Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyuluhan

2.1.1 Pengertian Penyuluhan Gizi

Istilah penyuluhan sering kali dibedakan dari penerangan, walaupun keduanya

merupakan upaya edukatif. Secara umum penyuluhan lebih menekankan bagaimana,

sedangkan penerangan lebih menitikberatkan pada apa. Penyuluhan memiliki arti lebih

luas dan menyeluruh. Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang

dilakukan melalui pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif diartikan sebagai rangkaian

kegiatan yang dilakukan secara sistematik, terencana, dan terarah dengan peran serta aktif

individu maupun kelompok atau masyarakat, untuk memecahkan masalah masyarakat

dengan memperhitungkan faktor sosial-ekonomi-budaya setempat. Dalam hal penyuluhan

di masyarakat sebagai pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku, maka terjadi

proses komunikasi antar penyuluh dan masyarakat. Dari proses komunikasi ini ingin

diciptakan masyarakat yang mempunyai sikap mental dan kemampuan untuk

memecahkan masalah yang dihadapinya.

Sesuai dengan pengertian yang dijelaskan tersebut, maka penyuluhan gizi adalah

suatu pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang

diperlukan dalam peningkatan dan mempertahankan gizi yang baik (Suhardjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Proses Adopsi dalam Penyuluhan

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Menurut Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sebelum

seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang

berurutan, yaitu awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu, interest (tertarik), yakni orang tersebut

mulai tertarik kepada stimulus, evaluation (evaluasi), yakni orang tersebut mulai

menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya. Hal ini berarti sikap

responden sudah lebih baik lagi, trial (mencoba), yakni orang tersebut telah mulai

mencoba perilaku baru, adoption (adopsi), yakni orang tersebut telah berperilaku baru

sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

2.1.3 Metode dan Media Penyuluhan

2.1.3.1 Metode Penyuluhan

Menurut Van deb Ban dan Hawkins yang dikutip oleh Lucie (2005), pilihan

seorang agen penyuluhan terhadap suatu metode atau teknik penyuluhan sangat

tergantung kepada tujuan khusus yang ingin dicapai.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai, penggolongan metode

penyuluhan ada tiga, yaitu:

1. Metode Berdasarkan Pendekatan Perorangan

Dalam metode ini, penyuluh berhubungan secara langsung maupun tidak langsung

dengan sasarannya secara perorangan. Metode ini sangat efektif karena sasaran dapat

secara langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus dari penyuluh.

2. Metode Berdasarkan Pendekatan Kelompok

Dalam metode ini, penyuluh berhubungan dengan sasaran penyuluhan secara

kelompok. Metode ini cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan untuk

melakukan suatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerjasama. Dalam pendekatan

kelompok ini dapat terjadi pertukaran informasi dan pertukaran pendapat serta

pengalaman antara sasaran penyuluhan dalam kelompok yang bersangkutan. Selain itu,

memungkinkan adanya umpan balik dan interaksi kelompok yang memberi kesempatan

bertukar pengalaman maupun pengaruh terhadap perilaku dan norma anggotanya.

3. Metode Berdasarkan Pendekatan Massa

Metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah banyak. Dipandang dari segi

penyampaian informasi, metode ini cukup baik, namun terbatas hanya dapat

menimbulkan kesadaran atau keingintahuan semata. Beberapa penelitian menyebutkan

bahwa metode pendekatan massa dapat mempercepat proses perubahan, tetapi jarang

dapat mewujudkan perubahan dalam perilaku. Adapun yang termasuk dalam metode ini

Universitas Sumatera Utara


antara lain rapat umum, siaran radio, kampanye, pemutaran film, suart kabar, dan

sebagainya.

