Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Periode setelah lahir merupakan awal kehidupan yang tidak menyenangkan


bagi bayi. Hal itu disebabkan oleh lingkungan kehidupan sebelumnya (intrauterus)
dengan kehidupan sekarang (ekstrauterus) yang sangat berbeda. Bayi yang dilahirkan
prematur ataupun bayi yang dilahirkan dengan penyulit/komplikasi,tentu proses
adaptasi kehidupan tersebut menjadi lebih sulit untuk dilaluinya. Bahkan sering kali
menjadi pemicu timbulnya komplikasi lain yang menyebabkan bayi tersebut tidak
mampu melanjutkan kehidupan ke fase berikutnya (meninggal). Bayi seperti ini yang
disebut dengan istilah bayi resiko tinggi

Salah satu dari bayi resiko tinggi adalah bayi dengan sindroma gawat
nafas(SGN/RDS). Respiratory distress syndroma (RDS) didapatkan sekitar 5-10% pada
bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001).
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan.

Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi
yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu; 15-30% pada bayi antara 32-
36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi yang cukup bulan. Insiden pada bayi
prematur kulit putih lebih tinggi dari pada kulit hitam dan lebih sering terjadi pada bayi
laki-laki dari pada perempuan (nelson,1999).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Dasar Syndrom Gawat Nafas Pada Anak ?

2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Teoritis pada Syndrom Gawat Nafas ?

C. Tujuan

Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui segala sesuatu
yang behubungan dengan sindroma gawat nafas.

1
Tujuan khusus
Sedangkan tujuan khusus dari penulisan ini adalah:
Mengetahui pengertian dari sindroma gawat nafas
Mengetahui etiologi dari sindroma gawat nafas
Mengetahui patofisiologi dari sindroma gawat nafas
Mengetahui manifestasi klinis dari sindroma gawat nafas
Mengetahui penatalaksanaan dari sindroma gawat nafas

2
BAB II

PEMBAHASAN

I. Konsep Dasar

A. Definisi

Sindroma Gawat Pernafasan (dulu disebut Penyakit Membran Hialin) adalah


suatu keadaan dimana kantung udara (alveoli) pada paru-paru bayi tidak dapat
tetap terbuka karena tingginya tegangan permukaan akibat kekurangan surfaktan.

Agar bayi bisa bernafas dengan bebas, setelah lahir, alveoli harus tetap
terbuka dan terisi dengan udara. Alveoli bisa terbuka lebar karena adanya suatu
bahan yang disebut surfaktan.

Surfaktan dihasilkan oleh sel-sel di dalam alveoli dan berfungsi menurunkan


tegangan permukaan. Surfaktan dihasilkan oleh paru-paru yang matang, yaitu
pada kehamilan 34-37 minggu.

B. Etiologi

Sindroma gawat pernafasan hampir selalu terjadi pada bayi prematur;


semakin prematur, semakin besar kemungkinan terjadinya sindroma ini.

Sindroma gawat pernafasan juga cenderung banyak ditemukan pada bayi


yang ibunya menderita diabetes.

Bayi yang sangat prematur mungkin tidak mampu untuk memulai proses
pernafasan karena tanpa surfaktan paru-paru menjadi sangat kaku. Bayi yang
lebih besar bisa memulai proses pernafasan, tetapi karena paru-paru
cenderung mengalami kolaps, maka terjadilah sindroma gawat pernafasan.

C. Anatomi Fisiologi

Paru-paru ada dua yang merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru


mengisi rongga dada, terletak disebelah kanan dan kiri, bagian tengah dipisahkan
oleh jantung beserta pembuluh darah besar dan struktur lainnya yang terletak

3
didalam mediastinum . Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan
apeks (puncak) diatas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di
dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di atas landai rongga toraks, diatas
diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga,
permukaan dalam yang memuat tampak paru-paru, sisi belakang yang menyentuh
tulang belakang, dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung.

a. Lobus paru-paru (belahan paru-paru ).


Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura.
Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus.
Setiap lobus tersusun atas lobula. Sebuah pipa bronkial kecil masuk ke
dalam setiap lobula dan semakin bercabang. Semakin menjadi tipis dan
akhirnya berakhir menjadi kantong kecil-kecil, elastis, berpori, dan seperti
spons. Di dalam air, paru-paru mengapung karena udara yang ada di
dalamnya.
b. Bronkus Pulmonaris
Trakea terbelah mejadi dua bronkus utama. Bronkus ini bercabang lagi
sebelum masuk paru-paru. Dalam perjalanannya menjelajahi paru-paru,
bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan beranting banyak. Saluran
besar yang mempertahankan struktur serupa dengan yang dari trakea
mempunyai dinding fibrosa berotot yang mengandung bahan tulang rawan
dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang
tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan
bersilia.
Bronkus Terminalis masuk ke dalam saluran yang disebut vestibula.
Dan disini membran pelapisnya mulai berubah sifatnya; lapisan epitelium
bersilia diganti dengan sel epitelium yang pipih, dan disinilah darah
hampir langsung bersentuhan dengan udara suatu jaringan pembuluh
darah kepiler mengitari alveoli dan pertukaran gas pun terjadi.
c. Pembuluh darah dalam paru-paru
Arteri Pulmonalis membawa darah yang sudah tidak mengandung
oksigen dari ventrikel kanan jantung ke paru-paru; cabang-cabangnya
menyentuh saluran-saluran bronkial, bercabang dan bercabang lagi
sampai menjadi arteriol halus; arteriol itu membelah-belah dan membentuk
kapiler dan kapiler itu menyentuh dinding alveoli atau gelembung udara.
Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit, maka praktis dapat

4
dikatakan sel-sel darah merah membuat baris tunggal. Alirannya bergerak
lambat dan dipisahkan dari udara dalam alveoli hanya oleh dua membran
yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung dengan difusi, yang
merupakan fungsi pernapasan.
d. Kapiler paru-paru
Kapiler paru-paru bersatu lagi sampai menjadi pembuluh darah lebih
besar dan akhirnya dua vena pulmonaris meninggalkan setiap paru-paru
membawa darah berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk didistribusikan
ke seluruh tubuh melalui aorta. Pembuluh darah yang dilukis sebagai arteria
bronkialis membawa darah berisi oksigen langsung dari aorta toraksika ke
paru-paru guna memberi makan dan menghantarkan oksigen ke dalam
jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini membentuk
pleksus kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh
cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler ini akhirnya
bersatu dalam vena pulmonaris dan darahnya kemudian dibawa masuk ke
dalam vena pulmonaris. Sisa darah itudiantarkan dari setiap paru-paru oleh
vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena kava superior. Maka
dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.
e. Hilus (tampuk)paru-paru dibentuk struktur berikut
Arteri Pulmonalis, yang mengembalikan darah tanpa oksigen ke dalam
paru-paru untuk diisi oksigen.Vena Pulmonalis yang mengembalikan darah
berisi oksigen dari paru paru ke jantung. Bronkus yang bercabang dan
beranting membentuk pohon bronkial, merupakan jalan udara utama. Arteri
bronkialis, keluar dari aorta dan menghantarkan darah arteri ke jaringan
paru paru..
Vena bronkialis, mengembalikan sebagian darah dari paru paru ke
vena kava superior. Pebuluh limfe, yang masuk keluar paru paru, sangat
banyak persarafan. Paru- paru mendapat pelayanan dari saraf vagus dan
saraf simpati. Kelenjar limfe dan semua pembuluh limfe yang menjelajahi
struktur paru paru dapat menyalurkan ke dalam kelenjar yang ada di paru-
paru
f. paru paru dilapisi membran serosa rangkap dua, yaitu pleura.
Pleura viseralis erat melapisi paru paru, masuk ke dalam fisura, dan
dengan demikian memisahkan lobus satu dari yang lain. Membran ini
kemudian dilipat kembali di sebelah tampuk paru paru dan membentuk
pleura parietalis, dan melapisi bagian dalam dinding dada. Pleura yang

5
melapisi iga-iga ialah pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragma
ialah pleura diafragmatika, dan bagian yang terletak di leher ialah pleura
servikalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat bernama membran
suprapleuralis (fasia Sibson) dan di atas membran ini terletak arteri
subklavia.
g. Di antara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit eksudat untuk meminyaki
permukaannya dan menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding
dada yang sewaktu bernapas bergerak. Dalam ke adaan sehat kedua lapisan
itu satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu
hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal udara
atau cairan memisahkan kedua pleura itu dan ruang di antaranya menjadi
jelas.
Fisiologi Pernafasan
Fungsi paru paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.
Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen
diambil melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk
melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat
dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.
Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang
memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan
dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini
dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru
paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini
hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan
metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke
alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar
melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau
pernapasan eksterna:
1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam
nalveoli dengan udara luar.
2. arus darah melalui paru-paru
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam
jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh.
4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO 2
lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.

6
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang
meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada
waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru paru
membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu
tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri
bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak unutk
memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan
ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.
Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah
menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin)
megintari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah
bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari
hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah
menerima, sebagai gantinya, yaitu karbon dioksida.
Perubahan perubahan berikut terjadi pada komposisi udara dalam
alveoli, yang disebabkan pernapasan eksterna dan pernapasan internal
atau pernapasan jaringan udara (atmosfer) yang dihitung.

