Anda di halaman 1dari 15

Kisah Rubah dan Burung Gagak

Dari kejauhan, gagak melihat seonggok daging yang sedang


dimasak oleh seorang ibu di dekat jendela. Gagak mengamati
daging itu sambil menelan air liur. Ia ingin sekali memakannya.
Sayang, ia tidak tahu bagaimana caranya. Namun, sepertinya
dewi keberuntungan sedang berpihak kepadanya. Ibu yang
sedang mengolah daging itu pergi, meninggalkan daging di
meja, sementara jendela dalam keadaan terbuka.

Gagak terbang ke arah jendela dengan gesit. Ia menggigit


daging yang ia idam-idamkan itu dengan paruhnya, lalu
membawanya pergi. Ia sangat senang karena sebentar lagi bisa
menikmati daging, mengingat sudah lama sekali ia tidak makan
makanan seperti itu.

Gagak hinggap di sebuah dahan pohon untuk beristirahat


sejenak. Secara kebetulan, seekor rubah melewati pohon
tersebut.
"Hmmm... wanginya enak sekali...," batin rubah sambil
memejamkan mata dan menghirup dalam-dalam aroma daging
yang ia cium. "Dari mana bau ini berasal?"

Rubah melingak-linguk ke berbagai arah untuk mencari sumber


aroma daging itu. Namun, ia tidak berhasil menemukannya.
Kemudian ia melihat ke atas, dan dilihatnya seekor gagak yang
sedang membawa daging di paruhnya. Betapa senangnya ia.
Rubah bertekad untuk merebut daging itu dari gagak.

"Tapi bagaimana caranya, ya?" batin Rubah. Setelah berpikir


keras selama beberapa menit, ia berhasil mendapatkan ide
cemerlang.

"Gagak adalah burung yang sombong. Aku akan memanfaatkan


kesombongannya itu untuk membuatnya Iengah," batin rubah.

"Selamat siang burung yang cantik!" Rubah menyapa gagak


dengan ramah. Gagak diam saja. Sebenarnya ia tersanjung
mendengar pujian rubah, namun ia merasa gengsi bila
menanggapinya.

Rubah kembali melancarkan aksinya. Ia memuji gagak lagi,


"Seandainya aku mempunyai bentuk tubuh yang indah seperti
engkau, aku pasti akan bersyukur sekali."

Gagak masih tidak menjawab apa-apa. Ia hanya mondar-


mandir di dahan dengan sombongnya. Sesekali ia melebarkan
sayapnya, seperti hendak terbang, namun hanya sekadar
memamerkan keelokan kedua sayapnya saja.

"Betapa indahnya lehermu. Matamu juga sangat cemerlang.


Kau benar-benar luar biasa!" seru rubah dengan sikap seolah-
olah ia sangat mengagumi gagak.

Gagak masih tidak berkata-kata. Ia hanya menggerakkan


kepalanya ke kanan dan ke kiri, menunjukkan sikap angkuhnya.
Dongeng Tentang Hewan Rubah Menolong Kuda
Tua

Tersebutlah seekor kuda yang sudah tua milik seorang petani.


Sewaktu masih muda, kuda itu menjadi andalan petani dalam
menyelesaikan berbagai pekerjaan, misalnya mengangkut hasil
panen dan membawanya ke pasar. Jasa-jasa kuda tua itu begitu
besar. Namun, saat ini ia sudah tidak bisa apa-apa karena usia
telah melemahkan tenaganya.

Petani merasa terbebani oleh keberadaan kuda itu. Ia sudah


lupa dengan jasa-jasa kuda di masa lalu. Ketika kekesalannya
memuncak karena terus-terusan dibebani kuda, maka ia pun
berkata kasar kepada kuda itu, "Pergilah dan jangan kembali
sebelum kau lebih kuat dari singa!"

Kuda pergi dengan hati yang teramat sedih. Ia berjalan ke arah


hutan, hendak mencari tempat tinggal di sana dan menikmati
masa tuanya. Dalam perjalanan itu, ia bertemu dengan seekor
rubah.

"Hai kuda," sapa rubah. Ia terheran-heran melihat kuda tampak


begitu sedih. "Apa yang terjadi?" tanya rubah.

"Aku diusir tuanku," jawab kuda dengan suara lirih. "Padahal


sewaktu masih muda dulu, aku selalu bekerja keras untuknya.
Kini aku tidak bisa tinggal lagi di rumah itu. Petani hanya mau
menerimaku lagi jika aku lebih kuat dari singa."

Rubah merasa prihatin mendengar cerita singa. Ia ingin


membantunya. Dan kebetulan sekali, tiba-tiba sebuah ide
cemerlang terlintas di benaknya. Ia berkata kepada kuda

"Tenang saja, aku akan membantumu!""Tapi bagaimanan


caranya?""Kau ikuti saja perintahku," jawab rubah, percaya diri

Sekarang kau berbaringlah di sini dan berpura-pura mati," jelas


rubah. Kemudian ia pun menjelaskan rencananya kepada kuda.
Seketika wajah kuda berubah cerah. Ia pun langsung
melaksanakan perintah pertama rubah, yakni berbaring dan
berpurapura mati.

Selanjutnya rubah pergi menemui singa. Ia berkata kepada raja


hutan itu, "Singa, di sana ada kuda yang mati. Dagingnya pasti
enak sekali! Kudengar kau suka daging kuda."

"Di mana?" tanya singa. Air liurnya menetes membayangkan


daging kuda.

"Ayo ikut aku!" seru rubah. Ia pun berlari ke tempat


berbaringnya kuda. Singa mengikutinya. Setibanya di sana,
mata singa berbinar-binar tatkala melihat seekor kuda yang
sudah tergeletak tak berdaya.

"Ini kudanya," tunjuk rubah. "Tapi, di sini tidak nyaman untuk


menyantap kuda ini. Sebaiknya kau membawanya ke sarangmu
saja, Singa."
"Hmm... benar juga katamu," sahut singa, mengangguk-
angguk. "Tapi, aku tidak bisa membawanya. Kuda ini terlalu
besar.

"Aku akan membantumu," rubah berkata dengan yakin.


"Berbaringlah! Aku akan mengikatkan ekor kuda ini ke
badanmu sehingga engkau bisa membawanya ke sarangmu."

Singa setuju. Kemudian ia pun berbaring di dekat kuda.


Kemudian rubah mengikatkan ekor kuda ke keempat kaki singa,
bukan ke badannya. Akibatnya, singa tidak bisa bergerak.

"Hei kuda, bangunlah!" seru rubah kepada kuda. " Bawalah


singa ini ke tuanmu!"

Kuda bangun, dan kemudian menggeret singa ke rumah


tuannya. Singa tidak bisa berbuat apa-apa, sebab keempat
kakinya terikat kuat.

Ia hanya bisa meraung-raung marah.

Setibanya di rumah petani, kuda berkata kepada tuannya, "Aku


pulang membawa singa, Tuan. Aku bisa mengalahkan singa. Itu
berarti aku lebih kuat daripada singa."

Petani terkagum-kagum dengan kehebatan kuda. Ia menyesal


sekali karena sempat mengusir kuda yang dulu telah begitu
berjasa. Ia meminta maaf kepada kuda. Akhirnya kuda pun
tinggal lagi di rumah petani. Ia hidup dengan tenteram dan
menikmati hari tuanya dengan bahagia di sana.

Pesan Dongeng Tentang Hewan : Rubah Menolong Kuda


Tua di atas adalah : Jika kita melihat teman sedang
bersedih, maka hiburlah dia. Tanyakanlah sebab kenapa
ia sedih. Bantulah ia sesuai dengan kemampuan kita.
Menolong orang lain merupakan tindakan yang sangat
terpuji, dan kita perlu melakukannya dalam kehidupan
sehat.
Gagak Yang Cerdik dan Kendi Berisi Air

Dalam Cerita Dongeng Anak kali ini akan menceritakan seekor


burung Gagak. Yaitu tentang burung Gagak Yang Cerdik dan
Kendi Berisi Air.

Dari kejauhan, gagak melihat sebuah taman yang tampak


subur. "Sepertinya taman itu dirawat dengan baik. Tanamannya
pasti rajin disiram sehingga tumbuh subur," batin gagak. "Aku
akan coba ke sana, barangkali ada tetes-tetes air yang bisa aku
minum."

Sesampainya di sana, gagak langsung menelusuri dedaunan di


atas pohon, berharap bisa mendapatkan tetes-tetes air. Namun,
gagak gagal mendapatkannya. Daun-daun pohon itu kering.
Tidak ada satu pun tetes air yang tertinggal, sudah menguap
karena sinar matahari yang begitu terik. Gagak mendesah
kecewa, lalu bersiap pergi dari sana.

Baru saja terbang beberapa meter, gagak melihat sebuah kendi


di taman itu. Ia membalikkan arah dan kemudian terbang
mendekati kendi tersebut

"Horeee!" tiba-tiba gagak melonjak girang. "Ada air di dalam


kendi ini! Akhirnya aku bisa minum!"

Gagak memasukkan kepalanya ke kendi itu untuk meminum air


yang ada di dalamnya. Namun, gagak kesulitan. Permukaan air
terlalu rendah sehingga paruh gagak tidak bisa
menjangkaunya.

"Ah, padahal tinggal sedikit lagi," keluh gagak. Ia mengelilingi


kendi itu sambil berpikir bagaimana cara mengambil air yang
ada di dalamnya. Ia mencoba memasukkan kepalanya lagi ke
dalam kendi hingga lehernya terasa sakit, namun masih tetap
gagal.

"Aduh... aku harus bisa... aku harus mendapatkan air dalam


kendi ini," tekad burung gagak. Setelah berpikir sejenak, ia
mendapatkan ide. "Aku akan mencoba memecahkan kendi ini
dengan paruhku."

Gagak mematuk-matuk kendi itu dengan sekuat tenaga.


Namun, kendi sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda
akan pecah. Gagak mencoba cara lain. Ia bermaksud
merobohkan kendi itu. Dengan sisa - sisa tenaga yang ada, ia
pun mendorong kendi. Tapi, kendi itu bergeming, tidak bergerak
sedikit pun.
Kini burung gagak nyaris putus asa. Ia merasa sangat lelah dan
haus. Tenaganya pun sudah hampir habis. Kerongkongannya
terasa begitu kering. "Bagaimana ini?" batin gagak, bingung.
Kondisi yang kritis itu memacu otaknya untuk terus berpikir.
Tiba-tiba, sebuah ide cemerlang melintas di benaknya.

"Aha! Cara ini pasti berhasil!" seru gagak. Semangatnya


bangkit, dan tenaganya seolah-olah telah kembali. Gagak
mencari kerikil di sekitar situ, lalu memasukkannya satu per
satu ke dalam kendi. Apa maksud si gagak melakukan hal itu?

Kerikil itu membuat permukaan air di dalam kendi naik.


Semakin banyak kerikil yang ia masukkan, permukaan air di
dalam kendi semakin naik. Dengan begitu, gagak bisa
meminum.

Berkat kecerdikannya, gagak terselamatkan dari rasa haus


yang menderanya.

Pesan Yang bisa didapatkan dari Cerita Dongeng Anak di


atas adalah :

Saat menemui masalah, janganlah mudah berputus asa,


sebab setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.

Yang perlu kita lakukan adalah berpikir dengan tenang


untuk mencari solusinya: Jangan lupa berdoa kepada
Tuhan, memohon kepada-Nya agar kita diberi
kemudahan untuk mengatasi setiap masalah.

Kisah Keledai Pengeluh


Tersebutlah seekor keledai yang suka sekali mengeluh. Ia
bekerja pada seorang petani, dan tugasnya sehari-hari adalah
mengangkut sayur dan buah - buahan.

"Pekerjaanku sungguh tidak enak," keluh si keledai. "Aku harus


bangun pagi setiap hari, lebih pagi dari ayam jago. Padahal,
aku ingin tidur dari pagi sampai sore. Belum lagi aku harus
membawa sayur dan buah-buahan yang berat itu. Uh, benar-
benar mengesalkan!"

Si keledai merasakan kian hari pekerjaannya kian berat saja.


Padahal, sebenarnya tugasnya dari dulu sama saja. Pak petani
tidak menambahkannya. Adapun si keledai merasakannya
demikian karena ia terus mengeluh. Kalau kita terus-terusan
mengeluh, pekerjaan apa pun memang menjadi terasa semakin
berat.

Si petani lama-lama jengkel juga dengan kelakukan keledai. Ia


tidak suka dengan binatang yang mengeluh seperti itu. Pak tani
membatin, "Keledai itu sungguh keterlaluan! Ia mengeluh
terus- menerus, padahal pekerjaannya terbilang ringan. Aku
sudah memberinya makanan yang enak dan banyak, tapi ia
sama sekali tidak mensyukurinya."
Kejengkelan Pak Tani sudah mencapai puncaknya. Ia berniat
untuk menjual si keledai. Dan kebetulan sekali, sahabatnya
yang bekerja sebagai tukang kulit membutuhkan keledai untuk
mengangkut-angkut.

"Apa kau berniat membeli keledaiku?" tanya sang petani. "Aku


menjualnya dengan harga yang murah, sebab ia suka
mengeluh."

Si tukang kulit tertarik dengan keledai itu. Lagi pula ia sedang


sangat membutuhkannya. Maka ia pun membawa pulang si
keledai setelah membayar beberapa uang kepada si petani.

"Semoga ia menikmati pekerjaan barunya," kata Pak Tani


kepada si tukang kulit sebelum mereka berpisah. "Kau tahu, ia
tidak bahagia bekerja denganku. Ia selalu mengeluh."

Sesampainya di rumah si tukang kulit, si keledai langsung


disuruh bekerja. Ia bertugas mengangkut kulit-kulit binatang.
Selain berat, kulit-kulit itu juga bau. Hal ini membuat si keledai
syok. Maka ia pun kembali mengeluh.

"Ya ampun... kalau tahu begini, lebih balk aku bekerja dengan si
petani saja," batin si keledai. "Di sana aku hanya mengangkut
sayur dan buah-buahan yang beraroma segar, sementara di
sini aku harus mengangkut kulit yang berat dan berbau busuk.
Uh, aku benci bekerja dengan si tukang kulit!"

Lama-kelamaan si tukang kulit kesal dengan si keledai yang


malas- malasan. Ia juga tahu bahwa keledai itu sering sekali
mengeluh. Si tukang kulit tidak tahan lagi. Pekerjaannya kacau
gara-gara si keledai. Ia berniat untuk menjual keledai itu, dan
mencari keledai lain yang lebih rajin.

"Aku akan menjualmu!" seru si tukang kulit kepada si keledai.

"Yeah, jual saja aku," batin si keledai. "Aku juga sudah tidak
tahan lagi bekerja denganmu."

Si tukang kulit membawa si keledai ke rumah seorang


penambang batu-bara, sahabatnya. Kebetulan sekali, si
penambang batu-bara memang sedang membutuhkan hewan
pengangkut. Maka ia pun membeli si keledai dari si tukang
kulit.

"Aku sudah berpesan kepadamu, keledai itu pemalas dan suka


mengeluh," kata si tukang kulit kepada si penambang batu-
bara.

"Tidak masalah. Aku sudah biasa menghadapi hewan pemalas


seperti ini," jawabnya sambil memegang cambuk.

Si keledai langsung disuruh bekerja saat itu juga. Ia bekerja di


dalam tambang yang gelap dan kotor. Tugasnya adalah
mengangkut batu-bara yang jauh lebih berat daripada kulit
hewan. Sedikit saja si keledai malas-malasan, maka si
penambang batu bara akan mencambuknya.

"Tidak ada waktu untuk bersantai-santai di sini!" si penambang


batu-bara membentak si keledai yang mulai tampak loyo.

"Duh, tempat ini seperti neraka!" batin si keledai. "Aku


berharap bisa kembali bekerja di tempat pak petani. Bekerja di
sana benar-benar enak, jauh lebih santai daripada di sini. Atau
kembali bekerja di tempat si tukang kulit juga tidak apa-apa.
Paling tidak ia tidak mencambukku meskipun aku malas-
malasan bekerja."

Namun, tentu saja harapan si keledai tidak terkabul. Ia harus


terus bekerja di tambang itu. Kini si keledai hanya bisa
menyesal karena dulu tidak mensyukuri pekerjaannya sewaktu
masih tinggal di tempat Pak Tani. Itulah nasib bagi keledai yang
malas-malasan dan suka mengeluh.

Pesan moral dari Dongeng Fabel Terbaru : Keledai Yang


Suka Mengeluh ini adalah :

Syukurilah apa yang kita punya sekarang, dan jangan


suka mengeluhkannya. Kita baru akan merasakan
bahwa apa yang kita punyai itu begitu berharga saat
kita sudah kehilangannya. Karena itu, penting juga agar
kita selalu menjaga apa pun yang kita punya.

Cerita Rakyat Yunani : Petani dan Ketujuh


Putranya

Dalam bersaudara kakak beradik seharusnya saling


menyayangi, selalu berbagi suka dan duka, memahami satu
dengan yang lain serta tidak pilih kasih antara saudara yang
satu dengan saudara yang lainnya. Dengan demikian maka
persaudaraan akan harmonis, membuat orang tua dan orang
lain senang melihatnya.

Pada kisah yang akan kami ceritakan berikut ini adalah Cerita
Rakyat Yunani : Petani dan Ketujuh Putranya. Ketujuh Putranya
yang awalnya selalu bertengkar, namun sang ayah yang bijak
dapat merubah hubungan anak-anaknya menjadi harmonis.
Selamat membaca Cerita Rakyat Yunani : Petani dan Ketujuh
Putranya..!

Alkisah, pada zaman dahulu, hiduplah seorang petani rajin


yang tinggal di Yunani. Petani itu memiliki tujuh putra. Sayang,
hubungan di antara ketujuh putranya itu kurang harmonis.
Anak-anak itu sering bertengkar satu sama lain. Ada saja yang
mereka ributkan, mulai dari barang- barang yang tidak
dikembalikan pada tempatnya, karena rebutan lauk-pauk, atau
karena cemburu, merasa sang ayah lebih sayang kepada salah
satu di antara mereka.

Hal ini membuat si petani pusing. Ia sudah berulang kali


mengingatkan anak-anaknya agar jangan bertengkar lagi,
mengingat mereka merupakan saudara kandung. Namun,
mereka tidak pernah memedulikan nasihat itu. Mereka masih
saja ribut hampir setiap hari.

Kesabaran si petani habis. Ia sudah tidak tahan lagi melihat


anak-anaknya bertengkar. Untunglah ia menemukan cara
cemerlang untuk mengatasi masalah itu. Ia mengumpulkan
tujuh potongan bambu, lalu mengikatnya menjadi satu. Setelah
itu ia memanggil ketujuh anak-anaknya.

"Ada apa, Ayah?" tanya si bungsu. Sang ayah tidak menjawab


apa-apa. Ia hanya meminta si bungsu untuk mematahkan
ketujuh bambu yang sudah ia gabung itu.

"Uggh... Iggh...," si bungsu berusaha mematahkan bambu-


bambu tersebut, tapi kesulitan. Padahal, tenaganya lumayan
besar, setidaknya lebih besar daripada teman-teman
seusianya. Akhirnya si bungsu pun menyerah.

"Ini terlalu sulit, Ayah. Aku tidak bisa mematahkannya," lapor si


bungsu. Sang ayah mengangguk-angguk dengan wajah datar.
Kemudian ia meminta anak keenam ntuk melakukan hal yang
sama dengan si bungsu.

Anak keenam mengerahkan seluruh tenaga untuk mematahkan


bambu-bambu itu hingga berkeringat. Namun, gabungan
bambu itu tidak patah sama sekali. Setelah beberapa kali
mencoba, anak keenam pun menyerah.

"Sekarang giliran kamu," ujar sang ayah sambil menyerahkan


tujuh bambu yang sudah diikat itu kepada anak kelima. Anak
kelima ini lebih besar dan lebih kuat daripada anak keenam dan
ketujuh. Namun, rupanya ia juga tidak bisa mematahkan
bambu-bambu tersebut. Dan yang lebih mengejutkan, anak
sulung yang paling kuat di antara mereka pun tidak bisa
mematahkannya. Padahal ia sudah berusaha sekuat tenaga.

"Aku tidak bisa, Ayah!" seru si sulung sembari mengembalikan


gabungan bambu itu kepada ayahnya. Sang ayah menerima
bambu tersebut, lalu membuka ikatannya. Ia memberikan satu
bambu kepada masing-masing anak.

"Sekarang coba kalian patahkan!" kata sang ayah.

Semua anak mencoba mematahkan potongan bambu mereka


masing-masing. Dan mereka bisa melakukannya, termasuk si
bungsu yang badannya paling kecil di situ.

"Ayah," panggil si sulung, "apa sebenarnya tujuan Ayah


menyuruh kami mematahkan bambu ini?"

"Tidakkah kalian mengerti?" ujar sang ayah, "Jika kalian


bersatu, kalian akan sulit dipatahkan. Tapi jika kalian berpisah
sendiri-sendiri, maka kalian akan mudah sekali dihancurkan.
Renungkanlah hal ini."

Ketujuh anak itu terpekur memikirkan ucapan sang ayah.


Akhirnya mereka sadar bahwa pertengkaran di antara sesama
saudara hanya merugikan mereka. Karena itu, mereka pun
berjanji untuk saling membantu dan bekerja sama, tidak akan
bertengkar lagi.

Pesan di balik Cerita Rakyat Yunani : Petani dan Ketujuh


Putranya adalah :

Pepatah bilang, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.


Cerita di atas mencerminkan makna pepatah ini.

Pada masa lalu, penjajah bisa menjajah kita karena


mereka mencerai-beraikan bangsa Indonesia.

Tapi ketika kita bersatu, maka kemerdekaan pun bisa


kita raih bersama.

Anda mungkin juga menyukai