Anda di halaman 1dari 33

LABORATORIUM AGROHIDROLOGI

DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
ACARA VII
KUALITAS AIR UNTUK PERTANIAN

ABSTRAK
Praktikum Pengelolaan Air untuk Pertanian acara 7 Kualitas Air untuk Pertanian dilaksanakan pada
hari jumat, 18 Maret 2016. Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui cara menghitung kualitas air
secara kuantitatif. Praktikum ini menggukan alat ukur pH meter dan EC meter. Adapun alat dan bahan
yang digunakan pada praktikum ini antara lain: pH meter, EC meter, tabung nessler, gelas beker 500 ml
dan 50 ml, pipet olumetric, dan reagen warna. Tiga sungai besar sebagai Jantung Kota yang diamati
dalam praktikum ini diantaranya Sungai Gajahwong, Sungai Winongo dan Sungai Code. Pengambilan
sampel dilakukan dengan mengambil tiga bagian sungai yaitu dua tepi sungai dan bagian tengah sungai
sehingga mendapatkan tiga sampel air. Setelah sampel diambil, dilakukan uji di laboratorium. Seluruh
sampel air dimasukan dalam gelas beker 500ml kemudian sampel air tersebut dimasukkan dalam gelas
beker 50 ml untuk dilakukan uji sedimen, sisa sampel air digunakan untuk uji pH dan DHL dengan
memasukkan air ke dalam 4 cepuk plastik (untuk 2 ulangan pengamatan) serta uji warna kekeruhan air.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air adalah suhu, kekeruhan, kecerahan salinitas, pH, bahan
terlarut, nilai BOD dan COD. Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum ini, kualitas air yang
paling baik adalah sungai Code dan kualitas air yang paling buruk adalah Sungai Winongo.

Kata kunci : kualitas air; DHL; kekeruhan; warna; pH

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan yang sangat penting dan tidak bisa diganti perannya bagi
makhluk hidup. Kualitas air merupakan penentu kelangsungan kehidupan makhluk hidup
kedepannya, khususnya manusia. Pencemaran air memiliki pengertian bahwa adanya
penyimpangan sifatsifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurnian air tersebut. Air
yang tersebar di bumi ini tidak pernah terdapat dalam bentuk murni. Namun bukan berarti
bahwa semua sudah tercemar.Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua
bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air
menutupi hampir 71% permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun kubik tersedia di bumi.
Untuk menentukan kualitas air, pengamatan dilakukan berdasarkan berbagai
parameter air baik fisika, kimia, dan biologinya. Dari segi parameter fisika yaitu suhu, tingkat
kecerahan, tingkat kekeruhan dan tingkat kedalaman. Parameter kimia yaitu Ph, O 2 terlarut
dan CO2 bebas, sedangkan untuk parameter biologi yaitu plankton dan bentos. Kini dengan
adanya pencemaran-pencemaran air oleh pabrik maupun rumah tangga, kandungan zat-zat
kimia di dalam air semakin meningkat dan pada akhirnya kualitas air tersebut menurun. Oleh
karena itu, diperlukan analisa air untuk menentukan dan menghitung zat-zat kimia yang
terkandung di dalam air sehingga dapat diketahui air tersebut membahayakan kesehatan,
layak tidaknya dikonsumsi maupun sudah tercemar atau belum. Analisa air termasuk ke
dalam kimia analisa kuantitatif karena menentukan kadar suatu zat dalam campuran zat-zat
lain. Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan
suatu kegiatan atau keperluan tertentu dengan demikian, kualitas air akan berbeda dari suatu
kegiatan ke kegiatan lain, sebagai contoh: kualitas air untuk keperluan irigasi berbeda dengan
kualitas air untuk keperluan air minum.
B. Tujuan
Mengetahui cara menghitung kualitas air secara kuantitatif.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Pesatnya laju pembangunan di negara kita tak terelakkan telah menimbulkan dampak
negatif terhadap kualitas lingkungan hidup, terutama penurunan kualitas air. Satu-satunya
upaya yang dapat dilakukan adalah meminimalkan pengaruh yang mungkin muncul, melalui
telaah-telaah yang komperhensif terhadap pengaruh suatu kegiatan dengan beberapa
parameter kualitas lingkungan. Penelaahan parameter kualitas air memerlukan suatu
pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang pengertian (terminologi) parameter
kualitas air, keterkaitan antar-parameter, hubungan kausatif antar-parameter, dan peran
parameter-parameter tersebut dalam keseimbangan lingkungan perairan (Effendi, 2003). Air
mungkin mempunyai kualitas yang buruk ketika sangat asam, kaya nutrisi dan bahan organik,
tinggi padatan suspensi atau tercemar dengan bahan kimia industri atau pertanian. Namun,
jika tanah memiliki ketersediaan input yang baik dari segi nutrisi dan bahan organik dapat
menyebabkan air tanah berada dalam keadaan yang buruk. Maka, tanah dan air mempunyai
masalah secara umum di tempat tambak, dan banyak metode yang digunakan untuk
memperbaiki tanah pada tambak dan perbaikan air (Adhikari, 2003).
Pemakaian air untuk pertanian adalah terbanyak, dimana untuk Indonesia
diperkirakan sekitar 76% dari pemakaian air total dalam tahun 1987 (Gleick, 1998 cit Arsyad
dan Rustiadi, 2008) dan 64% dalam tahun 1990 menurut perkiraan Balai Penyelidikan Air.
Mengingat besarnya pemakaian air di sektor pertanian, maka peningkatan efisiensi
pemakaian akan sangat berarti bagi penyedia air untuk keperluan lain atau untuk
meningkatkan produksi pertanian (Arsyad dan Rustiadi, 2008). Sumberdaya air dipandang
sebagai barang bebas (free goods) sehingga diambil dan dimanfaatkan secara berlebihan,
sehingga menimbulkan pengikisan sumberdaya (disseipasipastion resource), sumberdaya air
tidak terdistribusi sesuai dengan tempat dan waktu yang dibutuhkan, dimana menimbulkan
kekeringan dan banjir pada wilayah tertentu. keadaan ini tidak terjadi jika pengelolaan
sumberdaya air menitikberatkan pada aspek ekonomi sumberdaya air, karena ketimpangan
distribusi antara wilayah dan waktu dapat diatasi dengan pertukaran dan transfer hak atas
sumberdaya air antara pengguna yang memiliki volume yang berlebihan tetapi nilainya
rendah dengan pengguna yang memiliki volume yang rendah tetapi nilainya tinggi (Arsyad
dan Rustiadi, 2008).
Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang potensial, karena air tanah
dimanfaatkan sebagai sumber pemasok kebutuhan air, khususnya sebagai air minum di suatu
daerah (Widyaningsih et al., 2012). Potensi air tanah dan kualitasnya di suatu wilayah
dikaitkan dengan penggunaan air tanah dapat diketahui melalui penelitian penyebaran sistem
akuifer dan sifat-sifat kimia airtanah. Namun secara alami, tidak semua batuan dapat
bertindak sebagai akuifer karena sangat tergantung pada pori-pori batuan dan
permeabilitasnya (Kodoatie, 1996 cit Haumahu, 2011). Kontaminasi dari terestrial dan
lingkungan air dari aplikasi langsung dan tidak terarah oleh adanya proses pelindian, runoff,
dan kejadian deposisi kering dan basah. Polusi yang ekstrim memungkinkan hasil dari adanya
proses jatuh, pembuangan dari tempat residu, atau alat operasi pembersihan (Caux et al.,
1998). Air tanah mengandung unsur-unsur dalam jumlah tertentu yang berasal dari proses
berlangsungnya siklus hidrologi dari pembentukan uap air di atmosfer hingga selama
pengalirannya di dalam tanah (Heraclitus & Biswas, 1970 cit Appelo & Postma, 1993 cit
Haumahu, 2011).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat)
kelas yaitu: Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk baku air minum, dan
peruntukan yang lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yangmempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; kelas
tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi persawahan, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; dan kelas empat, air yang peruntukannya
dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut (Rahadi dan Novia, 2012).
Strategi pengendalian pencemaran air merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka
pencegahan dan penanggulangan terjadinya pencemaran air serta pemulihan kualitas air
sesuai kondisi alaminya sehingga kualitas air sungai terjaga sesuai dengan peruntukkannya.
Strategi pengendalian pencemaran air memerlukan serangkaian kriteria dan alternatif untuk
mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan kondisi dan kemampuan sumber daya yang
ada. Strategi pengendalian pencemaran air dirumuskan berdasarkan wawancara mendalam
dengan keyperson serta berdasarkan hasil AHP (Analytic Hierarchy Process) . Kriteria dan
alternatif untuk mencapai tujuan strategi pengendalian pencemaran air disusun berdasarkan
hasil surve lapangan serta diskusi terhadap keyperson yang berkompeten dalam pengendalian
pencemaran air (Agustiningsih et al., 2012).
Aspek sosial kelembagaan menjadi aspek prioritas dalam pengendalian pencemaran
air dikarenakan pemanfaatan sumber daya alam dan kualitas lingkungan berkaitan dengan
pola perilaku masyarakat di sekitarnya. Begitu pula dengan kondisi dan kualitas air sungai
Blukar, dipengaruhi oleh masukkan buangan air limbah yang berasal dari daerah tangkapan
airnya yang dipengaruhi oleh aktivitas perencanaan menjadi aspek prioritas kedua. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam strategi pengendalian pencemaran air diperlukan suatu
instrumen kebijakan yang dijadikan pedoman dalam pengendalian pencemaran termasuk
pembagian peran antar instansi terkait. Aspek ekologi menjadi prioritas ketiga, bahwa dalam
melakukan upaya pencegahan pencemaran air dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas
lingkungan sekitar sumber air (Agustiningsih et al., 2012).

