan tanda ini pada saat lahir dapat berperan sebagai pedoman
awal untuk mengenali hipotiroidisme kongenital. Hanya 3% bayi baru lahir
normal memiliki fontanella posterior yang lebih besar dari 0,5cm. Matanya
tampak terpisah lebar, dan jembatan hidung yang lebar terlihat cekung.
Fisura palpebra sempit dan kelopak mata membengkak. Mulut terbuka, dan
lidah yang tebal serta lebar terjulur ke luar. Pertumbuhan gigi terlambat.
Leher pendek dan tebal, terdapat endapan lemak di atas klavikula dan
diantara leher dan bahu. Tangan lebar dan jari pendek. Kulit kering dan
bersisik, dan sedikit keringat. Miksedema tampak, terutama pada kulit
kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia eksterna. Karotenemia dapat

28
menyebabkan warna kulit menjadi kuning, tetapi skleranya tetap putih. Kulit
kepala tebal dan rambut kasar, mudah patah dan tipis. Garis rambut
menurun jauh ke bagian bawah dahi, yang biasanya tampak mengerut,
terutama ketika bayi menangis. 5
Perkembangan biasanya terlambat. Bayi hipotiroid tampak letargi dan
lamban dalam belajar duduk dan berdiri. Suaranya serak dan bayi tidak mau
belajar berbicara. Tingkat retardasi fisik dan mental meningkat sejalan
dengan usianya. Maturasi seksual dapat terlambat atau tidak terjadi sama
sekali. 6
Otot biasanya hipotonik, tetapi pada keadaan yang jarang, terjadi
pseudohipertrofi otot menyeluruh (sindrom Kocher-Debre-Semelaigne
sindrome). Anak yang terkena dapat berpenampilan atletis karena
pseudohipertrofi, terutama pada otot betis. Patogenesisnya belum diketahui.
Perubahan ultrastruktural dan histokimia yang tidak spesifik tampak pada
biopsi otot yang kembali normal dengan pengobatan. Sindrom ini cenderung
berkembang pada anak laki-laki, yang telah diamati pada saudara kandung
yang lahir dari perkawinan sedarah. Penderita menderita hipotiroidisme
yang lebih lama dan lebih berat. 6
Tabel 1. Gejala Hipotiroid Kongenital 6

Sistem organ Manifestasi Klinis


Kulit dan jaringan ikat Kulit dingin, kering dan pucat, rambut kasar, kering
dan rapuh, kuku tebal, lambat tumbuh.
Miksedema, carotenemia, Puffy face, makroglosi,
erupsi gigi lambat, hipoplasia enamel.
Kardiovaskuler Bradikardi, efusi perikardial, kardiomegali, tekanan
darah rendah.
Neuromuskuler Lamban (mental dan fisik), gangguan neurologis dan
fisik, refleks tendon lambat, hipotonia, hernia
umbilikalis, retardasi ental, disfungsi serebelum (pada
bayi), tuli.

29
Pernafasan Efusi pleura, sindrom sleep apnoe (obstruksi saluran
nafas karena lidah besar, hipotoni otot faring),
sindrom distress nafas.
Ginjal dan metabolisme elektrolit Retensi air, edema, hiponatremia, hipokalsemia
Metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein Gemuk, intoleransi terhadap dingin, absorbsi glukosa
lambat, hiperlipidemia, sintesis proteolipid dan
protein pada susunan saraf bayi menurun.
Saluran cerna dan hepar Obstpasi (menurunnya gerakan usus), ikterus
berkepanjangan (fungsi konjugasi hepar menurun)
Hematopoetik Anemia karena menurunnya eritropoesis, kemampuan
absorbsi zat besi rendah.
Skelet/somatik Produksi GH dan IGF 1 menurun, menyebabkan
hambatan pertumbuhan, pusat osifikasi sekunder
terhambat, maturitas dan aktifitas sel-sel tulang
menurun.
Reproduksi Pubertas terlambat, pubertas prekoks, gangguan haid.

Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan hipotiroid kongenital ditemukan nilai TSH
meningkat, dan T3 serta T4 menurun. Kadar T4 serum rendah, kadar T3
serum dapat normal dan tidak bermanfaat pada diagnosis. Jika defeknya
terutama pada tiroid, kadar TSH meningkat, sering diatas 100U/mL. Kadar
prolaktin serum meningkat, berkorelasi dengan kadar TSH serum. Kadar Tg
serum biasanya rendah pada bayi dengan disgenesis tiroid atau defek
sintesis atau sekresi Tg. Kadar Tg yang tidak dapat dideteksi biasanya
menunjukkan aplasia tiroid.2
Pemeriksaan Radiologis
Retardasi perkembangan tulang dapat ditunjukkan dengan
roentgenographi saat lahir dan sekitar 60% bayi hipotiroid kongenital
menunjukkan kekurangan hormon tiroid selama kehidupan intrauterine.
Contohnya, distal femoral epiphysis, yang biasanya ada saat lahir, sering

30
tidak ada. Pada pasien yang tidak diobati, ketidaksesuaian antara umur
kronologis dan umur osseus meningkat. Epiphyses sering memiliki beberapa
fokus penulangan (epifisis disgenesis), deformitas (retak) dari vertebra
thorakalis 12 atau ruas lumbal 1 atau 2 sering ditemukan. Foto tengkorak
menunjukkan fontanela besar dan sutura lebar, tulang antar sutura biasanya
ada. Sella tursica sering besar dan bulat, dalam kasus-kasus langka mungkin
ada erosi dan menipis. Keterlambatan pada pembentukan dan erupsi gigi
dapat terjadi. Pembesaran jantung atau efusi perikardial mungkin ada. 6
Skintigraphy dapat membantu menentukan penyebab pada bayi
dengan hipotiroid bawaan, tetapi pengobatan tidak boleh ditunda karena
123 99m
pemeriksaan ini. Pemeriksaan I-natrium iodida lebih unggul dari Tc-
natrium pertechnetate untuk tujuan ini. Ultrasonographic tiroid sangat
membantu, tapi penelitian menunjukkan jaringan tiroid ektopik yang tidak
terdeteksi dengan USG tiroid dan ini dapat ditunjukkan oleh skintigrapI.
Rendahnya level TG serum menunjukkan agenesis dan peningkatan Tg
serum ada pada kelenjar ektopik dan gondok, tetapi ada tumpang tindih
dengan rentang luas. Adanya jaringan tiroid ektopik adalah diagnostik untuk
disgenesis tiroid yang membutuhkan pengobatan seumur hidup dengan T4.
Kegagalan menemukan jaringan tiroid menunjukkan tiroid aplasia, tetapi hal
ini juga terjadi pada bayi dengan defek trapping- iodida. Kelenjar tiroid
yang normal dengan ambilan radionuklida yang normal atau meningkat
menunjukkan cacat dalam biosintesis hormon tiroid. Pasien dengan goiter
hipotiroidisme memerlukan evaluasi lebih lanjut yaitu pemeriksaan
radioiodine, uji cairan perklorat, penelitian kinetik, kromatografi, dan
pemeriksaan jaringan tiroid, jika sifat biokimia defek harus ditentukan. 2,6
Elektrokardiogram mungkin menunjukkan gelombang P dan T voltase
rendah dengan amplitudo kompleks QRS yang berkurang dan menunjukkan
fungsi ventrikel kiri jelek dan efusi perikardial. Elektroensefalogram sering
menunjukkan voltase rendah. Pada anak-anak yang berumur lebih dari 2
tahun, tingkat kolesterol serum biasanya meningkat. MRI otak sebelum
pengobatan dilaporkan normal, meskipun spektroskopi resonansi magnetik

31
proton menunjukkan tingkat tinggi yang mengandung senyawa kolin, yang
mungkin mencerminkan blok di pematangan myelin. 2,6

2.5. Penatalaksanaan
Walaupun pengobatan hipotiroid efisien, mudah, murah dan
memberikan hasil yang sangat memuaskan, namun perlu dilakukan
pemantauan dan pengawasan yang ketat mengingat pentingnya masa depan
anak, khususnya perkembangan mentalnya. 1
Tujuan pengobatan adalah1
a. Mengembalikan fungsi metabolisme yang esensial agar menjadi normal
dalam waktu singkat. Termasuk fungsi termoregulasi, respirasi,
metabolisme otot dan otot jantung yang sangat diperlukan pada masa
awal kehidupan seperti proses enzimatik di otak, perkembangan akson,
dendrite, sel glia dan proses mielinisasi neuron.
b. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak
c. Mengembalikan tingkat maturitas biologis yang normal, khususnya
otak
Medikamentosa
Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid kongenital
ditegakkan. Orang tua pasin harus diberikan penjelasan mengenai
kemungkinan penyebab hipoiroid, pentingnya kepatuhan minum obat dan
prognosisnya baik jika terapi diberikan secara dini. Natrium L-tiroksin
(sodium L-thyroxin) merupakan obat yang tepat untuk pengobatan
hipotiroid kongenital. Karena 80% T3 dalam sirkulasi darah berasal dari
monodeiodinasi dari T4 maka dengan dosis yang tepat kadar T4 dan T3 akan
segera kembali normal. Dalam prakteknya pemberian dosis inisial berkisar
antara 25, 37,5 atau 50 g per hari. Tiroksin sebaiknya tidak diberikan
bersama-sama dengan protein kedele atau zat besi atau makanan tinggi serat
karena makanan ini akan mengikat T4 dan atau menghambat
penyerapannya.1, 2, 7

Dosis tiroksin

32
Pada umumnya dosis bervariasi tergantung dari berat badan dan
disesuaikan dengan respons masing-masing anak dalam menormalkan kadar
T4. Sebagai pedoman, dosis yang umum digunakan adalah :
0 6 bulan 25-50 g/hari atau 8-15 g/kg/hari
6 12 bulan 50-75 g/hari atau 7-10 g/kg/hari
1 5 tahun 50-100 g/hari atau 5-7 g/kg/hari
5 10 tahun 100-150 g/hari atau 3-5 g/kg/hari
>10-12 tahun 100-200 g/hari atau 2-4 g/kg/hari
Setelah masa bayi biasanya dosis berkisar sekitar 100 g/m2/hari
Untuk neonatus yang terdeteksi pada minggu awal kehidupan
direkomendasikan untuk diberikan dosis inisial sebesar 10-15 g/kg/hari
karena lebih cepat dalam normalisasi kadar T4 dan TSH. Bayi-bayi dengan
hipotiroidisme berat ( kadar T4 sangat rendah, TSH sangat tinggi, dan
hilangnya epifise femoral distal dan tibia proksimal pada gambaran
radiologi lutut) harus dimulai dengan dosis 15 g/kgBB/hari.1
Terapi Pada Diagnosis Yang Meragukan1
Kadang-kadang kita dihadapkan pada diagnosis yang meragukan dan
dituntut untuk menetukan pengobatan, misalnya bila pada hasil pemeriksaan
serum didapatkan kadar T4 rendah dengan TSH normal atau kadar T4 normal
dengan kadar TSH sedikit meninggi. Bila hal ini terjadi pada bayi cukup
bulan maka harus dilakukan skintigrafi tiroid untuk memastikan diagnosis.
Bila pada skintigram didapatkan hipoplasia, aplasia, kelenjar tiroid
ektopik, maka dapat diberikan preparat hormone tiroid. Bila keadaan
kelenjar tiroid normal, maka harus dilakukan pemeriksaan ulang kadar T 4
dan TSH. Bila hasil pemeriksaan kadar TSH meningkat maka pengobatan
harus segera dimulai, dan bila kadar T4 dan TSH normal maka pengobatan
harus ditunda.

Terapi Pada Bayi Prematur1

33
Bila kadar T4 rendah dan TSH normal maka untuk memastikan
perlunya pengobatan tidak perlu dilakukan skintigrafi, namun cukup dengan
pemeriksaan kadar T4 dan TSH secara serial. Umumnya kadar T4 meningkat
mendekati angka normal, sedangkan TSH tetap normal. Bila kadar T 4 terus
menurun dan TSH meningkat, dapat dipertimbangkan skintigrafi tiroid dan
pengobatan dapat dimulai. Tetapi bila tanda-tanda klinis hipotiroid jelas
maka tidak perlu dilakukan skintigrafi atau pemeriksaan darah ulang dan
dapat langsung diberikan pengobatan. Setelah usia 2 atau 3 tahun,
pengobatan dihentikan untuk sementara sambil dilakukan evaluasi apakah
hipotiroid yang terjadi transien atau menetap.

Terapi Dengan Dosis Penuh Atau Bertahap1


Secara umum pengobatan langsung dengan dosis penuh aman bagi
neonatus. Bila ada tanda-tanda kelainan jantung atau tanda-tanda
dekompensasi jantung, maka pengobatan dianjurkan dimulai dengan dosis
rendah, yaitu 1/3 dosis, dan setelah selang beberapa hari dinaikkan 1/3 dosis
lagi sampai dosis penuh yang dianjurkan tercapai.
Monitoring 1,7
Untuk menentukan dosis pengobatan yang diberikan, harus dilakukan
pemantauan kemajuan klinis maupun kimiawi secara berkala karena terapi
setiap kasus bersifat individual.
Pemantauan pada pasien dengan hipotiroid kongenital antara lain:
1. Pertumbuhan dan perkembangan
2. Pemantauan kadar T4 bebas dan TSH
Kadar T4 harus dijaga dalam batas normal ( 10-16 g/dl) atau T 4 bebas
dalam rentang 1,4-2,3 ng/dl dengan TSH ditekan dalam batas normal. Bone-
age tiap tahun.
Jadwal pemeriksaan kadar T4 dan TSH, yaitu setiap 1-2 bulan selama
6 bulan pertama kehidupan, tiap 3-4 bulan pada usia 6 bulan 3 tahun,
selanjutnya tiap 6-12 bulan.

34
Selain itu kadar T4 dan TSH juga harus diperiksa 6-8 minggu setelah
perubahan dosis. Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang
berlebihan. Efek samping dari pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini
dari sutura, percepatan kematangan tulang, dan masalah pada tempramen,
dan perilaku.
Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang berlebihan. Efek
samping dari pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini dari sutura,
percepatan kematangan tulang, dan masalah pada tempramen, dan perilaku.

Suportif 7
Selain pengobatan hormonal juga diperlukan beberapa pengobatan
suportif lainnya. Anemia berat diobati sesuai dengan protokol anemia berat.
Rehabilitasi atau fisioterapi diperlukan untuk mengatasi retardasi
perkembangan motorik yang sudah terjadi. Penilaian intelegensi atau IQ
dilakukan menjelang usia sekolah untuk mengetahui jenis sekolah yang
dapat diikuti, sekolah biasa atau luar biasa.8

Diet 7
Suplementasi Iodium sangat dibutuhkan terutama di daerah defisiensi
Iodium. Umumnya anak yang menderita hipotiroid kongenital dan mendapat
replacement hormon tiroid, asupan makanan yang mengandung goitrogen
harus dibatasi seperti asparagus, bayam, brokoli, kubis, kacang-kacangan,
lobak, salada, dan susu kedelai karena dapat rnenurunkan absorbsi Sodium-
L-Tiroksin.8

Skrining 1
Di negara maju program skrining hipotiroid congenital pada neonatus
sudah dilakukan. Sedangkan untuk negar berkembang seperti Indonesia
masih menjadi kebijakan nasional. Tujuannya adalah untuk eradikasi
retardasi retardasi mental akibat hipotirod kogenital.

35
Skrining dilakukan dengan mengukur kadar T4 atau TSH yang
dilakukan pada kertas saring pada usia 3-4 hari. Bayi yang memiliki kadar
TSH awal > 50 U/mL memiliki kemungkinan sangat besar untuk
menderita hipotiroid kongenital permanen, sedangkan kadar TSH 20-49
U/mL dapat menunujukkan hipotiroid transien atau positif palsu.

