Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

Organ pendengaran merupakan salah satu indera yang memegang peranan


penting dalam kehidupan, terutama dalam hal berkomunikasi. Gangguan pada
organ pendengaran otomatis akan berdampak pada fungsi pendengaran pasien.
Gangguan pendengaran dibedakan menjadi tuli sebagian (hearing impaired) dan
tuli total (deaf). Tuli sebagian adalah keadaan fungsi pendengaran berkurang
namun masih dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan atau tanpa bantuan
alat bantu dengar, sedangkan tuli total adalah keadaan fungsi pendengaran yang
sedemikian terganggu sehingga tidak dapat berkomunikasi sekalipun
mendapatkan perkerasan bunyi (amplikasi).
Indonesia menurut survei "Multi Center Study" di Asia Tenggara,
termasuk ke dalam 4 negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu
4,6%, sedangkan 3 negara lainnya yakni Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan
India 6,3%). Angka prevalensi sebesar 4,6% tergolong cukup tinggi, sehingga
dapat menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat.
Gangguan pendengaran mempunyai tiga jenis, yaitu bisa berbentuk tuli
konduksi (Conductive Hearing Loss), tuli sensorineural (Sensorineural Hearing
Loss), dan tuli campur (Mixed Hearing Loss). Sensorineural hearing loss (SNHL)
merupakan temuan tersering (sekitar 90%) dari seluruh kasus kehilangan
pendengaran. Penyebab dari ketulian tersebut bermacam-macam, mulai dari
trauma kepala atau telinga, infeksi, kongenital, pajanan suara yang terlalu keras,
dan lain-lain. Kondisi ketulian memberikan dampak negatif bagi kualitas hidup
pasien, sehingga ia tidak dapat menjalankan fungsi tertentu dalam kehidupan.
Mengingat pentingnya fungsi pendengaran dalam kehidupan, sehingga
pengetahuan akan gangguan pendengaran ini perlu mendapat perhatian yang
serius supaya kita dapat mengenali, diagnosis dan menentukan tatalaksana yang
tepat bagi pasien.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Organ Auditorius


1. Telinga Luar

Gambar 2.1 Anatomi telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2,5 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya
sedikit dijumpai kelenjar serumen.[2]
Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan terhadap
liang telinga sementara procesus mastoideus terletak dibelakangnya. Saraf fasialis
meninggalkan foramen stilomastoideus dan berjalam ke lateral menuju prosesus
stilodeus di posteroinferior liang telinga, dan berjalan dibawah liang telinga untuk
memasuki kelenjar parotis.[3]

2
2. Telinga Tengah
Telinga tengah adalah rongga berisi udara didalam tulang temporalis yang
terbuka melalui tuba auditorius (eustachius) ke nasofaring dan melalui nasofaring
keluar. Tuba biasanya tertutup, tetapi selama mengunyah, menelan, dan menguap
saluran ini terbuka, sehingga tekanan dikedua sisi gendang telinga seimbang.[3]

Gambar 2.2 Membran timpani dan auditori osikuli

Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar yaitu membran timpani,
batas depan yaitu tuba eustachius, batas bawah yaitu vena jugularis (bulbus
jugularis), batas belakang yaitu aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis.
Batas atas yaitu tegmen timpani (meningens/otak), dan batas dalam berturut-turut
dari atas kebawah yaitu kanalis semisirkularis horizontal, kanalis facialis, tingkap
lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promomtorium.[3]
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun
dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran di dalam
telinga saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di
tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga

3
tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustahius termasuk dalam telinga tengah
yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.[3]

3. Telinga Dalam
Labirin (telinga dalam) mengandung organ pendengaran dan
keseimbangan, terletak pada pars petrosa os temporal. Labirin terdiri dari labirin
bagian tulang dan labirin bagian membran. Labirin bagian tulang terdiri dari
kanalis semisirkularis, vestibulum dan koklea. Labirin bagian membran terletak
didalam labirin bagian tulang, dan terdiri dari kanalis semisirkularis, utrikulus,
sakulus, sakus dan duktus endolimfatikus serta koklea.[3]
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan
kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi
oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa
yang ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang
mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe.
Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-
sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor.

Gambar 2.4 Vestibulum

Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang


juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak
pada bidang yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis
semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis mempunyai suatu
ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista.

4
Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam
kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan
membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel rambut reseptor.[3]

Gambar 2.5 Anatomi telinga dalam

Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu-setengah


putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi berkas saraf
dan sup\lai arteri dari arteri vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan
menerobos suatu lamina tulang yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai sel-sel
sensorik organ corti. Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh
duktus koklearis yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe. Bagian atas
adalah skala vestibuli, berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh
membrana Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani juga
mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina spiralis
oseus dan membrana basilaris. Perilimfe pada kedua skala berhubungan pada
apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus koklearis melalui suatu
celah yang dkenal sebagai helikotrema. Membrana basilaris sempit pada basisnya
(nada tinggi) dan melebar pada apeks (nada rendah).[4]
Organ of corti adalah organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf
sebagai respon terhadap getaran membrana basiler. Organ of corti terletak pada

5
permukaan serat basilar dan membrana basilar. Terdapat dua tipe sel rambut yang
merupakan reseptor sensorik yang sebenarnya dalam organ corti yaitu baris
tunggal sel rambut interna, berjumlah sekitar 3500 dan dengan diameter berukuran
sekitar 12 mikrometer, dan tiga sampai empat baris rambut eksterna, berjumlah
12.000 dan mempunyai diameter hanya sekitar 8 mikrometer. Basis dan samping
sel rambut bersinaps dengan jaringan akhir saraf koklearis. Sekitar 90 sampai 95
persen ujung-ujung ini berakhir di sel-sel rambut bagian dalam, yang memperkuat
peran khusus sel ini untuk mendeteksi suara. Serat-serat saraf dari ujung-ujung ini
mengarah ke ganglion spiralis corti yang terletak didalam modiolus (pusat)
koklea.[4]

4. Vaskularisasi Telinga Dalam


Telinga dalam mendapatkan darah dari a. auditori interna (a. labirintin)
yang berasal dari a. serebelli inferior anterior atau dari a. basilaris yang
merupakan suatu end artery dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis.
Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang menjadi tiga,
yaitu:
a. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian
macula sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral
serta sebagian dari utrikulus dan sakulus.
b. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis
posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari
koklea.
c. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-
pembuluh arteri spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala
timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui tiga jalur utama yaitu vena auditori
interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis
mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus
petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis

6
sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus
sigmoid.
B. Fisiologi Pendengaran
Suara ditandai oleh nada, intensitas, kepekaan.
a) Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi suatu getaran. Semakin tinggi
frekuensi getaran, semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi
gelombang suara dari 20 sampai 20.000 siklus per detik, tetapi paling peka
terhdap frekuensi 1000 dan 4000 siklus per detik.
b) Intensitas atau Kepekaan. Suatu suara bergantung pada amplitudo
gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara daerah bertekanan tinggi
dan daerah berpenjarangan yang bertekanan rendah. Semakin besar
amplitudo semakin keras suara. Kepekaan dinyatakan dalam desible (dB).
Peningkatan 10 kali lipat energi suara disebut 1 bel, dan 0,1 bel disebut
desibel. Satu desibel mewakili peningkatan energi suara yang sebenarnya
yakni 1,26 kali. Suara yang lebih kuat dari 100 dB dalam merusak
perangkat sensorik di koklea.
c) Kualitas suara atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan,
yaitu frekuensi tambahan yang menimpa nada dasar. Nada-nada tambahan
juga yang menyebabkan perbedaan khas suara manusia
d) Frekuensi suara yang dapat didengar oleh orang muda adalah antara 20
dan 20.000 silkuls per detik. Namun, rentang suara bergantung pada
perluasan kekerasan suara yang sangat besar. Jika kekerasannya 60 desibel
dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan suara, rentang suara adalah samapai
500 hingga 5000 siklus per detik. Hanya dengan suara keras rentang 20
sampai 20.000 siklus dapat dicapai secara lengkap. Pada usia tua, rentang
frekuensi biasanya menurun menjadi 50 sampai 8.000 siklus per detik atau
kurang. Suara 3000 siklus per detik dapat didengar bahkan bila
intensitasnya serendah 70 desibel dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan
suara. Sebaliknya, suara 100 siklus per detik dapat dideteksi hanya jika
intensitasnya 10.000 kali lebih besar dari ini.

7
Gelombang suara yang memasuki telinga melalui kanalis auditorius
eksterna menggetarkan membran timpani. Getaran ini akan diteruskan oleh
tulang-tulang pendengaran (maleus, incus, dan stapes) di rongga telinga tengah.
Selanjutnya akan diterima oleh "oval window" dan diteruskan ke rongga koklea
serta dikeluarkan lagi melalui "round window". Rongga koklea terbagi oleh dua
sera menjadi tiga ruangan, yaitu skala vestibuli, skala tympani dan skala perilimfe
dan endolimfe. Antara skala tympani dan skala medial terdapat membran
basilaris, sel-sel rambut dan serabut afferen dan efferen nervus cochlearis. Getaran
suara tadi akan menggerakkan membrana basilaris, dimana nada tinggi diterima di
bagian basal dan nada rendah diterima di bagian apeks. Akibat gerakan membrana
basilaris maka akan menggerakkan sel-sel rambut sensitif di dalam organ corti.[4]
Organ corti kemudian merubah getaran mekanis di dalam telinga dalam
menjadi impuls saraf. Impuls ini kemudian dihantar melalui akson atau cabang
saraf sel-sel ganglion pada ganglion spiralis telinga dalam. Akson dari ganglion
spiralis menyatu, membentuk nervus auditorius atau koklearis yang membawa
impuls dari sel-sel di dalam organ corti telinga dalam ke otak untuk diinterpretasi.

1. Pola Getaran Membran Basiler untuk Frekuensi Suara yang Berbeda


Terdapat perbedaan pola tranmisi untuk gelombang suara dengan
frekuensi suara yang berbeda. Setiap gelombang relatif lemah pada permulaan
tetapi menjadi kuat ketika mencapai bagian membran basilar yang mempunyai
keseimbangan resonansi frekuensi alami terhadap masing-masing frekuensi suara.
Pada titik ini, membran basilar dapat bergetar ke belakang dan ke depan dengan
mudahnya sehingga energi dalam gelombang dihamburkan. Akibatnya,
gelombang berhenti pada titik ini dan gagal berjalan sepanjang membran basilar
yang tersisa. Jadi gelombang suara frekuensi tinggi hanya berjalan singkat
sepanjang membran basilar sebelum gelombang mencapai titik resonansinya dan
menghilang. Gelombang suara frekuensi sedang berjalan sekitar setengah
perjalanan dan kemudian menghilang. Dan akhirnya, gelombang suara frekuensi
sangat rendah menjalani seluruh jarak sepanjang membran basiler. (4)

8
Gambar 2.6 Pola getaran membran basiler untuk frekuensi suara yang berbeda

2. Jalur Pendengaran
Gambar 2.7 menggambarkan jaras pendengaran utama. Jaras ini
menunjukkan bahwa serabut dari ganglion spiralis corti memasuki nukleus
koklearis dorsalis dan ventralis yang terletak pada bagian atas medula. Pada titik
ini, semua sinaps serabut dan neuron berjalan terutama ke sisi yang berlawanan
dari batang otak dan berakhir di nukleus olivarius superior. Beberapa serat juga
berjalan secara ipsilateral ke nukleus olivarius superior, jaras pendengaran
kemudian berjalan ke atas melalui lemniskus lateral. Beberapa serat berakhir di
nukleus leminiskus lateralis. Banyak yang memintas nukleus ini dan berjalan ke
kolikulus inferior, tempat semua atau hampir semua serat ini berakhir. Dari sini,
jaras berjalan ke nukleus medial thalamus, tempat semua serabut bersinaps. Dan
akhirnya, jaras berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks auditorius, yang
terutama terletak pada girus superior lobus temporalis. (5)

9
Gambar 2.7 Jalur pendengaran

3. Aspek Klinis Jaras Pendengaran


a. Pada lesi sentral
Kerusakan pada duktus koklearis atau nervus koklearis dapat
mengakibatkan menurunya kemampuan atau hilangnya pendengaran pada
telinga pada sisi yang sama. Suatu lesi yang mengenai satu lemniskus
lateralis dapat menimbulkan penurunan kemampuan pendengaran (tuli
parsial) secara bilateral, yang lebih berat akibatnya pada telinga
kontralateral. Namun, inervasi bilateral menjamin bahwa suatu lesi sentral
unilateral tidak akan bermanifestasi menjadi penurunan kemampuan
mendengan unilateral.[5]
b. Diskriminasi arah asal suara
Destruksi korteks pendengaran pada kedua sisi otak baik pada
manusia atau pada mamalia yang lebih rendah menyebabkan kehilangan
sebagian besar kemampuannya mendeteksi arah asal suara. Namun,
mekanisme untuk deteksi ini dimulai pada nuklei olivarius superior di
dalam batang otak.
Nukleus olivarius superior dibagi menjadi dua yakni nukleus
olivarius superior medial dan lateral. Nukleus lateral bertanggung jawab
unuk mendeteksi arah sumber suara, agaknya melalui perbandingan

10
sederhana diantara perbedaan intensitas suara yang mencapai kedua
telinga, dan mengirimkan sinyal yang tepat ke korteks auditorik untuk
memperkirakan arahnya. Nukleus olivarius superior medial mempunyai
mekanisme spesifik untuk mendeteksi perbedaan waktu antara sinyal
akustik yang memasuki kedua telinga. Nukleus ini terdiri atas sejumlah
besar neuron yang mempunyai dua dendrit utama yang menonjol ke arah
kanan dan kiri. Intensitas eksitasi di setiap neuron sangat sensitif terhadap
perbedaan waktu yang spesifik antara dua sinyal akustik yang berasal dari
kedua telinga. Pada nukleus tersebut terjadi pola spasial perangsangan
neuron. Suara yang datang langsung dari depan kepala merangsang satu
perangkat neuron olivarius secara maksimal dan suara dari sudut sisi yang
berbeda menstimulasi pernagkat neuron lainnya dari sisi yang berlawanan.

11
C. Gangguan Pendengaran (Hearing Loss)
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total
medengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Pembagian gangguan
pendengaran berdasarkan tingkatan beratnya gangguan pendengaran, yaitu mulai
dari gangguan pendengaran ringan (20 39 dB), gangguan pendengaran sedang
(40 69 dB), dan gangguan pendengaran berat (70 89 dB). Gangguan
pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai:[2]
1. Tuli Konduktif
Disebabkan oleh kondisi patologis kanal telinga eksterna, membran
timpani, atau telinga tengah. Gangguan pendengaran konduktif tidak
melebihi 60 dB karena dihantarkan menuju koklea melalui tulang
(hantaran tulang) bila intesitasnya tinggi. Penyebab tersering gangguan
pendengaran jenis ini adalah otitis media dan disfungsi tuba eustachius
akibat otitis media stadium supurasi (pada anak) dan sumbatan seruman
(pada dewasa).
2. Tuli Sensorineural
Disebabkan oleh kerusakan atau malfungsi koklea, saraf pendengaran, dan
batang otak sehingga bunyi tidak dapat diproses sebagaimana mestinya.
Bila kerusakan terbatas pada rambut di sel koklea, maka sel anglion dapat
bertahan dan mengalami degenerasi transneural. Bila sel ganglion rusak,
maka maka nervus VIII akan mengalami degenerasi Wallerian.
Penyebabnya antara lain adalah: kelainan bawaan, genetik,
penyakit/kelainan pada saat ana dalam kandungan, proses kelahiran,
infeksi virus, pemakaian obat yang merusak koklea (kina, antibiotik seperti
golongan makrolida), radang selaput otak, dan hiperbilirubinemia.
3. Tuli Campuran
Bila gangguan pendengaran atau tuli kondutif dan sensorineural terjadi
bersamaan.

12
Faktor Penyebab
Secara garis besar faktor penyebab gangguan pendengaran dapat berasal
dari genetik maupun didapat:[3]
a. Faktor Genetik
Gangguan pendengaran karena faktor genetik pada umumnya berupa
gangguan pendengaran bilateral tetapi dapat pula asimetrik dan mungkin
bersifat statis maupun progresif. Kelainan dapat bersifat dominan, resesif,
berhubungan dengan kromosom X (contoh: Hunters syndrome, Alport
syndrome, Norries disease) kelainan mitokondria (contoh: Kearns-Sayre
syndrome), atau merupakan suatu malformasi pada satu atau beberapa
organ telinga (contoh: stenosis atau atresia kanal telinga eksternal sering
dihubungkan dengan malformasi pinna dan rantai osikuler yang
menimbulkan tuli konduktif.)
b. Faktor didapat
(i) Infeksi
Antara lain disebabkan oleh otitis media, otitis eksterna sirkumskripta.
(ii) Kongenital
Contohnya adalah atresia liang telinga,
(iii) Obat ototoksik
Obat-obatan yang menyebabkan gangguan pendengaran adalah
golongan antibiotika: Eritromisin, gentamisin, streptomisin, netilmisin,
amikasin, neomisin, (pada pemakaian eardrop), kanamisin, etiomisin,
vankomisin. Golongan diuretic yaitu furosemid.
(iv) Trauma
Fraktur tulang temporal, perdarahan telinga tengah, hemotimpanum,
atau perdarahan koklea, dislokasi osikular, trauma suara, dislokasi
osikula auditorius, trauma akustik.
(v) Neoplasma
Bilateral acoustic neurinoma (neurofibromatosis) cerebellopontine
tumor, tumor telinga tengah (contoh: rhabdomyosarcoma, glomus
tumor), osteoma liang telinga.

13
Derajat Ketulian
Berdasarkan ISO derajat tuli terbagi atas: (2)
a) 0-25 dB : normal
b) 26-40 dB : tuli ringan
c) 41-55 dB : tuli sedang
d) 56-70 dB : tuli sedang berat
e) 71-90 dB : tuli berat
f) >90 dB : tuli sangat berat (profound)
Menurut American National Standard Institute, derajat tuli terbagi atas: (10)
a) 16-25 dB HL : tuli sangat ringan
b) 26-40 dB HL : tuli ringan, tidak dapat mendengar bisikan
c) 41-70 dB HL : tuli sedang, tidak dapat mendengar percakapan
d) 71-95 dB HL : tuli berat, tidak dapat mendengar teriakan
e) >95 dB HL : tuli sangat berat, tidak dapat mendengar suara
yang menyakitkan bagi pendengaran manusia yang normal. (11)

Tabel 3.1 Klasifikasi derajat gangguan pendengaran menurut International


Standard Organization (ISO) dan American Standard Association (ASA)

Selain klasifikasi di atas, gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan


sesuai dengan etiologi, tipe gangguan pendengaran, ataupun letak kelainan secara

14
anatomis. Untuk pembagian gangguan pendengaran secara etiologi, telah
dijelaskan pada bagian faktor penyebab, sedangkan menurut tipe gangguan
pendengaran, adalah:
a) Gangguan pendengaran tipe konduktif
Gangguan pendengaran konduktif terjadi ketika hantaran suara melalui
telinga luar dan/atau telinga tengah mengalami gangguan yang diantaranya
disebabkan oleh:
i. Adanya sumbatan serumen (cerumen plug) atau biasa disebut
kotoran telinga
ii. Kelainan kongenital seperti mikrotia dan atresia liang telinga
iii. Gendang telinga yang mengalami perforasi akibat penggunaan
cotton bud, benda lain, atau infeksi.
iv. Infeksi telinga tengah yang menimbulkan cairan
Ciri dari CHL adalah
i. Berderajat ringansedang
ii. Umumnya mengenai nada/frekuensi rendah
iii. Correctable
iv. Dengan ABD (hearing aid), keluhan dapat membaik

Tabel 3.2. Petunjuk untuk diagnosis gangguan pendengaran konduktif.

15
b) Gangguan pendengaran tipe sensorineural
Gangguan pendengaran yang timbul akibat adanya masalah pada telinga
bagian dalam, nervus VII (SNHL tipe koklear) dan sentral pendengaran
korteks serebri, area 39 40 (SNHL tipe retrokoklear) disebut sebagai
gangguan pendengaran tipe sensori neural/tuli saraf. Diperkirakan 90%
dari total kasus gangguan pendengaran yang terjadi merupakan kasus
sensori neural.
Kasus ini paling sering terjadi akibat rusaknya sel-sel rambut bagian
dalam. Dimana jika sel-sel rambut bagian dalam sudah rusak, sejauh ini sel
rambut tidak dapat memperbaiki sendiri ataupun dengan penangan medis
Penyebab yang sering ditemukan pada gangguan pendengaran tipe
sensorineural:
i. Faktor genetik
ii. Sering terpapar bising (trauma akustik)
iii. Konsumsi obat-obat yang berbahaya bagi telinga (kinin,
stroptomisin, kanamisin)
iv. Tumor yang terjadi pada syaraf pendengaran (neuroma akustik)
v. Infeksi yang terjadi secara kongenital (kerusakan embrio
intrauterine akibat infeksi rubella pada ibu yang sedang
mengandung) maupun didapat seperti meningitis, parotitis,
lairintitis, mumps, dan sebagainya.
Ciri dari SNHL adalah
i. Berderajat ringan sampai berat
ii. Mengenai nada tinggi
iii. Umumnya uncorrectable
iv. ABD (hearing aid) biasanya tidak banyak membantu
Dan pada sebagian besar kasus, penyebabnya masih belum diketahui atau
idiopatik. Gangguan pendengaran tipe sensorineural dapat menyebabkan
kehilangan pendengaran dengan derajat ringan sampai dengan profound.

16
Tabel 3.3. Petunjuk untuk diagnosis gangguan pendengaran
sensorineural.

c) Gangguan pendengaran campur


Gelombang suara dapat menemui hambatan disepanjang jalur
pendengaran. Ketika gangguan pendengaran yang terjadi disebabkan
adanya masalah pada telinga bagian luar/tengah dan telinga bagian dalam
sekaligus maka disebut gangguan pendengaran tipe campur. Misalnya
gangguan pendengaran tipe campur dapat terjadi pada seseorang yang sel-
sel rambut bagian dalamnya mengalami kerusakan karena bertambahnya
usia (presbikusis) dan pada saat bersamaan orang tersebut juga mengalami
infeksi pada telinga tengah akibat dari infeksi saluran pernafasan bagian
atas.

17
Tanda dan Gejala Klinis
1. Tipe konduktif
Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah berikut:
Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga
sebelumnya.
Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak
dengan perubahan posisi kepala.
Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung).
Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara
lembut (soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis.
Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai.
Menurut Lalwani, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai
ada sekret dalam kanal telinga luar, perforasi gendang telinga, ataupun
keluarnya cairan dari telinga tengah. Kanal telinga luar atau selaput
gendang telinga tampak normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis
terdapat gangguan pada rantai tulang pendengaran.
Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita
tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak 5 meter dan sukar
mendengar kata-kata yang mengandung nada rendah. Melalui tes garputala
dijumpai Rinne negatif. Dengan menggunakan garputala 250 Hz dijumpai
hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara dan tes Weber didapati
lateralisasi ke arah yang sakit. Dengan menggunakan garputala 512 Hz, tes
Scwabach didapati Schwabach memanjang. Pemeriksaan audiometric
didapatkan adanya air-bone gap, lebih dari 10 dB. Air conduction lebih
buruk dari bone conduction. BC normal.

2. Tipe sensori neural


Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang
ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:
Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara
percakapan penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti

18
suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini lebih jelas
bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita gangguan
pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis.
Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau
percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.
Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian
obat-obat ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya.
Menurut Soetirto, Hendarmin dan Bashiruddin, pada pemeriksaan
fisik atau otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput gendang telinga
tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai
penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima meter
dan sukar mendengar kata-kata yang mengundang nada tinggi (huruf
konsonan).
Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari
pada hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes
Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.

3. Tipe campur
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua
komponen gejala gangguan pendengaran jenis hantaran dan sensorineural.
Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai sama
seperti pada gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik
dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima
meter dan sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah
maupun nada tinggi. Tes garputala Rinne negatif. Weber lateralisasi ke
arah yang sehat. Schwabach memendek.
Pemeriksaan audiometric diapatkan air-bone gap lebih dari 10 dB
dengan BC abnormal (lebih dari 25 dB)

19
D. Tuli Sensorineural
1. Patofisiologi
Perjalanan penyakit dari tuli sensorineural disebabkan oleh
beberapa hal sesuai dengan etiologi yang sudah disebutkan diatas. Pada
tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam),
nervus VIII atau di pusat pendengaran. Sel rambut dapat dirusak oleh
tekanan udara akibat terpapar oleh suara yang terlalu keras untuk jangka
waktu yang lama dan iskemia. Kandungan glikogen yang tinggi membuat
sel rambut dapat bertahan terhadap iskemia melalui glikolisis anaerob.
Sel rambut juga dapat dirusak oleh obat-obatan, seperti antibiotik
aminoglikosida dan agen kemoterapeutik cisplatin, yang melalui stria
vaskularis akan terakumulasi di endolimfe. Hal ini yang menyebabkan tuli
telinga dalam yang nantinya mempengaruhi konduksi udara dan tulang.
Ambang pendengaran dan perpindahan komponen aktif membran basilar
akan terpengaruh sehingga kemampuan untuk membedakan berbagai nada
frekuensi yang tinggi menjadi terganggu. Akhirnya, depolarisasi sel
rambut dalam tidak adekuat dapat menghasilkan sensasi suara yang tidak
biasa dan mengganggu (tinnitus subyektif). Hal ini bias juga disebabkan
oleh eksitasi neuron yang tidak adekuat pada jaras pendengaran atau
korteks auditorik.
Kekakuan membran basilar mengganggu mikromekanik yang akan
berperan dalam ketulian pada usia lanjut. Tuli telinga dalam juga
disebabkan oleh sekresi endolimfe yang abnormal. Jadi, loop diuretics
pada dosisi tinggi tidak hanya menghambat kotranspor Na+ -K+ -2Cl-
ginjal, tetapi juga di pendengaran. Kelainan genetik pada kanak K+ di
lumen juga diketahui menyebabkan hal tersebut. Kanal K+ terdiri atas dua
subunit (IsK/KvLQT1) yang juga diekspresikan pada organ lain, berperan
dalam proses repolarisasi. Defek KvLQT1 atau IsK tidak hanya
mengakibatkan ketulian, tetapi juga perlambatan repolarisasi miokardium.
Ganggguan penyerapan endolimfe juga dapat menyebabkan tuli di
mana ruang endolimfe menjadi menonjol keluar sehingga mengganggu

20
hubungan antara sel rambut dan membran tektorial (edema endolimfe).
Akhirnya, peningkatan permeabilitas antara ruang endolimfe dan perilimfe
yang berperan dalam penyakit Meniere yang ditandai dengan serangan tuli
dan vertigo.

2. Manifestasi Klinis
Gangguan pendengaran mungkin timbul secara bertahap atau tiba-
tiba. Gangguan pendengaran mungkin sangat ringan, mengakibatkan
kesulitan kecil dalam berkomunikasi atau berat seperti ketulian.
Kehilangan pendengaran secara cepat dapat memberikan petunjuk untuk
penyebabnya. Jika gangguan pendengaran terjadi secara mendadak,
mungkin disebabkan oleh trauma atau adanya gangguan dari sirkulasi
darah. Sebuah onset yang tejadi secara bertahap bisa dapat disebabkan
oleh penuaan atau tumor.
Gejala seperti tinitus (telinga berdenging) atau vertigo (berputar
sensasi), mungkin menunjukkan adanya masalah dengan saraf di telinga
atau otak. Gangguan pendengaran dapat terjadi unilateral atau bilateral.
Kehilangan pendengaran unilateral yang paling sering dikaitkan dengan
penyebab konduktif, trauma, dan neuromas akustik. Nyeri di telinga
dikaitkan dengan infeksi telinga, trauma, dan obstruksi pada kanal. Infeksi
telinga juga dapat menyebabkan demam.

3. Diagnosis
Anamnesis
Diperlukan anamnesis yang terarah untuk menggali lebih dalam dan luas
keluhan utama pasien. Keluhan utama telinga antara lain pekak (tuli),
suara berdenging (tinnitus), rasa pusing berputar (vertigo), rasa nyeri di
dalam telinga (otalgia), dan keluar cairan dari telinga (otore). Perlu
ditanyakan apakah keluhan tersebut pada satu atau kedua telinga, timbul
tiba-tiba atau bertambah berat, sudah berapa lama diderita, riwayat trauma
kepala, telinga tertampar, trauma akustik, terpajan bising, pemakaian obat

21
ototoksik, pernah menderita penyakit infeksi virus, apakah gangguan
pendengaran ini sudah diderita sejak bayi sehingga terdapat gangguan
bicara dan komunikasi, dan apakah gangguan lebih terasa di tempat yang
bising atau lebih tenang.

4. Pemeriksaan audiologi khusus


Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan
pemeriksaan yang terdiri dari audiometri khusus, audiometri objektif,
pemeriksaan tuli anorganik, dan pemeriksaan audiometri anak.
Audiometri khusus
Perlu diketahui adanya istilah rekrutmen yaitu peningkatan
sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas ambang dengar
dan kelelahan merupakan adaptasi abnormal yang merupakan tanda
khas tuli retrokoklea. Kedua fenomena ini dapat dilacak dengan
beberapa pemeriksaan khusus, yaitu:
i. Tes SISI (short increment sensitivity index)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah pasien
dapat membedakan selisih intensitas yang kecil (samapai 1
dB).
ii. Tes ABLB (alternate binaural loudness balans test)
Diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang
sama pada kedua telinga sampai kedua telinga mencapai
persepsi yang sama.
iii. Tes Kelelahan (Tone decay)
Telinga pasien dirangsang terus-menerus dan terjadi
kelelahan. Tandanya adalah tidak dapat mendengar dengan
telinga yang diperiksa.
iv. Audiometri Tutur (Speech audiometri)
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai kemampuan
pasien berbicara dan untuk menilai pemberian alat bantu
dengar (hearing aid).

22
v. Audiometri Bekesy
Tujuan pemeriksaan adalah menilai ambang pendengaran
seseorang dengan menggunakan grafik.

Audiometri objektif
i. Audiometri Impedans
Tujuan pemeriksaan adalah untuk memeriksa kelenturan
membran timpani dengan tekanan tertentu pada meatus
akustikus eksterna.
ii. Elektrokokleografi
Digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang
khas dari evoke electropotential cochlea.
iii. Evoked Response Audiometry
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai perubahan
potensial listrik di otak setelah pemberian rangsang sensoris
berupa bunyi. Pemeriksaan ini bermanfaat pada keadaan
tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan biasa
dan untuk memeriksa orang yang berpura-pura tuli
(malingering) atau kecurigaan tuli saraf retrokoklea.
iv. Otoacoustic Emission/OAE
Emisi otoakustik menunjukkan gerakan sel rambut luar dan
merefleksikan fungsi koklea.

Pemeriksaan tuli anorganik


i. Cara Stenger
Memberikan 2 nada yang bersamaan pada kedua telinga,
kemudian nada dijauhkan pada sisi yang sehat.
ii. Audiometri nada murni dilakukan secara berulang dalam
satu minggu.
iii. Dengan Impedans.
iv. Dengan BERA

23
Audiologi anak
i. Free field test
Bertujuan untuk menilai kemampuan anak dalam
memberikan respons terhadap rangsang bunyi yang
diberikan.
ii. Audiometri bermain (play audiometry).
iii. BERA (Brainstem Evoke Response Audiometry).
iv. Echocheck dan emisi Otoakustik (Otoacoustic
emissions/OAE).

5. Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang dapat dijadikan sebagai diagnosis banding
tuli sensorineural,antara lain barotrauma, serebrovaskular hiperlipidemia,
efek akibat terapi radiasi, trauma kepala, lupus eritematosus, campak,
multiple sclerosis, penyakit gondok, neoplasma kanal telinga, neuroma
akustik, otitis externa, otitis media dengan pembentukan kolesteatoma,
ototoxicity, poliartritis, gagal ginjal, dan sipilis.

6. Penatalaksanaan
Tuli sensorineural tidak dapat diperbaiki dengan terapi medis atau bedah
tetapi dapat distabilkan. Tuli sensorineural umumnya diperlakukan dengan
menyediakan alat bantu dengar (amplifikasi) khusus. Volume suara akan
ditingkatkan melalui amplifikasi, tetapi suara akan tetap teredam. Saat ini,
alat bantu digital yang di program sudah tersedia, dimana dapat diatur
untuk menghadapi keadaan yang sulit untuk mendengarkan.

24
E. Tinnitus
1. Definisi
Tinnitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa
sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal
mekanoakustik maupun listrik. Keluhan suara yang di dengar sangat
bervariasi, dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis,
mengaum, atau berbagai macam bunyi lainnya. Suara yang didengar dapat
bersifat stabil atau berpulsasi. Keluhan tinnitus dapat dirasakan unilateral
dan bilateral.
Serangan tinnitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut
periodik jika serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik lebih
berbahaya dan mengganggu dibandingkan dengan yang bersifat menetap.
Hal ini disebabkan karena otak tidak terbiasa atau tidak dapat mensupresi
bising ini. Tinnitus pada beberapa orang dapat sangat mengganggu
kegiatan sehari-harinya. Terkadang dapat menyebabkan timbulnya
keinginan untuk bunuh diri.
Tinnitus dapat dibagi atas tinnitus objektif dan tinnitus subjektif.
Dikatakan tinnitus objektif jika suaranya juga dapat di dengar oleh
pemeriksa dan dikatakan tinnitus subjektif jika tinnitus hanya dapat
didengar oleh penderita.6,7,8
2. Etiologi
Tinnitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari
telinga dalam. Terutama kerusakan dari koklea. Secara garis besar,
penyebab tinnitus dapat berupa kelainan yang bersifat somatik, kerusakan
N. Vestibulokoklearis, kelainan vaskular, tinnitus karena obat-obatan, dan
tinnitus yang disebabkan oleh hal lainnya.
Tinnitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
1) Trauma kepala dan Leher
Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin akan
mengalami tinnitus yang sangat mengganggu. Tinnitus karena cedera

25
leher adalah tinnitus somatik yang paling umum terjadi. Trauma itu
dapat berupa fraktur tengkorak, Whisplash injury.
2) Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
Berdasarkan hasil penelitian, 25% dari penderita tinnitus di Amerika
berasal dari artritis sendi temporomandibular. Biasanya orang dengan
artritis TMJ akan mengalami tinnitus yang berat. Hampir semua pasien
artritis TMJ mengakui bunyi yang di dengar adalah bunyi menciut.
Tidak diketahui secara pasti hubungan antara artritis TMJ dengan
terjadinya tinnitus.
Tinnitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis (VIII)
Tinnitus juga dapat muncul dari kerusakan yang terjadi di saraf yang
menghubungkan antara telinga dalam dan kortex serebri bagian pusat
pendengaran. Terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
kerusakan dari n. Vestibulokoklearis, diantaranya infeksi virus pada
n.VIII, tumor yang mengenai n.VIII, dan Microvascular compression
syndrome (MCV). MCV dikenal juga dengan vestibular paroxysmal.
MCV menyebabkan kerusakan n.VIII karena adanya kompresi dari
pembuluh darah. Tapi hal ini sangat jarang terjadi.8,9
Tinnitus karena kelainan vaskular
Tinnitus yang di dengar biasanya bersifat tinnitus yang pulsatil. Akan
didengar bunyi yang simetris dengan denyut nadi dan detak jantung.
Kelainan vaskular yang dapat menyebabkan tinnitus diantaranya :
1) Atherosklerosis
Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk-bentuk
deposit lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga tengah
kehilangan sebagian elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan aliran darah
menjadi semakin sulit dan kadang-kadang mengalami turbulensi
sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi iramanya.
2) Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskular
pada pembuluh darah koklea terminal.

26
3) Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi antara
koneksi arteri dan vena dapat menimbulkan tinnitus.
4) Tumor pembuluh darah
Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala juga
dapat menyebabkan tinnitus. Misalnya adalah tumor karotis dan tumor
glomus jugulare dengan ciri khasnya yaitu tinnitus dengan nada rendah
yang berpulsasi tanpa adanya gangguan pendengaran. Ini merupakan
gejala yang penting pada tumor glomus jugulare.
Tinnitus karena kelainan metabolik
Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan tinnitus. Seperti keadaan
hipertiroid dan anemia (keadaan di mana viskositas darah sangat rendah)
dapat meningkatkan aliran darah dan terjadi turbulensi. Sehingga
memudahkan telinga untuk mendeteksi irama, atau yang kita kenal dengan
tinnitus pulsatil.
Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan tinnitus adalah
defisiensi vitamin B12, begitu juga dengan kehamilan dan keadaan
hiperlipidemia.
Tinnitus akibat kelainan neurologis
Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. Multiple
sclerosis adalah proses inflamasi kronik dan demyelinisasi yang
mempengaruhi sistem saraf pusat. Multiple sclerosis dapat menimbulkan
berbagai macam gejala, di antaranya kelemahan otot, indra penglihatan
yang terganggu, perubahan pada sensasi, kesulitan koordinasi dan bicara,
depresi, gangguan kognitif, gangguan keseimbangan dan nyeri, dan pada
telinga akan timbul gejala tinnitus.

27
Tinnitus akibat kelainan psikogenik 7,8,10
Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinnitus yang
bersifat sementara. Tinnitus akan hilang bila kelainan psikogeniknya
hilang. Depresi, anxietas dan stress adalah keadaan psikogenik yang
memungkinkan tinnitus untuk muncul.
Tinnitus akibat obat-obatan
Obat-obatan yang dapat menyebabkan tinnitus umumnya adalah obat-
obatan yang bersifat ototoksik. Diantaranya :
Analgetik : aspirin dan AINS lainnya
Antibiotik : golongan aminoglikosid (mycin), kloramfenikol,
tetrasiklin, minosiklin
Obat-obatan kemoterapi : Belomisin, Cisplatin, Mechlorethamine,
Methotrexate, Vinkristin
Diuretik : Bumatenide, Ethacrynic acid, Furosemide
lain-lain : kloroquin, quinine, merkuri, timah
Tinnitus akibat gangguan mekanik
Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinnitus objektif,
misalnya pada tuba eustachius yang terbuka sehingga ketika kita bernafas
akan menggerakkan membran timpani dan menjadi tinnitus. Kejang
klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius serta otot-otot
palatum juga akan menimbulkan tinnitus.8,9,11
Tinnitus akibat gangguan konduksi
Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan
oedem), serumen impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis juga dapat
menyebabkan tinnitus. Biasanya suara tinnitusnya bersifat suara dengan
nada rendah.
Tinnitus akibat sebab lainnya
Tuli akibat bising
Disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka
waktu yang cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan
kerja. Umumnya terjadi pada kedua telinga. Terutama bila intensitas

28
bising melebihi 85 db, dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor
pendengaran korti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan
adalah alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000Hz
sampai dengan 6000Hz. Yang terberat kerusakan alat korti untuk
reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz.
Presbikusis

Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun,


simetris kanan dan kiri, presbikusis dapat mulai pada frekuensi
1000Hz atau lebih. Umumnya merupakan akibat dari proses
degenerasi. Diduga berhubungan dengan faktor-faktor herediter, pola
makanan, metabolisme, aterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau
bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran berangsur dan
kumulatif. Progresivitas penurunan pendengaran lebih cepat pada laki-
laki dibanding perempuan.
Sindrom Meniere
Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinnitus, vertigo dan tuli
sensorineural. Etiologi dari penyakit ini adalah karena adanya hidrops
endolimf, yaitu penambahan volume endolimfa, karena gangguan
biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada membran labirin.
3. Klasifikasi
Tinnitus terjadi akibat adanya kerusakan ataupun perubahan pada
telinga luar, telinga tengah, telinga dalam ataupun dari luar telinga.
Berdasarkan letak dari sumber masalah, tinnitus dapat dibagi menjadi
tinnitus otik dan tinnitus somatik. Jika kelainan terjadi pada telinga atau
saraf auditoris disebut tinnitus otik, sedangkan tinnitus somatik jika
kelainan terjadi di luar telinga dan saraf tetapi masih di dalam area kepala
atau leher.
Berdasarkan objek yang mendengar, tinnitus dapat dibagi menjadi
tinnitus objektif dan tinnitus subjektif.10,11

29
Tinitus Objektif
Tinnitus objektif adalah tinnitus yang suaranya juga dapat di
dengar oleh pemeriksa dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinnitus
objektif biasanya bersifat vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi
sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga.
Umumnya tinnitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular,
sehingga tinnitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinnitus
berdenyut ini dapat dijumpai pada pasien dengan malformasi
arteriovena, tumor glomus jugular dan aneurisma. Tinnitus objektif
juga dapat dijumpai sebagai suara klik yang berhubungan dengan
penyakit sendi temporomandibular dan karena kontraksi spontan dari
otot telinga tengah atau mioklonus palatal. Tuba Eustachius paten juga
dapat menyebabkan timbulnya tinnitus akibat hantaran suara dari
nasofaring ke rongga tengah.
Tinitus Subjektif
Tinnitus subjektif adalah tinnitus yang suaranya hanya dapat di
dengar oleh penderita saja. Jenis ini sering sekali terjadi tinnitus
subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif dan
perubahan degeneratif traktus auditoris mulai sel-sel rambut getar
sampai pusat pendengaran.
Tinnitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi
kejadiannya. Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi
pendengaran dengan intensitas yang rendah, sementara pada orang
yang lain intensitas suaranya mungkin lebih tinggi.
Berdasarkan kualitas suara yang di dengar pasien ataupun pemeriksa,
tinnitus dapat di bagi menjadi tinnitus pulsatil dan tinnitus nonpulsatil.8,11
Tinitus Pulsatil
Tinnitus pulsatil adalah tinnitus yang suaranya bersamaan dengan
suara denyut jantung. Tinnitus pulsatil jarang ditemukan dalam praktek
sehari-hari. Tinnitus pulsatil dapat terjadi akibat adanya kelainan dari
vaskular ataupun di luar vaskular. Kelainan vaskular digambarkan

30
dengan sebagai bising mendesis yang sinkron dengan denyut nadi atau
denyut jantung. Sedangkan tinnitus nonvaskular digambarkan sebagai
bising klik, bising goresan atau suara pernapasan dalam telinga. Pada
kedua tipe tinnitus ini dapat diketahui dengan mendengarkannya
menggunakan stetoskop.
Tinnitus Nonpulsatil
Tinnitus jenis ini bersifat menetap dan tidak terputuskan. Suara
yang dapat di dengar oleh pasien bervariasi, mulai dari suara yang
berdering, berdenging, berdengung, berdesis, suara jangkrik, dan
terkadang pasien mendengarkan bising bergemuruh di dalam
telinganya.
Biasanya tinnitus ini lebih di dengar pada ruangan yang sunyi dan
biasanya paling menganggu di malam hari sewaktu pasien tidur,
selama siang hari efek penutup kebisingan lingkungan dan aktivitas
sehari-hari dapat menyebabkan pasien tidak menyadari suara tersebut.
4. Patofisiologi

Pada tinnitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang


menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan
berasal dari bunyi eksternal yang ditransformasikan, melainkan berasal
dari sumber impuls abnormal di dalam tubuh pasien sendiri. Impuls
abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinnitus
dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinnitus dengan nada rendah
seperti bergemuruh atau nada tinggi seperti berdenging. Tinnitus dapat
terus menerus atau hilang timbul.
Tinnitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat
juga terjadi karena gangguan konduksi. Tinnitus yang disebabkan oleh
gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika
disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinnitus
pulsatil). 7,8,10
Tinnitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi,
biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor,

31
tuba katar, otitis media, otosklerosis dan lain-lainnya. Tinnitus dengan
nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan
gejala dini yang penting pada tumor glomus jugulare.
Tinnitus objektif sering ditimbulkan oleh gangguan vaskular.
Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan
aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinnitus
objektif, seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas
membran timpani bergerak dan terjadi tinnitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta
otot-otot palatum dapat menimbulkan tinnitus objektif. Bila ada gangguan
vaskular di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid body tumor),
maka suara aliran darah akan mengakibatkan tinnitus juga. 8
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-
streptomisin, garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinnitus nada
tinggi, terus menerus atupun hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik,
seperti penyakit meniere dapat terjadi tinnitus pada nada rendah atau
tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini
disertai dengan vertigo dan tuli sensorineural.
Gangguan vaskular koklea terminal yang terjadi pada pasien yang
stress akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang
menstruasi, hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinnitus
dan gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah normal kembali.
5. Diagnosis
Untuk mendiagnosis pasien dengan tinnitus, diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang baik.
Anamnesis
Anamnesis adalah hal yang sangat membantu dalam penegakan
diagnosis tinnitus. Dalam anamnesis banyak sekali hal yang perlu
ditanyakan, diantaranya :
Kualitas dan kuantitas tinnitus
Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di kedua telinga

32
Sifat bunyi yang di dengar, apakah mendenging, mendengung,
menderu, ataupun mendesis dan bunyi lainnya
Apakah bunyi yang di dengar semakin mengganggu di siang atau
malam hari
Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan
pendengaran serta gangguan neurologik lainnya
Lama serangan tinnitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam
satu menit dan setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan yang
patologik, tetapi jika tinnitus berlangsung selama 5 menit, serangan ini
bisa dianggap patologik
Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan
dengan sifat ototoksik
Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi
Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik
Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga
Umur dan jenis kelamin juga dapat memberikan kejelasan dalam
mendiagnosis pasien dengan tinnitus. Tinnitus karena kelainan vaskular
sering terjadi pada wanita muda, sedangkan pasien dengan myoklonus
palatal sering terjadi pada usia muda yang dihubungkan dengan kelainan
neurologi.7,8,11
Pada tinnitus subjektif unilateral perlu dicurigai adanya kemungkinan
neuroma akustik atau trauma kepala, sedangkan bilateral kemungkinan
intoksikasi obat, presbikusis, trauma bising dan penyakit sistemik. Jika
pasien susah untuk mendeskripsikan apakah tinnitus berasal dari telinga
kanan atau telinga kiri, hanya mengatakan di tengah kepala, kemungkinan
besar terjadi kelainan patologis di saraf pusat, misalnya serebrovaskuler,
siringomelia dan sklerosis multipel.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tinnitus dimulai dari
pemeriksaan auskultasi dengan menggunakan stetoskop pada kedua telinga
pasien. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah tinnitus

33
yang didengar pasien bersifat subjektif atau objektif. Jika suara tinnitus
juga dapat di dengar oleh pemeriksa, artinya bersifat subjektif, maka harus
ditentukan sifat dari suara tersebut. Jika suara yang di dengar serasi
dengan pernapasan, maka kemungkinan besar tinnitus terjadi karena tuba
eustachius yang paten. Jika suara yang di dengar sesuai dengan denyut
nadi dan detak jantung, maka kemungkinan besar tinnitus timbul karena
aneurisma, tumor vaskular, vascular malformation, dan venous hum. Jika
suara yang di dengar bersifat kontinu, maka kemungkinan tinnitus terjadi
karena venous hum atau emisi akustik yang terganggu.11,12
Pada tinnitus subjektif, yang mana suara tinnitus tidak dapat di dengar
oleh pemeriksa saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan
pemeriksaan audiometri. Hasilnya dapat beragam, diantaranya :
Normal, tinnitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya
Tuli konduktif, tinnitus disebabkan karena serumen impak,
otosklerosis ataupun otitis kronik
Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA
(Brainstem Evoked Response Audiometri). Hasil tes BERA, bisa
normal ataupun abnormal. Jika normal, maka tinnitus mungkin
disebabkan karena terpajan bising, intoksikasi obat ototoksik,
labirinitis, meniere, fistula perilimfe atau presbikusis. Jika hasil tes
BERA abnormal, maka tinitus disebabkan karena neuroma akustik,
tumor atau kompresi vaskular.
Pemeriksaan Penunjang
Jika tidak ada kesimpulan dari rentetan pemeriksaan fisik dan
penunjang di atas, maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT
scan ataupun MRI. Dengan pemeriksaan tersebut, pemeriksa dapat menilai
ada tidaknya kelainan pada saraf pusat. Kelainannya dapat berupa multipel
sklerosis, infark dan tumor. 12,13

34
6. Penatalaksanaan
Pengobatan tinnitus merupakan masalah yang kompleks dan
merupakan fenomena psikoakustik murni, sehingga tidak dapat di ukur.
Perlu diketahui penyebab tinnitus agar dapat diobati sesuai dengan
penyebabnya. Misalnya serumen impaksi cukup hanya dengan ekstraksi
serumen. Tetapi masalah yang sering di hadapi pemeriksa adalah
penyebab tinnitus yang terkadang sukar diketahui.
Ada banyak pengobatan tinnitus objektif tetapi tidak ada pengobatan
yang efektif untuk tinnitus subjektif. Pada umumnya pengobatan gejala
tinnitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu :
Elektrofisiologik yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik
dengan intensitas suara yang lebih keras dari tinnitusnya, dapat dengan
alat bantu dengar atau tinnitus masker
Psikologik yaitu dengan memberikan konsultasi psikologik untuk
meyakinkan pasien bahwa penyakitnya tidak membahayakan dan
dengan mengajarkan relaksasi setiap hari
Terapi medikamentosa yaitu sampai saat ini belum ada kesepakatan
yang jelas diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea,
tranquilizer, antidepresan, sedatif, neurotonik, vitamin, dan mineral
Tindakan bedah dilakukan pada tinnitus yang telah terbukti disebabkan
oleh akustik neuroma.
Pada keadaan yang berat, di mana tinnitus sangat keras terdengar
dapat dilakukan Cochlear nerve section. Menurut literatur, dikatakan
bahwa tindakan ini dapat menghilangkan keluhan pada pasien.
Keberhasilan tindakan ini sekitar 50%. Cochlear nerve section merupakan
tindakan yang paling terakhir yang dapat dilakukan.3,6,10
Pasien tinnitus sering sekali tidak diketahui penyebabnya, jika tidak
tahu penyebabnya, pemberian antidepresan dan antiansietas sangat
membantu mengurangi tinnitus. Obat-obatan yang biasa dipakai
diantaranya Lorazepam atau Klonazepam yang di pakai dalam dosis
rendah, obat ini merupakan obat golongan benzodiazepine yang biasanya

35
digunakan sebagai pengobatan gangguan kecemasan. Obat lainnya adalah
Amitriptyline atau Nortriptyline yang digunakan dalam dosis rendah juga,
obat ini adalah golongan antidepresan trisiklik.
Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang
baik, sehingga rasa takut tidak memperberat keluhan tersebut. Obat
penenang atau obat tidur dapat diberikan saat menjelang tidur pada pasien
yang tidurnya sangat terganggu oleh tinnitus itu. Kepada pasien harus
dijelaskan bahwa gangguan itu sukar diobati dan dianjurkan agar
beradaptasi dengan gangguan tersebut.
Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar
pada model neurofisiologinya adalah kombinasi kaunseling terpimpin,
terapi akustik dan medikamentosa bila diperlukan. Metode ini disebut
dengan Tinnitus Retraining Therapy. Tujuan dari terapi ini adalah memicu
dan menjaga reaksi habituasi dan persepsi tinnitus dan atau suara
lingkungan yang mengganggu. Habituasi diperoleh sebagai hasil
modifikasi hubungan sistem auditorik ke sistem limbik dan sistem saraf
otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan tinnitus dengan sempurna,
tetapi dapat memberikan perbaikan yang bermakna berupa penurunan
toleransi terhadap suara. TRT biasanya digunakan jika dengan medikasi
tinnitus tidak dapat dikurangi atau dihilangkan. TRT adalah suatu cara di
mana pasien diberikan suara lain sehingga keluhan telinga berdenging
tidak dirasakan lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan mendengar suara radio
FM yang sedang tidak siaran, terutama pada saat tidur. Bila tinnitus
disertai dengan gangguan pendengaran dapat diberikan alat bantu dengar
yang disertai dengan masking. TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk
mengidentifikasi masalah dan keluhan pasien. Menentukan pengaruh
tinnitus dan penurunan toleransi terhadap suara sekitarnya, mengevakuasi
kondisi emosional pasien, mendapatkan informasi untuk memberikan
kaunseling yang tepat dan membuat data dasar yang akan digunakan untuk
evaluasi terapi
Terapi edukasi juga dapat kita berikan ke pasien. Diantaranya :10,11

36
Hindari suara keras yang dapat memperberat tinnitus
Kurangi makanan bergaram dan berlemak karena dapat meningkatkan
tekanan darah yang merupakan salah satu penyebab tinnitus
Hindari faktor-faktor yang dapat merangsang tinnitus seperti kafein
dan nikotin
Hindari obat-obatan yang bersifat ototoksik
Tetap biasakan berolah raga, istarahat yang cukup dan hindari
kelelahan.

37
BAB III
PENYAJIAN KASUS

A. Keterangan Umum
Nama : Arifin
Usia : 63 tahun
Alamat : Gang Krakatau 3 Sui Jawi Dalam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Marital : Menikah
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Tanggal Pemeriksaan : 27 Maret 2017
Anamnesa : Autoanamnesis dan aloanamnesis (anak)

B. Anamnesa
Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan kesulitan mendengarkan yang dirasakan pada
telinga kanan sejak 1 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien menceritakan keluhan sulit mendengar telah lama dirasakan, keluhan
ini munculnya tidak tiba-tiba namun perlahan-lahan, semakin lama semakin
sulit mendengarkan. Keluhan terutama muncul bila sumber suara jauh dari
dirinya. Jika orang lain berbicara, ia kerap kali tidak menangkap bunyi seluruh
kalimat sehingga menyulitkan dalam mengerti lawan bicara. Sang anak
mengaku, kadang-kadang ia harus mengulang beberapa kali apa yang ingin
disampaikan ke ayahnya dan terkadang pula harus berbicara jarak dekat
sambil agak mengeraskan suara.
Pasien juga mengeluhkan telinga kanan sering terasa berdengung sejak 3
bulan yang lalu. Keluhan bisa timbul kapan saja tidak dipengaruhi aktivitas.
Keluhan biasanya hanya berlangsung sebentar. Keluhan lainnya disangkal
yaitu seperti nyeri telinga, demam, nyeri tenggorokan, batuk pilek

38
sebelumnya, congekan, pusing berputar, sakit kepala.Pasien menyangkal ada
riwayat trauma dan pasien jarang mengorek telinga. Pasien belum pernah
berobat untuk keluhannya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami kecelakaan lalu lintas 20 tahun yang lalu dan
dirawat inap, tetapi menyangkal kalau ada gangguan pada pendengaran.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 3 tahun lalu tetapi tidak rutin
mengonsumsi obat. Riwayat diabetes mellitus dan hiperkolesterol disangkal.
Riwayat stroke (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa dengan pasien.

Riwayat Sosial Ekonomi


Lingkungan tinggal pasien merupakan kompleks perumahan dan bukan
merupakan tempat yang berisik. Tidak ada pabrik dan jauh dari keramaian.
Pasien jarang sekali menggunakan headset untuk mendengar lagu. Pasien
sudah berhenti merokok sejak 5 tahun lalu.
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis (GCS15)
Tanda Vital :

- Tekanan Darah = 160/100mmHg - Respirasi = 16 x/menit


- Nadi = 82 x/menit - Suhu = 36, 6C
Kepala : (I) Bentuk simetris, jejas pada wajah (-), benjolan (-)
(P) Teraba pulsasi a. temporalis, nyeri tekan wajah (-)
Leher : (I) Bentuk simetris, jejas (-), benjolan (-)
(P) Teraba tiroid, kenyal, mobil, nyeri tekan (-)
(A) Stridor (-)

39
Thorax : (I) Bentuk simetris, jejas (-), retraksi (-), ictus tidak terliat
(P) Nyeri tekan (-) teraba ictus cordis ICS IV midclavicula
(P) Sonor pada kedua hemithorax
(A) Suara napas normal, rhonki (-) wheezing (-) S1/S2 +/+

Abdomen : (I) Bentuk simetris, jejas (-), kelainan pigmentasi (-)


(A) Bising usus dalam frekuensi normal (8 kali per menit)
(P) Nyeri tekan (-)
(P) Timpani pada seluruh kuadran abdomen.

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, ruam (-), jejas (-)

Neurologis :
(N.V) m. masseter dan temporalis baik, sensorik wajah V1/V2/V3 baik
dengan sentuhan ringan.
(N. VII) wajah simetris, ekspresi wajah termasuk mengangkat alis, menutup
mata baik
(N. IX, X, XII) lidah dan uvula di tengah pada cavum oris, deviasi (-), gerakan
lidah dan uvula baik, deviasi saat gerakan (-)

40
i. STATUS LOKALIS
Telinga
Auris
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Kelainan kongenital - -
Prearikula Radang dan tumor - -
Trauma - -
Kelainan kongenital - -
Aurikula Radang dan tumor - -
Trauma - -
Edema - -
Hiperemis - -
Nyeri tekan - -
Retroaurikula
Sikatriks - -
Fistula - -
Fluktuasi - -
Kelainan Kongenital - -
Kulit Normal, tenang Normal, tenang
Sekret - -
Canalis
Serumen - -
Acustikus
Edema - -
Externa
Jaringan granulasi - -
Massa - -
Kolesteatoma - -
Warna Jernih, transparant Jernih, transparant (+)
Intak + +
Cahaya + +

Membrana
Timpani

41
Tes Pendengaran
Auris
Pemeriksaan
Dekstra Sinistra

Tes Bisik/Suara Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Rinne (+) AC > BC (+) AC > BC

Tes Swabach Swabach memendek Normal

Tes Webber Lateralisasi ke kiri

Kesan : Sensorineural hearing loss pada telinga kanan.

42
Hidung
Auris
Pemeriksaan
Dekstra Dekstra
Keadaan Luar Bentuk dan Ukuran Simetris, normal Simetris, normal
Mukosa Tenang, jernih Tenang, jernih
Sekret - -
Krusta - -
Mukosa baik, hiperemis Mukosa baik, hiperemis
Concha inferior (-), hipertrofi (-) (-), hipertrofi (-)

Septum Deviasi (-) Deviasi (-)


Rhinoskopi
Polip/tumor - -
anterior
Pasase udara Baik Baik
-

Rhinoskopi Posterior : Tidak diperiksa

Transiluminasi
Kesan : Normal

43
Mulut dan Orofaring
Bagian Kelainan Keterangan
Mukosa mulut Licin, tenang, hipermis (-)
Lidah Normal
Palatum molle Normal
Mulut Gigi geligi

Uvula Normal
Halitosis -
Mukosa Jernih, tenang
Besar T1/T1
Kripta Tidak tampak
Detritus -
Perlengketan -
Tonsil

Mukosa Jernih, tenang


Faring Granulasi -
Post nasal drip -

Laring: Tidak diperiksa

Maksilofasial
Bentuk : Simestris
Parase N. Kranialis :-

44
V. Resume
Anamnesa
Seorang laki-laki, 63 tahun, datang ke poliklinik THT RSUD Sultan Syarif Mohamad
Alkadrie dengan keluhan kesulitan mendengar yang dirasakan pada telinga kanan sejak 1
tahun yang lalu. Pendengaran dirasakan berkurang terutama saat sumber suara jauh. Keluhan
disertai dengan keluhan telinga kanan sering terasa berdengung (tinitus) sejak 3 bulan yang
lalu. Keluhan terjadi progresif. Self-medication (-)
Otalgia (-), febris (-), nyeri tenggorokan (-), discharge telinga (-), sensasi vertigo (-),
headache (-), trauma telinga (-), batuk pilek (-).
Riwayat penyakit dahulu adalah kecelakaan lalu lintas 20 tahun lalu dan riwayat hipertensi
3 tahun lalu tetapi tidak rutin memakan obat. Tidak terdapat kecurigaan faktor resiko polusi
suara di lingkungan tempat tinggal pasien.

Pemeriksaan fisik
- Status Generalis :
Kesadaran : Compos Mentis (GCS15)
Tanda Vital :

- Tekanan Darah = 160/100mmHg - Respirasi = 16 x/menit


- Nadi = 82 x/menit - Suhu = 36,6 C

- Status Lokalis :
ADS : AD dan AS dalam batas normal
CN : tidak ditemukan kelainan
NPOP : tidak ditemukan kelainan
MF : tidak ditemukan kelainan
Leher : tidak ditemukan kelainan

VI. Diagnosis Kerja


-Tinnitus dan Unilateral Sensorineural Hearing Loss (SNHL) Auricula Dekstra et causa
Idiopatik.
- Hipertensi grade II

45
VII. Diagnosis Banding
- Tinitus dan Unilateral Sensorineural Hearing Loss (SNHL) Aurivula Dekstra et causa
Neuroma Akustik
- Tinitus dan Unilateral Sensorineural Hearing Loss (SNHL) Auricula Dekstra et causa
fistula perilymph.
- Tinitus dan Unilateral Sensorineural Hearing Loss (SNHL) Auricula Dekstra et causa
penyakit Meniere.

VIII. Usulan Pemeriksaan


- CT Scan dengan kontras (tidak dilakukan)
- Tes Keseimbangan (tidak dilakukan)

IX. Penatalaksanaan
Medikantosa
- Ginkgo biloba 80 mg 1 kapsul per hari
- Amlodipin 10 mg 1 tablet per hari
Edukasi
- Hindari suara keras yang dapat memperberat tinnitus
- Kurangi makanan bergaram dan berlemak karena dapat meningkatkan tekanan darah
yang merupakan salah satu penyebab tinnitus.
- Hindari faktor-faktor yang dapat merangsang tinnitus seperti kafein dan nikotin
- Hindari obat-obatan yang bersifat ototoksik obat golongan Aminoglikosida, Loop
Diuretics, Obat Anti Inflamasi, Obat Anti Malaria, Obat Anti Tumor, dan Obat Tetes
Telinga Topikal (seperti obat tetes telinga neomisin-polimiksin, gentamisin).
- Tetap biasakan berolah raga, istarahat yang cukup dan hindari kelelahan.
X. Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam

46
BAB IV
PEMBAHASAN

Dasar diagnosis suspek atau dicurigai adanya unilateral Sensory Neural Hearing Loss
(SNHL) adalah adanya keluhan kehilangan pendengaran yang mengenai telinga kanan, tidak
timbul mendadak dan semakin lama semakin memberat (progresif). Beberapa temuan klinis
mendukung hal tersebut, yaitu tes Rinne didapatkan konduksi udara lebih baik ketimbang
konduksi tulang (tes Rinne positif), tes Weber menunjukkan adanya lateralisasi ke telinga
yang sehat, tes Swabach konduksi tulang pasien mengalami pemendekkan dibanding
pemeriksa (Swabach memendek). Pemeriksaan audiometri menunjukkan kesan gangguan
pendengaran sangat ringan menurut kategori American National Standard Institute, menurut
American Standard Association (ASA) dikategorikan gangguan pendengaran ringan,
sedangkan menurut klasifikasi menurut International Standard Organization (ISO) masih
dianggap normal. Dalam kasus ini, penyebab SNHL pada pasien masih belum diketahui. Hal
ini sesuai dengan kenyataan dimana sebagian besar kasus SNHL tidak diketahui penyebabnya
(idiopatik). Tidak adanya faktor konsumsi obat yang bersifat ototoksik dan lingkungan rumah
yang tidak berisik mendukung SNHL. Faktor usia lanjut merupakan salah satu kriteria,
karena pasien berusia diatas 50 tahun dan sebagian kecil populasi mengalami percepatan
presbycusis akibat multifactor. Karena gangguannya hanya pada telinga kanan (unilateral),
maka dapat didiagnosis bandingkan penyakit-penyakit sebagai berikut : penyakit Neuroma
Akustik, Penyakit Meniere, dan Fistula Perilymph. Berdasarkan onset terjadinya gangguan
pendengaran, adanya vertigo, diagnosis penyakit Meniere dan fistula perilymph dapat
disingkirkan, dikarenakan keluhan pada pasien kasus ini timbulnya tidak mendadak dan
bersifat progresif. Selain itu, untuk gangguan SNHL tipe mendadak (sudden onset) seperti
penyakit Meniere dan fistula perilymph tergolong kasus gawat darurat terutama karena
keluhan pusing berputar (vertigo) yang dialami pasien.
Pasien pada kasus ini mengeluhkan telinga berdenging yang merupakan ciri khas dari
tinnitus. Tinnitus bukan suatu diagnosis dan perlu untuk menemukan penyebabnya.
Penegakan diagnosis penyebab tinnitus dapat dilakukan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik ditambah dengan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium
ataupun imaging. Dari hasil pemeriksaan pada pasien baik dari hasil anamnesis maupun
pemeriksaan fisik, tidak ditemukan adanya tanda-tanda tinnitus objektif seperti adanya suara
pulsasi vaskular atau bunyi denging pada auskultasi disekitar telinga atau region temporal,
sehingga dapat disimpulkan tinnitus pada pasien ini bersifat subjektif. Jika mengikuti alur
47
pendekatan diagnosis tinnitus dimana bersifat subjektif dan bilateral serta ditemukan adanya
hearing loss pada pasien ini maka bias dicurigai penyebabnya antara lain otosklerosis,
presbikusis, dan ototoksik (medikasi, atau bising). Berdasarka anamnesis tidak didapatkan
adanya riwayat penggunaan obat-obatan yang bersifat ototoksik, pasien tidak tinggal di
lingkungan seperti bandara, pabrik, tepi jalan besar. Sehingga lebih dicurigai penyebabnya
karena faktor degeneratif prebycusis.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Situation review and update on deafness, hearing loss and
intervention programs: proposed plans of action for prevention and alleviation of hearing
impairment in countries of south-east asia region. 2007.
2. Soetirto, I., Hendarmin, H., Bashiruddin, J., 2007. Gangguan Pendengaran dan Kelainan
Telinga. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
3. Adams L, George dkk. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC.
4. Barret K, Barman S, Boitano S, Brooks H: Central and peripheral neurophysiology in:
[Ganongs review of medical physiology, 23rd ed]. Philadelphia: McGraw-Hill. 2010.
5. Lindsay K, Bone I: Neurology and neurosurgery illustrated, 3rd ed. London: Churchill
Livingstone. 1997.
6. Adams, George L, dkk. 1997. Boies:BukuAjar Penyakit THT Edisi 6.Jakarta: EGC
7. Prevalence, Mechanisms, Effects, and Management. Diunduh dari,
http://www.tahosy.dk/handleplaner%20forankringssteder/tinnitus/henry%20et%20al.pdf,
tanggal 16 Agustus 2016
8. Evaluation of factors related to the tinnitus disturbance. The International Tinnitus
Journal; Vol 17 Jun/ July 2012. Diunduh dari
http://www.tinnitusjournal.com/detalhe_artigo.asp?id=495, tanggal 16 Agustus 2016.
9. Cunha JP, Tinnitus, diunduh dari http://www.medicinenet.com/tinnitus/article.htm,
tanggal 16 Agustus 2016.
10. Pray JJ, Pray WS, Tinnitus: When the Ears Ring, diunduh dari
http://www.medscape.com/viewarticle/506920, tanggal 16 Agustus 2016.
11. WebMD, Ringing in the Ears (Tinnitus) Prevention, diunduh dari
http://www.webmd.com/a-to-z-guides/ringing-in-the-ears-tinnitus-prevention, tanggal 16
Agustus 2016.
12. Arkansas Center for Ear Nose Throat and Allergy, Tinnitus, diunduh dari
http://www.acenta.com/audiology.tinnitus.asp, tanggal 16 Agustus 2016.

49

Anda mungkin juga menyukai