III. METODOLOGI
Praktikum Pengelolaan Air untuk Pertanian acara 7 Kualitas Air untuk Pertanian
dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Maret 2016 di Laboratorium Agrohidrologi, Departemen
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tujuan dari praktikum
acara 7 ini adalah untuk mengetahui cara menghitung kualitas air secara kuantitatif. Adapun
alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain: pH meter, EC meter, tabung nessler, gelas
beker 500 ml dan 50 ml, pipet olumetric, dan reagen warna.
Sebelum melakukan praktikum acara 7, setiap kelompok mengambil sampel air di
sungai Gajahwong. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil tiga bagian sungai
yaitu dua tepi sungai dan bagian tengah sungai sehingga mendapatkan tiga sampel air. Setelah
sampel diambil, dilakukan uji di laboratorium. Seluruh sampel air dimasukan dalam gelas
beker 500ml kemudian sampel air tersebut dimasukkan dalam gelas beker 50 ml untuk
dilakukan uji sedimen, sisa sampel air digunakan untuk uji pH dan DHL dengan memasukkan
air ke dalam 4 cepuk plastik (untuk 2 ulangan pengamatan) serta uji warna kekeruhan air.
Uji sedimentasi dilakukan dengan memasukkan air dari gelas beker 50 ml ke dalam
cawan kosong. Kemudian cawan tersebut di oven untuk mengetahui berat cawan setelah
dioven. setelah itu, cawan dicuci kemudian ditimbang untuk mengetahui berat cawan kosong.
Lokasi Sampel Warna pH DHL (mS/cm) Bahan Terlarut
(gram)
Code +++++ 7,91 324 88
Winongo I ++++ 7,65 302 256
Gadjah Wong I +++ 7,72 276 188
Gadjah Wong ++ 7,85 255 228
II
Winongo II ++ 7,85 330,5 246
Selisih antara berat cawan setelah dioven dan cawan kosong adalah berat sedimen atau
endapan pada air sungai tersebut. Uji pH dan DHL dilakukan dengan menggunakan alat pH
meter dan EC meter. Langkah ini dilakukan dengan memasukkan ujung sensor kedua alat ke
dalam air sampai muncul angka stabil pada layar kedua alat tersebut. Untuk menguji air pada
cepuk yang berbeda ujung sensor alat perlu diberi aquades terlebih dahulu. Uji warna
kekeruhan air dilakukan dengan mengamati langsung dan mengurut tingkat kekeruhan dari
seluruh 5 jenis pengambilan sampel air sungai yang berbeda. Seluruh parameter uji kemudian
ditulis pada tabel hasil pengamatan kemudian dibahas pada bagian pembahasan.

IV. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Warna, pH, Daya Hantar Listrik, dan Bahan Terlarut Sampel Sungai
Keterangan: semakin banyak tanda plus (+) warnanya semakin gelap
V. PEMBAHASAN
Yogyakarta mempunyai tiga sungai besar sebagai Jantung Kota diantaranya Sungai
Gajahwong, Sungai Winongo dan Sungai Code. Sungai Gajahwong adalah sebagian kecil
dari beberapa sungai yang terdapat di Yogyakarta. Sungai Gajahwong merupakan salah satu
sub DAS dari DAS Opak (Dinas SDA Kabupaten Bantul, 2013). Sungai Gajahwong
merupakan Sub DAS Opak, yang meliputi wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan
Kabupaten Bantul. Sungai Gajahwong ini memiliki luas sekitar 46.082 km2. Sungai
Gajahwong terletak di Kabupaten Sleman di bagian hulu terdiri dari Kecamatan Pakem,
Ngemplak, Ngaglik, dan Depok (BLH, 2015). Untuk bagian tengah masuk ke dalam wilayah
Kota Yogyakarta yang terdiri dari Kecamatan Umbulharjo, Kotagede, dan Gondokusuman;
sedangkan daerah hilir termasuk termasuk wilayah Kabupaten Bantul yang terdir dari
Kecamatan Pleret dan Banguntapan. Batas dari Daerah Aliran Sungai sebelah utara dibatasi
oleh Gunung Merapi, sebelah Barat dibatasi oleh sub DAS Code, Sebelah timur dibatasi Sub
DAS Mruwe dan Tambak Bayan, sebelah selatan masuk ke dalam system DAS Opak. Sungai
Gajahwong merupakan daerah aliran sungai yang terletak pada zona tengah Jawa Tengah,
yaitu terletak pada lereng selatan Gunung Merapi. Sehingga material yang terdapat pada
sungai Gajahwong mempunyai permeabilitas yang bersar, karena tersusun oleh endapan
Vulkanik Merapi Muda. Dasar dari sungai Gajahwong kebanyakan berbatu dan berkrakal
besar kecil, kondisi gradient aliran airnya yang telatif miring menyebabkan terjadinya
genangan-genangan air diatas bendungan.
Kualitas air yang ada di Sungai Gajahwong dipengaruhi oleh limbah yang berada di
daerah sungai tersebut. Manfaat sungai Gajahwong ini meliputi penggunaan kebun, rumput,
permukiman, sawah, dan telaga. Daerah bagian hulu sungai banyak didominasi oleh
pengunaan lahan sawah dan pekarangan, perkebunan dan telaga. Untuk daerah bagian tengah
merupakan permukiman kota dan perkarangan dengan aktivitas pasat termasuk industri,
sedangkan daerah hilir sungai sebagaian besar berupa sawah, permukiman dan perkarangan.
Pencemaran sungai Gajahwong bagian hulu adalah rumah tangga, pertanian dan jasa. Sumber
pencemaran sungai Gajahwong bagian tengah adalah dari kegiatan pertanian dan pemukiman;
sedangkan dibagian hilir adalah pemukiman, jasa dan industri. Perilaku petani yang
berpengaruh terhadap kualitas air Gajahwong adalah cara pemupukan dan pengendalian
hama.
Parameter kualitas air di Sungai Gadjah Wong menurut Pergub DIY No. 20 Tahun
2008 yaitu meningkatnya kualitas air Sungai Gadjah Wongo ditandai dengan menurunnya
kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), dan
meningkatnya Coliform Total, deterjen dan minyak/lemak. Parameter kualitas air yang
konsentrasinya meningkat adalah TSS, sulfida total, nitrat, fenol dan pestisida yang
menyebabkan kualitas air Sungai Gajahwong menurun. Sungai Gajahwong juga mengalami
pencemaran oleh krom, TSS (Total suspended solid), BOD, sulfida total, nitrat, fenol,
minyak/lemak dan pestisida (aldrin/dieldrin), karena konsentrasinya melebihi ambang batas
baku mutu kualitas air kelas II.
Daerah pertanian yang dilewati oleh Sungai Gajahwong adalah Kecamatan
Umbulharjo, Kotagede, Gondokusuman, dan Bantul. Kecamatan Umbulharjo merupakan
salah satu wilayah Kota Yogyakarta yang sebagian besar wilayahnya dilalui sungai
Gajahwong, wilayahnya yaitu Kelurahan Muja-Muju, Kelurahan Warungboto, Kelurahan
Pandeyan, dan Kelurahan Giwangan. Ditinjau lebih jauh, terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas air. Faktor-faktor tersebut dibagi menurut 4 persyaratan yaitu fisika,
kimia, dan mikrobiologis serta radioaktif.
Berdasarkan Tabel 1, warna yang paling keruh adalah Sungai code sedangkan warna
paling jernih adalah Sungai Gadjah Wong II dan Sungai Winongo II. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah bahan terlarut yang terdapat dalam air
sungai yang mengalir. Bahan yang terlarut dalam air dapat berupa bahan organik maupun
bahan non organik. Nilai bahan terlarut dapat ditunjukkan pada Tabel 1 yang membuktikan
bahwa nilai bahan terlarut dengan satuan gram yang memiliki nilai tertinggi adalah Sungai
Winongo I dengan nilai 256 g/L. Pada kolom pH tidak menunjukkan keadaan yang ekstrim,
dari lima sungai yang diamati tidak menunjukkan pH yang masam maupun basa. pH yang
ditunjukkan dari semua sungai adalah mendekati netral yang memiliki range pH 7 sampai 8
sehingga dapat dikatakan mendekati netral. Sampah yang ada di aliran sungai tidak terlalu
mempengaruhi kualitas air sehingga pH yang dimiliki dari setiap sungai masih mendekati pH
netral. Air yang mendekati netral masih dapat digunakan untuk pengairan pembudidayaan
tanpa perlakuan khusus yang mengharuskan air yang mengalir adalah air yang aman terhadap
tanaman dan terbebas dari bahan meracun. Pada kolom Daya Hantar Listrik (DHL)
menunjukkan Sungai Winongo II memiliki nilai DHL tertinggi dengan nilai 330,5 mS/cm dan
yang terendah adalah Sungai Gadjah Wong II dengan nilai DHL 276 mS/cm. Adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi kualitas air, antara lain:
1. Suhu
Suhu air mempunyai pengaruh yang nyata terhadap proses pertukaran atau
metabolisme makhluk hidup. Selain mempengaruhi proses pertukaran zat, suhu juga
berpengaruh terhadap kadar oksigen yang terlarut dalam air, juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan nafsu makan ikan. Dalam berbagai hal suhu berfungsi sebagai syarat
rangsangan alam yang menentukan beberapa proses seperti migrasi, bertelur, metabolisme,
dan lain sebagainya. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia,
evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas
dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya. Selain itu, peningkatan suhu juga
meningkatkan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya
mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen (Effendi, 2003).
2. Kekeruhan
Kekeruhan dan warna dapat terjadi karena adanya zat-zat koloid berupa zat-zat yang
terapung serta terurai secara halus sekali, kehadiran zat organik, lumpur atau karena tingginya
kandungan logam besi dan mangan. Kehadiran amonia dalam air bisa berasal karena adanya
rembesan dari lingkungan yang kotor, dari saluran air pembuangan domestik. Amonia
terbentuk karena adanya pembusukan zat organik secara bakterial atau karena adanya
pencemaran pertanian. Kandungan besi dan mangannya tinggi (>0,3 mg/l untuk besi dan >0,1
mg/l untuk mangan) disebabkan batuan penyusun akuifer yang banyak mengandung logam
besi dan mangan. Pada umumnya senyawa besi dan mangan sangat umum terdapat dalam
tanah dan mudah larutdalam air terutama bila air bersifat asam. Kekeruhan yang tinggi dapat
mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat
organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Tingginya nilai
kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektifitas desinfeksi
pada proses penjernihan air (Effendi, 2003).

3. Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual
dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini
sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan
tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan
sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi, 2003).
Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat
terlarut, partikel-partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran
sungai dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air sungai menjadi rendah, sehingga dapat
menurunkan nilai produktivitas perairan. Parameter kecerahan dapat untuk mengetahui
sampai dimana proses asimilasi dapat berlangsung di dalam air. Air yang tidak terlampau
keruh dan tidak terlampau jernih baik untuk kehidupan ikan. Kekeruhan yang baik adalah
kekeruhan yang disebabkan oleh jasad renik atau plankton. Total Suspended Solid (TSS)
suatu contoh air adalah jumlah bobot bahan yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu,
dengan satuan mg per liter.
4. Warna
Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna sesungguhnya
(true color) dan warna tampak (apparent color). Warna sesungguhnya adalah warna yang
hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang terlarut. Sedangkan warna tampak
disebabkan oleh bahan kimia dan bahan tersuspensi (Effendi, 2003).
Warna air mempunyai hubungan dengan kualitas perairan. Warna perairan
dipengaruhi oleh adanya padatan terlarut dan padatan tersuspensi. Nilai warna perairan ada
kaitannya dengan masuknya limbah organik dan limbah anorganik yang berasal dari KJA
(keramba jaring apung) dan pemukiman penduduk yang berada disekitar wilayah perairan
(Effendi, 2003)
5. Salinitas
Salinitas adalah larutan garam yang pada kadar tertentu akan mempengaruhi kualitas
air. Parameter yang terpenting adalah konsentrasi kadar garam dan total larutan benda padat
atau Total Dissolved Solids (TDS). Definisi dari salinitas dan hubungannya dengan TDS
adalah berat total semua larutan substansi setiap unit berat air dengan semua karbon
teroksidasi, semua bromida dan iodium diganti oleh khlorine serta bahan organik teroksidasi
pada 480 C. Efek salinitas berpengaruh terhadap manusia karena kadar garam di dalam air
melebihi dari yang diijinkan maka pengaruh salinitas terhadap manusia adalah penurunan
kualitas dan potabilitas air yang berdampak pada kesehatan dan aktifitas manusia (Kodoatie,
1996).
Pada perairan laut dan limbah industri, salinitas perlu diukur. Salinitas adalah
konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas menggambarkan padatan total di
dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromina dan iodida
digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik yang telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan
dalam satuan g/kg atau promil (0/00). Terminologi yang mirip dengan salinitas adalah
klorinitas, yang hanya mencakup klorida, bromida, dan iodida, dan memiliki nilai yang lebih
kecil daripada salinitas (Effendi, 2003).
6. pH ( Derajat Keasaman)
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam
perairan Derajad keasaman menunjukkan suasana air tersebut apakah masih asam ataukah
basa. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan
suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan
bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa. Adanya karbonat,
bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam
mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Limbah buangan
industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. pH juga mempengaruhi
toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amoniak yang dapat terisolasi banyak ditemukan
pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik(innocuous). Namun,
pada suasana pH tinggi lebih banyak ditemukan amonia yang tidak terionisasi (unioized) dan
bersifat toksik. Amonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme
akuatik dibandingkan dengan amonium (Effendi, 2003).

7. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme di perairan, oksigen
juga diperlukan dalam proses dekomposisi senyawa- senyawa organik menjadi senyawa
anorganik. Sumber oksigen terlarut terutama berasal dari difusi oksigen yang terdapat di
atmosfer. Difusi oksigen ke dalam air terjadi secara langsung pada kondisi stagnant (diam)
atau karena agitasi (pergolakan massa air) akibat adanya gelombang atau angin. Kandungan
oksigen terlarut menunjukkan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air. Kadar oksigen
terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme
akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup. Kebutuhan oksigen sangat
dipengaruhi oleh suhu dan bervariasi antar-organisme. Keberadaan logam berat yang
berlebihan di perairan mempengaruhi sistem respirasi organisme akuatik sehingga saat kadar
oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme
akuatik menjadi lebih menderita (Effendi, 2003).
8. BOD
Secara tidak langsung, BOD merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi
karbondioksida dan air. Pada proses dekomposisi bahan organik, mikroba memanfaatkan
bahan organik sebagai bahan makanan dari suatu rangkaian reaksi biokimia yang kompleks.
Reaksi-reaksi tersebut dapat berupa katabolisme maupun reaksi anabolisme. Pada reaksi
katabolisme, makanan (bahan organik) dipecah atau diuraikan untuk menghasilkan energi.
Pada reaksi anabolisme, energi pada makhluk hidup melibatkan senyawa Adenosine
Triphosphate (ATP) (sebagai tempat penimpanan energi) dan senyawa Adenosine
Diphosphate (ADP). Pemecahan senyawa ATP dan ADP disertai dengan pelepasan energi.
Energi yang tersimpan dalam bahan anorganik digunakan untuk membentuk kembali ATP
dari ADP.
9. COD
Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan organik
dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dibantu dengan oksidator kuat (kalium
dikromat/ K2Cr2o7) dalam suasana asam. Dengan menggunakan dikromat sebagai oksidator
diperkirakan 95%-100% bahan organik dapat dioksidasi (Effendi, 2003).
Ada banyak manfaat dari mengetahui kualitas air. Pada bidang pertanian, kualitas air
akan menentukan ketahanan tanaman dalam suatu kondisi cekaman pada air. Kualitas air
yang buruk dapat menjadikan tanaman terhambat dalam fase pertumbuhan karena mengalami
toksisitas dari kandungan mineral atau ion yang terlarut dalam air. Hal ini juga akan
menentukan tanaman mana yang baik untuk kondisi air tertentu, atau apa yang dapat
dilakukan agar air dapat menjadi sesuai bagi pertumbuhan tanaman. Kualitas air pada suatu
kondisi tertentu juga dapat menentukan biaya untuk membeli bahan-bahan tambahan bagi air
tersebut agar sesuai dengan tanaman yang dibudidayakan. Kualitas air juga dapat menentukan
produktivitas tanaman. Di bidang non pertanian, kualitas air dapat menjadi indikator
penggunaan air. Misalnya baik atau buruk untuk pemandian air, kolam perikanan, air minum,
atau habitat organisme akuatik.

VI. KESIMPULAN
1. Pengukuran kualitas air secara kuantitatif dapat dilakukan dengan mengukur warna,
kekeruhan, DHL, dan bahan terlarut.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air adalah suhu, kekeruhan, kecerahan salinitas,
pH, bahan terlarut, nilai BOD dan COD.
3. Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum ini, kualitas air yang paling baik untuk irigasi
pertanian adalah sungai Code dengan warna air jernih dan bahan terlarut sedikit serta
kualitas air yang paling buruk adalah Sungai Winongo dengan warna air keruh dan bahan
terlarut banayak.

DAFTAR PUSTAKA
Adhikari, S. 2003. Fertilization, soil and water quality management in small-scale ponds. Soil and
Water Quality Management 8 (1): 11-13.

Agustiningsih, D., S. B. Sasongko, dan Sudarmo. 2012. Analisis kualitas air dan strategi pengendalian
pencemaran air sungai Blukar Kabupaten Kendal. Jurnal Presipitasi 9 (2): 64-71.

Arsyad, S. dan E. Rustiadi. 2008. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. Yayasan Obor Indoensia.
Jakarta.
Badan Lingkungan Hidup. 2015. Kualitas Air Sungai Daerah Istimewa Yogyakarta.
<http://blh.jogjaprov.go.id/kualitas-air/>. Diakses pada tanggal 23 Maret 2016.

Caux, P.Y., R. A. Kent, G. T. Fan and C. Grande. 1998. Canadian water quality guidelines for linuron.
Linuron Water Quality Guidelines 351 (1): 1-41.

Dinas SDA Bantul. 2013. Data Umum Daerah Aliran Sungai. <https://bantulkab.go.id/datapokok/.>
Diakses pada tanggal 23 Maret 2016.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Haumahu, J. P. 2011. Kualitas kimia air tanah di Kota Piru Kabupaten Seram Bagian Barat. Jurnal
Budidaya Pertanian 7 (2): 72-78.

Kodoatie, R.K.1996. Penghantar Hidrogeologi. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Rahadi, B. dan Novia, L. 2012. Penentuan kualitas air tanah dangkal dan arahan pengelolaan (studi
kasus Kabupaten Sumenep). Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (2): 97-104.

Widyaningsih, R., C. H. Muryani, dan D. Endarto. 2012. Kajian kualitas air tanah dangkal di area
industri tepung aren Desa Daleman Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten. Jurnal FKIP UNS,
1 (1): 1-10,
Pengelolaan Air untuk Pertanian (Acara VII: Kualitas Air untuk Pertanian)

Posted by: Rivandi Pranandita Putra (01/ 06/ 2013)

LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN

ACARA V. KUALITAS AIR UNTUK PERTANIAN

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian berkelanjutan merupakan suatu upaya memelihara, memperpanjang, meningkatkan


dan meneruskan kemampuan produktif dari sumberdaya pertanian untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi pangan. Guna mewujudkan pertanian berkelanjutan, sumberdaya
pertanian seperti air dan tanah yang tersedia perlu dimanfaatkan secara berdaya guna dan
berhasil guna. Kebutuhan akan sumberdaya air dan tanah cenderung meningkat dengan
adanya pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup, sehingga kompetisi dalam
pemanfaatannya juga semakin meningkat tajam baik antara sektor pertanian dengan sektor
non-pertanian maupun antar pengguna dalam sektor pertanian itu sendiri.

Pengelolaan air untuk memenuhi kebutuhan tanaman di lahan dapat dilakukan melalui irigasi.
Namun, saat ini pemeliharaan irigasi dan air irigasi di Indonesia kurang diperhatikan. Oleh
karena itu, kualitas air irigasi menjadi hal yang harus diperhatikan dengan baik agar produksi
pertanian dapat memenuhi standar kuantitas maupun kualitas. Kualitas air untuk pertanian
ini, harus tetap dijaga baik sebelum maupun sesudah memasuki areal pertanian.

1.2. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara menghitung kualitas air secara kuantitatif.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Air merupakan regulator yang universal dimana hampir berbagai macam zat terlarut di
dalamnya dan berinteraksi langsung dengan sistem yang terdapat dalam setiap organisme
hidup. Kualitas air merupakan salah satu aspek yang semakin banyak mendapatkan perhatian
dan pengelolaan sumber daya air. Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi
air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan ke kegiatan lain. Sebagai contoh: kualitas air untuk
keperluan irigasi berbeda dengan kualitas air untuk keperluan air minum. Kualitas air
mengacu pada kandungan polutan yang terkandung dalam air dan kaitannya untuk
menunjang kehidupan ekosistem yang ada di dalamnya. Dalam memahami kualitas air, kita
perlu mengetahui sifat-sifat air terlebih dahulu (Haslam, 1995).

Air irigasi didistribusikan ke petak pertanian dengan jumlah dan kualitas air sesuai kebutuhan
tanaman yang diusahakan, serta mengalirkan kelebihan air ke tempat lain hingga tidak
merusak tanaman. Air irigasi yang cukup dengan kualitas air yang sesuai dengan peruntukan
tanaman dapat mendukung pertanian sehat. Salah satu parameter yang digunakan untuk
mengukur kualitas air adalah baku mutu air, yaitu batas kadar yang diperbolehkan bagi zat
atau bahan pencemar dalam air tetapi masih sesuai dengan peruntukannya. Sesuai keputusan
Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Negara tentang Pedoman Penetapan Baku
Mutu Lingkungan, air irigasi termasuk golongan D yang diperuntukkan bagi pertanian dan
dapat pula digunakan untuk usaha perkotaan, industri, dan listrik tenaga air. Persyaratan
kualitas air golongan D ini lebih rendah disbanding golongan A, B, dan C yang berturut-turut
diperuntukkan bagi air minum, mandi, serta peternakan dan perikanan. Berbagai persyaratan
tersebut meliputi sifat fisik, kimia dan biologi. Sifat fisik memuat seperti kekeruhan dan
warna kekeruhan air terkait padatan yang tersuspensi, sementara sifat kimia diantaranya
adalah derajat keasaman, kadar O2 terlarut, serta padatan terlarut seperti nitrat fosfat dan
residu pestisida. Untuk sifat biologi, parameter yang digunakan adalah jumlah
mikroorganisme pathogen yang ada di dalam air (Anonim, 2010).

Kualitas air dijabarkan dalam kekeruhan yang dinyatakan dalam NTU (Nephelometric
Turbidity Units). Semakin banyak padatan tersuspensi dalam air maka air terlihat semakin
kotor dan nilai NTU nya semakin tinggi. Nilai pH air mengindikasikan apakah air bersifat
asam atau basa. Tingkat pH yang baik untuk air minum adalah antara 6,5 dan 8,5. Nilai pH di
bawah 6,5 akan terlalu asam dan pH di atas 8,5 akan terlalu basa. Secara umum, kualitas air
harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan mikrobiologi, fisika, kimia dan
radioaktif. Parameter kualitas air tersebut harus dipenuhi sesuai standar yang telah ditetapkan
oleh Departemen Pertanian sebelum didistribusikan ke tanaman budidaya (Anonim, 2011).

Pencemaran air dapat dijadikan indikator penentuan kualitas air. Pencemaran air
dikelompokkan menjadi empat, yaitu dari bahan organik, anorganik, zat kimia, dan limbah.
Bahan buangan organik biasanya berupa limbah yang dapat terdegradasi oleh
mikroorganisme sehingga dapat meningkatkan perkembangan mikroorganisme. Sementara
itu, bahan buangan anorganik berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan
mikroorganisme tidak dapat mendegradasinya. Macam-macam bahan anorganik berasal dari
logam-logam seperti ion kalsium (Ca), ion timbal (Pb), ion magnesium (Mg), ion arsen (As),
dan air raksa (Hg). Bila logam-logam tersebut mencemari air, maka akan menimbulkan
akumulasi yang pada akhirnya menyebabkan air menjadi sadah dan mengganggu kesehatan
manusia. Bahan buangan yang berasal dari zat kimia dihasilkan oleh sabun, pestisida, zat
warna kimia, larutan penyamak kulit, dan zat radioaktif. Limbah adalah zat, energi atau
komponen lain yang dikeluarkan/ dibuang akibat sesuatu kegiatan baik industry maupun non-
industri. Limbah bisa merusak kualitas air untuk pertanian dan membahayakan kesehatan
tanaman budidaya (Harmayani dan Konsukartha, 2007).

Kondisi DAS dikatakan baik jika memenuhi beberapa kriteria, antara lain kualitas air baik
dari tahun ke tahun, debit sungai konstan dari tahun ke tahun, ketinggian air muka tanah
konstan dari tahun ke tahun, serta fluktuasi debit antara debit maksimum dan minmum kecil.
Ini digambarkan dengan nisbah debit tersebut. DAS sendiri merupakan suatu sistem yang
mempunyai potensi besar untuk mengalami polusi atau pencemaran. Komponen utama DAS
yang berpotensi untuk tercemar adalah badan air dan tanah, yang selanjutnya akan
berpengaruh pula pada makhluk hidup (manusia, hewan, dan tumbuhan) yang berinteraksi
dengan komponen-komponen yang ada dalam sistem DAS atau daerah yang dipengaruhinya.
Penurunan kualitas air di DAS antara lain disebabkan oleh: (a) meningkatnya kandungan
sedimen dalam air sungai, (b) sistem pembuangan air limbah industry di sepanjang aliran
sungai sehingga terjadi pencemaran, (c) limbah rumah tangga yang ikut mempengaruhi
kualitas air dan (d) akibat negatif intensifikasi pertanian (Mulyadi et al., 2008).

Daerah Aliran Sungai Code, Winongo, dan Gajah Wong sebagian besar dimanfaatkan untuk
berbagai kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Limbah dari kegiatan tersebut umumnya
langsung dibuang ke dalam sungai dan akan berdampak sangat buruk terhadap kualitas
sungai. Dampak buruk terhadap kualitas air sungai tersebut tentu saja tergantung dari jenis,
jumlah, dan sifat dari limbah yang masuk ke dalam sungai. Nilai pH air yang normal adalah
sekitar 6 7,5 (normal). Fluktuasi nilai pH pada air sungai dipengaruhi oleh berbagai hal,
antara lain (i) bahan organik atau limbah organik, meningkatnya kemasaman dipengaruhi
oleh bahan organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses penguraian; (ii) bahan
anorganik atau limbah anorganik, air limbah industri bahan organik umumnya mengandung
asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga kemasamannya juga tinggi; (iii) basa dan garam
basa dalam air seperti NaOH2 dan Ca(OH)2 dan sebagainya; (iv) hujan asam akibat emisi gas
(Siradz et al., 2008).

Masalah yang ditimbulkan oleh air irigasi terkait kualitasnya dapat berupa salinitas, daya
hantar listrik (EC), kandungan lumpur, pH, akumulasi Na+. Cl-, dan BO3- yang bersifat
racun, serta kandungan N yang tinggi. Kesemuanya itu dapat menurunkan kuantitas maupun
kualitas hasil panen atau bersifat korosif terhadap alat-alat pertanian. Salinitas terjadi bila
garam-garam yang berasal dari air tanah yang dangkal dan salin atau dari garam-garam yang
terlarut dalam air irigasi terakumulasi pada zona perakaran sehingga tanaman tidak mampu
menyerap air dari tanah dalam jumlah cukup banyak untuk memenuhi kebutuhannya. Apabil
penyerapan air sangat menurun maka tanaman akan memperlihatkan gejala kekeringan dan
bila tidak segera diatasi dapat merugikan atau bahkan kegagalan panen (Ayers dan Westcot,
1989).

Dalam menentukan kualitas air dikenal tiga parameter utama, yaitu oksigen terlarut,
kebutuhan oksigen biologis, dan kebutuhan oksigen kimia. Oksigen (O2) merupakan
parameter penting dalam air. Sebagian besar makhluk hidup dalam air membutuhkan O2
untuk mempertahankan hidupnya, baik tanaman air maupun hewan yang hidup di air
bergantung pada oksigen terlarut. Keseimbangan oksigen terlarut dalam air secara alamiah
terjadi secara berkesinambungan (Isidoro dan Ramon, 2007).

Kriteria air yang bagus digunakan dalam sektor pertanian, antara lain air tersebut tidak
memiliki konsentrasi garam yang tinggi karena dengan tingginya tingkat konsentrasi garam
maka akan meningkatkan tekanan osmotic yang berpengaruh dalam penghambatan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu, air yang bagus digunakan untuk
pertanian juga harus memiliki kandungan sodium yang rendah karena sodium terdapat di
koloid tanah dan akan berfluktuasi sesuai penambahan air irigasi atau air hujan dan sistem
koloid tanah, sebab air yang baik bagi pertumbuhan tanaman adalah yang bersodium rendah.
Kriteria lain adalah nilai pH berkisar antara 6,5 8,4 atau pH netral, karena apabila pH tinggi
atau lebih dari 8,5 sering ada HCO3- dan CO3- dalam konsentrasi tinggi atau disebut
alkalinity. Selain itu, air yang baik untuk pertanian juga harus memilih nutrisi yang tidak
berlebih karena apabila nutrisinya berlebih maka akan mengurangi kualitas hasil pertanian
(Nawawi, 2001).

III. METODOLOGI

Praktikum Pengelolaan Air Untuk Pertanian Acara VII yang berjudul Kualitas Air Untuk
Pertanian ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 24 Mei 2013 di Laboratorium
Agrohidrologi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu sampel air dari sungai Winongo, Code,
Gajah Wong di dekat Museum Affandi Yogyakarta dan sungai Gajah Wong di sekitar
Gembira Loka. Alat yang digunakan yaitu pH meter, EC meter, botol, beaker glass, cawan
dan oven.

Cara kerja pada praktikum ini yaitu mula-mula dari masing-masing kelompok mengambil
sampel air di tempat yang telah ditentukan. Air diambil dari bagian tepi kiri, kanan dan
tengah sungai sebelum dikompositkan. Air dimasukkan ke dalam botol lalu diambil diambil
sebanyak setengah botol air mineral 600 ml pada masing-masing titik air dan dihomogenkan.
Air dituang ke beaker glass sebanyak 50 ml lalu dicek pH dan DHL dari sampel yang telah
homogen tersebut lalu hasilnya dicatat. Cawan kosong ditimbang, lalu diisi air dan dioven
pada suhu 110C hingga kering. Hasil yang didapat ditimbang dan dicatat. Kekeruhan air
sampel antara sungai satu dengan yang lain dibandingkan satu sama lain. Jumlah bahan
terlarut dalam air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Zat Terlarut (gr) = Berat Cawan + Air Setelah Dioven (gr)

Berat Cawan (gr)

IV. HASIL PENGAMATAN

Tabel 3.1. Data Warna, pH, DHL, dan Bahan Terlarut pada berbagai Sampel
Lokasi Sampel Warna pH DHL (ms/cm) Bahan Terlarut (gr)

Sungai Winongo ++ 8,12 2,90 0,0158

Sungai Code ++++ 8,16 0,40 0,0077

Sungai Gajah Wong Bonbin +++ 8,08 0,80 0,0149

Sungai Gajah Wong Affandi + 7,40 0,55 0,0153

Keterangan:

Jernih = +

Keruh = ++++++

Contoh Perhitungan di Sungai Winongo

pH = (8,17 + 8,07)/ 2 = 8,12

DHL = (4,1 + 1,7)/ 2 = 2,90

Bahan Terlarut = 32,9058 32,89 = 0,015

V. PEMBAHASAN

Sungai Code merupakan sungai yang membelah Yogyakarta menjadi dua bagian. Sungai ini
bermata di kaki Gunung Merapi, tepatnya di sekitar Hargobinangun, dan berakhir saat
bertemu dengan Sungai Opak.

Daerah Aliran Sungai Gajah Wong yang merupakan sub DAS Opak memiliki luas 46,082
km2. Secara garis besar, hulu sungai Gajah Wong adalah dari Gunung Merapi dan hilirnya
adalah pantai selatan. Pemanfaatan lahan pada DAS Gajah Wong mempengaruhi kualitas air
sungai dan diidentifikasi sebagai sumber pencemar. Bagian hulu sungai, sumber pencemar
utama adalah dari rumah tangga, pertanian, dan jasa. Bagian tengah adalah dari pertanian dan
pemukiman, sedangkan bagian hilir adalah pemukiman, jasa, dan industri. Daya tampung
sungai ini di bagian hulu dan tengah sangat baik, sedangkan semakin ke hilir, semakin kurang
baik.
Berdasarkan hasil pengamatan, sungai yang memiliki tingkat kekeruhan tertinggi sampai
yang terendah berdasar warnanya yakni sungai Code, Gajah Wong di Bonbin, Winongo, dan
Gajah Wong Affandi. Air yang kerush berasal oleh adanya butiran-butiran koloid tanah.
Apabila di dalam media air terjadi kekeruhan maka kandungan oksigen akan menurun. Hal
ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk akan semakin berkurang karena
phytoplankton sulit berfotosintesis. Untuk nilai pH, keempat lokasi tersebut tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang berarti. Menurut standar baku mutu kualitas air
berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 untuk parameter pH yaitu 6-9, air di keempat lokasi
tersebut masih dalam tahap aman dari sisi tingkat keasaman tentunya. Kemudian, Daya
Hantar Listrik (DHL) tertinggi terdapat pada sampel air di Sungai Winongo (2,9 ms/ cm) dan
yang terendah pada Sungai Code (0,4 ms/ cm). DHL menunjukkan adanya konsentrasi garam
total terlarut (salinitas), banyaknya natrium dan perbandingannya dengan kation-kation lain,
dll. Artinya, pada Sungai Winongo, tingkat kejenuhan garam atau pencemaran salinitas terjadi
secara signifikan. Dari situ dapat diperkirakan bahwa semakin ke hulu dari titik pengambilan
sampel pemukiman akan semakin padat, sedangk di Sungaan pada ketiga lokasi yang lain
diperkirakan kualitas airnya masih cukup baik (dari sisi salinitas) dan tidak berbeda secara
signifikan. Lalu dari bahan terlarut didapatkan bahan terlarut tertinggi pada Sungai Winongo
(0,0158 gr) dan terendah pada Sungai Code (0,0077 gr). Bahan terlarut menunjukkan adanya
penambahan materi ke dalam sungai, kemungkinan berupa limbah rumah tangga. Bahan
terlarut secara signifikan turut menentukan kualitas air sungai pada keempat lokasi tersebut.
Sungai Winongo berarti merupakan sungai yang kualitas airnya cukup rendah dibandingkan
dengan ketiga lokasi lainnya.

Perbandingan antara/ pada Sungai Gajahwong Affandi dan di Bonbin menunjukkan bahwa
kualitas air di hulu (Affandi) lebih baik daripada kualitas air di Bonbin. Hal itu terlihat dari
adanya perbedaan besarnya/ tingkat kekeruhan Affandi yang lebih rendah, pH yang lebih
rendah, dan DHL yang lebih rendah, walaupun bahan larut yang lebih tinggi namun tidak ada
perbedaan signifikan pada nilai tersebut (selisih hanya 0,0004 gram).

Ditinjau lebih jauh, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air. Faktor-faktor
tersebut dibagi menurut 3 persyaratan yaitu fisika, kimia, dan mikrobiologis.

1. Dari segi fisika

2. Kekeruhan; tingkat kekeruhan harus rendah.


3. Warna; warnanya mendekati bening.

4. Rasa tawar; air yang baik tidak berasa (tawar).

5. Bau; air yang berkualitas tidak berbau.

6. Temperatur normal; jika normal, fitoplankton dapat hidup.

7. Tidak mengandung zat padatan, misalnya sampah plastik.

8. Dari segi kimia

9. Derajat keasaman harus 6-9 (menurut PP No. 82 tahun 2001)

10. Kesadahan (kandungan/ tingkat pengapuran).

11. Kandungan besi (Fe) dengan batas maksimal 1,0 mg/liter.

12. Alumunium (Al) menurut Menkes No. 82 tahun 2001 yaitu 0,2 mg/liter (maksimal). Al
menyebabkan air semakin berasa.

13. Zat organik, mempengaruhi flora dan fauna mikro dalam air.

14. Sulfat, mempengaruhi korositas pada besi.

15. Nitrat dan nitrit, mempengaruhi toksisitas darah manusia.

16. Klorida, juga mempengaruhi korositas.

17. Zink, batas maksimal 15 mg/liter. Lebih dari itu, air akan berasa pahit.

18. Dari segi mikrobologi

19. Tidak mengandung patogen seperti pada golongan coli, Salmonella tyhi, Vibrio cholera, dll.

20. Tidak mengandung bakteri non patogen seperti Actinomycetes, Cledocera, Phytoplankton
coli, dll.

Manfaat mengetahui kualitas air bagi bidang pertanian adalah sebagai patokan atau informasi
primer dalam menentukan berbagai hal yang berkaitan dengan tingkat produksi pertanian
seperti menentukan tanaman yang cocok baik spesies maupun kultivar/ varietasnya.
Contohnya, pH yang ditolerir oleh cabe tidaklah sama dengan padi dan bahkan dalam 1
spesies (cabe keriting dan rawit) pun akan berbeda. Selain itu, kualitas air juga menentukan
tahan atau tidaknya tanaman untuk bertahan dalam cekaman toksin (racun) pada air. Lalu, air
yang berkualitas bagi bidang pertanian juga diharapkan merupakan air yang subur yakni air
yang mengandung zat organik dan anorganik atau mikroorganisme baik (positif) sehingga
secara tidak langsung dapat menentukan banyaknya biaya untuk membeli pupuk tambahan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Irigasi Menuju Pertanian Sehat. <http://www.ptpn-11.com/irigasi-menuju


pertanian-sehat.html>. Diakses pada tanggal 30 Mei 2013.

Anonim. 2011. Kualitas Air. <http://www.tkcmindonesia.com/bahasa/waterquality.html>.


Diakses pada tanggal 30 Mei 2013.

Ayers, R.S. dan D.W. Westcot. 1989. Water Quality for Agriculture. FAO Irrigation and
Drainage Department. Rome.

Harmayani, K.D. dan I.G.M. Konsuhartha. 2007. Pencemaran air tanah akibat pembuangan
limbah domestik di lingkungan kumuh. Jurnal Pemukiman Notah 5 : 62 75.

Haslam, S.M. 1995. River Pollution and Ecological Perpective. John Wiley and Sons.
Chichester.

Isidoro, D. dan Ramon A. 2007. River water quality and irrigated agriculture in the
Ebrobasin: an interview. International Journal of Water Resources Development 23: 91 106.

Mulyadi, R. Artanti dan T. Dewi. 2008. Kualitas Air Sungai pada Daerah Aliran Sungai
(DAS) Solo Hulu Tengah di Kabupaten Karanganyar. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Jakarta.

Nawawi. 2011. Kualitas Air dan Kegunaannya di Bidang Pertanian. Departemen Pendidikan.
Jakarta.
Siradz, S.A., E.S. Harsono, dan I. Purba. 2008. Kualitas air sungai Code, Winongo, dan Gajah
Wong, D.I. Yogyakarta. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 8 : 121 125.
praktikum kualitas air irigasi
III. KUALITAS AIR IRIGASI

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang

Air irigasi yang baik adalah air yang dapat memenuhi segala fungsi air tanpa menimbulkan efek
samping yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dan merusak struktur serta kesuburan tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran menyatakan bahwa untuk menjamin kualitas air yang dinginkan sesuai peruntukannya
agar tetap dalam kondisi alamiahnya, maka perlu dilakukan upaya pengelolaan kualitas air. Upaya
pengelolaan kualitas air dilakukan pada : 1) Sumber yang terdapat di dalam hutan lindung; 2) Mata air
yang terdapat di luar hutan lindung; dan 3) Akuifer air tanah dalam.

Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-
parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003). Kualitas air dapat
dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan
mikrobiologis. Parameter fisik menyatakan kondisi fisik air atau keberadaan bahan yang dapat diamati
secara visual/kasat mata. Yang termasuk dalam parameter fisik ini adalah kekeruhan, kandungan
partikel/padatan, warna, rasa, bau, suhu, dan sebagainya.

Parameter kimia menyatakan kandungan unsur/senyawa kimia dalam air, seperti kandungan
oksigen, bahan organik (dinyatakan dengan BOD, COD, TOC), mineral atau logam, derajat
keasaman, nutrient/hara, kesadahan, dan sebagainya. Parameter mikrobiologis menyatakan kandungan
mikroorganisme dalam air, seperti bakteri, virus, dan mikroba pathogen lainnya.Berdasarkan hasil
pengukuran atau pengujian, air sungai dapat dinyatakan dalam kondisi baik atau cemar. Sebagai
acuan dalam menyatakan kondisi tersebut adalah baku mutu air, sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun 2001. Sedangkan kualitas air untuk irigasi pertanian dapat dilihat dari
berbagai parameter kualitas air diantaranya:

2. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum acara Kualitas Air Irigasi adalah mengharapkan mahasiswa dapat
menghitung dan mengetahui suatu kualitas air irigasi.

B. Tinjauan Pustaka

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan. Fungsi air tidak pernah dapat
digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan salah satu komponen utama dalam bahan dan
produk pangan. Air memiliki manfaat yang sangat banyak yang berguna bagi mahluk hidup di bumi,
sehingga air mempunyai peranan yang penting dalam melangsungkan kehidupan. Rumus kimia air
dalam lingkungan laboratorium adalah H 2O. Tetapi kenyataannya di alam, rumus tersebut menjadi
H2O + X, dimana X berbentuk karakteristika bilogik (bersifat hidup) ataupun berbentuk karakteristika
non biologi (bersifat mati). Pengotor yang ada dalam air yang akan diolah sebelum digunakan dalam
industri dapat bermacam macam diantaranya adalah kekruhan (turbidity) (Endrah 2010).

Sedimen dan unsur hara yang diperlukan tanaman dapat terangkut melalui angin (wind
erosion), air (water erosion), pengolahan tanah (tillage erosion), dan perpindahan masa tanah (mass
movement) yang dapat menimbulkan masalah lingkungan dan pertanian, sehingga memerlukan
penelitian lebih lanjut. Beberapa hasil penelitian terdahulu melaporkan bahwa banyaknya unsur hara
yang terangkut dari lahan pertanian dipengaruhi oleh iklim, tanah, topografi lahan, tipe penggunaan
lahan, dan cara pengelolaan lahan dan tanaman. Pada penanaman padi sawah (wetland rice
cultivation), air diberikan mulai dari fase penjenuhan tanah (land soaking) sampai dengan akhir fase
pertumbuhan generatif (Sukristiyonubowo 2008).

Terdapat korelasi yang tinggi antara kenaikan CO 2 dan suhu terhadap produktifitas padi.
Kenaikan konsentrasi CO2 akan meningkatkan biomassa total. Sedangkan suhu akan menurunkan
biomassa total. Jika kedua faktor tersebut digabungkan, akan memberikan efek negatif terhadap
produktifitas dan respon fisiologis dari padi karena walaupun CO2 meningkatkan biomassa namun
CO2 menurunkan jumlah klorofil dan nitrogen. Hal tersebut akan menurunkan respon daun pada
proses fotosintesis (Simanungkalit 2008).

