Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat,
berupa emulsi mengandng air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Krim atau Cremores juga diartikan sebagai suatu sediaan setengah padat berupa emulsi yang
mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai dan mengandung air tidak kurang dari 60%. Istilah krim digunakan untuk sediaan
setengah padat yang di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak (a/m) atau minyak dalam air
(m/a).
Dalam British farmakope disebutkan bahwa, Krim diformulasikan untuk sediaan yang
pada dasarnya dapat larut dengan sekresi kulit. Krim dimaksudkan untuk diterapkan pada kulit
atau selaput lendir tertentu untuk tujuan protektif, terapeutik atau profilaksis. Krim memiliki dua
tipe basis emulsi yaitu tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (a/m), hal ini
dapat bergantung emulsifying agent yang digunakan maupun komposisi bahan yang digunakan.
Cara membedakan dua tipe emulsi ini dapat dilihat pada saat krim dicuci dengan air pada tipe
krim dengan basis yang bertipe m/a krim akan mudah untuk dicuci.
Emulsifikasi banyak digunakan dalam pembuatan prosuk obat dan kosmetik untuk
penggunaan luar, khususnya pada losion dank rim dermatologic dan kosmetika karena produk
yang di inginkan adalah prosuk yang mudah menyebar dan benar-benar menutupi area yang
dioleskan. Produk tersebut saat ini di formulasikan sebagai produk yang mudah dibersihkan dan
tak meninggalkan noda, tentunya rduk-produk seperti ini akan lebih mudah diterima oleh pasien
atau pemakai.(Patrick J.S, 2006)
Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang di
inginkan. Sebagai bahan pengemulsi krim ,dapat digunakan emulgid seperti lemak bulu domba,
setasium, setilalkohol,golongan sorbitan, polisorbate dan lainnya. Pada kesempatan kali ini kami
membuat krim kloramfenikol dengan jumlah setil alkohol yang berbeda disetiap formulanya.
Krim kloramfenikol sendiri merupakan krim yang di indikasikan untuk pasien yang memiliki
infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif serta kuman lainnya.
Jadi kloramfenikol selain digunakan sebagai antibiotic, zat aktif ini juga bisa digunakan sebagai
anti-infeksi, obat untuk mata, dan lainnya
Kloramfenikol sebenarnya dapat dibuat menjadi sediaan topical lain misalnya salep
mata untuk telinga dan lainnya, namun kloramfenikol yang dibuat krim dipertimbangkan untuk
kepentingan kenyamanan pasien, karena sifat kim yang tidak lengket dan mudah untuk dibilas
dengan air, karena sediaan krim memiliki komposisi air yang banyak dibanding komposisi
minyak.
Suatu sediaan krim terdiri dari dua fase, yaitu fase minyak dan fase air. Jadi langkah
pertama yang dilakukan adalah kedua fase ini dileburkan diatas penangas air, setelah masing-
masing bahan yang termasuk kedalam fasenya dicampurkan dalam wadah yang berbeda (dari
segi fasenya) berupa cawan porselen. Dalam formula krim klormfenikol ini yang termasuk ke
dalam fase minyak yaitu paraffin cair, asam stearate, dan setil alkohol. Sedangkan yang termasuk
ke dalam fase air adalah gliserin, TEA, nipagin dan air. Kedua fase ini dileburkan pada suhu 70
C. Karena pada suhu ini (70 C) merupakan titik dimana menjadi titik leleh tertinggi untuk
melelehkan/meleburkan bahan dalam fase minyak. Bahan tersebut adalah asam stearate dengan
titik leleh 69-70 C, diikuti setil alkohol dengan titik leleh 45-52 C dan paraffin cair dengan titik
leleh -12,2-(-9,4) C.
Ketiga bahan dari fase minyak ini memiliki rantai hidrokarbon yang panjang yang mana
semakin pajang rantai hidrokarbon maka semakin non polar sifatnya, artinya semakin non polar
maka ia akan semakin sukar larut dalam air. Sehingga sifatnya lipofilik atau masuk ke dalam fase
minyak . Suatu senyawa organic dikatakan larut dalam air hanya jika ia memiliki satu gugus
fungsional yang bersifat polar yang mampu mebentuk ikatan hydrogen per maksimal 5 atom c
yang dikandungnya. (janice g.s, 2008). Maka dari itu dilihat dari strukturnya asam stearat, cetil
alkohol, dan paraffin liquidum tidak dapat dikatakan larut dalam air sehingga dileburkan dalam
fase minyak. Berikut adalah struktur dari bahan fase minyak dan fase air yang digunakan:
GAMBAR STRUKTUR
Sedangkan pada bahan-bahan pembentuk fasa air, Bahan bahan ini termasuk ke dalam
fasa air karena memiliki rantai hidrokarbon yang lebih pendek dibanding senyawa lipofilik selain
itu bahan bahan ini dikatakan hidrofilik juga dapat dilihat dari gugus OH yang dimiliki lebih
banyak dari senyawa-senyawa dalam fase minyak, karena nantinya air akan berinteraksi dengan
gugus OH. Fase air dipanaskan hingga suhu yang sama (70 C) dengan fase minyak karena
apabila fase air tidak sama temperaturnya dengan fase minyak, maka beberapa bahan akan
menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air.
Fungsi-fungsi dari bahan yang digunakan antara lain; asam stearat berfungsi sebagai
emulsifying agent, pelarut, dan sebagai zat tambahan untuk melembutkan kulit. Konsentrasi
penggunaan asam stearate dalam formula ini sudah sesuai dengan literature yaitu jika digunakan
dalam salep atau krim ada pada konsentrasi 1-20% dan dalam formula ini digunakan 2,1%. Setil
alkohol berfungsi sebagai emulsifying agent dan stiffening agent atau untuk meningkatkan
viskositas sediaan krim ini. Paraffin Cair berfungsi sebagai emollient (pelembut tekstur) juga
pembawa fase minyak. Gliserin berfungsi sebagai kosolven, emollient, dan humektan. Dimana
humektan berfungsi untuk meminimalkan hilangnya air dari sediaan dan mencegah kekeringan
(kehilangan air) juga meningkatkan kualitas usapan dan konsistensi secara umum. TEA
berfungsi sebagai emulsifying agent dan dapar sehingga sediaan stabil selama penyimpanan.
Nipagin berfungsi sebagai zat antimikroba. Karena sediaan krim kloramfenikol ini mengandung
air dengan kadar yang cukup tinggi, dengan jumlah air yang banyak ini semakin memungkinkan
mikroba untuk dapat tumbuh dan berkembang. Maka dengan penambahan nipagin ini diharapkan
dapat meminimalisir sediaan tercemar mikroba. Air berfungsi sebagai pelarut dan fase air dalam
pembuatan basis.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah : F. Ibrahim. Edisi ke-4.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Gun, S., 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi IV (edisi perbaikan), Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Hanifiyah, Izzatul. T.T. Laporan Semi Solid Krim Kloramfenikol. Diakses dari:
www.academia.edu/283371/LAPORAN_sEMSOL_KRIM_KLORAMFENIKOL (13
Mei 2017)
Munson. 1991. Analisis Farmasi diterjemahkan oleh Harjana. Surabaya: Universitas Airlangga
Oktavia, Maria Dona, Sri Kartika Ayu, Auzal Halim. 2012. PENGARUH BASIS KRIM
TERHADAP PENETRASI KLORAMFENIKOL MENGGUNAKAN KULIT
MENCIT. Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi STIFARM Padang. Fakultas Farmasi
Universitas Andalas. Padang
Safitri, Nabila Ayu, dkk. 2014. Optimasi Formula Sediaan Krim Ekstrak Stroberi (Fragaria x
ananassa) sebagai Krim Anti Penuaan. Majalah Kesehatan FKUB Volume 1.
Smith, Janice G. 2005. Organic Chemistry second edition. Philadelphia: Lippincott Wiliams &
Wilkins , a Wolters Kluwer business
Syamsuni, H. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ueda CT, Shah VP, Derdzinski K, Ewing G, Flynn G, Maibach H et al. 2009. Topical and
Transdermal Drug Product-Stimuli to the revision process. Pharmacopeial Forum.