D. Patofisiologis
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi
surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada
alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari
normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.

E. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi
dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA. Syndrom ini berhubungan
dengan kerusakan awal paru-paru yang terjadi di membran kapiler alveolar.
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke

7
dalam ruang interstitial yang dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan, akibatnya
terjadi tanda-tanda atelektasis.
Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru
(pembengkakan tungkai atau lengan).Plasma dan sel darah merah keluar dari
kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan merupakan
manifestasi patologi yang umum.
Pernafasan cepat
Retraksi (tarikan) dada (suprasternal, substernal, interkostal)
Pernafasan terlihat paradoks
Cuping hidung
Apnea dan Murmur
Sianosis pusat (warna kulit dan selaput lendir membiru)
nafasnya pendek dan ketika menghembuskan nafas terdengar suara ngorok .

F. Klasifikasi
G. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliandi (2001) dan Surasmi, dkk (2003) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat
5) Mencegah hipotermi
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan cairan
paru
Fenobarbital
Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati pnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami
misalnya manusia, didapat dari caiaran amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga
berbentuk surfaktan buatan).

H. Komplikasi

8
Pneumotoraks.
Paru-paru sangat kaku dan untuk mengembangkannya diperlukan tekanan
yang lebih dari bayi maupun ventilator. Akibatnya paru-paru bisa pecah sehingga
udara merembes ke dalam rongga dada. Udara ini menyebabkan paru-paru
menjadi kolaps dan terjadinya gangguan ventilasi dan sirkulasi. Kolaps paru-paru
(pneumotoraks) memerlukan pengobatan segera, yaitu berupa pengeluran udara
dari dada dengan bantuan sebuah jarum.
Perdarahan di dalam otak Resiko terjadinya perdarahan akan berkurang jika
sebelum persalinan telah diberikan kortikosteroid kepada ibu.

I. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan darah, urine, dan glukosa darah
(untuk mengetahui hipoglikemia). Kalsium serum (untuk mementukan
hipokalsemia), analisis gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan
PCO2 diatas 60 mmHg , peningkatan kadar kalium darah, pemeriksaan sinar-X
menunjukan adanya atelektasis, lesitin/spingomielin rasio 2:1 mengindikasikan
bahwa paru sudah matur, pemeriksaan dekstrostik dan fosfatidigliserol meningkat
pada usia kehamolan 33 minggu.

II. Asuhan Keperawatan Teoritis


A. Pengkajian
1. Pengkajian fisik bayi baru lahir (BBL) dan pengkajian gestasi :
a. Penilaian apgar score
Kemampuan laju jantung
Kemampuan bernapas
Kekuatan tonus otot
Kemampuan reflek
Warna kulit
b. Pemeriksaan cairan amnion
Ada tidaknya kelainan
Jumlah volumenya
c. Pemeriksaan plasenta
Keadaan plasenta (pengkapuran, nekrosis, berat, dan jumlah korian)
d. Pemeriksaan tali pusat
Menentukan nilai kelainan dalam tali pusat (vena dan arteri, adanya tali
simpul)

9
e. Pengukuran antropometri
Pengukuran antropometri (berat badan, panjang badan, lingkar kepala,
lingkar dada)
f. Pemeriksaan dada dan punggung
Untuk menilai kelainan bentuk
gangguan pernafasan
g. Pemeriksaan kulit
Penilaian kelainan (verniks kaseosa, lanugo)
h. Pemeriksaan TTV
Nadi
Tekanan darah (TD)
Pernapasan (RR)
Suhu
2. Pengkajian Sistematik dengan penekanan khusus pada pengkajian pernapasan
Frekuensi pernapasan
Kedalaman napas
Kemudahan napas
Pernapasan sulit
Irama pernapasan
Bukti infeksi
Mengi (wheezing)
Sianosis
Sputum
3. Observasi adanya manifestasi RDS
Takipnea
Retraksi substernal
Krekels inspirasi
Mengorok ekspirator
Pernapasan cuping hidung eksternal
4. Bila penyakit berlanjut
Pernapasan sulit
Tidak responsif
Sering mengalami episode apnea
5. Penyakit yang berat berhubungan dengan hal berikut
Keadaan seperti syok
Penurunan curah jantung
Rendahnya tekanan darah sistemik

10
6. Prosedur diagnostik dan tes laboratorium
Radiografi
Analisis gas darah

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Utama
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
atau sputum
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru, imaturitas SSP,
defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O 2 ke jaringan menurun,
saturasi O2 dalam darah menurun
Diagnosa Keperawatan Tambahan
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan penimbunan asam laktat
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
pengeluaran energi yang berlebihan ditandai dengan lemak badan dan cokelat
berkurang
3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan asam basa berhubungan dengan peningkatan
PaCO2
4. Resiko tinggi perubahan pola asuh berhubungan dengan proses hospitalisasi
5. Resiko tinggi gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
proses hospitalisasi

C. Rencana Asuhan Keperawatan

n DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI RASIONAL


o KRITERIA
HASIL
Tujuan : Mandiri : Mandiri :
1 Bersihan jalan
Setelah dilakukan Beri posisi terlentang 1. Untuk mengetahui
napas inefektif b/d
peningkatan asuhan keperawatan dengan kepala pada obstruksi jalan napas
produksi sekret atau
selama 1x24 jam posisi mengendus dan dimana letaknya.
sputum
diharapkan bayi dengan leher seditik 2. Untuk
dapat : ekstensi dan hidung memungkinkan
Mempertahankan menghadap ke atas. reoksigenasi. Untuk
jalan napas paten Posisikan anak semi menghindari
dengan bunyi napas telungkup dan posisi hiperekstensi leher
bersih atau jelas miring dan mencegah
2. Menunjukkan 4. Lakukan perkusi, aspirasi sekresi

11
perilaku untuk vibrasi, dan drainase
memperbaiki postural.
bersihan jalan
napas. Misalnya :
batuk efektif dan
mengeluarkan
sekret.

Tujuan : Mandiri : Mandiri :


2 Gangguan
Setelah dilakukan asuhan 1. Auskultasi frekuensi 1. Takikardia sebagai
perfusi
jaringan b/d keperawatan selama 1x24 dan irama jantung, catat akibat hipoksemia
suplai O2 ke
jam diharapkan bayi dapat terjadinya irama jantung dan kompensasi
jaringan
menurun, : ekstra. upaya peningkatan
saturasi O2
Menunjukkan tingkat Observasi perubahan aliran darah dan
dalam darah
menurun perfusi sesuai secara status mental Observasi perfusi jaringan.
individual, (Misal: status warna dan suhu kulit Gangguan irama
mental biasa atau normal, atau membran mukosa berhubungan dengan
irama jantung atau 5. Evaluasi ekstremitas hipoksemia.
frekuensi dan nadi perifer untuk ada atau tidaknya Ketidakseimbangan
dalam batas normal, tidak kualitas nadi. elektrolit, atau
adanya sianosis sentral peningkatan regangan
dan perifer, kulit hangat jantung kanan.
atau kering, haluaran akibat emboli sistemik
urine dan berat jenis 3. Kulit pucat atau
dalam batas normal sianosis, kuku,
membran bibir atau
lidah menunjukkan
vaskontriksi atau
syok dan gangguan
aliran darah sistemik
4. Syok lanjutan ata
penurunan curah

12
jantung menimbulkan
penurunan perfusi
ginjal.

D. Implementasi
E. Evaluasi

13
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
Kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi
pernafasan besar dari 60x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah
epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi. (ngatisyah,2005 hal 23)
Adapun etiologinya:
Gangguan traktus respiratorius:
Hyaline membrane disease (HMD), Transient tachypnoe of the newborn (TTN),
Infeksi (pneumonia), Sindroma aspirasi, Hipoplasia paru, Hipertensi pulmonal.
Kelainan congenital (choanal atresia, hernia diagfragma,pieer robin sindroma),
Pleural effusion, Kelumpuhan saraf frenikus.
Luar traktus respiratoris:
Kelainan jantung congenital, kelainan metabolic, darah dan SSP.
Menurut Surasmi,dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
Takhipneu (>60x/i), Pernafasan dangkal, Mendengkur, Sianosis, Pucat, Kelelahan,
Apneu dan pernafasan tidak teratur, Penurunan suhu tubuh, Retraksi suprasternal dan
substernal, Pernafasan cuping hidung.
Menurut Suriadi dan Yuliandi (2001) dan Surasmi, dkk (2003) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:
Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat
Mempertahankan keseimbangan asam basa
Mempertahankan suhu lingkungan netral

14
Mempertahankan perfusi jaringan adekuat
Mencegah hipotermi
Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat

B. SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan adalah laksanakanlah penatalaksanaan yang
sebaik-baiknya pada neonatus dengan sindroma gawat nafas ini, dan hindari
terjadinya kelahiran prematur serta persalinan dengan seksio sesarea tanpa indikasi
medis. Sehingga pada akhirnya akan dapat menurunkan ngka kematian neonatus.

15

Anda mungkin juga menyukai