Pembentukan jumlah anakan meningkat apabila jarak tanam padi lebih rapat, dibanding jarak
tanam renggang besarnya nilai ILO dan jumlah anakan padi mempunyai korelasi positif nyata
terhadap peningkatan hasil padi. Semakin meningkat nilai ILO semakin meningkat anakan padi,
sehingga hasil panen juga semakin bertambah. Ada tiga fase utama dalam pertumbuhan tanaman padi
dan itu dinamakan atau dimasukkan ke dalam waktu panen dari suatu pertanian. Periode paling
penting adalah Kharif Crops (Winter Rice) yang terjadi pada bulan November sampai Desember pada
setiap musim tanamnya (Prabowo 2004).

Tanaman padi sawah memerlukan curah hujan antara 200 mm/bulan atau 1500-2000
mm/tahun dengan ketinggian tempat optimal 0-1500 mdpl. Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman
padi 23C. Intensitas sinar matahari penuh tanpa naungan. Budidaya padi sawah dapat dilakukan
disegala musim. Air sangat dibutuhkan oleh tanaman padi. Pada musim kemarau, air harus tersedia
untuk meningkatkan produksi. Tanah yang baik mengandung pasir, debu dan lempung. Pengukuran
pH tanah diperlukan untuk menentukan jumlah pemberian kapur pertanian pada tanah masam atau pH
rendah (di bawah 6,5). Pengukuran bisa menggunakan kertas lakmus, pH meter, atau cairan pH tester.
Pengambilan titik sampel bisa dilakukan dengan cara zigzag (Melanie 2005).
pH itu adalah tingkat keasaman dan kebasaan suatu larutan. Jadi, untuk mengetahui air itu
berkualitas baik atau gak, kita bisa lihat dari tingkat DO-nya (seberapa banyak oksigen yang terlarut
dalam air) dan pH (keasaman dan kebasaan larutan). Derajat keasaman atau pH merupakan parameter
kimia yang menunjukkan konsentrasi ion hidrogen pada perairan. Konsentrasi ion hidrogen tersebut
dapat mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi di lingkungan perairan. pH air untuk irigasi berkisar
antara 6,5 - 8,4. Pengaruh tingkatan pH tanah terhadap tanaman adalah sebagai berikut:
pH dibawah 4.5 (terlalu asam) menyebabkan akar rusak sehingga kualitas dan jumlah panen turun.
Terlihat pada saat perubahan tanaman dari fase vegetatif ke generatif. pH 5.5 sampai 6 (rata-rata tanah
di Indonesia) terdapat unsur hara yang optimum untuk tanaman. pH diatas 6 pada tingkatan ini,
tanaman akan terlalu vegetatif. Hal ini tidak berpengaruh pada kualitas buah karena berada di musim
yang tidak tepat Menaikan atau menurunkan pH tanah juga berguna untuk pengendalian penyakit, pH
tanah diubah agar tidak sesuai dengan kebutuhan pathogen, biasanya untuk tanaman umbi-umbian
seperti kentang (Warlina 2004).

C. Metode Praktikum
1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara Kualitas Air Irigasi ini dilaksanakan pada tanggal dan bertempat di dekat
Desa Palur, Mojolaban. Lokasi praktikum berupa saluran irigasi primer, sekunder dan saluran
drainase.
2. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Water sampler
b. pH stik
c. Termometer bahan
d. Kayu 4 meter
e. Meteran
f. Ember kapasitas 10 liter
g. Botol 1,5 liter (3 buah)
h. Pengaduk
i. Oven
j. Cawan alumunium
k. Timbangan analitik

2. Bahan
a. Sampel air
3. Cara Kerja
a. Mengambil sampel air pada saluran irigasi primer, sekunder dan saluran drainase. Pada saluran
primer mengambil sampel air di 3 titik, yaitu pada bagian tengah dan 2 pada bagian tepi saluran,
masing-masing tepi kanan dan kiri.
b. Mengambil contoh air pada masing-masing titik dengan menggunakan water sampler. Mencacat
ketinggian air pada saluran dan menurunkan water sampler sampai ketinggian air. Khusus untuk
saluran drainase, pengambilan sampel air menggunakan gayung/ ciduk karena dangkal sampai sekitar
1 liter.
c. Saat pengambilan sampel air melakukan pengukuran pH dengan pH stik dan pengukuran suhu. Cara
membaca suhu yaitu:
1) Mencatat suhu udara sebelum mengukur suhu di dalam air
2) Memasukkan thermometer ke dalam air selama 1-2 menit
3) Membaca suhu pada thermometer masih di dalam air, atau secepatnya setelah dikeluarkan dari dalam
air
d. Mengkomposit air yang diambil dari ketiga titik ke dalam embr dan setelah diaduk kemudian
dimasukkan ke dalam botol kapasitas 1,5 liter.
e. Membawa ke laboratorium untuk dianalisis kandungan sedimennya.
f. Mengaduk air (dikocok) selama 30 menit.
g. Menimbang berat cawan alumunium sebelum digunakan (a).
h. Mengambil air yang telah homogeny 100 ml kemudian dimasukkan ke dalam cawan alumunium
kemudia dioven pada suhu 1050 C sampai mongering (sekitar 48 jam).
i. Menimbang berat keseluruhan setelah dioven (b).

D. Hasil Pengamatan dan Analisis Data


1. Hasil Pengamatan

Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Kualitas Air Irigasi

No Macam (a) (b) (b-a) Konsentrasi


. Saluran
pH Suhu gram gram gram (g/l)
Irigasi 0
( C)

1. Primer I I I I

28.432 28.438 0.006 0.12

4-5
31

II II II II

28.439 28,452 0.013 0.26

4-5 30

I I I I
2. Sekunde 39,084 39,091 0,007 0.14
r

II II II II

32,929 32,943 0.014 0.28

3. Tersier I I I I

24,856 34,864 0.008 0.16

4-5 30

II II II II

38,321 38,333 0.012 0.24

Sumber: Laporan Sementara

2. Analisis Data

Diketahui: Berat Sampel Air Primer, Sekunder dan Tersier = 50 ml = 0.05 l

Konsentrasi Sedimen Primer I = (b-a)0.05 = (28,438-28432)0.05 = 0.0060.05 = 0.12 g/l

Konsentrasi Sedimen Primer II = b-a0.05= 28,452-28,4390.05 = 0.0130.05= 0.26 g/l

Konsentrasi Sedimen Sekunder I = b-a0.05= 39,091-29,0840.05= 0.0070.05=0.14 g/l

Konsentrasi Sedimen Sekunder II = b-a0.05= 32,943-32,9290.05= 0.0140.05=0.28 g/l

Konsentrasi Sedimen Tersier I = b-a0.05= 34,864-34,8560.05= 0.0080.05=0.16 g/l

Konsentrasi Sedimen Tersier II = b-a0.05= 38,333-38,3210.05 = 0.0120.050=0.24 g/l

E. Pembahasan

Kadar keasaman atau kebasaan air irigasi dinyatakan sebagai pH (<7,0 asam; > 7,0 basa). pH
rendah akan menyebabkan korosi pada sistem irigasi. Sedangkan pH tinggi > 8,5 sering disebabkan
kehadiran konsentrasi bikarbonate (HCO3-) dan carbonate (CO32-) atau disebut alkalinitas. Karena
tingginya karbonat, ion-ion kalsium dan magnesium mengakibatkan pelepasan mineral dan
menyisakan sodium sebagai ion dominan di larutan tanah. Keasaman (pH) menunjukkan tinggi
rendahnya ion hidrogen dalam air. Nilai pH sangat penting diketahui karena banyak reaksi kimia dan
biokimia terjadi pada tingkat pH tertentu, seperti proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah
(Effendi 2003). Pengaruh kondisi pH pada perairan terhadap aspek kesehatan manusia, dimana jika
mengkonsumsi air pada pH kurang dari 6,5 atau lebih besar dari 9,2 akan menyebabkan beberapa
persenyawaan kimia berubah menjadi racun (Zulkarnaen 2005).

Pada praktikum ini, diukur nilai pH pada saluran primer, sekunder dan tersier dengan tiga kali
ulangan, nilai pH sebesar 4-5. Rendahnya nilai pH disebabkan oleh proses peruraian bahan organik
dalam limbah oleh bakteri anaerob yang menghasilkan asam organik. Kondisi anaaerob dengan zat
organik yang mengandung nitrogen dan belerang menyebabkan peningkatan asam sulfida dan amonia.
Senyawa tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan pH (Wardhana 2001). Terjadinya
perubahan keasaman pada air limbah, baik ke arah asam (pH turun) maupun ke arah basa (pH naik),
akan mengganggu kehidupan ikan dan hewan air (Kristanto 2002) serta pH< 4 dapat menyebabkan
kematian tumbuhan, karena tidak dapat beradaptasi terhadap pH rendah (Effendi 2003).

