Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

METODOLOGI DAN
BAB
2
PENDEKATAN

2.1 METODOLOGI

2.1.1. Metode Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan untuk keperluan analisis pada studi ini
dapat digolongkan kepada dua kelompok, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan dengan melakukan penerapan
metoda wawancara kepada aparatur pemerintah, terutama pemerintah
daerah, pada instansi-instansi yang berwenang dalam melakukan
proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan
ruang kota di kawasan perkotaan dan suburban. Adapun data sekunder
mencakup catatan-catatan, hasil-hasil studi, hasil-hasil publikasi,
peraturan-peraturan, serta dokumen kebijakan dari instansi instansi
yang terkait. Di samping itu, data sekunder ini mencakup juga hasil
pengkajian literatur dan artikel-artikel jurnal-jurnal ilmiah, baik jurnal
nasional maupun internasional. Adapun lingkup dari data sekunder ini
mencakup data sosial kependudukan, ekonomi, fisik alami dan binaan,
profil perkotaan dan kegiatan kota di wilayah studi, dan aspek
institusional dalam pelaksanaan pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang kota.

A. Studi literatur
Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk pengkayaan
data dan informasi untuk mendukung kelengkapan sumber data
dan informasi untuk kedalaman analisis. Kegiatan pengumpulan
data sekunder tersebut antara lain mencakup:

MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 1
LAPORAN PENDAHULUAN

1) Tinjauan literatur (artikel, buku dan laporan riset, peta peta


kawasan yang diterbitkan mengenai kebijakan dan program
pengembangan di kawasan perbatasan)
2) Pencarian data melalui internet, mengenai kebijakan dan
program pengembangan Kawasan perbatasan

B. Indepth interview
Indepth interview dilakukan dalam bentuk wawancara
secara mendalam dengan tokoh-tokoh atau pelaku kunci yang
terkait dengan isu atau permasalahan sosial-budaya, ekonomi,
serta pemberdayaan masyarakat di wilayah perencanaan.
Sasaran indepth interview mencakup antara lain: lingkungan
Pemerintah Daerah masing masing Kabupaten, masyarakat di
sekitar lokasi wilayah amatan, LSM, pemerhati lingkungan hidup
serta stakeholder terkait.

2.1.2. Metode Analisis


Pendekatan analisis mencakup sisi makro, sisi meso dan sisi
mikro. Pendekatan makro meninjau wilayah perencanaan sebagai
simpul dalam suatu wilayah yang luas, dalam hubungan regional dan
kawasan lain di sekelilingnya, pendekatan mezzo memandang wilayah
perencanaan sebagai suatu wilayah atau organisme yang mempunyai
kemampuan tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang
dikandungnya pada tingkat kawasan kota, sedangkan pendekatan
mikro memandang wilayah perencanaan sebagai suatu bagian kota
yang lebih detil serta menggambarkan secara teknis bagian-bagian
tersebut. Adapun teknik yang digunakan disesuaikan dengan aspek
yang akan dibahas serta kepentingannya, yang antara lain bersifat:

A. Analisis Kuantitatif
Metode analisis kuantitatif menggunakan prosedur yang
terukur dan sistematis yang didukung oleh data-data numerik.
Analisis kuantitatif ini meliputi Metode Analisis Sistem, Metode
Peramalan (forecasting), Metode Analisis Spasial. Metode
analisis kuantitatif menggunakan prosedur yang terukur dan
sistematis yang didukung oleh data-data numerik. Analisis
kuantitatif ini meliputi Metode Analisis Sistem, Metode
Peramalan (forecasting), Metode Analisis Spasial.
Metode Analisis Sistem, yaitu metode analisis yang
digunakan untuk melakukan pengkajian terhadap elemen-

MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 2
LAPORAN PENDAHULUAN

elemen dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam sistem


yang diamati. Oleh karena itu, metoda analsis ini akan lebih
difokuskan kepada analisis faktor-faktor penyebab dalam
proses pemanfaatan ruang kawasan perkotaan dan sub-
urban, analisis identifikasi permasalahan sub-urban, dan
analisis permasalahan dalam kegiatan pengendalian
pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan dan sub-urban
beserta faktor-faktor penyebabnya.
Metode Peramalan (forecasting), yaitu metode analisis
yang dipakai untuk memperkirakan perkembangan (trend)
yang terjadi di masa depan, apakah itu dalam aspek
kependudukan, ekonomi, maupun perubahan guna lahan.
Oleh karena itu, metode analsis ini lebih difokuskan untuk
melakukan analsis kecenderungan yang akan terjadi dalam
proses pemanfaatan ruang kawasan perkotaan dan sub-
urban di masa yang akan datang.
Metode Analisis Spasial, yaitu metode penelitian yang
menjadikan peta, sebagai model yang merepresentasikan
dunia nyata yang diwakilinya, sebagai suatu media analisis
guna mendapatkan hasil-hasil analisis yang memiliki atribut
keruangan. Analisis spasial ini penting untuk mendapatkan
gambaran keterkaitan di dalam permasalahan antar-wilayah
dalam wilayah studi.

B. Analisis Kualitatif
Metode analisis kualitatif merupakan kajian yang
menggunakan data-data teks, persepsi, dan bahan-bahan
tertulis lain untuk mengetahui hal-hal yang tidak terukur dengan
pasti (intangible). Beberapa metode kualitatif yang dipakai
dalam kajian ini adalah sebagai berikut: Metoda Deskriptif
Analitis, Analisis Isi (Content Analysis), Analisis Kebijakan (Policy
Analysis).
Metoda Deskriptif Analitis, yaitu metode penelitian yang
melakukan penuturan, analisis dan mengklasifikasikan data
dan informasi yang diperoleh dengan berbagai teknik seperti
survey, wawancara, observasi, angket, kuesioner, studi
kasus, dan lain-lain (Surakhmad, 1980). Dalam hal ini,
analisis deskriptif analisis akan lebih difokuskan kepada
analsis kondisi eksisting, yang meliputi analisis proses dan

MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 3
LAPORAN PENDAHULUAN

fenomena pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan dan


sub-urban, serta analisis proses dan mekanisme
pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan hingga
saat ini.
Analisis Isi (Content Analysis), yaitu suatu metode untuk
mengkaji substansi dan konsistensi dari suatu kebijakan,
program, dan/atau perangkat hukum tertentu yang berkaitan
dengan suatu permasalahan tertentu. Dalam hal ini, analisis
isi akan lebih banyak difokuskan untuk menganalisis produk-
produk hukum yang berkenaan dengan proses dan
mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
Analisis Kebijakan (Policy Analysis), yaitu sebuah pemikiran
kritis dan seni untuk memahami permasalahan aktual yang
terkait dengan kebijakan pembangunan yang akan dan/atau
telah dilaksanakan oleh sebuah otoritas publik atau
pemerintah yang bertalian dengan berbagai sektor dan
kepentingan umum (Bridgman & Davis 2000, hal 46). Oleh
karena itu, analisis kebijakan ini dapat dikatakan sebagai
suatu metode analisis untuk mengetahui seberapa jauh
sebuah kebijakan diimplementasikan dalam pelaksanaan.
Analisis kebijakan ini mencakup tujuan kebijakan, hasil
kebijakan serta dampak kebijakan yang mungkin terjadi.
2.2 PENDEKATAN

2.2.1.Peran Masyarakat Dalam Pemanfaatan Ruang


Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur
ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya (UU
no. 26 Tahun 2007). Pemanfaatan ruang termasuk dalam kegiatan
pelaksanaan tata ruang.

MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 4
LAPORAN PENDAHULUAN

Gambar 2.1. Skema Pembagian Kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah


Provinsi, dan PEmerintah Kabupaten/Kota dalam Penyelenggaraan Penataan
Ruang
(sumber: Direktorat Jenderal Penataan RUang, DPU)

Pada dasarnya, penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh


pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat. Peran masyarakat
dalam penataan ruang dilakukan antara lain melalui:
a. Partisipasi Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang.
b. Partisipasi Dalam Pemanfaatan Ruang.
c. Partisipasi Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang.

2.2.2.Pendekatan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

a. Pengertian Pengendalian Pemanfaatan Ruang.


Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari proses penataan ruang. Pengendalian
pemanfaatan ruang merupakan kegiatan yang berkaitan
dengan pengawasan dan penertiban terhadap implementasi

MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 5
LAPORAN PENDAHULUAN

rencana sebagai tindak lanjut dari penyusunan atau adanya


rencana, agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata
ruang. Ibrahim (1998:27) mengemukakan bahwa dengan
kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang, maka dapat
diidentifikasi sekaligus dapat dihindarkan kemungkinan
terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang.

