Anda di halaman 1dari 21

Kemampuan yang wajib dimiliki Ahli K3 di Proyek Konstruksi

Di dalam UU no. 1/1970 tentang keselamatan kerja pada pasal 1 telah di tetapkan bahwa ahli K3 ialah tenaga teknis
berkeahlian khusus dari luar Departeman Tenaga Kerja yang di tunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi
ditaatinya Undang-Undang ini, disamping dijelaskan bahwa setiap pelaksanaan pekerjaan yang mempekerjakan lebih
dari 100 orang atau pada pekerjaan yang beresiko tinggi harus di tempatkan seorang ahli K3.

Ini merupakan prasyarat yang harus diperhatikan oleh para pemimpin proyek konstruksi, baik proyek pemerintah
maupun proyek swasta, karena dalam setiap pekerjaan konstruksi, baik kecil maupun besar, akan mendatangkan resiko
yang tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dengan digunakannya peralatan-peralatan berat dalam setiap
proses pekerjaan.

Untuk menjaga dan melindungi pekerja dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada proyek konstruksi, maka
sesuai persyaratan undang-undang harus ditempatkan seorang atau beberapa pengawas K3 yang kompeten atau
berkeahlian atau berkemampuan dan mumpuni melakukan pengawasan dan pembinaan pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja di lapangan proyek konstruksi.

Sebagaimana fungsi dan keberadaan ahli K3 adalah sebagai pengawas dilaksanakannya kegiatan keselamatan dan
kesehatan kerja tersebut, maka seorang ahli K3 harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan
proyek konstruksi, yaitu kemampuan diri yang bersifat kognitif, psykhomotorik dan afektif yang terpadu sebagai
pengawas K3 tersebut dan harus di uji sesuai persyaratan kompetensi yang ditetapkan dalam standar kompetensi yang
ditetapkan untuk itu.

Untuk mendukung kompetensi ahli K3 tersebut terdapat 5 aspek utama yang harus dimiliki dan diperhatikan sebagai
pengawas pelaksanaan proyek konstruksi, yaitu :

1. Aspek Peraturan perundang-undangan,

Seorang ahli K3 harus memahami semua peraturan dan perundang-undangan yang telah diterbitkan oleh pemerintah,
yang telah mengatur semua ketentuan yang harus dilakukan oleh setiap warga negara dalam melaksanakan suatu
kegiatan tertntu, termasuk sangsi-sangsi pidana yang akan dikenakan apabila terjadi pelanggaran.

2. Aspek Ke-engineeringan,

Seorang ahli K3 yang bekerja di proyek konstruksi harus memahami proses kerja pelaksanaan proyek konstruksi,
seperti metode kerja, teknik-teknik konstruksi, hal ini sangat mendasar karena untuk dapat memberikan advis tentang
K3 seorang ahli K3 harus paham ilmu teknik pelaksanaan konstruk, apabila tidak paham makan akan sulit dalam
memberikan advis.

3. Aspek Sistem Manajemen,

Seorang ahli K3 harus memiliki pemahaman terhadap sistem untuk mengelola proses keselamatan dan kesehatan kerja
terhadap segala sesuatu kegiatan yang terkait dengan proses [roduksi dengan memperhatikan unsur-unsur pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang berpotensi dapat merugikan manusia.

4. Aspek Tanggap darurat,

Sebagai ahli K3 harus menguasai sistem tanggap darurat, yaitu ilmu dan teknik melakukan tindakan yang tepat pada
saat terjadinya insiden kecelakaan kerja atau musibah yang terjadi, misalnya gempa bumi, kebakaran, bangunan runtuh,
lonsor dan lainnya.

5. Aspek pelatihan dan konsultasi

Ahli K3 sebagai pengawas harus mampu menyampaikan apa yang dipahami tentang aspek aspek K3 kepada orang lain,
baik kemapda pimpinan proyek, kepada para pekerja maupun kepada orang lain yang terkait dengan pelaksanaan
proyek konstruksi.

Kelima aspek utama diatas harus dikuasai oleh seorang Ahli K3 dalam melaksanakan pekerjaannya. untuk uraian akan
di tulis lebih lanjut dan ini disarikan dari tulisan Ir. Edi Gondowardojo, MM
7 LANGKAH MENGELOLA K3 KONTRAKTOR
HES Engineer at Chevron

Kontraktor adalah perusahaan/orang yang diminta oleh pemilik bisnis untuk jasa/produk tertentu yang dibutuhkan oleh
pemilik bisnis, dimana perusahaan/orang tersebut bukan karyawan dari pemilik bisnis. Hampir di semua perusahaan
memiliki tingkat kecelakaan yang tinggi pada kontraktornya.

Beberapa faktor risiko yang kerap menjadi penyebab tingginya angka kecelakaan pada pekerja kontraktor dilapangan
ialah namun tidak terbatas pada:

1. Tidak/belum memiliki Sistim Manajemen K3 yang baik


2. Sistim penyelia perusahaan kontraktor yang tidak memadai
3. Pelatihan K3 yang tidak/kurang efektif
4. Kurang pengawasan/perhatian K3 dari manajemen
5. Komunikasi yang tidak efektif antara pemilik bisnis dan kontraktor

Pemilik bisnis perlu mengembangkan Sistim Manajemen K3 Kontraktor yang kuat agar memberikan akuntablitas yang
jelas, interaksi secara aktif serta program K3 yang konsisten untuk mencegah kerugian (insiden, cidera, kerusakan
properti dan pencemaran lingkungan).

Berikut ini adalah 7 langkah praktis dalam mengelola K3 Kontraktor yang telah dirangkum #K3LapanganIndonesia.
Konsepnya merupakan implementasi yang telah banyak dipakai oleh individu maupun organisasi (best practices) di
lapangan:

1. Manajemen Kualifikasi & Kontrak Kontraktor

Berbeda kelas dari kontraktor memiliki persyaratan yang berbeda pula dalam memastikan K3 ditempat kerja.
Klasifikasi kontraktor bertujuan untuk memastikan kontraktor terpilih dapat memenuhi ekspektasi kinerja K3 pemilik
bisnis. Tergantung dari sifat pekerjaannya, berbagai perusahaan biasanya membagi kelas kontraktor berdasarkan Profil
Risikonya atau Profesi Peran Pekerjanya. Semakin tinggi risiko aktivias dan profesi peran pekerja nya, maka harus
semakin ketat K3 nya. Ketat bukan berarti kompleks.

