Anda di halaman 1dari 27

Nama : Binti Hidayatul K.

No. Absen : 15
Kelas : XI Akuntansi 1
SMK PGRI 2 KEDIRI

PROSES PERAWATAN JENAZAH

1. Memandikan Jenazah

Alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan jenazah adalah sebagai berikut:


Kapas

Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan

Sebuah spon penggosok

Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus Spon-spon


plastik

Shampo

Sidrin (daun bidara)

Kapur barus

Masker penutup hidung bagi petugas

Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan

Air

Pengusir bau busuk dan Minyak wangi Daun Sidr (Bidara)

A. Menutup Aurat si Mayit


Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya,
serta menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam
kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah
kedua kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.
B. Membersihkan Kotoran

Seorang petugas memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila


kuku-kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu
kelamin, maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian petugas
mengangkat kepala jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu mengurut perutnya
dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya. Hendaklah
memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran-kotoran yang keluar.

Petugas yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada


tangannya atau sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan
dubur si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia
tujuh tahun ke atas.
C. Mewudhukan Jenazah
Selanjutnya petugas berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca
basmalah. Lalu petugas me-wudhu-i jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat.
Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan
memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu
menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan
daun bidara atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk
membasuh sekujur jasad si mayit.
D. Membasuh Tubuh Jenazah

Setelah itu membasuh anggota badan sebelah kanan si mayit. Dimulai dari sisi kanan
tengkuknya, kemudian tangan kanannya dan bahu kanannya, kemudian belahan dadanya
yang sebelah kanan, kemudian sisi tubuhnya yang sebelah kanan, kemudian paha, betis dan
telapak kaki yang sebelah kanan.

Selanjutnya petugas membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian
membasuh belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama
petugas membasuh anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga
miring ke sebelah kanan dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali
membasuh bagian perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.
Banyaknya memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah memandikannya
satu kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih, maka
ditambah lagi memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih jika memang
dibutuhkan). Dan disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian yang terakhir,
karena bisa mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena itulah ditambahkannya
kapur barus ini pada pemandian yang terakhir agar baunya tidak hilang.
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk,
kecuali jika petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan
kotoran-kotoran yang masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan
sabun untuk menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si
mayit dengan keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat
gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si mayit, sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya (menghandukinya)
dengan kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika
panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum
memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan.
Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal)
menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya).

Faedah Tata Cara Memandikan Jenazah

Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh
sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu)
dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si
mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga,
tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.

Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam
rangka menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air
ditambah perasaan daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak
perlu dibubuhi wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria).
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam mengenai seseorang yang
wafat dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.

Orang yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun
hendaklah dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian
pula mereka tidak perlu dishalatkan.
Janin yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, jenazahnya
hendaklah dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya. Adapun sebelum itu ia
hanyalah sekerat daging yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan
dan dishalatkan.

Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau
kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah
ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan
kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak
tangan si mayit.

Hendaklah petugas yang memandikan jenazah menutup apa saja yang tidak baik
untuk disaksikan pada jasad si mayit, misalnya kegelapan yang tampak pada wajah si
mayit, atau cacat yang terdapat pada tubuh si mayit dll.

Cara Singkat Tata Cara memandikan Jenazah seperti ini:

Pertama-tama, aurat jenazah ditutupi kemudian diangkat sedikit lalu bagian perutnya dipijat
perlahan (untuk mengeluarkan kotorannya, pen.). Setelah itu orang yang memandikannya
memakai sarung tangan atau kain atau semacamnya untuk membersihkannya (dari kotoran
yang keluar, pen.). Kemudian diwudhukan seperti wudhu untuk shalat. Lalu dibasuh kepala
dan jenggotnya (kalau ada) dengan air yang dicampur dengan daun bidara atau semacamnya.
Selanjutnya, dibasuh sisi bagian kanan badannya kemudian bagian kiri. Kemudian basuh
seperti tadi untuk yang kedua dan ketiga kali. Dalam setiap kalinya dipijat bagian perutnya.
Bila keluar sesuatu (kotoran) hendaklah dicuci dan menutup tempat keluar tersebut dengan
kapas atau semacamnya. Kalau ternyata tidak berhenti keluar hendaklah ditutup dengan tanah
yang panas atau dengan metoda kedokteran modern seperti isolasi khusus dan semacamnya.

Kemudian mengulangi wudhunya lagi. Bila dibasuh tiga kali masih tidak bersih ditambah
menjadi lima atau sampai tujuh kali. Setelah itu dikeringkan dengan kain, lalu memberikan
parfum di lipatan-lipatan tubuhnya dan tempat-tempat sujudnya. Lebih baik, kalau sekujur
tubuhnya diberi parfum semua. Kafannya diberi harum-haruman dari dupa yang dibakar. Bila
kumis atau kukunya ada yang panjang boleh dipotong, dibiarkan saja juga tidak apa-apa.
Rambutnya tidak perlu disisir, begitu pula rambut kemaluan-nya tidak perlu dicukur dan tidak
usah dikhitan (kalau memang belum dikhitan, pen.). Karena memang tidak ada dasar-dasar
yang menerangkan hal tersebut. Dan bila jenazahnya seorang perempuan maka rambutnya
dikepang tiga dan dibiarkan terurai ke belakang.

Siapa Yang Berhak Memandikan Jenazah. ?

Orang yang paling berhak untuk memandikan, menshalatkan dan menguburkannya secara
berurutan ialah mereka yang men-dapatkan wasiat untuk itu, kemudian ayah, kakek
kemudian kerabat-kerabat terdekat yang berhak mendapatkan ashabah.

Sementara, untuk jenazah perempuan, yang paling berhak untuk memandikannya ialah orang
yang mendapatkan wasiat untuk itu, kemudian ibu, nenek, lalu kerabat-kerabat perempuan
terdekat.

Bagi suami isteri diperbolehkan bagi salah seorang dari keduanya untuk memandikan yang
lain (suami boleh memandikan isteri dan isteri boleh memandikan suami). Karena jenazah
Abu Bakar As-Shiddiq dimandikan oleh isterinya dan Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu
ikut memandikan jenazah isterinya Fatimah radhiallahu 'anha.

2. Mengkafani Jenazah

A. Kain Kafan Harus sudah Siap setelah Memandikan Jenazah

Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si
mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya,
menunaikan wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta,
maka keluarganya boleh menanggungnya.

B. Mengkafani Jenazah

Dibentangkan tiga lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian yang lain. Kemudian
didatangkan jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan di atas lembaran-lembaran kain
kafan itu dengan posisi telentang. Kemudian didatangkan hanuth yaitu minyak wangi
(parfum) dan kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi parfum dan diletakkan di antara kedua
pantat jenazah, serta dikencangkan dengan secarik kain di atasnya (seperti melilit popok
bayi).
Kemudian sisa kapas yang lain yang sudah diberi parfum diletakkan di atas kedua matanya,
kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya dan di atas tempat-tempat sujudnya,
yaitu dahinya, hidungnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya, ujung-ujung jari kedua
telapak kakinya, dan juga pada kedua lipatan ketiaknya, kedua lipatan lututnya, serta
pusarnya. Dan diberi parfum pula antara kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.

Selanjutnya lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu, baru kemudian
yang sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup auratnya. Menyusul kemudian
lembaran kedua dan ketiga, seperti halnya lembaran pertama. Kemudian menambatkan tali-
tali pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulunglah lebihan kain kafan pada ujung
kepala dan kakinya agar tidak lepas ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas
kakinya (ke arah atas). Hendaklah ikatan tali tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan
mengikat kain kafan tersebut dengan enam utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud
pengikatan itu sendiri agar kain kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).

Faedah :

untuk jenazah laki-laki dikafani tiga lapis kain putih (satu untuk menutupi bagian
bawah -semacam sarung- satu lagi untuk bagian atas -semacam baju- dan yang terakhir
kain untuk pembungkusnya). Tidak perlu gamis (baju panjang) dan surban. Hal ini, sama
seperti apa yang dilakukan terhadap jenazah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tapi,
tidak mengapa jika dikafani dengan gamis (baju panjang), izar (sema-cam sarung untuk
menutupi bagian bawah) dan kain pembungkus.

Adapun jenazah perempuan, dikafani dengan lima lapis: Baju, kerudung, sarung
untuk bagian bawah dan dua kain pembungkus.

Dan yang wajib, baik bagi jenazah laki-laki atau perempuan adalah menutupinya
dengan satu lapis kain yang dapat menu-tupinya secara sempurna. Tetapi, bila ada jenazah
laki-laki yang meninggal dalam keadaan ihram, maka dia cukup dimandikan dengan air
dan daun bidara. Kemudian dikafani dengan sarung dan baju yang dipakai atau yang
lainnya dan tidak perlu menutup kepala dan wajahnya, juga tidak usah diberi parfum.
Karena pada hari Kiamat nanti dia akan dibangkitkan dalam keadaan membaca talbiyah:
"Labbaik allahumma labbaik" seperti yang diriwayatkan dalam hadits shahih dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bila yang meninggal dalam keadaan ihram tadi
seorang perem-puan maka dia dikafani seperti perempuan yang lain, hanya tidak perlu
diberi wewangian, wajahnya tidak perlu ditutup dengan cadar, begitu pula tangannya tidak
usah dipakaikan sarung tangan, tetapi cukup ditutup dengan kafan yang membungkusnya,
seperti yang disebutkan dalam cara mengkafani jenazah perempuan.

Dan anak kecil laki-laki, dikafani dengan satu lapis sampai tiga lapis, sementara
anak kecil perempuan dikafani dengan satu gamis (baju panjang) dan dua kain
pembungkus.

3. Menshalatkan Jenazah
Shalat jenazah, dilakukan dengan empat kali takbir.
Takbir pertama, membaca surat Al-Fatihah.
Bila ditambah dengan membaca surat pendek lainnya atau dilanjutkan dengan
membaca satu atau dua ayat, hal ini baik dan tidak apa-apa.
Sebab ada hadits shahih yang menyatakan hal tersebut sebagaimana diriwa-yatkan
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu.
Kemudian bertakbir kedua dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam sama seperti dalam tasyahhud.
Kemudian bertakbir ketiga dan membaca do'a:

"Ya Allah, ampunilah orang yang hidup dan orang yang mati di antara kami, orang yang hadir
dan orang yang tidak hadir di antara kami, orang yang muda dan orang yang dewasa di antara
kami, yang laki-laki dan perempuan di antara kami.
Ya Allah orang yang Engkau hidupkan di antara kami, hendaklah Engkau hidupkan dia atas
ke-Islaman, dan orang yang Engkau wafatkan di antara kami, hendaklah Engkau wafatkan dia
atas keimanan.
Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, selamatkanlah dia, maafkanlah dia, muliakanlah
tempat singgahnya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah dia dengan air dan salju.
Sucikanlah dia dari kesalahan-kesalahan sebagaimana dibersihkannya baju putih dari kotoran.
Berilah untuknya rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari
keluarganya. Masukkanlah ke dalam Surga dan jauhkanlah dia dari adzab kubur dan siksa
Neraka. Luaskanlah kuburnya, berilah dia cahaya di dalamnya.
Ya Allah, janganlah Kau cegah kami (mendapat) pahalanya dan janganlah Kau sesatkan kami
sesudahnya."
Kemudian bertakbir yang keempat dan selanjutnya bersalam satu kali saja ke sebelah
kanan. Disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan untuk setiap kali takbir.

Bila yang meninggal masih kanak-kanak, maka sebagai ganti dari permohonan ampun
yang ada dalam do'a di atas, dibaca do'a berikut:

"Ya Allah, jadikanlah dia sebagai simpanan pahala bagi kedua orangtuanya, sebagai pemberi
syafaat yang diterima. Ya Allah, beratkanlah dengannya timbangan amal baik kedua
(orangtua)nya, besarkanlah pahala keduanya, dan kumpulkan dia dengan orang-orang mu'min
shalih yang terdahulu. Jadikanlah dia berada dalam asuhan Ibrahim 'alaihis salam dan
selamatkanlah dia dengan rahmatMu dari siksa Neraka."

Disunnahkan bagi yang menjadi imam shalat jenazah berdiri sejajar dengan kepala bila
jenazahnya laki-laki, dan berdiri di tengah bila jenazahnya perempuan.

Bila jenazah yang dishalatkan lebih dari satu maka yang ada di depan imam adalah jenazah
laki-laki dewasa dan jenazah perempuan dewasa posisinya setelah kiblat. Bila ditambah
dengan jenazah anak-anak, maka jenazah anak laki-laki didahulukan atas jenazah perempuan,
lalu jenazah anak perempuan. Posisi kepala anak laki-laki sejajar dengan kepala jenazah laki-
laki dewasa dan pertengahan jenazah perempuan dewasa sejajar dengan kepala laki-laki
dewasa. Begitu pula anak perempuan, posisi kepalanya sejajar dengan kepala perempuan
dewasa.

Posisi makmum semuanya di belakang imam, kecuali bila ada seorang makmum yang tidak
mendapatkan tempat di belakang imam, dia boleh berdiri di samping kanannya.

Tata Cara Sholat Jenazah

Berikut ini adalah rukun sholat jenazah :

1. Niat
Setiap shalat dan ibadah lainnya kalo gak ada niat dianggap gak sah, termasuk niat
melakukan Shalat jenazah. Niat dalam hati dengan tekad dan menyengaja akan melakukan
shalat tertentu saat ini untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT.

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta'atan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS. Al-Bayyinah : 5).

Hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai
niatnya." (HR. Muttafaq Alaihi).

2. Berdiri Bila Mampu

Shalat jenazah sah jika dilakukan dengan berdiri (seseorang mampu untuk berdiri dan gak
ada uzurnya). Karena jika sambil duduk atau di atas kendaraan [hewan tunggangan], Shalat
jenazah dianggap tidak sah.

3. Takbir 4 kali

Aturan ini didapat dari hadits Jabir yang menceritakan bagaimana bentuk shalat Nabi ketika
menyolatkan jenazah.

Dari Jabi ra bahwa Rasulullah SAW menyolatkan jenazah Raja Najasyi (shalat ghaib) dan
beliau takbir 4 kali.

(HR. Bukhari : 1245, Muslim 952 dan Ahmad 3:355)

Najasyi dikabarkan masuk Islam setelah sebelumnya seorang pemeluk nasrani yang taat.
Namun begitu mendengar berita kerasulan Muhammad SAW, beliau akhirnya menyatakan
diri masuk Islam.

4. Membaca Surat Al-Fatihah

5. Membaca Shalawat kepada Rasulullah SAW

6. Doa Untuk Jenazah

Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :


"Bila kalian menyalati jenazah, maka murnikanlah doa untuknya."

(HR. Abu Daud : 3199 dan Ibnu Majah : 1947).

Diantara lafaznya yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW antara lain :

"Allahummaghfir lahu warhamhu, waaafihi wafu anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi


madkhalahu, waghsilhu bil-mai watstsalji wal-baradi."

7. Doa Setelah Takbir Keempat

Misalnya doa yang berbunyi :

"Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa badahu waghfirlana wa lahu.."

8. Salam

Berikut ini adalah Tata Cara, Urutan dan Do'a Sholat Jenazah :

1. Lafazh Niat Shalat Jenazah :

"Ushalli alaa haadzal mayyiti fardlal kifaayatin makmuuman/imaaman lillaahi taaalaa.."

Artinya:

"Aku niat shalat atas jenazah ini, fardhu kifayah sebagai makmum/imam lillaahi taaalaa.."

2. Setelah Takbir pertama membaca: Surat "Al Fatihah."

3. Setelah Takbir kedua membaca Shalawat kepada Nabi SAW :

"Allahumma Shalli Alaa Muhamad?"

4. Setelah Takbir ketiga membaca:

Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa
hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga),
luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala
kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah
yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih
baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau
suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.

atau bisa secara ringkas :

"Allahummagh firlahu warhamhu waaafihi wafu anhu.."

Artinya:

"Ya Allah, ampunilah dia, berilah rahmat, sejahtera dan maafkanlah dia"

5. Setelah takbir keempat membaca:

"Allahumma la tahrim naa ajrahu walaa taftinnaa badahu waghfirlanaa walahu.."

Artinya:

"Ya Allah janganlah kami tidak Engkau beri pahalanya, dan janganlah Engkau beri fitnah
kepada kami sesudahnya, dan berilah ampunan kepada kami dan kepadanya"

6. "Salam" kekanan dan kekiri.

Catatan: Jika jenazah wanita, lafazh hu diganti ha.

4. Menguburkan Jenazah
Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi
para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau
kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.
Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah
shallallahu alaihi wassalam telah melarangnya.

Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang
buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda:

Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim). (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Ahkamul
Janaaiz hal. 145)

Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur
pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk
huruf U memanjang).

A. Jenazah siap untuk dikubur. Allahul mustaan.

B. Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.


C. Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat
dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak
memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.

D. Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan:

BISMILLAHI WA ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan


berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam).

ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah


shallallahu alaihi wassalam.

Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam
posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua
kaki.
E. Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak
ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si
mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.

F. Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki
dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu
dari atasnya (agak samping).

G. Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu
yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
H. Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang
kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah
shallallahu alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.

I. Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah
shallallahu alaihi wassalam (HR. Bukhari).

J. Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat
riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat Irwaul Ghalil II/206). Lalu diletakkan
batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.

K. Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu
nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya.
Karena Rasulullah shallallahu alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR.
Muslim)

L. Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab


pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya
dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai
menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit
(dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit
bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.

Faedah :

Menurut aturan syariat, kuburan itu dibuat dengan kedalaman sampai pertengahan tinggi
seorang laki-laki dan dibuatkan ke dalamnya liang lahad di arah kiblat, dan jenazah
diletakkan di dalam liang lahad dengan bertumpu pada sisi kanan badannya (miring ke kanan,
pen.) kemudian tali-tali pengikat kafan itu dibuka, tidak dicabut tapi dibiarkan begitu saja,
dan wajahnya tidak perlu disingkap baik jenazah laki-laki atau perempuan. Kemudian diberi
batu bata besar yang didirikan dan (celah-celahnya) diberi adonan pasir supaya kuat dan bisa
menjaganya (jenazah) agar tidak ber-jatuhan debu/tanah. Bila sulit mendapatkan batu bata
boleh diganti yang lain seperti; papan, batu atau bambu yang dapat mengha-langi agar tanah
tidak masuk ke dalam. Setelah itu, baru ditimbun dengan tanah. Dan disunnahkan ketika itu
membaca:

"Dengan nama Allah dan sesuai dengan ajaran Rasulullah."

Disyariatkan bagi yang belum menshalatkannya untuk menshalatkannya setelah dikuburkan.


Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melaksanakan hal tersebut, tapi
dengan catatan hal itu boleh dilakukan dalam jangka waktu satu bulan atau kurang, dari
setelah dikuburkan. Bila sudah lewat dari satu bulan tidak disyariatkan lagi shalat di atas
kuburan. Karena tidak ada keterangan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan
shalat di atas kuburan setelah sebulan dari penguburan.

Tidak boleh bagi keluarga jenazah membuat makanan untuk orang-orang. Berdasarkan
perkataan seorang sahabat yang mulia Jarir bin Abdillah Al-bajali radhiallahu 'anhu

"Dulu kami menganggap, berkumpulnya (orang-orang) di tempat keluarga mayit dan


membuat makanan setelah penguburan, adalah termasuk 'niyahah' (ratapan yang hukumnya
haram)." (HR. Imam Ahmad dengan sanad yang baik).

Adapun membuatkan makanan untuk keluarga yang berkabung atau tamu-tamu mereka maka
tidak apa-apa. Bahkan dianjurkan oleh agama, agar para kerabat dan para tetangga membuat
makanan bagi mereka. Karena, ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar kabar
kematian Ja'far bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu di Syam, beliau meminta keluarga beliau
untuk membuat makanan yang diberikan kepada keluarga Ja'far. Beliau bersabda:

"Sesungguhnya telah menimpa kepada mereka musibah yang telah menyibukkan mereka."

Keluarga jenazah boleh memanggil para tetangga dan yang lainnya untuk makan makanan
yang telah dihadiahkan bagi mereka dan menurut pengetahuan kami tentang hukum syara',
tidak ada batasan waktu untuk hal itu.
Tidak dibolehkan bagi seorang perempuan berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga
hari, kecuali yang meninggal adalah suaminya. Saat itu dia harus berkabung selama empat
bulan sepuluh hari, kecuali kalau dia hamil maka sampai dia melahirkan. Berdasarkan hadits
shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal ini.

Adapun bagi seorang laki-laki tidak boleh mempunyai masa berkabung atas kematian
seorang kerabat dan yang lainnya.

Disyariatkan bagi kaum pria untuk berziarah kubur dari waktu ke waktu. Tujuannya untuk
mendo'akan yang mati, memohon-kan rahmat untuk mereka, juga untuk mengingatkan akan
kematian dan apa yang ada setelah itu. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Ziarahilah kubur itu, sesungguhnya dia akan mengingatkan kalian tentang alam akhirat."
(Hadits dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada para sahabatnya apabila
mereka berziarah kubur untuk mengucapkan:

"Keselamatan untuk kalian wahai ahli kubur dari kaum mu'minin dan muslimin, dan
sesungguhnya kami --Insya Allah-- akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah
keselamatan untuk kami dan untuk kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mati
lebih dahulu dari kami dan juga orang-orang yang akan mati belakangan."

Adapun kaum wanita, maka dia tidak boleh melakukan ziarah kubur, karena Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat kaum wanita yang menziarahi kubur. Alasannya adalah
karena takut terjadi fitnah dan tidak mampu menahan kesabaran. Begitu pula, mereka tidak
boleh ikut mengantar jenazah sampai ke kuburan. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam juga melarang hal tersebut. Akan tetapi, menshalatkan jenazah --baik di masjid
maupun di tempat lain-- dibolehkan untuk pria dan wanita semuanya.

5. Takziyah
Harus kita ketahui, kematian adalah taqdir dan ketentuan dari Allah. Dia berfirman:










Tidak ada suatu musibahpun yang menimpa seseorang, kecuali dengan ijin Allah; Dan
barangsiapa yang beriman kepadaNya, niscaya Allah akan memberi petunjuk hatinya. Dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [At Taghabun:11].

Apabila seseorang yakin ketika dia tertimpa musibah, kehilangan suami atau anak dan
kerabatnya, bahwa semua itu dengan ijin dari Allah, maka Allah akan memberikan taufik
kepada hatinya untuk rela terhadap taqdirNya.
Adapun yang dimaksud dengan takziyah, yaitu menghibur keluarga mayit dengan
menganjurkan supaya mereka bersabar terhadap taqdir Allah dan mengharapkan pahala
dariNya. Waktu takziyah, dimulai ketika terjadinya kematian, baik sebelum dan setelah
mayat dikubur, sehingga hilang dan terlupakan kesedihan mereka.

1. Takziyah kepada keluarga mayit adalah Sunnah. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:











( )



Tidak ada seorang mukmin yang memberikan takziyah kepada saudaranya dalam suatu
musibah, kecuali Allah akan memberikan kepadanya dari pakaian kehormatan pada hari
kiamat. [HR Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh Al Albani]

2. Sebaik-baik ucapan takziyah adalah takziyah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam


kepada putrinya Zainab, ketika Zainab mengirim utusan kepada Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam memberitahukan bahwa bayinya meninggal dunia. Beliau bersabda:



()

Sesungguhnya milik Allah untuk mengambilnya dan milikNya untuk diberikan, dan segala
sesuatu disisiNya dengan ketentuan yang sudah ditetapkan waktunya. Maka, hendaknya
engkau sabar dan ihtisab. [HR Bukhari].
3. Disunnahkan untuk membuat makanan bagi keluarga mayit, karena mereka sibuk dengan
musibah yang menimpanya.
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan hal itu, ketika Jafar bin Abi Thalib
Radhiyallahu anhu mati syahid. Beliau bersabda:



)




(
Buatkanlah makanan untuk keluarga Jafar karena telah datang perkara yang menyibukkan
mereka. [HR Abu Dawud, dihasankan oleh Syaikh Al Albani].

Keluarga mayit tidak dibenarkan membuat makanan untuk orang yang datang, karena hal
ini akan menambah atas musibah mereka dan menyerupai perbuatan orang jahiliyah. Yakni
termasuk niyahah yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Dari Jarir bin Abdullah Al Bajali, beliau berkata:








()
Kami dahulu menganggap berkumpul di tempat keluarga mayit, dan mereka membuatkan
makanan kepada orang yang datang termasuk niyahah. [HR Ibnu Majah, dan dishahihkan
oleh Syaikh Al Albani].

4. Tidak boleh sengaja berkumpul untuk takziyah di tempat manapun juga, baik di rumah
atau di tempat yang lain, dan tidak boleh juga mengumumkannya, karena tidak ada dalilnya.
Dan sebagian Salaf menganggap, bahwa hal ini termasuk niyahah (meratap).

5. Tidak diperbolehkan membaca Al Quran ketika takziyah, terlebih menyewa orang-orang


untuk membaca Al Quran dan berkumpul dengan suatu hidangan makanan sebagaimana
banyak terjadi di kalangan kaum muslimin.

6. Ketika takziyah, tidak boleh mengkhususkan pakaian dengan satu warna tertentu, seperti
warna hitam. Karena hal ini tidak pernah dikerjakan oleh Salaf.

7. Bagi orang yang sedih, tidak boleh merobek bajunya atau menampar pipinya atau
berteriak dengan ucapan jahiliyah.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:










( )
Tidak termasuk dari golongan kami orang yang memukul pipinya atau merobek bajunya
atau menyeru dengan seruan jahiliyah. (HR Muslim).

Dari Abu Musa Al Asyari Radhiyallahu anhu , beliau berkata:














( )

Saya berlepas diri dari orang yang Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berlepas diri
dari mereka. Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berlepas diri dari orang
yang mengangkat suaranya ketika tertimpa musibah dan orang yang mencukur rambutnya
dan orang yang merobek bajunya. [HR Bukhari].

8. Diperbolehkan menangisi mayit. Karena Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam


menangis ketika Ibrahim, putra Beliau meninggal dunia. Beliau bersabda:






( )

Air mata mengalir dan hati menjadi sedih, akan tetapi kita tidak mengucapkan kecuali apa
yang diridhai oleh Allah. Dan kami sungguh sedih berpisah denganmu, wahai Ibrahim. [HR
Bukhari dan Muslim].

Selama tidak adanya nadab (yakni menyebut-nyebut kebaikan mayit dengan huruf nadab,
yaitu ya) dan niyahah (yakni meratapi mayit dengan mengeraskan suara dengan satu
alunan). [Lihat Asy Syarhul Mumti (489/493)].

9. Para ulama telah sepakat haramnya niyahah, yaitu dengan menyebut-nyebut kebaikan
mayit dengan mengeraskan suaranya. Karena dalam hal ini terdapat perbuatan jahiliyah,
serta tidak menerima terhadap taqdir dan ketentuan Allah. Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam bersabda:











()

Orang yang meratap apabila dia tidak bertaubat sebelum meninggal dunia, maka dia akan
dibangkitkan pada hari kiamat, sedangkan pada tubuhnya pakaian dari ter dan baju besi dari
kudis. [HR Muslim].

Dan dari Umar Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, Beliau
bersabda:

( )


Seorang mayit akan disiksa di kuburnya dengan sebab niyahah yang ditujukan kepadanya.
[HR Muslim].

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu,















( )
Sesungguhnya Hafshah menangisi kematian Umar. Beliau berkata,Sabarlah, wahai
saudariku. Tidakkah engkau mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,Sesungguhnya seorang mayit akan disiksa karena tangisan keluarganya. [HR
Muslim].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Menurut pendapat yang benar, bahwa mayit akan
tersiksa karena tangisan yang ditujukan kepadanya sebagaimana disebutkan oleh hadits-
hadits yang shahih. [Lihat Majmu Fatawa (24/369,370)].

10. Tidak diperbolehkan mencela orang yang sudah meninggal dunia.


Dari Aisyah, beliau berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam :


)




(
Janganlah kalian mencela orang yang sudah mati, karena mereka mendapatkan dari apa
yang telah mereka kerjakan. [HR Bukhari].

11. Disunnahkan untuk ziarah kubur dengan tujuan untuk mengambil pelajaran dan
mengingatkan kematian, meskipun ziarah kubur orang yang mati dalam keadaan kafir.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata:













( )
Nabi ziarah kubur ibunya. Beliau menangis dan membuat orang-orang yang di sampingnya
menangis. Beliau bersabda,Aku telah minta ijin dari Rabb-ku untuk memohonkan
ampunan untuk ibuku, akan tetapi Allah tidak mengijinkanku. Kemudian aku minta ijin
untuk ziarah ke kuburannya, maka Allah mengijinkan kepadaku. Ziarahlah kalian ke
kuburan, karena akan mengingatkan kalian kepada kematian. [HR Muslim].

12. Disunnahkan bagi orang yang ziarah kubur untuk mengucapkan doa.
Diantara doa yang masyru, dari Aisyah Radhiyallahu anha :















()
Semoga keselamatan bagi kalian yang tinggal di sini dari kaum mukminin dan muslimin.
Semoga Allah merahmati orang yang terdahulu dan orang yang kemudian. Dan kami, insya
Allah akan menyusul kalian. [HR Muslim].

Dari Buraidah Radhiyallahu anhu, dia berkata: Dahulu Rasulullah Radhiyallahu anhu,
mengajarkan kepada para sahabat, apabila mereka keluar ke kuburan, maka satu diantara
mereka berdoa:



(
) ( )

( )




Semoga keselamatan bagi kalian yang ada di sini dari kaum mukminin dan muslimin. Dan
kami, insya Allah, sungguh akan menyusul kalian. Kalian lebih dahulu daripada kami dan
kami mengikuti kalian. Saya minta kepada Allah kesejahteraan untuk kami dan kalian. [HR
Muslim].

13. Tidak boleh bagi wanita untuk ihdad (berkabung) lebih dari tiga hari, kecuali apabila
ditinggal mati suaminya; maka dia ihdad selama empat bulan sepuluh hari. Kecuali apabila
dia hamil, maka selesai masa ihdadnya ketika dia melahirkan kandungannya.

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkata: Telah menjadi kebiasaan di beberapa
negara Islam pada zaman sekarang adanya perintah untuk ihdad (berkabung) karena
meninggalnya seorang raja atau pemimpin selama tiga hari atau kurang atau lebih, disertai
dengan liburnya kantor-kantor pemerintahan dan pengibaran bendera. Tidak diragukan lagi,
bahwa hal ini menyelisihi syariat Islam dan tasyabbuh dengan musuh-musuh Islam.
Padahal telah datang hadits-hadits yang shahih yang melarang dan memperingatkan tentang
ihdad, kecuali bagi seorang istri, (dia) diperbolehkan ihdad ketika ditinggal mati suaminya
selama empat bulan sepuluh hari. Sebagaimana boleh bagi wanita untuk ihdad tidak lebih
dari tiga hari, apabila ada kerabatnya yang mati. Adapun selain itu, maka dilarang. Dan
tidak ada tuntunannya di dalam syariat yang sempurna ini dalil yang membolehkan ihdad
terhadap seorang raja atau pemimpin atau orang lain. Padahal telah meninggal dunia pada
zaman Nabi putra Beliau, (yaitu) Ibrahim dan tiga orang putrinya, dan Beliau tidak pernah
ihdad sama sekali. Dan pada waktu itu, terbunuh panglima-panglima perang Mutah, Beliau
pun tidak ihdad. Kemudian Beliau wafat, sedangkan Beliau makhluk yang paling mulia.
Kematian Beliau merupakan musibah yang paling besar. Akan tetapi, tidak seorangpun
diantara sahabat yang melakukan ihdad. [Lihat Majmu Al Fatawa (1/415)].

14. Ada beberapa amalan orang hidup yang akan bermanfaat bagi mayit. Diantaranya:
Doa seorang muslim untuknya.
Apabila walinya mengqadha puasa nadzarnya.
Apabila walinya atau orang lain melunasi hutangnya.
Amal yang dikerjakan oleh anaknya yang shalih, maka kedua orang tuanya akan
memperoleh pahala yang serupa.
Amalan shalih dan shadaqah jariyah

Anda mungkin juga menyukai