Anda di halaman 1dari 24

PENDAHULUAN

Syok merupakan salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan


intensif dan agresif. Syok adalah suatu sindroma multifaktorial yang menuju
hipoperfusi jaringan local atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan
disfungsi multipel organ. Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan
oksigen sistemik yang tidak adekuat tak mampu memenuhi kebutuhan metabolism
sel. Karakteristik kondisi ini, yaitu ketergantungan suplai oksigen, kekurangan
oksigen, asidosis jaringan sehingga terjadi metabolism anaerob dan berakhir
dengan kegagalan fungsi organ vital dan berujung pada kematian.

Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom klinis yang
kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamik
yang bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi
jaringan. Setiap keadaan yang mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan
oksigen jaringan, baik karena suplainya yang kurang atau kebutuhannya yang
meningkat, menimbulkan tanda-tanda syok.

Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinis maupun
laboratorium yang jelas yang merupakan akibat dari berkurangnya perfusi
jaringan. Syok mempengaruhi kerja organ-organ vital dan penangannya
memerlukan pemahanam tentang patofisiologi syok. Syok bersifat progresif dan
terus memburuk jika tidak segera ditangani.

1
SYOK SECARA UMUM

A. Definisi Syok
Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi
darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel.
Kematian karena syok terjadi bila keadaan ini menyebabkan gangguan nutrisi
dan metabolisme sel. Terapi syok bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik
dan menghilangkan faktor penyebab.

Syok sirkulasi dianggap sebagai rangsang paling hebat dari hipofisis adrenalis
sehingga menimbulkan akibat fisiologi dan metabolisme yang besar. Syok
didefinisikan juga sebagai volume darah sirkulasi tidak adekuat yang
mengurangi perfusi, pertama pada jaringan non vital (kulit, jaringan ikat,
tulang, otot) dan kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru-paru, dan
ginjal). Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik
yang mengakibatkan hipoksia jaringan dan sel.

B. Klasifikasi Syok

Syok secara umum dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Syok Hipovolemik

2. Syok Kardiogenik

3. Syok Distributif

- Syok Septik

- Syok Anafilaktif

- Syok Neurogenik

4. Syok Obtruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung)

2
C. Patofisiologi Syok

Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa
lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun ada
bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat sistem
yang terpisah namun saling berkaitan yaitu ; jantung, volume darah, resistensi
arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu faktor ini kacau dan
faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok.
Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai kompensasi
peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung
menurun dan vasokontriksi perifer meningkat.

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :

1. Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga


timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan
gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi
untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan
aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan
konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan
kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi
peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar.
Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara
regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika
tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.

2. Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi


kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung

3
tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh.
Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia
jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.

Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga


terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi
sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil
sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated
Intravascular Coagulation).

Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor


dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia
dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari
jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi
dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus
ke sirkulasi.

Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek


keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim
retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia
jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi
anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam
laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.

3. Fase Irrevesibel/Refrakter

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok.
Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah
yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi
menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.

4
D. Manifestasi Klinis Syok

Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik)


yang meliputi :

1. Sistem pernafasan : nafas cepat dan dangkal

2. Sistem sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi


cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah mencapai 30%.

3. Sistem saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi


tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan tidak
sadar.

4. Sistem pencernaan : mual, muntah

5. Sistem ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)

6. Sistem kulit/otot : turgor menurun, mata cekung, mukosa lidah kering.

7. Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut


jantung yang normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila
kulitnya diraba.

E. Diagnosis Syok
Syok membakat (Impending shock)

1. Penurunan atau perubahan kesadaran


2. Hipotensi, pada orang dewasa tekanan darah sistolik di bawah 90 mmHg.
Bila terdapat keraguan (pasien hipertensi), amati tanda vital ortostatik.
3. Tanda vital ortostatik (terutama pada syok hipovolemik), yaitu perbedaan
tekanan darah dan atau frekuensi nadi pada posisi telentang dengan posisi
duduk atau berdiri sebesar 10 mmHg dan atau di atas 15 kali/menit.
Fenomena ini merupakan indikasi kuat kekurangan volume cairan intra
vaskular ringan sampai sedang.
4. Hipotensi perifer. Kulit teraba dingin, lembab, dan isi nadi lemah.

5
Tingkat syok

1. Syok ringan; kehilangan volume darah dibawah 20% dari volume total.
Hipoperfusi hanya terjadi pada organ non vital seperti kulit, jaringan
lemak, otot rangka, dan tulang. Gambaran klinik perasaan dingin,
hipotensi postural, takikardi, pucat, kulit lembab, kolaps vena-vena leher,
dan urin yang pekat. Kesadaran masih normal, diuresis mungkin
berkurang sedikit dan belum terjadi asidosis metabolik.
2. Syok sedang; kehilangan 20% sampai 40% dari volume darah total.
Hipoperfusi merambat ke organ non vital seperti hati, usus dan ginjal,
kecuali jantung dan otak. Gambaran klinik haus, hipotensi telentang,
takikardi, liguria atau anuria, dan asidosis metabolik. Kesadaran relatif
normal.
3. Syok berat; kehilangan lebih dari 40% dari volem darah total. Hipoperfusi
terjadi juga pada janberattung atau otak. Gambaran klinik; penurunan
kesadaran (agitasi atau delirium), hipotensi, takikardia, nafas cepat dan
dalam, oliguria, asidosis metabolik.

F. Terapi Umum
1. Letakkan pasien pada posisi telentang kaki lebih tinggi agar aliran darah
otak maksimal. Gunakan selimut untuk mengurangi pengeluaran panas
tubuh.

2. Periksa adanya gangguan respirasi. Dagu ditarik kebelakang supaya posisi


kepala menengadah dan jalan nafas bebas, beri O2, kalau perlu diberi nafas
buatan.

3. Pasang segera infus cairan kristaloid dengan kanukl yang besar (18, 16)

4. Lakukan pemeriksaan fisik yang lengkap termasuk kepala dan punggung.


Bila tekanan darah dan kesadaran relatif normal pada posis telentang, coba
periksa dengan posisi duduk atau berdiri.

6
5. Keluarkan darah dari kanul intravena untuk pemeriksaan laboratorium :
darah lengkap, penentuan golongan darah, analisis gas darah elektrolit.
Sampel darah sebaiknya diambil sebelum terapi cairan dilakukan.

a) Pada syok hipovolemik, kanulasi dilakukan pada v.safena magna atau


v.basilika dengan kateter nomor 16 perkutaneus atau vena seksi.
Dengan memakai kateter yang panjang untuk kanulasi v.basilika dapat
sekaligus untuk mengukur tekanan vena sentral (TVS).
b) Pada kecurigaan syok kardiogenik, kanulasi vena perkutan pada salah
satu vena ekstrimitas atas atau vena besar leher dilakukan dengan
kateter nomor 18-20.

6. Peubahan nilai PaCO2, PaO2, HCO3, dan PH oada analisis gas darah dapat
dipakai sebagai indikator beratnya gangguan fungsi kardiorespirasi, derajat
asidosis metabolik, dan hipoperfusi jaringan.

7. Beri oksigen sebanyak 5-10 L/menit dengan kanul nasal atau sungkup muka
dan sesuaikan kebutuhan oksigen PaO2. Pertahankan PaO2 tetap di atas 70
mmHg.

8. Beri natrium bikarbonat 1 atau 2 ampul bersama cairan infus elektrolit


untuk mempertahankan nilai Ph tetap di atas 7,1, walaupn koreksi asidosis
metabolik yang terbaik pada syok adalah memulihkan sirkulasi dan perfusi
jaringan.

9. Terapi medikamentosa segera

a) Adrenalin dapat diberikan jika terdapat kolaps kardivaskuler berat


(tensi/nadi hampir tidak teraba) dengan dosis 0,5-1 mg larutan 1 : 1000
intra muskuler atau 0,1-0,2 mg larutan 1 : 1000 dalam pengenceran
denan 9 ml NaCl 0,9 % intra vena. Adrenalin jangan dicampur dengan
natrium bikarbonat karena adrenalin dapat menyebabkan inaktivasi
larutan basa.
b) Infus cepat dengan Ringers laktat (50 ml/menit) terutama pada syok
hipovolemik. Dapat dikombinasi dengan cairan koloid (dextran L).

7
c) Vasopresor diberikan pada syok kardiogenik yang tidak menunjukkan
perbaikan dengan terapi cairan. Dopamin dapat diberikan dengan dosis
2,5 Ug/kg/menit (larutkan dopamin 200 mg dalam 500 ml cairan
dekstrosa 5%. Setiap ml larutan mengandung 400 Ug dopamin). Dosis
dopamin secara bertahap dapat ditingkatkan hingga 10-20 Ug/kg/menit.
Pemberian vasopresor pada hipovolemia sedang sampai berat tidak
bermanfaat.

10. Pantau irama jantung dan buat rekaman EKG (terutama syok kardiogenik).
Syok adalah salah satu predisposisi aritmia karena sering disertai gangguan
keseimbangan elektrolit, asam dan basa.

11. Pantau diuresis dan pemeriksaan analisis urin.

12. Pemeriksaan foto toraks umumnya bergantung pada penyebab dan tingkat
kegawatan syok.

Semua pasien syok harus dirujuk ke rumah sakit, terutama untuk perawatan
intensif

8
SYOK HIPOVOLEMIK

A. Etiologi

1. Perdarahan (syok hemoragik), isalnya taruma.


2. Kehilangan plasma, misalnya luka bakar, peritonitis.
3. Kehilangan air dan elektrolit, misalnya muntah, diare.

B. Patogenesis dan Patofisiologi

Penyebab syok hipovolemik yang paling umum adalah perdarahan mukosa


saluran cerna dan trauma berat. Penyebab perdarahn terselubung adalah antara
lain trauma abdomen dengan ruptur aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus
obstruksi, dan peritonitis.

Secara klinis syok hipovolemik ditandai oleh volume cairan intra vaskular yang
berkurang bersama-sama penurunan tekanan vena sentral, hipotensi arterial,
dan peningkatan tahanan vaskular sistemik. Respon jantung yang umum adalah
berupa takikardia, respon ini dapat minimal pada orang tua atau karena
pengaruh obat-obatan. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada tingkat
kegawatan syok, mungkin tekanan darah dan diuresis tidak banyak terganggu
pada syok hipovolemik yang ringan.

C. Diagnosis

Dasar diagnosis kerja adalah gambaran klinik dan gangguan hemodinamik


yang jelas.

D. Penatalaksanaan

1. Letakkan pasien pada posisi telentang

2. Beri oksigen sebanyak 5 10 L/menit dengan kanula nasal atau sungkup


muka

9
3. Lakukan kanulasi vena tepi dengan kateter no.16 atau 14 perkutaneus atau
vena seksi. Kalau perlu jumlah kanulasi vena 2 3 tergantung pada tingkat
kegawatan syok. Kanulasi dapat dilakukan pada :

a) Vena safena magna

b) Vena basilika. Gunakan kateter panjang untuk mancapai dan mengukur


TVS

c) Vena femoralis

Kanulasi vena sentral perkutaneus pada syok hipovolemik berat harus


dicegah karena mungkin vena-vena besar kolaps dan mudah terjadi
komplikasi pneumotoraks dan atau hematotoraks. Kedua komplikasi
dapat memperberat kondisi pasien bahkan kematian.

4. Beri infus dengan cairan kritalid atau koloid. Tujuan utama terapi adalah
untuk memulihkan curah jantung dan perfusi jaringan secepat mungkin.
Jenis cairan kristaloid antara lain garam fisiologi (garam normal), NaCl
hipertonik atau larutan garam berimbang seperti ringers laktat, ringers
asetat. Jenis cairan koloid antara lain darah, plasma, dan komponen darah
(plasma beku segar, albumin, plasmanat) atau pengganti plasma (plasma
substitutes) seperti dekstran 40 dan 70.

10
SYOK KARDIOGENIK

A. Defenisi

Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah


jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan.

B. Etiologi

1. Disfungsi miokardium (gagal pompa), terutama karena komplikasi infark


miokardium akut. Kekerapan syo kardiogenik karena infark miokard
diperkirakan 5%.

2. Pengisian diastolik ventrikel yang tidak adekuat, antara lain takiaritmia,


tamponade jantung, tension pneumotoraks, embolus paru, dan infark
ventrikel kanan.

3. Curah jantung yang tidak adekuat, antara lain bradiaritmia, regurgitasi


mitral atau ruptur septum interventrikel.

C. Patofisiologi

Patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi kontraktilitas


miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung,
tekanan darah rendah, insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan
kontraktilitas dan curah jantung.

Syok kardiogenik ditandai dengan gangguan fungsi ventrikel kiri, yang


mengakibatkan gangguan berat pada pefusi jaringan dan penghantaran oksigen
ke jaringan. Yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark
miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel
kiri. Selain dari kehilangan masif jaringan otot pada ventrikel kiri. Selain dari
kehilangan masif jaringan otot ventrikel kiri juga ditemukan daerah-daerah
nekrosis fokal di seluruh ventrikel. Nekrosis fokal disuga merupakan akibat
dari ketidak seimbangan yang terus-menerus antara kebutuhan dan suplai
oksigen miokardium. Pembuluh koroner yang terserang juga tidak mampu

11
meningkatkan alira darah secara memadai sebagai respon terhadap
peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung oleh aktivitas respon
kompensatorik seperti perangsangan simpatik.

Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya
menjadi sangat terganggu. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan
tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk
mempertahankan perfusi jaringan. Maka dimulailah siklus berulang. Siklus
dimulai dengan terjadinya infark yang berlanjut dengan gangguan fungsi
miokardium. Gangguan fungsi miokardium yang berat akan menyebabkan
menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria. Akibatnya terjadinya asidosis
metabolik dan menurunnya perfusi koroner, yang lebih lanjut mengganggu
fungsi ventrikel dan menyebabkan terjadinya aritmia.

D. Diagnosis

Kriteria diagnosis syok kardiogenik telah ditetapkan oleh Myocardial


Infarctiion research Units of the National Heart, Lung, and blood institude.

1. Tekanan arteria sistolik 90 mmHg atau sampai 30 sampai 60 mmHg


dibawah batas sebelumnya.

2. Adanya penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama:

a. Keluhan kemih <20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar


natrium dalam kemih.

b. Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin, lembab.

c. Terganggunya fungsi mental.

3. Indeks jantung <2,1 L/(menit/m2)

4. Bukti gagal jantung kiri dengan LVEDP/tekanan baji kapiler paru-paru


(PCWP) 18 sampai 21 mmHg.

Tanda karakteristik syok kardiogenik adalah penurunan curah jantung dengan


kenaikan tekanan vena sentral yang nyata dan takikardia. Tahanan vaskular

12
sistemik umumnya juga meningkat. Bila perangsangan vagus meningkat
misalnya pada infark miokard inferior, dapat terjadi bradikardia.

Diagnosis gagal pompa (pump failure) :

Gambaran klinik gagal pompa miokardium adalah sesuai dengan penyakit


jantung seperti nfark miokard. Sering dijumpai tanda disfungsi ventrikel kiri
yang hebat, yaitu distensi vena leher, refleks hepatojugular (+), dan tanda-
tanda udem paru (dispnu, batuk, dan ronki).

E. Terapi

Secepat mungkin pasien dikirim ke unit terapi intensif karena pasien


membutuhkan berbagai penatalaksanaan yang invasif, antara lain kateterisasi
arteri pulmonalis, arteri perifer, dan pemasangan pompa balon intra aorta.
Tindakan pertolongan di unit gawat darurat:

1. Letakkan pasien pada posisi telentang, kecuali bila terdapat udem paru
berat.

2. Beri oksigen sebanyak 5 10 L/menit dengan kanula nasal atau sungkup


muka dan ambil darah arteri untuk AGD. Intubasi trakea perlu
dipertimbangkan bila terdapat asidosis pernafasan dan hipoksia berat.

3. Lakukan kanulasi tepi vena dengan kateter No.20 dan berikan infus
dekstrosa 5% perlahan-lahan.

4. Keluarkan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, ureum,


kreatinin, dan enzim-enzim jantung seperti CPK

5. Buat rekam EKG dan monitor irama jantung.

6. Beri natrium bikarbonat 1-2 ampul (44 mEq/ampul) I.V perlahan-lahan


untuk mengoreksi asidosis metabolik (lebih 5 menit) dan mempertahankan
Ph darah di atas 7,2. Periksa kembali AGD.

7. Bila klinis maupun radiologis tidak menunjukkan udem paru, beri cairan
garam fisiologik 100 ml perlahan-lahan untuk mengoreksi hipovolemia

13
(lebih 5 menit). Bila terdapat tanda-tanda perbaikan fungsi miokardium,
teruskan infus hingga syok dapat diatasi. Untuk mencegah kelebihan
cairan dan udem paru perlu dilakukan monitoring TVS atau TBKP.

8. Bila terapi cairan tidak memberi respon yang sesuai, beri dopamin dengan
dosis seperti yang telah diuraikan terdahulu.

9. Bila terjadi udem paru, beri furosemid dengan dosis 20 mg I.V dan bila
tidak menunjukkan perbaikan sesudah 30 menit, tingkatkan dosis menjadi
40 mg. Pertimbangkan juga untuk segera memberi salep nitrogliserin 0,5
1% sebagai venodilator sentral yang bermanfaat untuk menurunkan beban
awal jantung (preload).

F. Prognosis

Secara keseluruhan prognosis syok kardiogenik buruk.

14
SYOK SEPTIK

A. Etiologi

Syok septik terjadi akibat racun yang dihasilkan oleh bakteri tertentu dan akibat
sitokinesis (zat yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk melawan suatu
infeksi). Racun yang dilepaskan oleh bakteri bisa menyebabkan kerusakan
jaringan dan gangguan peredaran darah.

B. Gejala

Pertanda awal dari syok septik sering berupa penurunan kesiagaan mental dan
kebingungan, yang timbul dalam waktu 24 jam atau lebih sebelum tekanan
darah turun. Gejala ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak.
Curahan darah dari jantung memang meningkat, tetapi pembuluh darah
melebar sehingga tekanan darah turun. Pernafasan menjadi cepat, sehingga
paru-paru mengeluarkan karbondioksida yang berlebihan dan kadarnya di
dalam darah menurun.

Gejala awal berupa menggigil hebat, suhu tubuh yang naik sangat cepat, kulit
hangat dan kemerahan, denyut nadi yang lemah dan tekanan darah yang turun-
naik.
Produksi air kemih berkurang meskipun curahan darah dari jantung meningkat.

Pada stadium lanjut, suhu tubuh sering turun sampai dibawah normal. Bila
syok memburuk, beberapa organ mengalami kegagalan:

- ginjal : produksi air kemih berkurang

- paru-paru : gangguan pernafasan dan penurunan kadar oksigen dalam darah

- jantung : penimbunan cairan dan pembengkakan.

15
C. Diagnosis

Syok septik ditandai dengan gambaran syok dan infeksi. Setiap syok yang
tidak diketahui penyebabnya harus dicurigai adanya kemungkinan septisemia.

a. Tanda-tanda sistemik; febris dan kekauan, hipotermia, petekie, lekopenia,


lekositosis.

b. Tanda-tanda lokal; kekauan dinding abdomen, abses perirektal. Lokasi


spesifik yang sering menjadi tempat infeksi terselubung adalah saluran
empedu, pelvis, retroperitonium, dan perirektal.

c. Lain-lain; hiperventilasi dengan hipokapnia

Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau
sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal,
kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan
meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya
konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan
irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung.
Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.

D. Pengobatan

A. Tindakan medis

I. Terapi cairan :

Pada saat gejala syok septik timbul, penderita segera dimasukkan ke


ruang perawatan intesif untuk menjalani pengobatan. Cairan parenteral
yang sering digunakan pada awal terapi syok septik adalah larutan
garam berimbang. Penggunaan cairan koloid pada syok septik yang
telah disertai kebocoran endotel kapiler dapat memperberat udem
interstitial. Jumlah awal cairan kristaloid pada resusitasi syok septik
untuk memperbaiki curah jantung orang dewasa dapat mencapai 1-2 L
yang diberikan selama 30-60 menit. Selanjutnya terapi cairan yang

16
bergantung pada hasil pengukuran hemodinamik (tensi, nadi, TVS,
diuresis) dan keadaan umum.

II. Obat-obat inotropik :

Dopamin harus segera diberi apabila resusitasi cairan tidak


memperoleh perbaikan, untuk menciutkan pembuluh darah sehingga
tekanan darah naik dan aliran darah ke otak dan jantung meningkat.

III. Terapi antibiotik :

Sebaiknya terapi antibiotik di sesuaikan dengan hasil kultur dan


resistensi. Ha ini mungkin tidak dapat dilakukan pada keadaan darurat
karena pemeriksaan tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama.
Sebagai patokan terapi antibiotik empiris dapat dilihat tabel.

Keadaan klinis Rutin Alergi penisilin

Infeksi organisme Penisilin G (1) + Klindamisin (3) +


amoniglikosisd (2) aminoglikosid (2)

Dugaan infeksi stafilokokus Nafsilin (4) + Klindamisin (3) +


aminoglikosid (2) + aminoglikosid (2)
penisilin G (pilihan)

Dugaan infeksi anaerob Penisilin G (1) + Klindamisin (3) +


klindamisin (3) + aminoglikosid (2)
aminoglikosid (2)

Bersamaan terapi Karbenisilin (5) + Klindamisin (3) +


kortikosteroid/imunosupresa amniglikosid (2) aminoglikosid (2)
atau luka bakar derajat 3
yang luas

Meningitis atau dugaan Kloramfenikol, 1 gram


tifoid tiap 6 jam intra vena

17
(1) : 20 juta unit/ hari (3-4 juta unit tiap 4 jam iv)

(2) : gentamisin atau tobramisin, 2 mg/kkBB tiap 8 jam IV. Bila ada
infeksi nosokomial dapat ditambahkan kanamisin 8 mg/kgBB tiap 12
jam IV. Aminoglikosida juga dapat ditambah dengan sefalosporin
generasi ketiga seperti moksalaktam 2 gram tiap 8 jam IV.

(3) : 600 mg tiap 6 jam IV. Bila klindamisin (-) atau pasien alergi, dapat
diganti dengan eritromisin, 1 gram tiap 6 jam IV.

(4) 1-2 gram tiap 4 jam IV, dapat ditambah metisilin atau oksasilin, 1-2
gram tiap 4 jam IV

(5) 4-5 gram tiap 4 jam IV. Dapat diambahkan tikarsilin, 3 gram tiap 4
jam IV. Dosis obat-obat hanya berlaku untuk pasien dewasa.

B. Tindakan bedah

Jaringan nekrotik, abses harus segera dieksisi, dievakuasi dan dipasang


drainase. Terapi cairan dan antibiotik tidak banyak menolong bila sumber
infeksi belum disingkirkan. Hal ini sangat penting pada abses intra
abdomen, sumbatan empedu dengan kolangitis yang segera membutuhkan
pembedahan akut.

C. Tindakan lain

I. Terapi kortikosteroid:

Manfaat kortikosteroid pada syok septik masih kontoversi dan


nampaknya terapi kortikosteroid hanya merupakan ajuvan terhadap
terapi suportif dan antibiotik. Ada pendapat yang menyatakan bahwa
sebaiknya terapi kortikosteroid pada syok septik ditinggalkan.

II. Terapi heparin:

Pada syok septik dengan komplikasi koagulasi intravaskular tersebar


(DIC) dan perdarahan yang bermakna, terapi heparin harus segera

18
dimulai. Dosis awal heparin adalah 100 unit/kg dan dilanjutkan IV tiap
jam 1000-3000 unit. Respon terapi berupa pemanjangan waktu
perdarahan dan kenaikan kadar faktor pembekuan V, VIII dan
fibrinogen dalam waktu 12 jam.

Kenaikan jumlah trombosit mungkin terjadi lebih lambat. Terapi


heparin dapat dihentikan apabila penyebab koagulasi intravaskular
telah terkoreksi dan faktor-faktor koagulasi telah normal kembali.

III. Terapi nalokson:

Baik pada percobaan binatang maupun uji klinik menunjukkan bahwa


antagonis narkotik (nalokson/narcan ) dapat memulihkan hipotensi
pada syok septik, belum ada yang melaporkan efek samping akibat
terapi nalokson.

19
SYOK NEUROGENIK

A. Definisi
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif. Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance
vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini
diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera
spinal, atau anestesi umum yang dalam).

Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi
vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh
di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi
vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut,
takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan.
Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali
secara spontan. Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok.
Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma
pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus
simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa
takikardi atau vasokonstriksi perifer.

B. Etiologi
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada
fraktur tulang.

3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi


spinal/lumbal.

4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).

5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

20
C. Manifestasi Klinis

Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat
lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis
berupa quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah
pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya
pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak
hangat dan cepat berwarna kemerahan.

D. Penatalaksanaan

Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan
sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang
berkumpul ditempat tersebut.

1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).

2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan


menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi
yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang
darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga
dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan
penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.

3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi


cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang
cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk
menilai respon terhadap terapi.

4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan.

21
KESIMPULAN

1. Syok merupakan kegagalan sirkulasi tepi menyeluruh yang mengakibatkan


hipotensi jaringan.

2. Klasifikasi syok:

a) Syok Hipovolemik

b) Syok Kardiogenik

Kegagalan kerja jantungnya sendiri. Gangguan perfusi jaringan yang


disebabkan karena disfungsi jantung

c) Syok Distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer)

- Syok Septik

Syok yang terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya
didalam tubuh yang berakibat vasodilatasi.

- Syok Anafilaktif

Gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang


mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas
membran kapiler dan terjadi dilatasi arteriola sehingga venous return
menurun.

- Syok Neurogenik

Pada syok neurogenik terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkan


karena disfungsi sistim saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi.

d) Syok Obtruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung)

Ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastol sehingga secara


nyata menurunkan volume sekuncup dan endnya curah jantung.

22
3. Gejala/Tanda:
a) pucat (pallor),
b) hipotensi (tekanan sistol < 90 mmHg),
c) terkadang tekanan darah tak terdeteksi,
d) cemas,
e) bingung,
f) takikardi (jantung berdetak > 100X/menit),
g) takipneu (nafas cepat),
h) berkeringat,
i) tangan-kaki dingin,
j) oliguria (kencing hanya sedikit).

4. Penatalaksanaan syok:

a) Bantuan hidup dasar

b) Terapi cairan

23
DAFTAR PUSTAKA

Anderson SP, Wilson LM. 1995. Patofisiologi konsep klinis proses-prose penyakit
jilid 1, ed 4. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, jilid 1, ed 3. Jakarta:
Media Aesculapius.

Muhiman, Muhardi, dkk. 2004. Anestesiologi. Jakarta: Bagian anestesiologi dan


terapi intensif FKUI.
Sudoyo, Aru W., dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, Ed 4.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

24

Anda mungkin juga menyukai