2.8. Prognosis
Dengan adanya program skrining neonatus untuk mendeteksi
hipotiorid kongenital, prognosis bayi hipotiroid kongenital lebih baik dari
sebelumnya. Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur
minggu pertama kehidupan memungkinkan pertumbuhan linier yang normal
dan intelegensinya setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena.
Tanpa pengobatan bayi yang terkena menjadi cebol dan defisiensi mental.
Bila pengobatan dimulai pada usia 46 minggu IQ pasien tidak berbeda
dengan IQ populasi kontrol. Program skrinng di Quebec (AS) mendapatkan
bahwa IQ pasien pada usia 1 tahun sebesar 115, usia 18 bulan sebesar 104,
dan usia 36 bulan sebesar 103. Pada pemeriksaan di usia 36 bulan
didapatkan hearing speech dan practical reasoning lebih rendah dari
populasi control. Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal dapat
dijumpai kelainan neurologis, antara lain gangguan koordinasi motorik
kasar dan halus, ataksia, tonus otot meningggi atau menurun, gangguan
pemusatan perhatian dan gangguan bicara. Tuli sensorineural ditemukan
pada 20% kasus hipotiroid kongenital.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Batubara, Jose RL, dkk. Ganggguan Kelenjar Tiroid. Dalam : Buku Ajar
Endokrinologi Anak Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010. hal.205-
212.
2. La Franchi, Stephen. Hypothyroidism. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics 18 th ed. Philadelphia:
Saunders, 2007.hal. 2319-25.
3. Sherwood, Lauralee. Organ Endokrin Perifer. Fisiologi Manusia Dari Sel ke
Sistem (Human Physiology: From Cells to Systems). Edisi 2. Jakarta: EGC,
2001. hal 644-651.
4. Schteingart, David E. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Price AS, Wilson
LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6, Volume
2. Jakarta: EGC, 2006. hal 1225-1234.
5. Larson, Cecilia A. Congenital Hypothyroidism. Dalam: Radovick, S, MD,
MacGilivray, MH, MD, editor. Pediatric Endocrinology : A Practical Clinical
Guide. New Jersey : Humana Press Inc. 2003.hal. 275-284.
6. Van vliet, G, Polak, M. Pediatric Endocrinology Fifth Edition volume 2.
Thyroid Disorders In Infancy. New York : Informa Healthcare USA Inc.
2007.hal. 392-8.
7. Jian, Vandana, dkk. Congenital Hypothyroidism. Di akses dari
www.newbornwhocc.org pada tanggal 10 Mei 2017 pukul 20.05 WIB.
8. Postellon DC, Bourgeouis MJ. Anatomy of Thyroid Gland.. Di akses dari
www.emedicine.medscape.com pada tanggal 10 Mei 2017 pukul 22.00 WIB.
9. Alberto J Espay, MD. Hydrocephalus. Emedicine 2010 : 4 available
at www.emedicine.com di akses pada 10 Mei 2017
10. Price SA, Wilson LM. Vetrikel dan Cairan Cerebrospinalis, dalamPatofiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta, 1994, 915-6
11. Dan Stranding S. Ventricular System and Cerebrospinal Fluid, in Grays
Anatomy The Anatomical Basis of Clinical Practice, thirty nine edition,
Churchill Livingstone, New York : 2005, 287-94

37
12. Kahle, Leonhardt, Platzer. Sistem Saraf Dan Alat-Alat Sensoris, dalam Atlas
Berwarna & Teks Anatomi Manusia jilid 3, edisi 6,. Hipokrates, 2005, 262-
271
13. R.Sjamsuhidat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC, Jakarta :
2004, 809-810
14. Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/
bmj.327.7428.1408.
15. Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victors Principles
Of Neurology: Eight Edition. USA.
16. Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2005.
Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.
Rudolph AM, dkk. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Volume 3.
Jakarta:EGC, 2006. Hal 2053-57
17. Shevell MI. The evaluation of the child with a global developmental delay.
Seminar Pediatric Neurology. 1998;5:2126.
18. Fenichel GM. Psychomotor retardation and regression. Dalam: Clinical
Pediatric Neurology: A signs and symptoms approach. Edisi ke-
4.Philadelphia: WB Saunders; 2001.h.11747.
19. Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Gingold M, Hirzt D, dkk. Practice
parameter: Evaluation of the quality standards subcommittee of the American
Academy of Neurology and the practice committee of the child neurology
society. Neurology 2003;60:67-80.
20. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil klinis dan etiologi
pasien keterlambatan perkembangan global di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri 2008;10:255-61.
21. Melati D, Windiani IGAT, Soetjiningsih. Karakteristik Klinis Keterlambatan
Perkembangan Global Pada Pasien di Poliklinik Anak RSUP Sanglah
Denpasar. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana Bali
22. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen
Kesehatan RI. 2005.
23. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Dalam: RanuhIGN, penyunting.
Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995. h. 1-32.

38
24. Walters AV. Development Delay: Causes and Identification. ACNR 2010;
10(2);32-4.
25. Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum pada Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Indonesia. [diunduh 10 Mei 2017]. [Available from]: URL:
http //idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/mengenal-
keterlambatan-perkembangan-umum-pada-anak.html.
26. First LR, Palrey JS. Current Concepts: The Infant or Young Child with
Developmental Delay. The New England Journal of Medicine 1994; 7478-
483.
27. Srour M, Mazer B, Shevell MI. Analysis of clinical features predicting
etiologic yield in the Assessment of global development delay. Pediatrics
2006;118:139-45.
28. Menkes JH. Textbook of Child Neurology. 4th. ed. Philadelphia: Lea &
Febiger 1990; 306-311.

39

Anda mungkin juga menyukai