b. Perangkat Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Pemanfaatan ruang dalam pelaksanaannya tidak selalu
sejalan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Ketidaksesuaian atau pelanggaran tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya tekanan perkembangan pasar
terhadap ruang, belum jelasnya mekanisme pengendalian, dan
lemahnya penegakan hukum. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa
untuk mewujudkan terciptanya pembangunan yang tertib ruang
diperlukan tindakan pengendalian pemanfaatan ruang.
Kecenderungan penyimpangan tersebut dapat terjadi karena
produk rencana tata ruang kurang memperhatikan aspek
pelaksanaan atau sebaliknya bahwa pemanfaatan ruang kurang
memperhatikan rencana tata ruang. Pengendalian pemanfaatan
tata ruang dilakukan agar pemanfaatan tata ruang dapat
berjalan sesuai dengan rencana tata ruang.
Perangkat pada dasarnya untuk mencegah perubahan
pemanfaatan ruang sebab pada dasarnya bila peruntukan
lahan-lahan didasari pertimbangan yang matang, mempunyai
kekuatan hukum yang pasti dan dianggap masih sesuai dengan
kebutuhan masyarakat umum dan perkembangan kota, maka
prosedur pengendaliannya menjadi sangat sederhana. Setiap
permohonan yang tidak sesuai dengan peruntukan harus
ditolak kecuali ada ketetapan peraturan daerah tersebut
mencantumkan dispensasi/keringanan yang diperbolehkan.
Tetapi persoalan akan menjadi rumit bila rencana peruntukan
lahan yang dianggap tidak sesuai lagi dengan laju
perkembangan kota, maka perlu evaluasi rencana peruntukan
lahan dan kemungkinan revisinya.

Perangkat dalam pengendalian pemanfaatan ruang, seperti


dikemukakan dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 6
LAPORAN PENDAHULUAN

Ruang, terdiri dari Mekanisme Perijinan, Pengawasan dan


Penertiban yang akan diuraikan sebagai berikut :
1) Mekanisme perijinan merupakan usaha pengendalian
pemanfaatan ruang melalui penetapan prosedur dan
ketentuan yang ketat serta harus dipenuhi untuk
menyelengarakan suatu pemanfaatan ruang.
2) Pengawasan adalah usaha menjaga kesesuaian
pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang telah
ditetapkan dalam rencana tata ruang terdiri dari pelaporan,
pemantauan dan evaluasi.
3) Penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang diselenggarakan dalam bentuk
pengenaan sanksi agar pemanfaatan yang direncanakan
dapat terwujud, terdiri dari sanksi administratif dan sanksi
perdata yang diatur dalam peraturan perundangan yang
berlaku.
Secara kelembagaan, mekanisme perizinan satu atap cukup
efektif untuk menekan pelanggaran pemanfaatan ruang, karena
memungkinkan terjadi koordinasi yang lebih intensif antara
instansi-instansi yang terkait dalam memberikan izin. Dalam
kaitannya dengan rencana tata ruang, ada tiga jenis
pelanggaran/perubahan terhadap dokumen rencana tata ruang,
yaitu:
Perubahan fungsi, yaitu perubahan yang tidak sesuai
dengan fungsi lahan yang telah ditetapkan dalam
rencana, yaitu fungsi yang ditetapkan dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah.
Perubahan blok peruntukan, yaitu pemanfaatan yang
tidak sesuai dengan arahan peruntukan yang telah
ditetapkan, yaitu perubahan Koefisien Dasar Bangunan
(KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan
Garis Sempadan Bangunan (GSB) tiap blok yang ditetapkan
dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Perubahan persyaratan teknis, yaitu pemanfaatan
sesuai fungsi dan peruntukan, tetapi persyaratan teknis
bangunan tidak sesuai dengan ketentuan dalam rencana
dan peraturan bangunan setempat, yaitu persyaratan
teknis yang ditetapkan dalam rencana tapak kawasan dan

MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 7
LAPORAN PENDAHULUAN

perpetakan yang menyangkut tata letak dan tata bangunan


beserta sarana lingkungan dan utilitas umum.

Klasifikasi penggunaan lahan yang jelas akan mempermudah


menentukan apakah izin dapat diberikan atau ditolak. Sesuai
dengan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, mekanisme insentif dan disinsentif merupakan bagian
dari pengendalian pemanfaatan ruang. Mekanisme insentif dan
disinsentif dianggap mampu untuk mendorong perkembangan
kota dan dapat menimbulkan dampak positif yang menunjang
pembangunan kota atau upaya pengarahan pada
perkembangan yang berdampak negatif untuk mengefektifkan
pembangunan/rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Mekanisme insentif dan disinsentif mengandung suatu
pengaturan dan pengendalian pembangunan yang akomodatif
terhadap setiap perubahan yang menunjang
pembangunan/perkembangan kota. Insentif dan disinsentif
diharapkan disusun oleh masing-masing daerah sebagai
perangkat pengendaliannya. Contoh mekanisme insentif dan
disinsetif dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jenis Insentif dan Disinsentif
Kelompok Objek
Mekanisme
Insentif dan Guna Lahan Pelayanan Umum Prasarana
Disinsentif

Pengaturan/ Pengaturan Kekuasaa AMDAL


Regulasi/ hukum pemilikan n hukum untuk
Kebijaksanaan lahan oleh mengendalikan Linkage
private gangguan/ Develop
Pengaturan pencemaran ment exaction
sertifikasi tanah Pengendal
AMDAL ian hukum
TDR terhadap
Pengaturan kendaraan dan
perizinan transportasi

Izin prinsip; Pengaturan
izin usaha/tetap penyediaan
Izin lokasi pelayanan umum
Planning oleh swasta
permit Three in
Izin one policy
gangguan
IMB
Izin
penghunian
bangunan (IPB)

MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 8
LAPORAN PENDAHULUAN

Kelompok Objek
Mekanisme
Insentif dan Guna Lahan Pelayanan Umum Prasarana

Ekonomi/Keuanga Pajak Pajak User


n lahan/PBB kemacetan charge/tool for
Pajak Pajak plan
pengembagan pencemaran Initial
lahan Retribusi cost for land
Pajak balik perizinan consolidation
nama/jual beli User
lahan charge atas
Retribusi pelayanan umum
perubahan guna Subsidi
lahan untuk pengadaan
Developme pelayanan umum
nt impact fees oleh pemerintah
Betterment atau swasta
tax
Kompensas
i
Pemilikan/Pengad Penguasa Pengadaan Pengada
aan langsung an lahan oleh pelayanan umum an infrastruktur
oleh pemerintah pemerintan oleh pemerintah oleh
(air bersih), pemerintah
pengumpul/ Pemban
pengolahan gunan
sampah, air kotor, perumahan
listrik, telepon, Pemban
angkutan umum. gunan fasilitas
umum
(sumber:bulletinpenataanruang.com)

Pengendalian pemanfaatan ruang di daerah harus


dilakukan secara terpadu. Oleh sebab itu, dalam proses
pengendalian pemanfaatan ruang harus dilakukan oleh
berbagai lembaga/instansi yang berwenang sesuai dengan
otorisasinya. Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang
sebaiknya dilakukan berdasarkan pada skala perencanaan yang
menjadi pedoman proses perizinan pemanfaatan ruang. Adapun
skala perencanaan yang menjadi pedoman perizinan
pemanfaatan ruang adalah:
1) Rencana Struktur dan Pola Ruang
2) Rencana Blok Peruntukan
3) Rencana Tapak Kawasan
4) Rencana Perpetakan

2.2.3.Wilayah Perbatasan Antar Daerah

MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 9
LAPORAN PENDAHULUAN

Kawasan perbatasan merupakan kawasan yang memiliki


karakteristik yang berbeda-beda, karena masing masing kabupaten
berbeda dalam pengelolaan struktur dan pola ruang. Pengaturan
kawasan perbatasan diperlukan untuk mengatasi berbagai konflik
daerah perbatasan. Kawasan perbatasan timbul karena adanya
beberapa hal, antara lain adalah:
a. Dalam Pembentukan Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota yang
ditetapkan dengan Undang-Undang Pembentukan Daerah,
belum didukung dengan Batas Wilayah secara pasti di lapangan
sehingga menjadi kendala bagi Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan Program Pembangunan
khususnya di wilayah perbatasan
b. Belum diperbaharuinya produk hukum yang mengatur tentang
penataan batas dan penegasan batas di daerah propinsi dan
kabupaten/kota yang selama ini diatur dalam Permendagri
nomor 10 tahun 1984 tentang penetapan batas wilayah
desa/kelurahan dan inmendagri nomor 24 tahun 1990 tentang
penetapan batas dan pemetaan wilayah desa dan kelurahan
c. Adanya tarik-menarik kepentingan di wilayah Perbatasan
terutama di wilayah yang mempunyai potensi sumber daya alam
seperti: minyak, gas, bahan mineral, hutan dan lain sebagainya
d. Belum adanya peta yang baku sebagai pegangan dan dasar
untuk kepastian/penentuan batas
e. Belum tersedianya Sumber daya Manusia (SDM) yang memiliki
kemampuan maupun ketrampilan teknis di bidang topografi
perbatasan
f. Dijumpainya perbedaan hasil pengukuran di lapangan dengan
peta yang sudah ada
g. Belum ada pengaturan yang lebih jelas tentang batas
kewenangan pengelolaan wilayah laut di daerah

Secara umum penyebab utama munculnya permasalahan di wilayah


perbatasan, baik antar negara maupun antar daerah adalah:
a. Perbedaan hasil pengukuran di lapangan dengan peta;
b. Tidak sesuai bunyi perjanjian dengan topografi yang
sesungguhnya;
c. Hasil survei tidak sesuai dengan isi pertanyaan;
d. Per'anji'an antar penduduk lokal;
e. Banyaknya peladangan penduduk berpindah di Indonesia dan
MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG
KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 10
LAPORAN PENDAHULUAN

sebaliknya.

Dari hal-hal tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bakwa inti


dari.semua itu adalah masalah peta dan pemetaan wilayah. Dalam
kaitan dengan itu eksistensi peta wilayah baik negara maupun daerah
sangat diperlukan. Hal yang menjadikan keprihatinan kagi kita adalah
masih sebagian kecil saja dari keseluruhan wilayah negara kita yang
telah dipetakan. Kurang lengkapnya data mengenai peta wilayah baik
wilayah negara maupun daerah menimbulkan permasalahan yang
cukup pelik, oleh sebab itu minimal dalam kurun waktu 5-10 tahun
harus dilakukan suatu revisi terhadap peta-peta suatu wilayah.

A. Strategi dan Langkah Penyelesaian Permasalahan Perbatasan

Strategi yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka


menangani permasalahan di wilayah perkotaan antara lain
sebagai berikut:

Penanganan Permasalahan Perbatasan Antar Daerah


Penyusunan peraturan perundang-undangan, yang mengacu
pada pelaksanan Otonomi Daerah yang bertujuan untuk
memajukan kehidupan masyarakat di daerah. Salah satu
bentuk implementasinya adalah Penyelesaian Penyusunan
Peraturan Perundangan-Undangan, seperti RPP Tentang
Pedoman Penetapan Batas Antar Daerah, Pedoman
Penyelesaian Permasalahan Perbatasan, Pedoman Penetapan
Batas Ruang Udara dan Laut. Keppres Tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan (Prosedur dan Metodologi) Penetapan
Batas, yang diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu produk
hukum yang melandasi setiap kegiatan yang berhubungan
dengan penetapan dan penegasan batas wilayah antar
daerah.
Pelaksanaan penegasan/penetapanbatas antar daerah, yaftu
batas antar propinsi dan batas antar kabupaten/Kota,
sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Pembentukan
Daerah.
Peningkatan kerjasama antar daerah yang berbatasan,
terutama dalam pengelolaan kawasan-kawasan khusus yang
tidak dapat dipisahkan/dibagi oleh batas wjlayah seperti
wjlayah daerah aliran sungai, kawasan hutan, kawasan rawan
bencana alam. Dimana kemungkinan kawasan tersebut
terletak pada satu atau lebih daerah administratif
MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG
KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 11
LAPORAN PENDAHULUAN

(kabupaten/kota). Dalam kaitannya dengan hal ini perlu


dibentuk semacam forum kerjasama antar daerah terutama
yang berbatasan sehingga memperjelas dalam pengelolaan
kawasan tersebut yang tentu saja tetap dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pemetaan kembali terhadap masing-masing daerah yang ada
(Propinsi, Kabuaten/Kota) pada umumnya maupun daerah-
daerah pemekaran baru (Propinsi, Kabupaten/Kota) pada
khususnya. Pemetaan dilakukan tidak hanya di darat akan
tetapi juga di laut. Hal ini disebabkan karna menurut Undang-
undang No. 22 Tahun 1999 pasal 10, sebagaimana telah
diperbaharui oleh UU No. 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa
daerah juga berwenang mengelola sumber daya yang
tersedia di wilayah darat dan lautnya serta
bertanggungjawab terhadap pelestariannya, berdasarkan hal
tersebut maka diperlukan kejelasan batasnya meskipun hal
ini bukan berarti pengkaplingan terhadap laut kita. Pada
gilirannya semua ini dilakukan untuk mencegah atau minimal
mengurangi terjadinya konflik antar daerah yang berbatasan
tersebut.

B . Peran dan Fungsi Survey Pemetaan Dalam Pengelolaan


Batas Wilayah

Batas wilayah merupakan salah satu unsur yang dijadikan


dasar ka, eksistensi suatu daerah, baik itu dalam lingkup
negara maupun daerah administrasi yang tingkatanna lebih
rendah. Oleh sebab itu dalam mewujudkan ketegasan katas
wilayah diperlukan survey pemetaan yang baik dan benar dan
memenuhi standar dan aturan kartografis.Penetapan dan
penegasan batas wilayah, baik negara maupun daerah akan
sangat ditentukan oleh ketelitian dan ketepatan pengukuran titik
koordinat geografis dalam survey pemetaan. Apabila kita
melihat luasnya wilayah Negara Republik Indonesia dengan
beribu pulau yang membentang dan Sabang sampai Merauke,
yang mencakup daerah Propinsi, Kabupaten, Kota, Kecamatan,
dan Desa perlu ditingkatkan upaya untuk melakukan penataan
batas daerah. Dan data yang ada ternyata baru sebagian kecil
saja daerah yang jelas batas-batas daerah dan telah dipetakan.
Yang tidak kalah penting untuk ditekankan adalah amanat
Undang-Undang Pembentukan Daerah yang secara tegas
MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG
KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 12
LAPORAN PENDAHULUAN

menyatakan perlunya Penetapan Batas secara pasti di


lapangan yang dilengkapi titik koordinat secara tepat sehingga
perbedaan pendapat tentang batas wilayah di daerah dapat
ditekan serendah mungkin. Hal ini didasarkan pada fakta, bahwa
pesatnya pertumbuhan pembangunan, pemekaran daerah dapat
mengakibatkan hilang atau berubahnya, batas alam ataupun
batas buatan sehingga menimbulkan masalah tersendiri.
Sebagai konsekuensi penyelenggaraan desentralisasi
kewenangan Pemerintahan, yang semula Daerah hanya memilki
kewenangan di wilayah Daerah dengan diberkalkannya Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999, sebagaimana telah deperbaharui
dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
maka Daerah juga mempunyai Kewenangan Pengelolaan di
Wilayah Laut. Konsekuensi ini semakin menguatkan peran
pemerintah untuk secara seksama merespon amanat Undang-
Undang tersebut serta dapat dijadikan momentum untuk
menyelesaikan Konfl ik Perbatasan, baik antar propinsi, antar
kabupaten/kota, kecamatan dan antar desa.

Untuk itu sangat dibutuhkan suatu kerangka berfikir makro


dan menyeluruh dengan mengkorelasikan semua aspek yang
terkait dengan Penataan Batas Wilayah (negara maupun
daerah), baik eksternal maupun internal. Oleh karena itu
sangatlah penting untuk direnungkan adanya ide untuk
mengelola wilayah perbatasan secara terpadu dengan
implementasi kebijakan yang integral dan menyatu dalam satu
arah kebijakan. Pembentukan sebuah institusi yang secara
khusus mengelola/mengendalikan perbatasan menjadi sesuatu
yang sangat penting untuk dapat menampung aspirasi, prakarsa
dan kehendak masyarakat serta dapat mengeliminasi semua
permasalahan dan perbedaan yang ada selama ini terutama
dalam mengelola perbatasan.

Selanjutnya untuk dalam proses pembuatan peta yang balk


dan benar diperlukan survey pemetaan, yang bertujuan untuk
mencocokkan data yang sudah ada/dimilikl dengan
informasi/data yang ada di lapangan. survey pemetaan yang
sampai saat ini relatif sangat dikenal adalah survey pemetaan
dengan menggunakan NAVSTAK GPS (Navigation Satelite Global
Positioning System). GPS adalah suatu sistem radio navigasi
satelit yang di kembangkan oleh DOD (The United State

MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 13
LAPORAN PENDAHULUAN

Department of Defense) untuk keperluan navigasi global segala


cuaca dimuka bumi pada sembarang waktu dan kondisi apapun.
Sistem ini memungkinkan pemakai receiver GPS menentukan
posisi geodetik kecepatan gerak dalam koordinat 3-dimensl serta
waktu dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Secara umum sistem
ini mempunyai kegunaan untuk:
Infrastruktur & Komunikasi
Penentuan posisi untuk mapping/pemetaan
Search and Rescue (SAR)
Eksplorasi geofisika
Navigasi (darat, laut, udara)
Pemotretan/Foto Udara

Dengan demikian dapat diketahui bahwa GPS sangat


potensial dan pemakaiannya boleh dikatakan tidak terbatas
oleh waktu dan cuaca. Selain hal tersebut dapat digunakan
untuk penentuan posisi secara real time dalam mode statik
(objek diam) maupun mode dinamik (objek bergerak).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dengan metode
kinematik ini
dimungkinkan penentuan posisi titik-titik di udara (misal posisi
pengambilan foto udara) sepanjang jalur terbang pesawat.
Selain itu dalam kaitannya dengan survey Pemetaan, metode
kinematik ini dapat diterapkan untuk berbagai jenis pekerjaan
mapping seperti penetapan batas wilayah, penetapan batas
lahan (kadaster) penentuan azimuth dan Sistem Informasi
Geografis (SIG).

C. Kriteria Batas Wilayah


Eksistensi suatu wilayah tidak dapat lepas dari keberadaan
batas batas wilayahnya, baik itu batas alamiah maupun buatan.
Ketegasan dan kejelasan batas wilayah antara lain dapat
diketahui melalui survey pemetaan secara langsung di lapangan.
Suatu batas wilayah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1) Batas tersebut memiliki kepastian hukum, dalam hal ini ada
produk hukum yang mengatur dan menetapkannya.
2) Batas tersebut dapat diukur, dalam hal ini yang dimaksud
adalah dapat diketahui secara tepat titik koordinatnya
geografisnya.

MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 14
LAPORAN PENDAHULUAN

3) Kejelasan batas tersebut diwujudkan dalam bentuk peta,


baik itu berupa peta dasar/peta topografi pun peta tematik
Oleh sebab itu survey pemetaan merupakan hal yang mutlak
perlu dilakukan terutama untuk membandingkan data yang
sudah ada dengan data yang di lapangan.