2.1.3.2 Media Penyuluhan

Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat bervariasi,

antara lain:

1. Leaflet

Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui lembaran yang

dilipat. Adapun keuntungan menggunakan leaflet antara lain sasaran dapat menyesuaikan

dan belajar mandiri serta praktis karena mengurangi kebutuhan mencatat. Sasaran dapat

melihat isinya di saat santai dan sangat ekonomis. Berbagai informasi dapat diberikan

atau dibaca oleh anggota kelompok sasaran sehingga bisa didiskusikan dan dapat

memberikan informasi yang detail yang mana tidak dapat diberikan secara lisan, mudah

dibuat, diperbanyak, dan diperbaiki serta mudah disesuaikan dengan kelompok sasaran.

2. Flip Chart (Lembar Balik)

Lembar balik merupakan media penyampaian pesan atau informasi kesehatan

dalam bentuk buku dimana tiap lembar berisi gambar peragaan dan lembaran baliknya

berisi kalimat sebagai pesan kesehatan yang berkaitan dengan gambar.

3. Film dan Video

Keuntungan penyuluhan dengan media ini adalah dapat memberikan realita yang

mungkin sulit direkam kembali oleh mata dan pikiran sasaran, dapat memacu diskusi

mengenai sikap dan perilaku, efektif untuk sasaran yang jumlahnya relatif kecil dan

Universitas Sumatera Utara


sedang, dapat dipakai untuk belajar mandiri dan penyesuaian oleh sasaran, dapat

dihentikan ataupun dihidupkan kembali, serta setiap episode yang dianggap penting dapat

diulang kembali, mudah digunakan dan tidak memerlukan ruangan yang gelap.

4. Slide

Keuntungan media ini antara lain dapat memberikan berbagai realita walaupun

terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar, dan pembuatannya relatif

murah, serta peralatannya mudah digunakan.

5. Transparansi OHP

Transparansi OHP sebagai media penyuluhan adalah dapat dipakai untuk

mencatat point-point penting saat diskusi sedang berjalan, murah dan efisien karena

alatnya mudah didapat dan dibuat, serta tidak memerlukan ruangan yang gelap, dapat

digunakan untuk sasaran yang kecil maupun besar, peralatannya mudah digunakan dan

dipelihara.

6. Papan Tulis

Keunggulan menggunakan papan tulis antara lain murah dan efisien, baik untuk

menjelaskan sesuatu, mudah dibersihkan dan digunakan kembali, tidak perlu ruangan

yang gelap.

Universitas Sumatera Utara


2.2 Makanan Pendamping ASI (MP ASI)

Makanan Pendamping ASI (MP ASI) adalah makanan yang diberikan kepada bayi

yang telah berusia enam bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi

bayi. Pemberian MP ASI ini diberikan pada anak yang berusia 6 sampai 24 bulan secara

berangsur-angsur untuk mengembangkan kemampuan anak mengunyah dan menelan

serta menerima macam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa. Pemberian

MP ASI harus bertahap dan bervariasi, mulai dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur

kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembik dan akhirnya makanan

padat (Sulistijani, 2001).

Dalam pemberian makanan yang diberikan pada bayi dan anak balita harus

memenuhi syarat-syarat berikut (Asad, 2002) yaitu memenuhi kecukupan energi dan

semua zat gizi sesuai umur, susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang,

bahan makanan yang tersedia di daerah setempat, kebiasaan makan, dan selera makan,

bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan keadaan faali

anak, serta memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.

Selain itu, menurut Muchtadi (2004), MP ASI untuk bayi sebaiknya memenuhi

persyaratan antara lain nilai energi dan kandungan proteinnya cukup tinggi, dapat

diterima dengan baik, harganya relatif murah, dan dapat diproduksi dari bahan-bahan

yang tersedia secara lokal. MP ASI bagi bayi hendaknya bersifat padat gizi dan

mengandung serat kasar serta bahan lain yang sukar dicerna sedikit mungkin karena serat

kasar yang terlalu banyak jumlahnya akan mengganggu pencernaan.

Universitas Sumatera Utara


MP ASI sebaiknya diberikan pada bayi yang telah berusia enam bulan karena jika

diberikan terlalu dini akan menurunkan konsumsi ASI dan bayi dapat mengalami

gangguan pencernaan atau bisa diare. Risiko pemberian MP ASI sebelum usia enam

bulan adalah kenaikan berat badan yang terlalu cepat (risiko obesitas), alergi terhadap

salah satu zat gizi yang terdapat dalam makanan tersebut, mendapat zat-zat tambahan

seperti garam dan nitrat yang dapat merugikan, mungkin saja dalam makanan padat yang

dipasarkan terdapat zat pewarna maupun zat pengawet, dan kemungkinan terjadinya

pencemaran dalam penyediaan dan penyimpanannya. Sebaliknya, penundaan pemberian

MP ASI akan menghambat pertumbuhan bayi karena energi dan zat-zat gizi yang

dihasilkan ASI tidak mencukupi kebutuhan lagi sehingga akan mengakibatkan kurang

gizi (Pudjiadi, 2005).

2.2.1 Prinsip Pemberian MP ASI

Memasuki usia enam bulan bayi telah siap menerima makanan bukan cair, karena

gigi telah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setengah padat. Di samping itu,

lambung juga telah lebih baik mencerna zat tepung. Menjelang usia sembilan bulan bayi

telah pandai menggunakan tangan untuk memasukkan benda ke dalam mulut. Karena itu

jelaslah bahwa pada saat tersebut bayi siap mengkonsumsi makanan (setengah padat)

(Arisman, 2004). Selain itu, saat bayi berusia enam bulan ke atas, sistem pencernaannya

juga sudah relatif sempurna dan siap menerima MP ASI. MP ASI sebaiknya diberikan

secara bertahap, sedikit demi sedikit dalam bentuk encer secara berangsur-angsur ke

bentuk yang lebih kental (Arisman, 2004).

Universitas Sumatera Utara


Hal-hal yang harus diperhatikan mengenai cara pemberian MP ASI secara tepat

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Prinsip Pemberian MP ASI


6-8 bulan 8-9 bulan 9-12 bulan 12-24 bulan
Jenis 1 jenis bahan 2-3 jenis bahan 3-4 jenis bahan makanan
dasar (6 bulan) dasar (sajikan dasar (sajikan keluarga
2 jenis bahan secara terpisah secara terpisah (tanpa garam,
dasar (7 bulan) atau dicampur) atau dicampur) gula, hindari
penyedap,
hindari santan
dan gorengan)
Tekstur semi cair lunak kasar padat
(dihaluskan), (disaring) dan (dicincang),
secara potongan makanan yang
bertahap makanan yang dipotong dan
kurangi dapat dapat
campuran air digenggam dan digenggam.
sehingga mudah larut
menjadi semi
padat
Frekuensi Makanan Makanan Makanan Makanan
utama 1-2 kali utama 2-3 kali utama 3 kali utama 3 kali
sehari, camilan sehari, camilan sehari, camilan sehari, camilan
satu kali sehari satu kali sehari 2 kali sehari 2 kali sehari

Porsi 1-2 sendok teh, 2-3 sendok 3-4 sendok 5 sendok


secara makan makan makan atau
bertahap (makanan semi (makanan semi lebih
ditambahkan padat), padat),
potongan potongan
makanan makanan
seukuran seukuran
sekali gigit. sekali gigit.
ASI Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi
Sumber: Safitri, 2007

Universitas Sumatera Utara


2.3 Penyuluhan dalam Proses Perubahan Perilaku

Proses perubahan perilaku akan menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan

dan sikap mental sehingga seseorang tahu, mau, dan mampu melaksanakan perubahan-

perubahan dalam kehidupannya demi tercapainya perbaikan kesejahteraan keluarga yang

ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan.

Titik berat penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku adalah penyuluhan yang

berkesinambungan. Dalam proses perubahan perilaku dituntut agar sasaran berubah tidak

semata-mata karena adanya penambahan pengetahuan saja, namun diharapkan juga

adanya perubahan pada keterampilan sekaligus sikap mantap yang menjurus kepada

tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif, dan menguntungkan.

Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku adalah tidak mudah. Perubahan

tersebut menuntut suatu persiapan yang panjang dan pengetahuan yang memadai bagi

penyuluh maupun sasarannya. Menurut Notoatmodjo (2003) untuk merubah perilaku,

seseorang harus mengikuti tahap-tahap proses perubahan pengetahuan (knowledge), sikap

(attitude), dan praktik (practice). Dalam hal ini, penyuluhan berperan sebagai salah satu

metode penambahan dan peningkatan pengetahuan seseorang sebagai tahap awal

terjadinya perubahan perilaku.

Menurut Notoatmodjo (2003), penyuluhan kesehatan tidak dapat lepas dari media,

pesan-pesan disampaikan dengan mudah dipahami, dan lebih menarik. Media juga dapat

menghindari kesalahan persepsi, memperjelas informasi, mempermudah pengertian, dapat

mengurangi komunikasi yang verbalistik, dan memperlancar komunikasi. Dengan

Universitas Sumatera Utara


demikian, sasaran dapat mempelajari pesan tersebut dan mampu memutuskan

mengadopsi perilaku sesuai dengan pesan-pesan yang disampaikan.

Dalam hal pemberian MP ASI, ternyata masih banyak ibu yang sudah

memberikan MP ASI pada bayinya sebelum berusia enam bulan. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Carnoto (2000) tentang hubungan antara pola pemberian

MP ASI dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Desa Gunan Kabupaten Wonogiri,

yang menyebutkan bahwa sebesar 52,1% bayi diberikan MP ASI oleh ibunya di bawah

usia enam bulan. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Mariastuti (2010) mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian MP ASI pada bayi usia 3-6 bulan

di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung menunjukkan bahwa dari 30 ibu terdapat

27 ibu yang sudah memberikan MP-ASI kepada bayinya saat berumur di bawah 6 bulan.

Selain itu, penelitian Simanjuntak (2007) mengenai gambaran faktor-faktor yang

berhubungan dengan pola pemberian ASI di Kelurahan Tiga Balata Kecamatan Jorlang

Hataran Kabupaten Simalungun tahun 2007, menyebutkan bahwa dari 43 responden, pola

pemberian ASI dengan kategori baik tidak ada dijumpai, kategori kurang baik sebanyak 7

orang (16,68%) sedangkan kategori tidak baik sebanyak 36 orang (83,72%). Hal tersebut

menunjukkan bahwa terdapat ibu yang memberikan MP ASI sebelum bayi berusia enam

bulan. Hasil penelitian ini juga membuktikan terdapat hubungan antara pengetahuan ibu

dengan pola pemberian ASI. Sebanyak 30 responden (69,7%) yang berpengetahuan

kurang, memiliki pola pemberian ASI kategori tidak baik dari total 33 responden yang

berpengetahuan kurang. Oleh karena itu, pengetahuan ibu tentang pemberian MP ASI

Universitas Sumatera Utara


harus ditingkatkan melalui penyuluhan yang dilakukan dengan metode dan media yang

tepat, serta harus dilakukan secara berkesinambungan.

Berbagai penelitian telah dilakukan dengan media untuk mengubah perilaku dan

terbukti hasilnya mampu mempengaruhi sasarannya. Penelitian yang juga dilakukan

Bandari, dkk (2004) tentang intervensi pendidikan untuk mempromosikan pemberian

makanan pendamping ASI yang tepat dan pertumbuhan fisik pada bayi dan anak-anak di

Rural Haryana India menunjukkan bahwa intervensi yang bersifat edukasi melalui

pelatihan (demonstrasi) dan poster dapat meningkatkan perilaku pemberian MP ASI.

Selain itu, penelitian yang dilakukan Rajagukguk (2007) tentang pengaruh promosi

konsumsi sayur dan buah terhadap perilaku ibu rumah tangga di Kelurahan Padang Bulan

Kecamatan Medan Baru menyebutkan bahwa promosi kesehatan dengan metode

penyuluhan (ceramah) dan pembagian brosur memberikan pengaruh dalam meningkatkan

pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu terhadap konsumsi sayur dan buah dalam keluarga.

Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Khairunnisak (2008) tentang pengaruh

penyuluhan sayur dan buah terhadap pengetahuan remaja putri SMAN 1 Julok Kabupaten

Aceh Timur juga menyimpulkan bahwa penyuluhan dalam bentuk ceramah dengan

memperlihatkan contoh sayur dan buah serta pemberian leaflet mampu meningkatkan

pengetahuan remaja putri tentang sayur dan buah.

Penelitian Tampubolon (2009) tentang pengaruh media visual poster dan leaflet

makanan sehat terhadap perilaku konsumsi makanan jajanan pelajar kelas khusus SMA

Negeri 1 Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal terbukti bahwa pemajangan poster

Universitas Sumatera Utara


dan pemberian leaflet dapat mempengaruhi perilaku konsumsi makanan jajanan para

pelajar tersebut. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan Rahmawati, dkk (2006)

tentang efektifitas leaflet diabetes melitus modifikasi terhadap pengendalian kadar gula

darah penderita DM tipe-2 menyimpulkan bahwa penggunaan leaflet dapat meningkatkan

pengetahuan penderita DM tipe-2 yang sebelumnya memiliki pengetahuan rendah.

Demikian juga penelitian yang dilakukan Sari (2008) tentang pengaruh

penyuluhan Kadarzi terhadap pengetahuan dan sikap tentang Kadarzi serta tentang pola

konsumsi pangan pada ibu hamil di Nagari Cupak Kecamatan Gunung Talang Kabupaten

Solok menyimpulkan bahwa penyuluhan yang disertai dengan pemberian leaflet dapat

memberikan pengaruh terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil.

Penelitian yang juga dilakukan oleh Mulyati, dkk (2004) tentang pengaruh

pendidikan gizi pada ibu tentang konsumsi makanan dan status gizi anak yang terinfeksi

tuberkulosis primer di RS Dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa pendidikan gizi

mampu meningkatkan konsumsi protein pada anak di bawah usia 5 tahun yang terinfeksi

tuberkulosis primer sebesar 21,39%.

Penyuluhan dengan media juga dilakukan oleh Rapiasih, dkk (2009) tentang

pelatihan hygiene sanitasi dan poster berpengaruh terhadap pengetahuan, perilaku

penjamah makanan, dan kelaikan hygiene sanitasi di instalasi gizi RSUP Sanglah

Denpasar. Hasil penelitian membuktikan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan,

perilaku penjamah makanan dan kelayakan hygiene sanitasi setelah dilakukan pelatihan

(diskusi dan demonstrasi) dengan media poster.

Universitas Sumatera Utara


2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep kaitan antara penyuluhan pola pemberian MP ASI dengan

metode ceramah dan leaflet terhadap pengetahuan dan sikap ibu dapat dilihat pada

gambar 2.1 berikut ini:

Pengetahuan Ibu
Penyuluhan Pola Pemberian
MP ASI dengan metode
ceramah dan leaflet
Sikap Ibu

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

2.5 Hipotesis Penelitian

Ho: tidak ada perbedaan pengetahuan dan sikap ibu tentang pola pemberian MP ASI pada

anak 6-24 bulan antara kelompok perlakuan dan kelompok pembanding.

Ha: ada perbedaan pengetahuan dan sikap ibu tentang pola pemberian MP ASI pada anak

6-24 bulan antara kelompok perlakuan dan kelompok pembanding.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai