Anda di halaman 1dari 1

Refleksi Diri

Saya didiagnosis mengalami skizofrenia paranoid. Pada tahun 2012, saat saya sedang kuliah semester 2,
saya dirawat di RSJ Lampung selama kurang lebih 1 bulan. Setelah itu saya mengajukan cuti selama 1
semester untuk masa pemulihan kondisi kejiwaan saya. Setelah selesai masa cuti saya kembali diizinkan
untuk kembali melanjutkan kuliah bersama adik tingkat saya. Awal menjalani kuliah kembali saya
merasakan cukup kesulitan untuk bisa berkonsentrasi dan menerima materi yang dijelaskan para dosen.
Namun setelah saya mampu beradaptasi denga teman-teman baru saya, barulah saya mampu untuk
menyerap sedikit demi sedikit materi perkuliahan dengan cara bergabung dalam kelompok belajar.

Setelah saya memasuki materi klinis barulah saya memahami bahwa ada beberapa penyakit kronis yang
membutuhkan pengobatan seumur hidup. Seperti layaknya pengidap diabetes melitus ataupun
hipertensi, saya dengan skizofrenia pun harus mengonsumsi obat seumur hidup saya. Sejak tahun 2012
sampai sekarang saya masih terus mengonsumsi obat dan kontrol rutin setiap bulan. Saya tidak
mengalami efek samping apapun.

Saya sudah mampu menerima kondisi yang saya alami. Saya pun tidak khawatir dengan stigma yang
mungkin banyak orang katakan tentang seseorang dengan gangguan jiwa. Saya sudah mampu
membuktikan bahwa Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) juga mampu produktif. Saya berhasil
menyelesaikan pendidikan dokter saya dan kemudian mampu menjalankan peran saya sebagai dokter
umum. Dari kondisi yang saya alami, saya bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa saya diberi
kekurangan yang dapat mengingatkan saya bahwa segala sesuatu adalah milik Tuhan dan alangkah
mudahnya bagi Tuhan untuk mengambil semua yang sudah Dia berikan kepada saya. Hal ini mampu
mengubah pandangan saya agar tidak merasa sombong atas apa yang sudah berhasil saya miliki.

Selama sembilan tahun saya rutin mengonsumsi obat memang terkadang saya masih merasa kecurigaan
terhadap orang lain muncul dalam pikiran saya. Namun saya berusaha untuk merasionalisasikan pola
pikir saya. Saya berusaha untuk menghilangkan pikiran dan perasaan curiga saya dengan senantisa
berprasangka baik terhadap orang lain.

Dengan adanya skizofrenia dalam diri saya menjadikan empati saya terhadap pasien yang saya temui
lebih tinggi. Karena saya senantiasa mengingat tentang kesulitan yang juga saya alami sebagai pasien
yang harus kontrol rutin setiap bulan. Saya berusaha sebaik mungkin memperlakukan pasien dan
keluarganya. Saya juga berusaha menjelaskan dengan bahasa yang paling sederhana ketika sedang
mengeduksi pasien atau keluarganya.

Pembelajaran yang dapat diambil dari penyakit yang saya alami adalah agar saya tetap bersikap rendah
hati dalam menjalani kehidupan sebagai seorang makhluk sosial. Saya juga tidak lagi pernah
memandang orang lain hanya dari tampilan fisik luar saja. Saya senantiasa berprasangka baik bahwa
pastinya setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dalam menjalankan tugas
sebagai seorang dokter spesialis kelak saya akan memandang setiap pasien sebagai makhluk ciptaan
Tuhan yang unik, tidak memandang disabilitas sebagai sebuah kekurangan melainkan juga merupakan
ciptaan Tuhan yang sempurna dengan kelebihan lain yang tidak dimiliki oleh orang lain pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai