Anda di halaman 1dari 19

PARASITOLOGI & MIKROBIOLOGI

ASCARIS LUMBRICOIDES & ANCYLOSTOMA


DUODENALE

Disusun oleh :
1. Ni Komang Ayu Srinadi, NPM 1605010172
2. Ni Luh Putu Arya Susilawati, NPM 1605010164
3. Gede Hyugiswara, NPM 1605010174

Dosen Pembimbing :
Drs. I Gede Rimaya, DMM

FAKULTAS KESEHATAN AYURWEDA

UNIVERSITAS HINDU INDONESIA


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
anugerah-Nya. saya dapat menyelesaikan makalah tentang Cacing Ascaris
Lumbricoides dan Ancylostoma Duodenale dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga saya ucapkan terima kasih kepada BpakDrs. I
Gede Rimaya, DMM. selaku Dosen mata kuliah Parasitologi dan Mikrobiologi
Universitas Hindu Indonesia Denpasar yang telah memberikan tugas ini kepada
kami.
Dengan harapan makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Cacing Ascaris Lumbricoides dan Ancylostoma
Duodenale. Didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah dibuat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna untuk yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Denpasar, 18 Mei 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah .................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Ascaris Lumbricoides
1. Cacing Ascaris Lumbricoides ............................................................ 3
1.1. Taksonomi ....................................................................................... 3
1.2. Morfologi ........................................................................................ 3
1.2.1. Morfologi Telur ..................................................................... 4
1.2.2. Morfologi Cacing Dewasa .................................................... 5
1.3. Siklus Hidup .................................................................................... 5
1.4. Distribusi Geografik (Penyebaran) ................................................. 6
1.4.1. Habitat ................................................................................... 6
1.4.2. Penyebaran ............................................................................ 6
1.5. Cara Diagnosa Lab ......................................................................... 7
1.5.1. Cara Diagnosa Metode Langsung ......................................... 7
1.5.2. Cara Diagnosa Metode Tidak Langsung ............................... 7
1.6. Pencegahan .................................................................................... 8

B. Ancylostama Duodenale
2. Cacing Ancylostama Duodenale ....................................................... 9
2.1. Taksonomi ................................................................................ 9
2.2. Morfologi ................................................................................. 9
2.3. Siklus Hidup ............................................................................. 10
2.4. Distribusi Geografik ................................................................. 11
2.5. Cara Diagnosa .......................................................................... 11
2.6. Pencegahan .............................................................................. 12
2.7. Pengobatan ............................................................................... 13

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan ......................................................................................... 14
3.2. Saran ................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Parasitologi merupakan ilmu yang berisi kajian tentang organisme (jasad
hidup) yang hidup dipermukaan atau didalam tubuh organisme lain untuk
sementara waktu atau selama hidupnya, dengan cara mengambil sebagian atau
seluruh fasilitas hidupnya dari organisme lain tersebut.
Parasitisme merupakan hubungan antara dua organisme, yang satu
diantaranya mendapat keuntungan dan yang lain dirugikan. Helmintologi adalah
ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. Stadium dewasa cacing-cacing
yang termasuk Nemethelminthes (kelas nematoda) berbentuk bulat memanjang
dan pada potongan transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Cacing ini
memiliki alat kelamin terpisah.
Ascaris lumbricoides adalah nematoda usus atau cacing usus yang ditularkan
melalui tanah (soil transmitted helminth) yang dapat meyebabkan penyakit
ascariasis, cacing ini disebut juga dengan cacing gelang. Dalam periode hidupnya
cacing ini memerlukan tanah untuk berkembang dan penularan cacing ini melalui
perantara tanah.
Ancylostoma duodenale merupakan cacing kait kelas Nematoda n umum
ditemukan pada anjing n kucing. Cacing tambang paling sering disebabkan oleh
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Cacing dewasa tinggal di usus
halus bagian atas, sedangkan telurnya akan dikeluarkan bersama dengan kotoran
manusia. Telur akan menetas menjadi larva di luar tubuh manusia, yang akan
masuk kembali ke tubuh korban melalui telapak kaki yang berjalan tanpa alas
kaki. Larva akan berjalan-jalan di dalam tubuh melalui peredaran darah yang
akhirnya tiba di paru-paru lalu dibatukkan dan ditelan kembali. Gejala meliputi
reaksi alergi lokal atau seluruh.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana morfologi cacing Ascaris Lumbricoides dan Ancylostoma
Duodenale ?
2. Bagaimana siklus hidup cacing Ascaris Lumbricoides dan Ancylostoma
Duodenale ?
3. Menjelaskan penyebaran cacing Ascaris Lumbricoides dan Ancylostoma
Duodenale !

1
4. Bagaimana diagnose cacing Ascaris Lumbricoides dan Ancylostoma
Duodenale ?
5. Bagaimana pencegahan cacing Ascaris Lumbricoides dan Ancylostoma
Duodenale ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. ASCARIS LUMBRICOIDES
1. Cacing Ascaris Lumbricoides
Ascaris lumbricoides adalah nematoda usus atau cacing usus yang
ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminth) yang dapat meyebabkan
penyakit ascariasis, cacing ini disebut juga dengan cacing gelang. Dalam periode
hidupnya cacing ini memerlukan tanah untuk berkembang dan penularan cacing
ini melalui perantara tanah.
1.1. Taksonomi
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Secernetea
Ordo : Ascaridida
Family : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris Lubricoides

1.2. Morfologi
Cacing Ascaris lumbricoides memiliki 2 stadium dalam perkembangannya, yaitu :
1. Telur : telur fertil, infertil dan yang telah mengalami dekortikasi
2. Bentuk dewasa.
Stadium telur spesies ini berbentuk bulat oval dan ukurannya berkisar
antara 45 75 mikron x 35 50 mikron. Telur Ascaris lumbricoides sangat khas
dengan susunan dinding telurnya yang relatif tebal dengan bagian luar yang
berbenjol-benjol. Dinding telur tersebut tersusun atas tiga lapisan, yaitu :
a. Lapisan luar yang tebal dari bahan albuminoid yang bersifat
impermiabel.
b. Lapisan tengah dari bahan hialin bersifat impermiabel ( lapisan ini yang
memberi bentuk telur )
c. Lapisan paling dalam dari bahan vitelline bersifat sangat impermiabel
sebagai pelapis sel telurnya.
Telur cacing ini sering ditemukan dalam 2 bentuk, yaitu telur fertile
(dibuahi) dan telur yang infertile (tidak dibuahi). Telur fertil yang belum
berkembang biasanya tidak memiliki rongga udara, tetapi yang telah mengalami
perkembangan akan didapatkan rongga udara. Pada telur fertile yang telah
mengalami pematangan kadangkala mengalami pengelupasan dinding telur yang
paling luar sehingga penampakan telurnya tidak lagi berbenjol-benjol kasar
melainkan tampak halus. Telur yang telah mengalami pengelupasan pada lapisan
albuminoidnya tersebut sering dikatakan telah mengalami proses dekortikasi.
Pada telur ini lapisan hialin menjadi lapisan yang paling luar.

3
Telur infertil; bentuknya lebih lonjong, ukuran lebih besar, berisi protoplasma
yang mati sehingga tampak lebih transparan.
Pada stadium dewasa, cacing spesies ini dapat dibedakan jenis
kelaminnya. Biasanya jenis betina memiliki ukuran yang relatif lebih besar
dibandingkan jantan. Pada bagian kepala (anterior) terdapat 3 buah bibir yang
memiliki sensor papillae, satu pada mediodorsal dan 2 buah pada ventrolateral.
Diantara 3 bibir tersebut terdapat bucal cavity yang berbentuk trianguler dan
berfungsi sebagai mulut. Jenis kelamin jantan memiliki ukuran panjang berkisar
antara 10 30 cm sedangkan diameternya antara 2 4 mm. Pada bagian posterior
ekornya melingkar ke arah ventral dan memiliki 2 buah spikula. Sedangkan jenis
kelamin betina panjang badannya berkisar antara 20 35 cm dengan diameter
tubuh antara 3 6 mm. Bagian ekornya relatif lurus dan runcing.
Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35
cm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di
ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat
bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi.
Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat
bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi
berukuran 60 x 45 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih
besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat
menginfeksi manusia.

1.2.1. Morfologi Telur


Telur Ascaris lumbricoides atau cacing gelang memiliki ciri-ciri yaitu :

1. ukuran telur bergantung kesuburan di dalam usus hospes

2. telur keluar bersama tinja dalam keadaan belum matang

3. ada empat bentuk telur yang mungkin di temukan dalam tinja, yaitu :

a. telur dibuahi b. telur dekortikasi

c. telur infertil d. telur berembrio

4
1.2.2. Morfologi cacing dewasa
Cacing Ascaris lumbricoides atau cacing gelang memiliki ciri-ciri yaitu :

1. Nematoda usus terbesar

2. badan panjang silindris, kedua ujung lancip, lapisan luar dilapisi kutikula
yang melintang.

3. mulut memiliki 3 bibir, 1dorsal dan 2 lateroventral.

4. cacing jantan ukurannya lebih kecil dari pada betina.

5. bagian posterior cacing jantan melengkung ke arah ventral.

1.3. Siklus Hidup

a. Dimulai dari cacing dewasa yang bertelur dalam usus halus dan telurnya
keluar melalui tinja lewat anus,
sehingga tahap ini disebut juga
dengan fase diagnosis, dimana
telurnya mudah ditemukan.
b. Kemudian telur yang keluar
bersama tinja akan
berkembang di tanah tempat
tinja tadi dikeluarkan dan
mengalami pematangan.
c. Selanjutnya setelah telur
matang disebut fase infektif,
yaitu tahap dimana telur
mudah tertelan.
d. Telur yang tertelan akan
menetas di usus halus.
e. Setelah menetas, larva akan
berpindah ke dinding usus

5
halus dan dibawa oleh pembuluh getah bening serta aliran darah ke paru-
paru.
f. Di dalam paru-paru, larva masuk ke dalam kantung udara (alveoli), naik
ke saluran pernafasan dan akhirnya tertelan.
g. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Mulai dari telur
matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu
kurang lebih 2 bulan.

1.4. Distribusi Geografik (penyebaran)


1.4.1. Habitat
Manusia merupakan satu-satunya hospes ascaris lubricoides.
Ascaris dapat ditemukan pada semua manusia dalam artian semua umur,
tetapi paling sering terdapat pada anak umur 5-9 tahun dengan frekuensi
kurang lebih sama pada kedua jenis kelamin. Penyakit yang disebabkan
oleh ascaris lubricoides disebut askariasis. Cacing dewasa berbentuk
silinder dengan ujung yang meruncing. Stadium dewasa hidup di rongga
usus halus dengan cara menarik diri kedalam lipatan-lipatan mucosa serta
memakan isi dari usus tersebut. Tanah liat dengan kelembaban tinggi dan
suhu yang berkisar antara 250C 30C sangat baik untuk tempak
berkembangbiaknya telur Ascaris lumbricides sampai menjadi bentuk
infektif. Cacing dewasa hidup didalam usus besar dan telur yang dihasilkan
betinanya terbawa oleh material feses. Pada material tersebut larva cacing
dalam telur berkembang mencapai stadium infektif didalam tanah.
Makanan yang berasal dari areal agrikultur dimana tanahnya telah
terkontimasi oleh feses yang berisi telur infektif, dapat mentransmisikan
telur secara langsung ke manusia. Makana yang terkontaminasi dengan
telur infektif dimakan oleh manusia dan larva tersebut keluar dari telur
didalam usus.

1.4.2. Penyebaran
Parasit ini bersifat kosmopolit dengan prevalensi di Asia sebesar
73%. Diperkirakan di seluruh dunia terdapat 1300 juta orang yang
terinfeksi Ascaris lumbricoides. Di Indonesia, prevalensi askariasis juga
tergolong tinggi, terutama pada anak antara 60-90%. Tinggi prevalensi
askariasis terkait dengan kondisi sosio-ekonomi yang buruk. Semakin
buruk hygiene dan sanitasi, semakin mudah terkena infeksi ascaris.
Ascaris lumbriocoides banyak terdapat di daerah yang beriklim
panas dan lembab, tetapi juga dapat hidup di daerah beriklim sedang.
Penyebaran ini terutama berada di daerah tropis yang tingkat
kelembabannya cukup tinggi.

6
1.5. Cara Diagnosa Labolatorium
Diagnosa pasti untuk Askarisasis yaitu dengan cara menemukan telur
cacing dewasa pada feses. Metode-metode yang digunakan dalam pemeriksaan
feses ada dua cara, yaitu dengan metode langsung (dengan kaca prnutup ataupun
tidak dengan kaca penutup) dan meetode tidak langsung (dengan cara
sedimentasi atau sentrifuge, cara flotasi dengan NaCl jenuh).
Salah satu metode pemeriksaan telur cacing selain dengan pemeriksaan
tinja yang diagnosis, dapat pula dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik
melalui mulut (berupa muntahan) ataupun kotoran atau tinja.

1.5.1 Metode langsung


1. Sediaan langsung tanpa pewarnaan teknik pemeriksaan :
Sediakan obyek glass yang bersih dan kering
Teteskan pada bagian kiri dan kanan obyek glass, kemudianmasing-
masing ditetesi air garam faal (jarak 4 cm)
Dengan batang pengaduk dari kayu yang bersih dan kering diambil
sedikit feses atau bagian yang berlendir lalu diusapkan pada tetesan-
tetesan air garam pada yang sudah diteteskan.
Tutup masing-masing sediaan dengan cover glass
Periksa di bawah mikroskop, mula-mula dengan perbesaran lemah
kemudian dipertegas dengan perbesaran kuat.

2. Sediaan langsung dengan pewarnaan iodium ( lugol) Teknik


pemeriksaan :
Sediakan obyek glass yang bersih dan kering.
Teteskan pada bagian kiri dan kanan obyek glass, kemudian
masing-masing ditetesi air garam faal (jarak 4 cm)
Dengan batang pengaduk dari kayu yang bersih dan kering diambil
sedikit feses atau bagian yang berlendir lalu diusapkan pada
tetesan-tetesan air garam pada yang sudah diteteskan.
Pada sediaan sebelah kiri ditambahkan 1 tetes eosine 20 % dan
disebelah kanan diteteskan 1 tetes iodium / lugol lalu masing-
masing dicampur, jangan sampai sediaan 1 tercampur dengan
sediaan 2.
Tutup masing-masing sdiaan dengan cover glass
Periksa di bawah mikroskop, mula-mula dengan perbesaran lemah
kemudian dipertegas dengan perbesaran kuat.

1.5.2. Tidak langsung


Cara konsentrasi dengan ZnSO4. Tehnik pemeriksaan :
Dibuat suspensi feses 1:10, yaitu 1 bagian feses + 10 Bagian air
panas
Saring suspensi tersebut dengan kain kasa dan filtrat ditampung
dalam tabung centrifuge.
Putar dengan kecepatan 2.500 rpm selama 1 menit.

7
Supernatan dibuang, sedimennya ditambah 2-3 ml air dan diaduk
sampai homogen.
Putar lagi, supernatan jernih dituang ( kalau perlu ulangi
pemutaran)
Sedimennya ditambahkan 3-4 ml zink sulfate jenuh ( 33 % larutan
ZnSO4 mempunyai Bj 1.18 ), Diaduk dengan batang pengaduk,
sehingga homogen dan ditambahkan ZnSO4 sampai batas 1.5 cm
dari permukaan tabung
Putar dengan kecepatan tinggi selama 1 menit.
Pindahkan lapisan atas dari supernatan dengan ohse dan taruh di
atas obyek glass yang bersih, kemudian tambahkan 1 tetea lugol,
campur.
Tutup dengan cover glass, periksa di bawah mikroskop.

1.6. Pencegahan
Terdapat tiga cara untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh Ascaris
Lumbricoides, antara lain :
1. Pencegahan Primer
Melakukan promosi kesehatan yaitu pendidikan kesehatan dan
penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, hygiene keluarga dan
hygiene pribadi seperti tidak menggunakan tinja sebagai pupuk
tanaman, sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan,
tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun, sayuran
segar (mentah) yang akan dimakan sebagai lalapan, harus dicuci bersih
dan disiram lagi dengan air hangat karena telur cacing Ascaris dapat
hidup dalam tanah selama bertahun-tahun. Juga peyuluhan tentang
pentingnya buang air besar di jamban, tidak di kali atau di kebun untuk
menghindari penyebaran dan penyakit ini.
Proteksi spesifik dengan melakukan pengobatan massal 6 bulan sekali
di daerah endemik atau di daerah yang rawan askariasis.

2. Pencegahan Sekunder
Deteksi dini terhadap orang yang mempunyai risiko terkena
penyakit askariasis serta mengobati dengan tepat penderita askariasis
3. Pencegahan Tersier
Membatasi ketidakmampuan penderita askariasis dengan
memberikan pengobatan pirantel pamoat 10 mg/kgBB dosis tunggal,
Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari
selama tiga hari berturut-turut, Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali
saja), tetapi tidak boleh digunakan selama hamil atau melakukan
operasi pembedahan apabila pengobatan secara oral sudah tidak
memungkinkan lagi.

Berdasarkan pada siklus hidup dan sifat telur cacing ini, maka upaya
pencegahan dapat dilakukan sebagai berikut :
Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.

8
Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus
hidup cacing misalnya memakai jamban.
Tidak mengunakan tinja sebagai pupuk tanaman. Sebelum melakukan
persiapan makan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan
mengunakan sabun.
Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar ( mentah ) sebagai lalapan,
hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
Mengadakan pengobatan massal setiap 6 bulan sekali di daerah endemic
ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit ascariasis.

B. ANCYLOSTOMA DUODENALE
2. Ancylostoma Duodenale (cacing tambang)
Cacing tambang diberi nama cacing tambang karena pada zaman dahulu
cacing ini ditemukan di Eropa pada pekerja pertambangan, yang belum
mempunyai fasilitas sanitasi yang memadai. Necator americanus banyak
ditemukan di Amerika, Sub-Sahara Afrika, Asia Tenggara, Tiongkok, and
Indonesia, sementara A. duodenale lebih banyak di Timur Tengah, Afrika Utara,
India, dan Eropa bagian selatan. Sekitar seperempat penduduk dunia terinfeksi
oleh cacing tambang. Infeksi paling sering ditemukan di daerah yang hangat dan
lembab, dengan tingkat kebersihan yang buruk. bentuk infektif dari cacing
tersebut adalah bentuk filariform. Setelah cacing tersebut menetas dari telurnya,
munculah larva rhabditiform yang kemudian akan berkembang menjadi larva
filariform.

2.1. Taksonomi dari cacing tambang:


Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Secernantea
Ordo : Strongylida
Famili : Ancylostomatidae
Genus : Ancylostoma dan Necator
Spesies : Ancylostoma duodenale ( Afrika)
Necator americanus (Amerika)

9
2.2. Morfologi Ancylostoma Duodenale (cacing tambang)
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus manusia, dengan mulut yang
melekat pada mukosa dinding usus. Ancylostoma duodenale ukurannya ebih besar
dari Necator americanus. Yang betina ukurannya 10-13 mm x 0,6 mm, yang jantan
8-11 x 0,5 mm, bentuknya menyerupai huruf C, Necator americanus berbentuk
huruf S, yang betina 9 11 x 0,4 mm dan yang jantan 7 9 x 0,3 mm. Rongga
mulut A.duodenale mempunyai dua pasang gigi, N.americanus mempunyai
sepasang benda kitin. Alat kelamin jantan adalah tunggal yang disebut bursa
copalatrix. A.duodenale betina dalam satu hari dapat bertelur 10.000 butir, sedang
N.americanus 9.000 butir. Telur dari kedua spesies ini tidak dapat dibedakan,
ukurannya 40 60 mikron, bentuk lonjong dengan dinding tipis dan jernih. Ovum
dari telur yang baru dikeluarkan tidak bersegmen. Di tanah dengan suhu
optimum23oC - 33oC, ovum akan berkembang menjadi 2, 4, dan 8 lobus.

2.3. Siklus Hidup Ancylostoma Duodenale (cacing tambang)


Cacing dewasa merupakan ektoparasit dalam usus
halus manusia. Telur cacing dapat keluar
bersama feses manusia. Pada daerah
yang sesuai, yaitu di tanah
lembap, telur yang sudah
dibuahi akan menetas dan dalam waktu
sehari menghasilkan larva. Larva ini dapat
menembus kulit manusia
melalui kulit yang tidak beralas
kaki. Bersama aliran darah,
larva sampai ke jantung dan paru-paru. Dari paru-paru, larva menembus dinding
paru-paru sampai ke trakea kemudian ke faring. Lalu larva masuk lagi ke dalam
usus halus dan tumbuh menjadi cacing tambang dewasa. Cacing betina dan jantan
dewasa dapat melakukan perkawinan. Cacing betina menghasilkan ribuan telur
perhari. Telur tersebut keluar bersama feses, selanjutnya siklus berulang. Contoh
lainnya: Ancylostoma duodenale, terdapat di daerah tropika Afrika dan Asia.
Spesies lainnya adalah Necator americanus yang terdapat di Amerika.

10
2.4. Distribusi Geografik
Kejadian penyakit ini di Indonesia sering ditemukan terutama di daerah
pedesaan, khususnya di perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap
darah hanya sedikit namun luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung
lama, setelah gigitan dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat.
Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun
sangat berperan dalam penyebaran infeksi penyakit ini (Gandahusada, 1998).
Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus)
dengan suhu optimum 32oC 38oC. Untuk menghindari infeksi dapat dicegah
dengan memakai sandal atau sepatu bila keluar rumah.
Parasit ini tersebar di seluruh dunia ( kosmopolit ). Penyebaran yang paling
banyak di daerah tropis dan subtropis. Lingkungan yang paling cocok adalah
habitat dengan suhu dan kelembapan yang tinggi, terutama daerah perkebunan
dan pertambangan.

2.5. Cara Diagnosa Labolatorium


Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja segar manusia
dan larva pada tinja yang sudah lama. Telur kedua spesies ini tidak dapat
dibedakan, untuk membedakan spesies, telur dibiakkan menjadi larva dengan
salah satu cara, yaitu Harada Mori.
Gejala klinis ankilostomiasis ditimbulkan oleh adanya larva maupun cacing
dewasa. Gejala permulaan yang timbul setelah larva menembus kulit adalah
timbulnya rasa gatal-gatal biasa. Apabila larva menembus kulit dalam jumlah
dalam jumlah banyak, rasa gatal-gatal semakin hebat dan kemungkinan terjadi
infeksi sekunder. Apabila lesi berubah menjadi vesikuler akan terbuka karena
garukan itu. Gejala ruam papuloeritematosa yang berkembang akan menjadi
vesikel. Ini diakibatkan oleh banak larva filariform yang menembus kulit.
Kejadian ini disebut ground itch. Apabila larva mengadakan migrasi ke paru maka
dapat menyebabkan pneumonitis yang tingkat gejalanya tergantung pada jumlah
larva tersebut.

11
Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa dapat berupa
nekrosis jaringan usus, gangguan gizi, dan kehilangan darah.
a. Nekrosis jaringan usus
Kedaan ini diakibatkan dinding jaringan usus yang terbuka oleh
gigitan cacing dewasa.
b. Gangguan gizi
Penderita banyak kehilanan karbohibrat, lemak, dan terutama protein,
bahkan banyak unsur besi (Fe) yang hialng sehingga terjadi malnutrisi.
c. Kehilangan darah
Darah yang hilang itu dikarenakan dihisap langsung oleh cacing dewasa.
Disampng itu, bekas gigitan cacing dewasa dapat menimbulkan pendarahan terus
menerus karena sekresi zat koagulan oleh cacing dewasa tersebut. Setiap ekor
cacing ancylostoma duodenale dapat mngakibatkan hilangnya darah antara 0,08-
0,34cc per hari. Penderita biasanya menjadi anema hipokrom mikrositer sehingga
daya tahan dan prestasi kerja menurun.
Pada kasus infeksi akut yang disertai jumlah cacing yang banyak, penderita
mengalami lemah badan, nausea, sakit perut, lesu, pucat, dan kadang-kadang
disertai diare dengan tinja berwarna merah sampai hitam (tergantung jumlah darah
yang keluar). Apabila cacing dewasa yang terdapat pada anak-anak jumlahnya
banyak maka dapat mengakibatkan gejala hebat dan dapat menyebabkan
kematian.
Gejala klinis sering dihubungkan dengan jumlah telur yang ditemukan dalam
tinja. Dilaboratorium dapat diketahui dengan metoda hitung telur per mg
(miligram) tinja. Apabila ditemukan 5 per mg tinja, belum ada gejala yang berarti,
tetapi apabila lebih besar dari 20 per mg tinja, mulai ada korelasinya dengan
gejala yang ditimbulkan dan apabila ditemukan 50 per mg atau lebih, keadaan
penderita sudah mengarah ke infeksi berat.

2.6. Pencegahan
` Pencegahan dapat dilakukan dengan cara Sanitasi lingkungan, diantaranya:
Hindari berjalan keluar rumah tanpa memakai alas kaki

12
Kebiasaan tidak memakai alas kaki merupakan faktor resiko yang kuat
untuk terjadinya infeksi cacing tambang.
Cuci tangan sebelum makan
Cuci tangan, pekerjaan ini adalah Awal yang terpokok jika anda ingin tetap
sehat. Dimanapun dan kapanpun selalau ada bakteri atau mikroorganisme
yang siap masuk melawan tubuh kita 70 % perantara yang tepat adalah dari
tangan, untuk itu cuci tangan adalah salah satu tindakan preventif yang sangat
tepat.
Hindari pemakaian feces manusia sebagai pupuk pada sayuran
Jika sayuran yang dimakan tidak bersih maka larva cacing akan ikut
termakan karena sayuran dipupuk menggunakan feces manusia yang telah
terinfeksi.
Jika anda Ibu, awasi dan jaga anak anda main di Tanah
Dari sifat hidupnya, cacing tambang hidup pada tanah, sangat cepat
menular melalui kulit, melewati epidermis kulit teratas hingga terakhir, anak
anak tentulah sangat mudah untuk dijadikan media untuk hidup si cacing
tambang. Untuk itu perlu awasi anak anda saat bermain di tanah atau di
halaman rumah yang memungkinkan adanya cacing tambang. Jika terlanjur
memanjakan anak anda, lakukan kegiatan prefentif yaitu bersihkan seluruh
badan anak dari tanah sehabis main.
Bersih Pakaian dan tempat
Mikroba penyebab infeksi ada dimana mana, bahkan tempat maupun
pakaian kita yang terlihat bersihpun bisa saja terdapat kuman kuman yang
membahayakan kesehatan. Dengan demikian Kebersihan atau sanitasi dan
higienis tempat anda sangat diperlukan untuk mempertahankan kesehatan
anda dan keluarga.

2.7. Pengobatan
Obat pilihan untuk ancylostoma duodenale adalah tetrakloretilen. Obat lain
yang bisa digunakan adalah mebendazol, albendazol, pirantelpamoat, tetrasimol,
bitoskamat dan befenium hidrosinafoat.

13
14
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Ascaris lumbricoides adalah nematoda usus atau cacing usus yang
ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminth) yang dapat meyebabkan
penyakit ascariasis, cacing ini disebut juga dengan cacing gelang. Sedangkan
Ancylostoma duodenale disebut juga dengan cacing tambang. Cacing dewasa
tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan telurnya akan
dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia.
Dalam sehari seekor cacing gelang betina dewasa bisa menghasilkan
200.000 telur setiap hari. Bila di dalam perut ada tiga ekor saja, dalam sehari
mereka sanggup memproduksi 600.000 telur, berbeda dengan A.duodenale
yang hanya memproduksi 10.000 butir setiap harinya. Telur yang keluar
bersama tinja manusia ditanah akan menetas setelah 1-1,5 hari.
Dari segi penyebaran ke dua cacing tersebut sama-sama tersebar di
seluruh dunia (kosmopolit). Penyebaran yang paling banyak di daerah tropis
dan subtropis. Lingkungan yang paling cocok adalah habitat dengan suhu dan
kelembapan yang tinggi, terutama daerah perkebunan dan pertambangan.

2. Saran
Menjaga pola hidup bersih agar terhindar dari penyakit.
Segera berobat jika timbul gejala awal, karena penyakit yang sudah kronis
akan sulit untuk disembuhkan.
Hindari faktor resiko terinfeksi.
a.

15
Daftar Pustaka

1. Brown HW, 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Gramedia. Jakarta


2. http://djokopurwoko.blogspot.co.id/2015/02/buku-ajar-i-1-105.html. (diakses
pada 18 mei 2017)
3. http://janualdi.blogspot.co.id/2014/04/siklus-hidup-ascaris-lumbricoides.html.
(diakses pada 18 mei 2017)
4. https://medlab.id/ascaris-lumbricoides/. (diakses pada 17 mei 2017)
5. http://parasitologicacing.blogspot.co.id/2015/03/ascaris-lumbricoides.html.
(diakses pada 17 mei 2017)
6. http://rickyano.blogspot.co.id/2010/08/ascaris-lumbricoides.html. (diakses
pada 17 mei 2017)
7. http://www.idbiodiversitas.com/2016/12/ascaris-lumbricoides-habitat-
penyebaran.html. (diakses pada 17 mei 2017)
8. http://www.medkes.com/2015/02/penyebab-gejala-pengobatan-
askariasis.html. (diakses pada 18 mei 2017)
9. Sastra DN. 2005. Parasitologi Kedokteran Ditinjau Dari Organ Tubuh Yang
Diserang.Buku Kedokteran EGC.Jakarta. https://books.google.co.id/books?
id=CT-
Sg_1JsvwC&pg=PA80&lpg=PA80&dq=penyebaran+ancylotoma&source=bl
&ots=MXku6k1Jpa&sig=u0p7lSNrK-
SRkx79h1rp_KklsNk&hl=jv&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=penyebaran
%20ancylotoma&f=false. (diakses pada 17 mei 2017)

16

Anda mungkin juga menyukai