Parameter yang mempengaruhi kualitas air irigasi untuk tanaman adalah:

a. Salinitas
Masalah salinitas terjadi jika kuantitas garam pada air irigasi cukup besar sehingga akumulasi
garam di daerah perakaran tanaman akan sedemikian rupa sehingga tanaman tidak mampu lagi
mengisap air (lengas) tanah di daerah perakaran. Penurunan isapan air oleh akar menyebabkan
terganggunya pertumbuhan tanaman sehingga gejalanya seperti kekurangan air (tanaman layu).
Tanaman mengisap sebagian besar air dari bagian atas zone perakaran, sehingga kondisi salinitas di
bagian ini sangat berpengaruh daripada di bagian bawah zone perakaran. Mengelola bagian atas
perakaran dengan proses pencucian (leaching) menjadi sangat penting untuk lahan berkadar garam
tinggi.
b. Permeabilitas
Laju infiltrasi tanah akan berkurang akibat dari kandungan garam tertentu atau kekurangan
garam tertentu dalam air irigasi. Faktor yang berpengaruh adalah: (a) kandungan Na relatif terhadap
Ca dan Mg, (b) kandungan bikarbonat dan karbonat, dan (c) total kandungan garam dalam air.
c. Toksisitas atau keracunan terhadap Boron (B), Chlorida (Cl) dan Natrium (Na).
d. Lainnya. Masalah lainnya dalam air irigasi yakni pertumbuhan terlalu cepat, tergenang, dan
perlambatan pematangan akibat dari kandungan Nitrogen berlebih. Bercak putih pada daun dan buah
akibat kandungan berlebih Bicarbonate dalam irigasi curah dan pH abnormal.

Suhu air yang ideal bagi organisme adalah tidak terjadi perbedaan suhu yang tidak mencolok
antara siang dan malam (tidak lebih dari 5 oC). Dalam praktikum ini didapatkan suhu antara 30-31 0C.
Pada saluran primer suhu sebesar 310C, saluran sekunder 300C dan saluran tersier sebesar 30 0C.
Besarnya suhu juga dipengaruhi oleh waktu pengukuran, intensitas cahaya. Saluran tersier lebih
rendah dibandingkan dengan salurannya lainnya karena pelaksanaan pengukuran dilaksanakan lebih
pagi, begitu seterusnya pada saluran sekunder dan primer. Saluran primer lebih siang dibandingkan
saluran sekunder sehingga suhu pada saluran primer lebih tinggi.

Pada perairan yang tergenang yang mempunyai kedalaman minimal 1,5 meter biasanya akan
terjadi pelapisan (strasifikasi) suhu. Pelapisan ini terjadi karena suhu permukaan air lebih tinggi
dibanding dengan suhu air dibagian bawahnya. Strasifikasi suhu terjadi karena masuknya panas dari
cahaya matahari ke dalam yang mengakibatkan terjadinya gradien suhu yang vertikal. Pada
kedalaman airnya kurang dari dua meter biasanya terjadi strasifikasi suhu yang tidak stabil.

Kualitas air ditentukan oleh kandungan sedimen tersuspensi dan bahan kimia yang terlarut di
dalam air tersebut. Sedimen dan unsur hara yang diperlukan tanaman dapat terangkut melalui angin
(wind erosion), air (water erosion), pengolahan tanah (tillage erosion), dan perpindahan masa tanah
(mass movement) yang dapat menimbulkan masalah lingkungan dan pertanian, sehingga memerlukan
penelitian lebih lanjut. Banyaknya konsentrasi endapan (sedimen) kandungan sedimen dalam air
irigasi akan mempengaruhi tekstur, permeabilitas serta kesuburan tanah, mempengaruhi daya tampung
saluran sehingga meningkatkan biaya untuk pemeliharaan saluran. Banyaknya unsur-unsur kimia serta
mikroba dapat menjadi tolok ukur tingginya pH dilingkungan tersebut. Unsur kimia dan mikroba
dapat mempengaruhi kesesuaiannya untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman maupun sifat
kimiawi tanah. Tingginya angka sedimentasi akan mempengaruhi zat-zat yang terkandung dalam air
tersebut. Hal tersebut juga akan mempengaruhi tingkat kekeruhan air tersebut semakin keruh berarti
tingkat sedimentasi juga akan semakin tinggi.

Pengukuran tingkat sedimentasi dapat dilakukan dengan cara mengoven sampel air dari tiga
saluran tersebut selama 24 jam dan diperoleh nilai (a). Sebelum melakukan pengovenan, wadah air
ditimbang sebagai nilai (a). Tingkat sedimentasi dapat dihitung dengan mengurangkan berat wadah
yang diisi air setelah dioven dan berat wadah sebelum diisi air dan emmbagi dengan volume air yang
dioven dengan satuan liter. Agar tidak diperoleh nilai negative maka sebelum menimbang wadah
kosong, dilakukan pengovenan terlebih dahulu selama kurang lebih seperempat jam, agar air yang ada
pada wadah hilang dan diperoleh berat wadah sesungguhnya.

Sedimentasi tertinggi terdapat pada saluran sekunder, tersier kemudian primer. Hal itu berarti
bahwa kekeruhan paling tinggi pada saluran sekunder karena saluran sekunder adalah saluran yang
terletak ditepi jalan raya dan disekitarnya terdapat tumpukan sampah yang dibuang sembarangan oleh
masyarakat sekitar. Selain itu, limpasan air hujan dari jalan raya yang membawa sampah-sampah dari
tempat yang lebih tinggi massuk ke dalam saluran sekunder. Air dari saluran sekunder menuju saluran
tersier dengan meninggalkan material yang terendapkan pada saluran sekunder, sehingga tingkat
sedimentasi pada saluran terrser lebih rendah daripada saluran sekunder. Diantara ketiga saluran
tersebut saluran primer memiliki sedimentasi paling sedikit akibat saluran primer merupakan saluran
utama dan lebar penampang yang lebih besar sehingga material yang ada mudah terangkut menuju
saluran sekunder. Rata-rata tingkat sedimentasi pada saluran primer dengan dua kali pengukuran
adalah 0,19%. Pada saluran sekunder nilai sedimentasi yaitu 0,21%. Sedangkan untuk saluran tersier
pada yaitu 0,20% .

Sifat air irigasi yang terpenting yang mempengaruhi kesesuaiannya untuk irigasi adalah

a)Konsentrasi total garam terlarut,


b)Perbandingan natrium terhadap kation lainnya,
c)Konsentrasi unsur-unsur secara potensial merupakan racun bagi tanaman, dan,
d)Konsentrasi bikarbonat sehubungan dengan konsentrasi kalsium dan magnesium.
F. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut:
a. Kualitas suatu air irigasi dapat diketahui dari tingkat sedimentasi, suhu dan pH dari air yang
terkandung dalam saluran irigasi tersebut.
b. Semakin tinggi tingkat sedimentasi pada saluran irigasi, maka kualitas air irigasi semakin rendah.
Tingkat sedimentasi pada saluran sekunder lebih besar daripada saluran primer dan tersier.
c. Air irigasi dengan perbedaan suhu sing dan malah yang tidak signifikan memiliki kualitas air yang
baik. sperbedaan uhu pada saluran dipengaruhi waktu pengukuran, semakin siang waktu pengukuran,
maka syhu air pada saluran tersebut semakin tinggi.
d. pH air yang terlalu asam maupun basa menandakan kualitas air tersebut cukup rendah. Tiga saluran
tersebut memiliki pH yang rendah (asam) akibat akumulasi bahan organik dan sisa pupuk maupun
pestisida sehingga saluran tersebut merupakan saluran yang sudah tercemari.
2. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum yang akan dating adalah: sebaiknya dilakukan
pengukuran pada berbagai saluran yang ada di daerah karanganyar dan membandingkan antar saluran
tersebut sehingga dapat diketahui tingkat efisiensinya serta dapat dijadian acuan oleh pemerintah
daerah sebagai bahan masukan untuk perbaikan saluran tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Endrah 2010. Turbidimetri. http://endrah.blogspot.com. Diakses pada tanggal 25 Mei 2013

Melanie P 2005. System of Rice Intensification. England: Oxford University Press

Prabowo S 2004. Teknik Budidaya Padi. Yogyakarta: Kanisius

Simanungkalit S 2008. Peningkatan Hasil Tanaman Padi dengan Sistem Intensifikasi Padi. Jurnal Ilmu
Pertanian. 5(2):32-49

Sukristiyonubowo 2008. Mobilitas Sedimen dan Hara pada Sistem Sawah Berteras dengan Irigasi Tradisional.
Jurnal Tanah dan Iklim. 2(8): 39-54

Warlina 2004. Pencemaran air : Sumber, Dampak dan Penanggulannya. Disertasi. Program Pasca Sarjana.
Institut Pertanian Bogor.

Zulkarnaen 2005. Kajian Kualitas Air Sungai Kuantan Ditinjau dari Parameter Fisika, Kimia dan Biologi di
Kota Kecamatan Kuantan Tengah kabupaten Kuantan Singingi Riau. Tesis. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Effendi, H 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius.
Yogyakarta. Wardhana W A 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai