Anda di halaman 1dari 9

1

PAHLAWAN DAERAH

1. Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Ageng Tirtayasa (Banten, 1631 1683) adalah putra Sultan Abdul Ma'ali Ahmad dan Ratu
Martakusuma yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar Pangeran
Surya. Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Ratu atau
Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar
Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah.

Beliau berjuang menentang belanda dan VOC, selain itu terkenal juga karena kepiawaiannya
dalam mengurus kerajaan beserta rakyatnya seperti dalam urusan kepemerintahan, keagamaan,
pengairan, dan hubungan keluar kerajaan. Selain itu beliau juga menentang Belanda karena VOC
menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan kesultanan dan rakyat Banten.

2. Untung Surapat

Untung Surapati (Bahasa Jawa: Untung Suropati) (terlahir Surawiroaji, lahir di Bali, 1660
meninggal dunia di Bangil, Jawa Timur, 5 Desember 1706 pada umur 45/46 tahun) adalah
seorang tokoh dalam sejarah Nusantara yang dicatat dalam Babad Tanah Jawi. Kisahnya menjadi
2

legendaris karena mengisahkan seorang anak rakyat jelata dan budak VOC yang menjadi
seorang bangsawan dan Tumenggung (Bupati) Pasuruan yang melawan kolonialisme VOC di
Pulau Jawa.

3. Pangeran Diponegoro

Bendara Pangeran Harya Dipanegara (lebih dikenal dengan nama Diponegoro, lahir di
Ngayogyakarta Hadiningrat, 11 November 1785 meninggal di Makassar, Hindia Belanda, 8
Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia.
Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin Perang Diponegoro/Perang Jawa (1825-1830)
melawan pemerintah Hindia Belanda. Perang tersebut tercatat sebagai perang dengan korban
paling besar dalam sejarah Indonesia.

4. Pattimura

Pattimura(atau Thomas Matulessy) (lahir di Haria, pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783
meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), juga dikenal dengan
nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan Maluku dan merupakan Pahlawan nasional Indonesia.
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai
mantan sersan Militer Inggris.

Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya.
Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan
3

pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun


benteng-benteng pertahanan.

Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate
dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa.

5. Teuku Umar

Teuku Umar (Meulaboh, 1854 - Meulaboh, 11 Februari 1899) adalah pahlawan kemerdekaan
Indonesia yang berjuang dengan cara berpura-pura bekerjasama dengan Belanda. Ia melawan
Belanda ketika telah mengumpulkan senjata dan uang yang cukup banyak.
Kepribadiaan Teuku Umar sejak kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan kadang
suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang keras dan pantang
menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapakan
pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas,
dan pemberani.

6. Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 Sumedang,
Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang
Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang
4

Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga
bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878
yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan
Belanda.
Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya
Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut dalam medan
perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880. Mereka dikaruniai
anak yang diberi nama Cut Gambang.[1] Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, Cut Nyak
Dhien bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur
saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang sendirian di
pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya.

7. Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 meninggal di


Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun) adalah Raja Gowa ke-15.
Setelah menaiki Tahta sebagai Sultan, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin
Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena
keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda yang artinya Ayam
Jantan/Jago dari Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa.

8. Tuanku Imam Bonjol

Pahlawan nasional yang berasal dari Sumatera Barat.


5

Wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864),
adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda dalam
peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri pada tahun 1803-1838.Tuanku Imam
Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia

9. Sisingamaraja

Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari 1845 meninggal di Dairi, 17 Juni 1907 pada
umur 62 tahun) adalah seorang raja di negeri Toba, Sumatera Utara, pejuang yang berperang
melawan Belanda.
Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya
open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing yang
beroperasi di Hindia Belanda, dan yang tidak mau menandatangani Korte Verklaring (perjanjian
pendek) di Sumatera terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka
hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi lain Belanda sendiri berusaha
untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong
situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan
tahun.

10. Nyi Ageng Serang

Nyi Ageng Serang bernama asli Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi (Serang,
Purwodadi, Jawa Tengah, 1752 - Yogyakarta, 1828) adalah seorang Pahlawan Nasional
6

Indonesia. Ia adalah anak Pangeran Natapraja yang menguasai wilayah terpencil dari kerajaan
Mataram tepatnya di Serang yang sekarang wilayah perbatasan Grobogan-Sragen.
Setelah ayahnya wafat Nyi Ageng Serang menggantikan kedudukan ayahnya. Nyi Ageng Serang
adalah salah satu keturunan Sunan Kalijaga, ia juga mempunyai keturunan seorang Pahlawan
nasional yaitu Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Ia dimakamkan di Kalibawang,
Kulon Progo.
Ia pahlawan nasional yang hampir terlupakan,mungkin karena namanya tak sepopuler R.A.
Kartini atau Cut Nyak Dhien tapi ia sangat berjasa bagi negeri ini.Warga Kulon Progo
mengabadikan monumennya di tengah kota Wates berupa patungnya yang sedang menaiki
kuda dengan gagah berani membawa tombak.

11. Pangeran Antasari

Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797 dan meninggal di Bayan Begok,
Hindia Belanda, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional
Indonesia.
Ia adalah Sultan Banjar yang dinobatkan pada tanggal 14 Maret 1862, sebagai pimpinan
pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar
Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati
(gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung
Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.
Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu
bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan
dikomandoi Pangeran Antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para
panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda.

Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun dia tetap pada
pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave
Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.
7

PAHLAWAN DAERAH

DI SUSUN OLEH:

INDRASTATA SUJATI SANTOSO


KELAS V

SD NEGERI MANCON I WILANGAN NGANJUK


8
9

Anda mungkin juga menyukai