Peta wilayah merupakan manivestasi dan rencana tata ruang,


dimana dari dalamnya mencakup semua informasi yang dimiliki
oleh daerah tersebut, baik informasi yang bersifat sosial-
ekonomi, maupun kondisi fisik-alamiah daerah yang
bersangkutan. Semua informasi yang termuat dalam peta
tersebut merupakan dasar utama bagi para perencana dan
pengambil kebijakan dalam menentukan arah pembangunan
negara atau daerahnya. Oleh sebab itu peta wilayah suatu
negara atau daerah berbeda dari peta wilayah daerah lainnya.
Dari uraian diatas terutama menyangkut masalah penegasan
batas wilayah, dapat diketahui bahwa batas wilayah sangatlah
penting. Data dan informasi batas wilayah semakin banyak dan
komplek dari waktu ke waktu, yang antara lain ditandai dengan
munculnya Provinsi, Kabupaten/Kota baru hasil pemekaran.
Dalam penataan dan penegasan batas wilayah, tidak dapat lepas
dari masalah pemetaan. Pemetaan batas wilayah merupakan
suatu proses penggambaran situasi berdasarkan hasil
pengukuran sepanjang garis batas wilayah dan 100 meter ke kiri
dan kanan garis batas tersebut. Informasi yang terdapat pada
peta batas wilayah menjadi masukan dalam pembuatan peta
wilayah, dan digunakan sekagai bagian yang tak terpisahkan
dalam penerbitan dasar hukum mengenai batas wilayah yang
telah ditegaskan.

D. Sistem Informasi Batas Wilayah Sebagai Salah satu


Bentuk Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG)
Dengan semakin bertambahnya data wilayah dari waktu ke
waktu diperlukan adanya basis data suatu wilayah, baik data
fisik maupun sosial-ekonomi. Data tersebut disimpan dalam
suatu media yang dapat menyimpan dan memproses data
tersebut. Data yang disimpan dapat berupa data grafis
(rangkaian gambar) maupun data (Geographic Information
System). Pusat Pemetaan Batas Wilayah Bakosurtanal, tentunya
bertanggung jawab untuk membangun sistem informasi ini
untukdipergunakan secar a luas oleh berbagai instansi.
MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG
KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 15
LAPORAN PENDAHULUAN

Perkembangan sistem perpetaan ke arah sistem informasi


geografis ini didahului oleh perkembangan dalam sistem
informasi, dalam arti terjadi proses dinamisasi dan format statis
ke format digital, yaitu format yang dapat diterima dan diproses
oleh mesin. Terminologi sistem lnformasi geografis mempunyai
makna ketelitian dan kecermatan karena sistem informasi ini
merupakan satu proses yang kompleks dan dinamis. Sistem ini
mempunyai kemampuan memadukan data yang berbasis
keruangan spasial atau koordinat geografis dan dapat pula
diintegrasikan dengan data tabuler. Dengan tersedianya data
spatial batas wllayah dan data tabuler, Dengan tersedianya
data spasial batas wilayah dan data tabuler (kode, kelas,
waktu pemkuatan, dan sebagainya) dalam format digital akan
mempermudah dan mempercepat pengiriman/penerimaan data
dan informasi batas wllayah.

E. Koordinasi Pemetaan Batas Wilayah


Masalah penataan dan pengelolaan wilayah perbatasan
merupakan permasalahan yang bersifat multidimensional,
karena mencakup berbagai aspek maupun menyangkut
berbagai sektor yang saling terkait. Oleh sebab itu dalam
setiap kegiatan yang berkaitan dengan penataan dan
pengelolaan wilayah perbatasan, baik batas wilayah antar
negara maupun antar daerah seyogyanya melibatkan instansi-
instansi yangterkait, antara lain:
Departemen Dalam Negeri
Departemen Luar Negeri
Bakosurtanal
Badan Pertanahan Nasional
Direktorat Tapografi TNI AD
Dinas Hidrooseanografi TNI-AL
Departemen Kelautan dan Perikanan
Departemen Kehutanan
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
Departemen Perindustrian dan Perdagangan
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Departemen Pertanian
Departemen Keuangan
Departemen Pekerjaan Umum
Pemerintah Daerah
MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG
KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 16
LAPORAN PENDAHULUAN

Khusus untuk penetapan dan penegasan Batas Wilayah Antar


Daerah telah dibentuk Tim di bawah pembinaan Menteri Dalam
Negeri yang bertugas mengakomodasikan dan menfasilitasi
sejumlah kegiatan yang berkaian langsung dengan Pemetaan
Batas Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota, sehingga dicapai
kesamaan langkah dan tindakan dalam penataan batas daerah.

2.2.4.Pengurangan Resiko Bencana

Risiko bencana didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya


dampak merugikan atau adanya kehilangan sebagai akibat adanya
interaksi antara ancaman bencana (alam atau non alam) dan kondisi-
kondisi yang rentan. Pengurangan risiko bencana pada umumnya
didefinisikan sebagai kerangka kerja terkait usaha meminimalkan
kerentanan dan risiko bencana bagi masyarakat melalui mitigasi,
pencegahan dan pembangunan kesiapan (misalnya dengan peringatan
dini), tanggap darurat, pemulihan, dan pembangunan menghadapi
dampak bencana yang mungkin timbul (Goyet 2008). Pada daerah
urban tingkat kepadatan penduduk dan intensitas pemukiman dan
prasarana fisik/infrastruktur yang tinggi, usaha pengurangan risiko
menjadi sangat penting untuk dilaksanakan secara tepat dan efisien.
Pengurangan resiko bencana merupakan tanggung jawab bersama
antara pemerintah dengan masyarakat. Seiring dengan perubahan
paradigma penanganan bencana di Indonesia telah bergeser dari
penekanan terhadap tanggap darurat, menjadi lebih ditekankan
kepada keseluruhan manajemen penanggulangan bencana. Diperlukan
upaya prioritas pengurangan resiko bencana dalam proses
pembangunan masyarakat dan pembangunan kawasan.
Dalam proses pembangunan masyarakat dan kawasan yang
responsif terhadap risiko bencana, idealnya, usaha-usaha terkait
selama masa pra, selama dan pasca bencana perlu direncanakan dan
dikelola secara benar. Pada saat sebelum terjadi bencana, usaha
pengurangan risiko bencana perlu mengacu pada prinsip-prinsip
pengurangan risiko bencana. Adapun beberapa prinsip pengurangan
risiko bencana meliputi (Forum PRB DIY, 2011):
a) Mengarus-utamakan secara substansial pengurangan risiko
bencana ke dalam proses pemulihan dan pembangunan.
b) Memajukan pendekatan-pendekatan partisipatif yang sejati serta
perencanaan program pemulihan yang terdesentralisasi.

MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 17
LAPORAN PENDAHULUAN

c) Mempertinggi standar-standar keamanan/keselamatan dan


mengintegrasikan pengurangan risiko di dalam rekonstruksi dan
pembangunan.
d) Memajukan kondisi-kondisi kehidupan komunitas-komunitas
serta sektor-sektor yang terdampak bencana menjadi lebih baik.
e) Memastikan penguatan kapasitas-kapasitas lokal dan nasional
untuk meningkatkan ketangguhan, manajemen risiko dan krisis,
serta pembangunan yang berkelanjutan.
f) Melandaskan upaya pemulihan pada kepekaan, kesetaraan, dan
keadilan jender maupun kelompok rentan.
g) Menegakkan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan
rencana pemulihan secara sistematis, kredibel, dan partisipatif.

2.3. ALUR PIKIR


A
Alur pikir dalam penyusunan Materi Teknis dan Kebijakan
Pemanfaatan Ruang Kawasan Strategis Perbatasan sebagai berikut:
LAPORAN PENDAHULUAN
PERSIAPAN
Diskusi dan Pembahasan Laporan Pendahuluan
Latar Belakang
Penetapan Tujuan dan Sasaran
Mobilisasi Tenaga Ahli
Metodologi
ANALISIS (LAPORAN ANTARA):
Analisis Kajian Perundangan dan Peraturan yang Berlaku pada Pemanfaatn Ruang
Analisis Pola dan Struktur kawasan Perbatasan Bantul Gunungkidul Sleman
Analisis Sosial Budaya dan Ekonomi Wilayah
Analisis
Inventarisasi mekasisme
Peraturan Perizinan
dan Inventarisasi
Produk Hukum Pemanfaatan
Data ruang dan Budaya
Sosial, Ekonomi Inventarisasi Data
Fisik dan Lingkungan

Diskusi dan Pembahasan Laporan Antara

Rumusan Permasalahan Kawasan Perbatasan (wilayah Barat & Wilayah Timur)

Penyusunan Konsep Substansi Materi Teknis Perizinan Pemanfaatan Ruang Kawasan Perbatasan

Keputusan penerbitan ijin terhadap permohonan Pemanfaatan


Arahan Pengendalian
ruang
Rekomendasi
Kawasan
Pemanfaatan
tindak
Perbatasan
lanjut
Ruang.
pemanfaatan ruang Kawasan perbatasan

Penyusunan Draft Rancangan Peraturan Gubernur tentang Pemanfaatan Ruang Kawasan Perbatasan

MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
Diskusi IIdan Pembahasan Laporan Akhir
- 18

LAPORAN AKHIR
LAPORAN PENDAHULUAN

Gambar 2.2. Bagan Alur Pikir Pekerjaan Materi Teknis dan Kebijakan Pemanfaatan Ruang
Kawasan Strategis Perbatasan (sumber: Studio, 2012)

MATERI TEKNIS DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN STRATEGIS PERBATASAN
II - 19

Anda mungkin juga menyukai