Berikutnya adalah mengembangkan kontrak kerja untuk proses tender. Poses tender biasanya dibagi ke dalam 3 tahap
yakni:

Pembuatan spesifikasi tender


Evaluasi teknis dari kontraktor yang mendaftar
Evaluasi harga kontraktor

Proses ini akan membantu pemilik bisnis memutuskan apakah kontraktor terpilih dapat melakukan pekerjaan dengan
selamat sesuai dengan persyaratan anggaran dan waktu yang di tentukan. Pemilik bisnis harus menunjuk/melibatkan
Seorang pemilik kontrak (contract owner) yang memahami lingkup kerja, harga dan kualifikasi tenaga yang diperlukan
dalam kontrak dan Tenaga ahli K3 (subject matter expert) yang membantu contract owner dalam hal teknis K3.

Ke tiga proses tersebut harus diperhatikan dengan detil agar saat pekerjaan sedang berlangsung tidak terjadi
kemacetan yang signifikan dikarenakan kontraktor tidak dapat memenuhi ekspektasi pemilik bisnis (biasanya budget
kontraktor telah habis diantara kontrak berjalan).

Menciptakan lingkungan yang selamat membutuhkan investasi, jadi hitunglah nilai kontrak Anda seakurat mungkin
dan tetap selamat.

2. Kick Off Meeting dan Bridging Dokumen K3

Pemilik bisnis perlu melakukan pertemuan awal sebelum kontraktor bekerja (kick off meeting). Tujuannya ialah untuk
mengklarifikasi ekspektasi, tanggung jawab dan perencanaan K3. Pertemuan ini biasanya dihadiri oleh contract owner
dan perwakilan manajemen kontraktor dengan agenda seperti lingkup kerja, jalur komunikasi, proses manajemen K3
kontraktor (dokumen bridging) dan manajemen proyek lainnya.

Bridging Dokumen K3

Diperlukan saat pemilik bisnis sepakat untuk mengijinkan kontraktor primer (termasuk pengawasan pihak ketiga dan
sub-kontraktornya) menggunakan sistim manajemen K3-nya. Dokumen Bridging K3 digunakan sebagai referensi
tunggal kedua belah pihak dalam menjalankan operasionalnya.
Isi dari Bridging Dokumen minimal harus mencakup hal-hal dibawah ini:

Judul proyek dan status revisi dokumen


Daftar sirkulasi dan tandatangan persetujuan
Gambaran proyek termasuk tanggal dan penyelenggaraan kontrak
Kombinasi struktur organisasi operasional
Identifikasi dan alokasi personil kunci, peran dan tanggung jawabnya
Nomor kontak personil kunci dan lokasi proyek
Identifikasi lingkup dan prosedur kerja teknis dan K3
Prosedur Tanggang Darurat
Inspeksi dan Penilaian Formal
Kerjasama logistis (transportasi, sarana pendukung kerja, barang konsumsi, dll)

3. Contractor On boarding

Contractor On boarding adalah proses orientasi yang harus dilalui oleh pekerja kontraktor sebelum bekerja di lokasi
proyek. Tujuan dari proses ini adalah untuk memberikan pembekalan anggota baru dengan informasi-informasi penting
seperti keselamatan, kesehatan, linngkungan, IT dan Keamanan lokasi proyek.

Khusus tentang K3, materi orientasi harus memenuhi minimal hal-hal berikut ini:

Persyaratan Keluar/Masuk proyek


Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko (IBPR)
Wewenang Menghentikan Pekerjaan
Sisitem komunikasi
Alarm/Evakuasi/Tempat berkumpul sementara
Pelaporan hampir celaka (near miss) dan insiden
Persyaratan K3 spesifik proyek, missal Alat Pelindung Diri (APD)
Standar Kerja K3 umum (bekerja di ketinggian, bekerja diruang terbatas, dll)

4. Sistim Ijin Kerja

Sistim Izin Kerja (Permit to Work) merupakan sebuah mekanisme untuk mengidentifikasi, mengkomunikasikan,
mengurangi dan mengendalikan bahaya terkait pekerjaan yang memiliki potensi dampak buruk terhadap kesehatan,
lingkungan dan keselamatan.

Ijin kerja dilakukan langsung di fasilitas/lokasi lapangan proyek tempat kontraktor akan bekerja dan dilakukan sebelum
bekerja (biasanya 1 hari sebelumnya) agar pemilik fasilitas dapat memastikan bahwa kontraktor yang bekerja telah siap
dengan segala persyaratan K3 yang diperlukan.

Ijin kerja diperlukan untuk aktivitas yang mengandung potensi risiko tinggi, diantaranya:

Bekerja di Ruang Terbatas


Bekerja di Ketinggian
Pekerjaan Listrik
Isolasi Energi (Lock Out&Tag Out)
Penggalian
Pekerjaan Panas (Hot Work)
Aktivitas Penyelaman
MemBypass Sistim Proteksi Keselamatan
Aktivitas Alat Angkat Risiko Tinggi

5. Verifikasi Kompetensi Lapangan

Aktivitas ini dilakukan pada fase work in-progress (diantara kontrak kerja berlangsung) berupa melatih, mentoring dan
verifikasi kompetensi seluruh pekerja sesuai dengan pekerjaannya dan/atau alat yang dioperasikannya langsung
dilapangan. Fungsinya adalah memverifikasi bahwa orang yang bekerja di lapangan memenuhi persyaratan K3.

Verifikasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara:

Mengkonfirmasi sertifikat kualifikasi ekternal yang sudah diikuti (HUET, BSS, POP, POM, POU, SIO, dll)
Verifikasi Pelatihan Internal (Hot Work, Bekerja di Ketinggian, JSA, Analisa Bahaya, Ijin Kerja, dll)
Verifikasi kompetensi peran/jabatan (test tertulis, observasi serta tanya jawab di lapangan sesuai dengan
pekerjaan/posisinya)

Hasil dari verifikasi ini akan didokumentasikan melalui safety passport. Sesuai dengan namanya, safety passport mirip
seperti paspor pada umumnya. Berisi jenis-jenis kompetensi dan di stamp/cap lulus sebagai tanda telah berhasil melalui
verifikasi lapangan ini.

6. Database Kinerja K3 Kontraktor

Pengukuran kinerja K3 menyediakan data yang mengindikasikan status dari aktivitas K3 kontraktor, melalui database
ini pemilik bisnis mampu memonitor dan melakukan intervensi kinerja K3 kontraktor agar tetap dalam ekspektasi
pemilik bisnis. Terdiri dari Leading Indicator (Indikator Proaktif) dan Lagging Indicator (Indicator Reactive)

Leading Indicator:

Jumlah meeting (toolbox, safety talk)


Jumlah inspeksi (inspeksi peralatan, APD, revisi JSA, APAR, P3K, inspeksi manajemen)
Catatan pelatihan K3
Identifikasi bahaya (hazard report, near miss report, program pengamatan perilaku)

Lagging Indicator:

Jumlah kematian pekerja (fatality)


Lost Time Injury Frequency (LTIF)
Total Recordable Injuries Frequency (TRIF)
Total Injury Frequency (TIF)

7. Penghargaan dan Hukuman

Hukuman dan Penghargaan bisa menjadi salah satu pelecut agar kontraktor tetap menerapkan prinsip K3 sekalipun
tidak ada orang K3 di sekitarnya.

Penghargaan

Penghargaan sangat penting untuk menunjukkan bahwa kita, selaku perusahaan pemberi kontrak, menghargai dan
mengharapkan performa K3 yang baik bisa terus dipertahankan atau bahkan ditingkatkan oleh kontraktor. Terdapat 4
contoh penghargaan yang bisa diberikan kepada kontraktor atas performanya dalam K3:

Contract Extension (Kontrak Berlanjut)


Sertifikat Penghargaan di Ruang Publik
Sertifikat Kelas Kontraktor Dari Pemilik Bisnis (hasil penilaian)
Pemberian Barang/Token

Hukuman

Hukuman berfungsi untuk menunjukan bahwa kita tidak mentolerir apapun pelanggaran yang dilakukan oleh
kontraktor sehingga para kontraktor tidak lagi mengulangi perbuatan yang mereka lakukan. Terdapat 4 contoh
hukuman untuk kontraktor atas pelanggaran K3 yang mereka lakukan

Daftar Pelanggaran (Overspeeding, Pelanggaran Lalu Lintas, dll)


Surat Peringatan
Aturan Baku (Golden Rules)
Penghentian/Pinalti Berdasarkan Kontrak
LANGKAH PENGENDALIAN K3

1. Pengendalian Awal.

Pengendalian awal bertujuan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dengan cara meningkatkan pengetian
dan pemahaman secara luas terhadap resiko potensi bahaya yang mungkin terjadi / timbul dari suatu
pekerjaan.

Hal ini dilakukan dengan mulai membuat program K3, Prosedur / Petunjuk Kerja mengenai K3 secara
tertulis.

Pengendalian awal merupakan langkah awal dari suatu pengendalian yang paling dapat dikembangkan dan
dibandingkan dengan langkah-langkah yang lainnya karena merupakan langkah pengendalian yang paling
efektif dan effisien karena menumbuhkan pengendalian diri sendiri dari masing-masing pekerja.

Pengendalian awal yang dilakukan pada Proyek Kedokteran Umum Unmul ini adalah sebagai berikut :

1. Jadual Pelaksanaan program K3 yang meliputi rencana kegiatan pelaksanaan K3 dari awal proyek

sampai dengan akhir proyek.

2. Rencana pembuatan pedoman / Prosedur / Petunjuk Kerja pelaksanaan K3 atau tindakan pencegahan

kecelakaan di Proyek, seperti :

Pertolongan pertama pada kecelakaan.

Penanganan korban kecelakaan yang meninggal.

Penanganan korban kecelakaan yang tidak meninggal.

Petunjuk K3 untuk semua masing-masing jenis pekerjaan.

Penggunanaan Alat Pelindung Diri.

3. Pembinaan dan Pengarahan.

Melalui Rapat Harian / mingguan K3, serta merencanakan pembinaan, penyuluhan dan implementasi

hal-hal yang berkaitan dengan K3 untuk mengembangkan kerjasama dan partisipasi efektif dalam topik

permasalahan sebagai berikut :

Penggunaan tandu kecelakaan dan obat-obatan K3 (PPPK).

Penanganan dan proses pelaporan untuk korrban kecelakaan.

Penggunaan Alat Pelindung Diri.

Penerangan (instalasi kabel-kabel dan panel-panel listrik)

Prosedur koordinasi dan diagram alur K3.

Sosialisasi pemasangan rambu-rambu K3.

Inspeksi harian dan rapat K3.

Penggunaan jalan kerja sementara dan tangga sementara.


Rencana K3 untuk berbagai pekerjaan :

Pekerjaan pengelasan.

Galian kabel dan timbunan.

Pekerjaan instalasi dan pemipaan dengan menggunakan scafolding.

Pekerjaan pemasangan sparing dan opening.

4. Pembinaan dan Pengarahan.

Divisi Rekayasa.

Topik : Pelaksanaan K3 di proyek secara umum.

Konsultan.

Topik : Tahapan Langkah Pengendalian Pelaksanaan K3 di Proyek.

Depnaker setempat.

Topik : Pedoman dan Peraturan Pemerintah tentang K3.

5. Penyedian Sarana Pendukung K3.

a. Rambu-rambu K3.

b. Bendera dan Baleho Jamsostek.

c. Papan untuk menempel peraturan K3.

d. Papan peringatan terhadap bahaya-bahaya tertentu.

e. Koordinasi Pelaksanaan Sistem manajemen K3 dengan Instansi terkait.

f. Penyediaan satuan Pengaman Proyek.

1. Pengendalian Saat Kontak dengan Pekerja.

Pengendalian ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kecelakaan bila tidak dapat dihindari lagi

kemungkinan kontak / berhubungan dengan Potensi Bahaya dari suatu pekerjaan.

Selain itu pengendalian ini dapat mencegah terjadinya suatu kecelakaan tetapi hasilnya kurang

maksimal dan konsekuensi / akibatnya besar.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk pengendalian saat kontak dengan pekerjaan antara lain :

1. Penyediaan Alat Pelindung Diri.

Sepatu Boot : 30 pasang

Helm : 30 buah

Sarung Tangan : 10 pasang

Sabuk Pengaman : 5 pasang

Kaca Mata Las : 5 pasang


Masker : 5 pasang

Penutup Telinga : 3 pasang

Perkiraan penggantian selama proyek berlangsung sebanyak 25% dari volume diatas.

2. Pemasangan Pelindung pada setiap mesin yang menggunakan roda gigi, seperti :

Disc Cutter.

Genset.

Pompa Air.

3. Pemasangan Barikade / penghalang pada lokasi pekerjaan yang mengandung resiko bahaya jatuh, antara
lain seperti :

Galian tanah.

Pintu lift (sebelum dipasang)

Lubang hoistway.

Sekeliling tepi lantai bertingkat.

Reservoir.

Scafolding / tangga sementara.

1. Pengendalian Sesudah Kontak dengan Pekerja.

Pengendalian ini adalah langkah terakhir yang dipersiapkan bila langkah-langkah sebelumnya gagal atau
tidak berhasil dilakukan dan bertujuan untuk meminimalkan akibat / kerugian yang ditanggung pekerja
karena melakukan suatu pekerjaan tetapi tidak mencegah terjadinya kecelakaan.

Tindakan yang dilakukan untuk Pengendalian sesudah Kontak dengan Pekerjaan adalah :

1. Penyediaan sarana penanggulangan darurat akibat kecelakaan kerja, meliputi ;

Merujuk pada Poliklinik terdekat.

Penyediaan obat-obatan darurat / P3K.

2. Penyediaan Tandu Kecelakaan.

3. Penyediaan Alat Pemadam Kebakaran (Fire Extinguisher)

4. Penyediaan Data telepon dan alamat serta nama petugas yang dapat dihubungi dari instansi terkait,
seperti :

Babinsa.

Polsek.

Koramil.

Kecamatan.

Kelurahan.
Pemadam Kebakaran.

Rumah Sakit / Poliklinik terdekat.

5. Penyediaan kendaraan untuk mengangkut korban kecelakaan, dapat dilakukan dengan cara :

Bila akibat kecelakaan tidak parah dan korban sadar, dapat berjalan sendiri, maka diantar dengan
kendaraan proyek untuk menuju Rumah Sakit / Poliklinik terdekat.

Untuk kasus dengan korban yang membutuhkan pertolongan serius dipanggilkan ambulance untuk
diantar ke Rumah Sakit terdekat.
PROSEDUR KEADAAN DARURAT KEBAKARAN

Nambah materi baru nih, kali ini saya mau berbagi masalah k3 yang kali ini tulisan saya ini bertema pada keselamatan
kebakaran, yaitu prosedur keadaan darurat kebakaran. Nah sebelum kita membahas tentang prosedur keadaan darurat
kebakaran, baiknya kita bahas dulu pengertiannya.

Keadaan darurat adalah situasi/kondisi/kejadian yang tidak normal, terjadi tiba-tiba, Mengganggu
kegiatan/organisasi/kumunitas dan Perlu segera ditanggulangi. Keadaan darurat dapat berubah menjadi bencana
(disaster) yang mengakibatkan banyak korban atau kerusakan.

Kebakaran sendiri merupakan keadaan yang tidak diinginkan dimana suatu reaksi oksidasi eksotermis yang
berlangsung dengan cepat dari suatu bahan bakar yang disertai dengan timbulnya api/penyalaan.

Dari pengertian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kebakaran itu melibatkan 3 unsur yang biasa disebut segitiga
Api, Tiga unsur penting dalam kebakaran antara lain:

1. Bahan bakar dalam jumlah yang cukup


2. Zat pengoksidasi/oksigen dalam jumlah yang cukup
3. Sumber nyala yang cukup untuk menyebabkan kebakaran (Panas)

Mengapa kita perlu merencanakan prosedur ini? padahal kemungkinan selalu ada, direncanakan ataupun tidak, bencana
tidak bisa dihindari? Mengapa kita merencanakan prosedur kebakaran, bukankah sudah ada prosedur pencegahan
kebakaran?

Dengan prosedur penanganan kebakaran, kita bisa memperkecil kerugian, pencegahan kebakaran tidak menghilangkan
kebakaran kebakaran, tapi memperkecil kemungkinan terjadinya kebakaran sekecil-kecilnya. Artinya masih ada
kemungkinan terjadinya kebakaran. Maka perlu adanya prosedur penanganan darurat kebakaran untuk memperkecil
dampak serta kerugia akibat kebakaran apabila kebakaran tersebut terjadi.

Kebakaran terjadi sangat cepat, apabila tidak segera ditanggulangi maka kerugian total akibat kebakaran tidak akan
bisa dihindari lagi. Seperti ilustrasi pada gambar berikut.
Berikut bagaimana cara penanggulangan darurat kebakaran,

Fire Alarm
Fire Alarm dipasang untuk mendeteksi kebakaran seawal mungkin, sehingga tindakan pengamanan yang diperlukan
dapat segera dilakukan

Alarm kebakaran akan berbunyi bilamana:

1. Ada aktivasi manual alarm (manual break glass atau manual call point)
2. Ada aktivasi dari detektor panas maupun asap
3. Ada aktivasi dari panel/control room

Peringatan Tahap Kedua


(Alarm Gedung)

Merupakan tanda dimulainya tindakan evakuasi, setelah memperoleh konfirmasi akan kondisi kebakaran yang terjadi.

Perberlakuan evakuasi harus melalui sistem pemberitahuan umum

Prosedur bagi
SELURUH PENGHUNI / KARYAWAN GEDUNG

Saat Melihat Api,

TETAP TENANG JANGAN PANIK !


Bunyikan alarm dengan menekan tombol manual call point, atau dengan memecahkan manual break glass dan
menekan tombol alarm, sambil teriak kebakaran-kebakaran.
Jika tidak terdapat tombol tersebut atau tidak berfungsi, orang tersebut harus berteriak kebakaran
kebakaran..untuk menarik perhatian yang lainnya.
Beritahu Safety Representative melalui telepon darurat atau lewat HP, Pager, dan sampaikan informasi
berikut :identitas pelapor, ukuran /besarnya kebakaran, lokasi kejadian, adanya / jumlah orang terluka, jika ada,
tindakan yang telah dilakukan
Bila memungkinkan (jangan mengambil resiko) padamkan api dengan menggunakan alat pemadam api ringan
(APAR) yang terdekat.
Jika api /kebakaran tidak dapat dikuasai atau dipadamkan lakukan evakuasi segera melalui pintu keluar (EXIT)
SAAT MENDENGAR ALARM TAHAP I

Kunci semua lemari dokumen / file.


Berhenti memakai telepon intern & extern.
Matikan semua peralatan yang menggunakan listrik.
Pindahkan keberadaan benda-benda yang mudah terbakar.
Selamatkan dokumen penting.
Bersiaga dan siap menanti instruksi / pengumuman dari Fire Commander maupun Safety Representative.

SAAT MENDENGAR ALARM TAHAP II

Berdiri di depan pintu kantor secara teratur, jangan bergerombol dan bersedia untuk menerima instruksi.
Evakuasi akan dipandu oleh petugas evakuasi melalui tangga darurat terdekat menuju tempat berhimpun di luar
gedung.
Jangan sekali-sekali berhenti atau kembali untuk mengambil barang-barang milik pribadi yang tertinggal.
Tutup semua pintu kantor yang anda tinggalkan (tapi jangan sekali-sekali mengunci pintu-pintu tersebut) Untuk
mencegah meluasnya api dan asap

SAAT EVAKUASI

Tetap tenang, Jangan panik !


Segera menuju tangga darurat yang terdekat
Berjalanlah biasa dengan cepat, JANGAN LARI
Lepaskan sepatu dengan hak tinggi
Janganlah membawa barang yang lebih besar dari tas kantor/tas tangan
Beritahu tamu/pelanggan yang yang kebetulan berada di ruang / lantai tersebut untuk berevakuasi bersama yang
lain.
Bila terjebak kepulan asap kebakaran, maka tetap menuju tangga darurat dengan ambil napas pendek-pendek,
upayakan merayap atau merangkak untuk menghindari asap, jangan berbalik arah karena akan bertabrakan
dengan orang-orang dibelakang anda Bila terpaksa harus menerobos kepulan asap maka tahanlah napas anda dan
cepat menuju pintu darurat kebakaran.

SAAT PENGUNGSIAN DI LUAR GEDUNG

Pusat berkumpulnya para pengungsiditentukan ditempat


Setiap pengungsi diminta agar senantiasa tertib dan teratur
Petugas evakuasi dari setiap kantor agar mencatat karyawan yang menjadi tanggung jawabnya.
Apabila ada karyawan yang terluka, harap segara melapor kepada First Aider atau Petugas Medis untuk
mendapatkan pengobatan
Jangan kembali kedalam gedung sebelum tanda aman dimumumkan Safety Representative.
Prosedur bagi
Petugas Fire Warden dan Fire Brigade
Ketika mendengar alarm atau diberitahu mengenai kejadian kebakaran, segera :

Memastikan di mana lokasi kebakaran.


Bergerak menuju lokasi kebakaran tersebut melalui jalan terdekat dengan membawa APAR.
Melapor kesiagaan untuk tindakan pemadaman kepada Pemimpin Regu (Fire Warden lapor ke Safety Rep.)
Melakukan tindakan pemadaman kebakaran tanpa harus membahayakan keamanan masing-masing personil.

Prosedur bagi
Fire Commander
Pada saat menerima informasi adanya kebakaran

Menuju Ruang POSKO Taktis dan memimpin operasi pemadaman


Memastikan prosedur keadaan darurat dipatuhi dan dilaksanakan
Memastikan Regu Pemadam Kebakaran telah dimobilisasi untuk menindaklanjuti adanya alarm atau
pemberitahuan kebakaran
Memastikan bahwa pemberitahuan umum mengenai status keadaan siaga telah dilakukan
Melaporkan status keadaan darurat kepada pimpinan
Melakukan komuniksi intensif dengan Safety Representative dan instansi terkait (Fire Brigade, ERT/emergency
response team Area lain)
Siaga untuk menerima laporan mengenai situasi dari Pemimpin Regu Pemadam Kebakaran/Fire Brigade yang
berada di lokasi kebakaran dan menetapkan perlu tidaknya evakuasi total
Selalu memantau mengenai status evakuasi, kondisi kebakaran, jumlah karyawan yang terjebak,
Pastikan tersedianya peta, gambar bangunan, buku FEP (fire emergency plan), kunci-kunci yang diperlukan

Petugas Evakuasi (1)

1. Mencari penghuni atau siapa saja, dimana pada saat terjadi kebakaran ada di lantai tersebut, terutama
diruang-ruang tertutup dan memberitahu agar segera menyelamatkan diri
2. Melacak jalan, meyakinkan jalan aman, tidak ada bahaya, hambatan ataupun jebakan pintu tertutup.
3. Memimpin para penghuni meninggalkan, ruangan, mengatur dan memberi petunjuk tentang rute dan arus
evakuasi menuju ke tempat berkumpul (assembly point / daerah kumpul) melalui jalan dan tangya darurat.
4. Melaksanakan tugas evakuasi dengan berpegang pada prosedur.evakuasi, antara lain

o Melarang berlari kencang, berjalan cepat dan tidak saling mendahului


o Mengingatkan agar tidak memmbawa barang besar dan berat
o keluar gedung untuk menuju assembly area
o berkumpul ditempat yg ditentukan
o Melarang kembali masuk kedalam bangunan sebelum diumumkan melalui alat komunikasi, bahwa keadaan
telah aman.

5. Mengadakan apel checking jumlah Penghuni guna meyakinkan bahwa tidak ada yang tertinggal di gedung/area
kerja
6. Menghitung dan mengevaluasi jumlah korban (sakit/luka, pingsan, meninggal) .

Prosedur bagi
Teknisi (Electrical/Utility)

Matikan peralatan pengendali listrik dan aliran gas yang bisa dikenai akibat kebakaran
Pastikan bahwa peralatan pemadam kebakaran seperti misalnya Pompa dan Cadangan Air berfungsi dengan baik.
Periksa daerah terbakar dan tentukan tindakan yang harus dilakukan
Upayakan kelancaran sarana agar prosedur pengendalian keadaan darurat dan evakuasi berjalan baik

Prosedur bagi
Petugas Keamanan

1. Mengatur lalu lalu lintas kendaraan yang keluar masuk


2. Dan menyediakan lokasi parkir untuk Fire Truck
3. Lakukan langkah pengamanan selama petugas pemadaman bekerja memadamkan kebakaran dengan cara :

o Mengatur lingkungan sekitar lokasi untuk memberikan ruang yang cukup untuk mengendalikan
kebakaran,
o Mengamankan karyawan yang tidak bertugas dalam kebakaran.

4. Mengamankan daerah kebakaran lantai tersebut dari kemungkinan tindakan seseorang misalnya mencuri
barang-barang yang sedang diselamatkan diselamatkan, mencopet penghuni yang sedang panik, dll
5. Menangkap orang yang jelas-jelas melakukan tindakan kejahatan dan membawanya ke pos komando
Perbedaan OHSAS dan SMK3
Sebagaimana kita ketahui bahwa sistem manajemen K3 yang diimplementasikan di berbagai perusahaan berupa OHSAS 18001 dan SMK3. Kedua sistem
sebenarnya sama tujuan utama yakni mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Namun, kedua sistem ini terdapat perbedaan yakni sebagai
berikut. :

PERBEDAAN
OHSAS 18001 SMK3
Penerapan OHSAS bersifat sukarela Penerapan bersifat wajib (UU No.13/2003 &
Permenaker 05/MEN/1996 )
Dokumen standar Inggris yang dipublikasikan pertama Dokumen acuan berupa peraturan yang dikeluarkan oleh
kali oleh British Standard Institute (BSI) pada April 2007 pemerintah RI

Berlaku secara internasional Berlaku dalam wilayah hukum RI


Sertifikat pemenuhan diberikan oleh badan audit yang Sertifikat pemenuhan diberikan oleh badan audit yang
ditunjuk oleh organisasi ditunjuk oleh pemerintah

Hanya sertifikate yang diberikan jika berhasil dalam auditSelain sertifikat, organisasi akan mendapatkan bendera
sertifikasi K3 (emas/perak)

Tidak ada ketentuan sanksi jika tidak menerapkan Ada aspek/ketentuan sanksi terhadap pelanggaran
Antara OHSAS dan SMK3
Pada minggu lalu ISO Center telah membahas terkait perbedaan antara Sistem Manajemen K3 di tingkat internasional,
yaitu ISO 45001 dan OHSAS 18001. Sembari menunggu finalisasi FDIS ISO 45001, ISO Center akan melanjutkan
pembahasan terkait sistem manajemen K3 di Indonesia, yakni korelasi/hubungan antara OHSAS 18001:2007 dan
SMK3 PP No.50 Tahun 2012.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa OHSAS 18001 adalah Sistem Manajemen K3 yang berlaku secara
internasional, sedangkan SMK3 PP No.50 Tahun 2012 berlaku secara nasional dan merupakan perundangan yang
dibuat pemerintah Indonesia melalui Kemnaker RI. Seringkali perusahaan berada pada pilihan, mana yang harus
diterapkan terlebih dahulu antara OHSAS 18001:2007 atau SMK3 PP No.50 Tahun 2012? Lalu apa perbedaan dan
persamaan diantara keduanya?

Sebelumnya berikut adalah sedikit ringkasan definisi masing-masing keduanya. OHSAS atau singkatan dari
Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS 18001) adalah suatu standard internasional untuk
menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja/ perusahaan. Banyak organisasi di
berbagai Negara telah mengadopsi OHSAS 18001 untuk mendorong penerapan keselamatan dan kesehatan kerja
dengan melaksanakan prosedur yang mengharuskan organisasi secara konsisten mengidentifikasi dan mengendalikan
resiko bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan di tempat kerja; serta memperbaiki kinerja dan citra perusahaan.

Sementara, Peraturan Pemerintah No.50 tahun 2012 adalah seperangkat peraturan terkait implementasi Sistem
Manajemen K3 yang didasarkan kepada Undang-Undang N0.01 tahun 1970, dan diamanatkan oleh Undang-Undang
No. 13 tahun 2003. SMK3 PP No.50 Tahun 2012 diwajibkan bagi perusahaan, mempekerjakan lebih dari 100 org dan
mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi. Untuk itu perusahaan diwajibkan menyusun Rencana K3, dalam menyusun
rencana K3 tersebut, pengusaha melibatkan Ahli K3, Panitya Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja(P2K3),
Wakil Pekerja dan Pihak lain yang terkait.

Di Indonesia, dua sistem manajemen K3 (OHSAS 18001dan SMK3 PP No 50 Tahun 2012) ini digunakan oleh
berbagai organisasi maupun perusahaan. Dua standar tersebut memiliki persamaan pada elemen/prinsip yang ada
didalamnya. Berikut tabel persamaannya.

Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa :

OHSAS memiliki model SMK3 yang berbasis pada metodologi Plan-Do- Check-Act (PDCA). Tahapan PDCA ini
secara singkat dapat dideskripsikan sebagai berikut :
1. Plan (perencanaan) : menentukan tujuan dan proses yang diperlukan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan
kebijakan K3 perusahaan.
2. Do (pelaksanaan) : mengimplementasikan proses yang telah direncanakan.
3. Check (pemeriksaan) : memantau dan menilai pelaksanaan proses berdasarkan kebijakan K3, tujuan, standar serta
perysaratan lainnya, dan melaporkan hasilnya.
4. Act (pengambilan tindakan): mengambil tindakan untuk meningkatkan performansi K3 secara terus menerus.

Standar SMK3 nasional memiliki langkah penerapan yang sejalan dengan OHSAS. Pada pasal 6 PP No. 50 tahun 2012
diungkapkan bahwa SMK3 meliputi :

1. Penetapan kebijakan K3 Kebijakan K3 dibuat oleh perusahaan.


Kebijakan K3 paling sedikit memuat visi, tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan, serta
program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh.

1. Perencanaan K3
Rencana K3 disusun dan ditetapkan oleh pengusaha. Rencana K3 mengacu kepada kebijakan K3 yang dirancang.

1. Pelaksanaan rencana K3
Pelaksanaan rencana K3 sesuai dengan rencana yang telah dirancang.

1. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3


Pemantauan dan evaluasi ini dilakukan melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran, dan audit internal SMK3.
Hasil pemantauan dilaporkan dan digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan.

1. Peninjauan dan peningkatan kinerja K3


Peninjauan dilakukan untuk menjamin kesesuaian dan efektivitas penerapan SMK3. Hasil peninjauan ini
digunakan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja.

Selain persamaan, ada perbedaan diantara keduanya, sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut:
Setelah kita mengetahui hubungan diantara OHSAS 18001 dan SMK3 PP No.50 Tahun 2012 (baik perbedaan dan
persamaannya), kini kita kembali pada pertanyaan, mana yang harus dipilih terlebih dahulu atau mana yang harus
diprioritaskan?

Untuk menjawab hal tersebut, ketika kita melihat dari perspektif Regulasi/Perundang-undangan untuk perusahaan yang
menjalankan praktik bisnisnya di wilayah Indonesia, tentu saja SMK3 PP No.50 Tahun 2012 mendapatkan prioritas.
Namun ada juga, perusahaan yang terlebih dahulu mengimplementasikan OHSAS 18001:2007 karena ini merupakan
salah satu persyaratan / mandatory dari customer dan suppliernya. Lalu bagaimana jika perusahaan sudah implementasi
OHSAS terlebih dahulu, apakah juga memiliki keharusan untuk implementasi SMK3? bila perusahaan tersebut
memenuhi persyaratan wajib SMK3, maka tentu saja kewajiban itu harus dipenuhi, apalagi dalam klausul 4.3.2
OHSAS 18001:2007 Legal & Other Requirement, meminta kita untuk mengidentifikasi PP K3 yg berlaku termasuk di
negeri indonesia. Jadi SMK3 tetap menjadi wajib untuk diterapkan di setiap perusahaan walaupun sudah OHSAS
Certified.

Ketika perusahaan harus memilih mana yang harus diterapkan terlebih dahulu, mungkinada opsi yang harus dipikirkan
terkait motif dan tujuan sertifikasi, apakah untuk:

1. Memenuhi persyaratan / proses bisnis di tingkat global, seperti ekspor impor dimana perusahaan dituntut untuk
memiliki sertifikasi yang diakui secara global ketika berhubungan dengan customer / supplier;
2. Memenuhi persyaratan yang lebih mengikat / bersifat wajib (perundangan) dari segi wilayah dimana perusahaan
beroperasi

Dengan menentukan motif dan tujuan sertifikasi, maka perusahaan akan lebih mudah memberikan keputusan mana
yang harus dilakukan terlebih dahulu.

Jika muncul pertanyaan, mana yang lebih penting? Tentu dua-duanya merupakan hal yang penting. Karena OHSAS
dan SMK3 memiliki tujuan yang sama untuk mencegah resiko terjadinya Kecelakaan Kerja. Apakah keduanya bisa
dilaksanakan secara bersamaan/integrasi? Tentu saja bisa karena sebagaimana yang dijelaskan pada bagian diatas
bahwa antara OHSAS dan SMK3 memiliki persamaan pada elemen yang akan dijalankan pada proses implementasinya.
JIka anda memiliki pertanyaan tentang bagaimana melakukan integrasi antara keduanya, anda bisa menghubungi kami
via webchat yang ada pada website ini.
SMK3 PP 50/2012 vs OHSAS 18001:2007
Apakah kamu adalah pemilik sebuah perusahaan? Atau kamu bekerja di sebuah perusahaan? Apakah perusahaan
milikmu atau perusahaan tempatmu bekerja memiliki resiko bahaya? Kalau ada apakah sudah diterapkan SMK3?

Belum dibahas, namun aku sudah bertanya banyak di awal postingan, kenapa?, hal ini dikarenakan SMK3 itu penting
diterapkan di perusahaan. Eits, jangan salah arti, SMK3 di sini bukanlah nama sekolah yah. SMK3 yang di share ini
merupakan sebuah system tepatnya.

Seperti yang sudah di share pada postingan sebelumya, setiap pemilik perusahaan wajib melaksanakan K3 di
perusahaannya. Pelaksanaan K3 merupakan salah satu upaya accident prevention. Penerapan K3 dilakukan dengan
menggunakan sebuah sistem bernama Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Apa itu SMK3
dan kenapa harus diterapkan? Ayo kita bahas satu persatu.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau disingkat SMK3 merupakan Bagian dari sistem manajemen
secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (PP 50/2012)

Tujuan dan sasaran SMK3 adalah sebagai upaya pengendalian resiko dengan penciptaan suatu system k3 di tempat
kerja dengan melibatkan unsure manajemen tenaker dan kondisi serta lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka
mencegah dan mengurangi kecelakaan dan PAK serta terciptanys lingkungan kerja yang nyaman, efisien dan produktif

Pertanyaan yang muncul, apakah semua perusahaan wajib menerapkan SMK3? Adakah pengecualian?

Kewajiban penerapan SMK3 di perusahaan serta syarat2 perusahaan yang wajib menerapkan SMK diatur dalam UU no
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 87 dan PP Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen K3 Pasal
5.

(UU 13/2003, Pasal 5)

setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi
dengan sistem manajemen perusahaan.

(PP 50/2012, Pasal 87)

1. Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya.


2. Dalam menerapkan SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha wajib berpedoman pada peraturan
pemerintah ini, peraturan perundang-undangan serta konvensi internasional yang berlaku bagi
masing-masing sektor usaha.
3. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi perusahaan yang memperkerjakan pekerja/buruh
paling sedikit 100 (seratus) orang.
4. Ketentuan mengenai jumlah pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan apabila perusahaan
mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.
5. Penetapan tingkat potensi bahaya tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Nah buat perusahaan yang sesuai dengan yang dijelaskan di pasal-pasal di atas tidak melaksanakn SMK3 akan ada
sanksi yang diberikan. Penjelasan mengenai sanksi ini diatur di UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal
190

Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran Pasal 87, berupa :

1. Teguran;
2. Peringatan tertulis;
3. Pembatasan kegiatan usaha;
4. Pembekuan kegiatan usaha;
5. Pembatalan persetujuan;
6. Pembatalan pendaftaran;
7. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;
8. Pencabutan ijin.

Punya perusahaan gede tapi tidak melaksanakan SMK3? Duh apa kata dunia coba, maka dari itu, ayo budayakan
peneraoan SMK3 di perusahaan. Saling mengingatkan antara pengusaha dan tenaga kerja akan menciptakan budaya K3
yang akan berimbas terhadap meningkatnya produktivitas perusahaan.

OHSAS (Occupational Health and Safety Assesment Series) 18001 adalah suatu standar internasional untuk Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3).

Tujuan dan sasaran yang termuat dalam SMK3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Tujuan dari OHSAS sendiri tidak jauh berbeda dengan tujuan SMK3, yaitu meningkatkan kondisi kesehatan kerja dan
mencegah terjadinya potensi kecelakaan kerja dan mencegah terjadinya potensi kecelakaan kerja karena kondisi K3
tidak saja menimbulkan kerugian secara ekonomis tetapi juga kerugian non ekonomis seperti menjadi buruknya citra
perusahaan.

OHSAS 18001 menyediakan kerangka bagi efektifitas manajemen K3 termasuk kesesuaian dengan peraturan
perundang-undangan yang diterapkan pada aktifitas-aktifitas Anda dan mengenali adanya bahaya-bahaya yang timbul.

Cikal bakal OHSAS 18001 adalah dokumen yang dikeluarkan oleh British Standards Institute (BSI) yaitu Occupational
Health and Safety Management Sistem-Specification (OHSAS) 18001:1999. OHSAS 18001 diterbitkan oleh BSI
dengan tim penyusun dari 12 lembaga standarisasi maupun sertifikasi beberapa negara di dunia.

Siapakah yang dapat menggunakan OHSAS 18001?

Standar tersebut dapat diterapkan pada setiap organisasi yang berkemauan untuk menghapuskan atau meminimalkan
resiko bagi para karyawan dan pemegang kepentingan lainnya yang berhubungan langsung dengan resiko K3
menyertai aktifitas-aktifitas yang ada.

Banyak organisasi memiliki elemen-elemen yang dipersyaratkan oleh OHSAS 18001 yang dapat saling melengkapi
untuk membuat lebih baik sistem manajemen terpadu sesuai dengan persyaratan standar ini.
Organisasi yang mengimplementasikan OHSAS 18001 memiliki struktur manajemen yang terorganisir dengan
wewenang dan tanggung-jawab yang tegas, sasaran perbaikan yang jelas, hasil pencapaian yang dapat diukur dan
pendekatan yang terstruktur untuk penilaian resiko. Demikian pula, pengawasan terhadap kegagalan manajemen,
pelaksanaan audit kinerja dan melakukan tinjauan ulang kebijakan dan sasaran K3.

Di Indonesia dikenal ada 2 Standar Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu SMK3 versi Regulasi
Pemerintah yaitu PP 50 Th. 2012 dan OHSAS 18001:2001 standar SMK3 yang dikeluarkan oleh BSI (British Standard
Institution)

Dalam artikel ini saya hanya batasi untuk membahas tentang "SERTIFIKASI" nya saja. Dan sebelum membahas
perbedaan nya saya coba bahas kesamaan nya dahulu yaitu masa berlaku Sertifikat baik untuk SMK3 PP50/2012
maupun OHSAS 18001:2007 sama-sama berlaku 3 tahun.

Perbedaannya :

1. Sertifikasi SMK3 PP50/2012 bersifat WAJIB dan Tidak dilakukan Surveillance Audit (audit pengawasan) setelah
audit sertifikasi sedangkan OHSAS sifatnya VOLUNTARY/SUKARELA dan dalam masa berlaku sertifikat 3
Tahun wajib ada suveillance audit minimal 1 tahun sekali

wajib artinya pada Regulasi PP 50/2012 Pasal 16 penilaian audit "wajib dilakukan" untuk perusahaan yang
berpotensi bahaya tinggi, seperti Perusaaan pertambangan Minyak Gas Bumi serta berdasarkan Permenaker 26/2014
Wajib dilakukan penilaian/audit untuk perusahaan yang dinyatakan sebagai potensi bahaya tinggi berdasarkan hasil
pemeriksaan & pengujian dari Pengawas Dinas Tenaga Kerja Setempat

2. SMK3 PP 50/2012 Penilaian sistem menggunakan kuantitatif sedangkan OHSAS Kualitatif.

Kuantitatif artiya ada Nilai Prosentase penerapan berdasarkan hasil audit Tingkat Penerapan = (Kriteria yang di
audit - Temuan) / Kriteria yang diaudit.

Kriteria yang diaudit bisa 166 (Lanjut), 122 (Menengah) atau 64 (Awal) dikurangi pasal yang tidak berlaku pada
organisasi yang diaudit, misal pada perusahaan Manpower Supply yang ruang lingkup auditnya hanya di Office
ternyata tidak memiliki Bahan Kimia Berbahaya, maka pasal 9.3 dapat dinyatakan tidak berlaku namun harus
dengan persetujuan Auditor SMK3.

3. SMK3 PP50/2012 Sertifikatnya diterbitkan Kemenaker RI sedangkan OHSAS oleh Badan Sertifikasi.

3a.Untuk SMK3 Pemberian Sertifikat hanya dilakukan 1 Tahun Sekali yaitu pada saat penyerahan Penghargaan Zero
Accident dari KEMENAKER RI. sehingga Perusahaan setelah proses audit hanya mendapatkan Surat Keterangan
Lulus. Dan Khusus bagi penerapan 166 Kriteria selain mendapat Sertifikat perusahaan juga mendapatkan Bendera
SMK3 sesuai aturan Permenaker No.26 Tahun 2014

b. Untuk OHSAS 18001 setelah dilakukan Audit maka Laporan diajukan ke Head Office dimana Badan sertifikasi
berada serta ke Badan Akreditasi dan tidak lama kemusian dikeluarkan Sertifikat kepada Klien.

4. Dalam SMK3 PP50/2012 Audit pemenuhan regulasi lebih detail sedangkan OHSAS Audit pemenuhan regulasi
tergantung dari penilaian Auditor.

Yang dimaksud lebih detail adalah pada PP 50/2012 lampiran 3 ada ketentuan kategori Temuan Mayor yang salah
1 nya adalah Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Misal : perusahaan dengan jumlah karyawan diatas 500 orang ternyata tidak memiliki klinik perusahaan maka di
SMK3 PP50/ 2012 bisa dinyatakan Temuan MAYOR karena tidak memenuhi Permenaker 3/1980 sedangkan di
OHSAS 18001:2007 bisa jadi hanya minor.

. SMK3 PP50/2012 Auditornya nya ditunjuk oleh Kemenaker RI melalui SKP sedangkan OHSAS ditunjuk oleh
Badan Sertifikasi

6. SMK3 PP 50/2012 Auditor wajib terdaftar sebagau karyawan lembaga penilaian tidak bisa outsourching sedangkan
OHSAS bisa karyawan maupun outourcing
7. SMK3 PP 50/2012 Audit dilakukan oleh Lembaga Penilaian Audit yang ditunjuk oleh Kemenaker RI dan pedoman
audit menggunakan Permenaker 26 2014 sedangkan Audit OHSAS oleh Badan sertifikasi yang pedoman auditnya
mengacu ke ISO 19011 (Pedoman Audit)

Anda mungkin juga menyukai