PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
2.1 Anestesia Pediatri
Anestesia pada bayi dan anak berbeda dengan anestesia pada orang dewasa, karena
mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini1. Seperti pada anestesia untuk orang
yang dewasa, anestesia anak dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum
melakukan anestesia karena alasan itu anestesia pediatri seharusnya ditangani oleh dokter
spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah berpengalaman.1
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28
hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi
diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem.1,2
Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba
tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa
perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir
meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah sistem pernapasan
sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan
yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus.1
2
Trakea neonatus yang pendek, berbentuk seperti corong dengan diameter
tersempit adalah pada bagian cricoid.2
Pada neonatus sangkar dada lemah dan ukurannya kecil dengan iga
horizontal. Diafragma terdorong keatas oleh isi perut yang besar. Dengan
demikian kemampuan dalam memelihara tekanan negatif intratorakal dan volume
paru rendah, sehingga memudahkan terjadinya kolaps alveolus serta
menyebabkan neonatus bernapas secara diafragmatis. Kadang-kadang tekanan
negatif dapat timbul dalam lambung pada waktu proses inspirasi, sehingga udara
atau gas anestesi mudah terhirup ke dalam lambung. Pada bayi yang mendapat
kesulitan bernapas dan perutnya kembung dipertimbangkan pemasangan pipa
lambung.2
Karena pada posisi terlentang dinding abdomen cenderung mendorong
diafragma ke atas serta adanya keterbatasan pengembangan paru akibat
sedikitnya elemen elastis paru, maka akan menurunkan FRC (Functional Residual
Capacity) sementara volume tidalnya relatif tetap. Untuk meningkatkan ventilasi
alveolar dicapai dengan cara menaikkan frekuensi napas, karena itu neonatus
mudah sekali gagal napas. Peningkatan frekuensi napas juga dapat akibat dari
tingkat metabolisme pada neonatus yang relative tinggi, sehingga kebutuhan
oksigen juga tinggi, dua kali dari kebutuhan orang dewasa dan ventilasi alveolar
pun relative lebih besar dari dewasa hingga dua kalinya. Tingginya konsumsi
oksigen dapat menerangkan mengapa desaturasi O2 dari Hb terjadi lebih mudah
3
atau cepat, terlebih pada neonatus prematur, karena adanya stress dingin maupun
sumbatan jalan napas.2
4
Ventrikel kiri pada anak-anak lebih nonkomplians dan serat-serat
kontraktil yang sedikit, namun kebutuhan metabolisme anak-anak tetap lebih
tinggi dari orang dewasa sehingga cardiac output juga harus tinggi (anak-anak :
200 ml/kg/min , dewasa : 70 ml/kg/min), Cardiac output ditentukan dari kadar
volume kuncup dan detak jantung, karena kontraktilitas ventrikel kiri yang rendah
pada anak-anak maka kompensasi dicapai melalui peningkatan detak jantung.
Karena detak jantung yang tinggi pada anak-anak maka pada saat induksi anestesi
dapat terjadi ventrikuler ekstra systole yaitu sebuah arritmia jantung yang dapat
diatasi dengan memperdalam anestesi. Di sisi lain anak-anak rentan terhadap
peningkatan tonus parasimpatis dan dapat dicetuskan oleh hypoxia ataupun
stimulus menyakitkan seperti pemasangan laryngoskopi ataupun intubasi, hal
tersebut dapat menurunkan cardiac output secara dramatis, hal ini dapat diatasi
dengan pemberian atropine, sedangkan bradycardia yang dicetus oleh hypoxia
dapat diatasi dengan pemberian oksigen dan ventilasi yang baik2,3,4.
Tabel 3. Variasi Laju Nadi dan Tekanan Darah pada Pasien Anak 3
5
Tabel 3. Kadar Hb pada Anak7
Volume darah pada bayi lebih tinggi daripada orang dewasa, hal tersebut
akan mempengaruhi jumlah cairan atau darah yang harus ditransfusikan bila
terjadi hypovolemia. Rumus ABL (Allowable Blood Loss) digunakan untuk
mencari jumlah cairan yang dibutuhkan dan dihitung dengan rumus (
Ht 1Ht 2
ABL : EBV X ) dengan EBV : Estimated Blood Volume, HT1 :
Ht 1
Hematocrit (atau bisa hemoglobin) awal (normal pria: 42-52%, wanita : 37-47%),
HT2 : Hematocrit (atau bisa hemoglobin) akhir.6
6
mengencerkan urine seperti orang dewasa. Kematangan filtrasi glomerulus dan
fungsi tubulus mendekati lengkap sekitar umur 20 minggu dan kematangannya
sedah lengkap setelah 2 tahun.1,2
Karena rendahnya filtrasi flomerulus, kemampuan mengekskresi obat-
obatan juga menjadi diperpanjang. Oleh karena ketidakmampuan ginjal untuk
menahan air dan garam, penguapan air, kehilangan abnormal atau pemberian air
tanpa sodium dapat dengan cepat jatuh pada dehidrasi berat dan
ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Pemberian cairan dan
perhitungan kehilangan atau derajat dehidrasi diperlukan kecepatan lebih
disbanding pada orang dewasa. Begitu pula dalam hal pemberian elektrolit, yang
biasa disertakan pada setiap pemberian cairan.1,2,3
Anak kecil memiliki kadar air dalam tubuh yang lebih tinggi
dibandingkan dengan orang dewasa , dengan kadar TBW (Total Body Water)
pada bayi prematur 90% berat badan, bayi aterm 80% dan bayi berusia 6-12 bulan
60%3 . Hal tersebut memiliki 2 dampak, dampak pertama adalah peningkatan
volume distribusi obat sehingga penggunaan beberapa obat anestesi seperti
thiopental pada anak-anak harus dengan dosis 20-30% lebih besar dibandingkan
dengan dewasa3. Dampak kedua adalah semakin banyak TBW maka akan
semakin rentan terhadap terjadinya dehidrasi, anak-anak membutuhkan kadar
TBW yang lebih banyak karena kadar metabolisme tubuh yang tinggi serta
kemampuan laju filtrasi glomerulus(GFR) yang lebih rendah sehingga
pengeluaran urin lebih banyak dari dewasa, waktu paruh obat yang
dimetabolisme di ginjal akan meningkat serta toleransi yang rendah terhadap
pemberian air dan garam (GFR saat lahir : 40 ml/min , usia 1 tahun : 100 ml/min,
Dewasa : 130 ml/min)3,4,5
7
albumin dan beberapa protein yang dibutuhkan untuk berikatan dengan obat pada
plasma lebih rendah di anak-anak dibandingkan dewasa, kondisi tersebut akan
mengakibatkan lebih banyak obat bebas beredar di sirkulasi karena tidak
berikatan dengan albumin, selain itu hyperbilirubinemia dapat terjadi karena
perpindahan bilirubin dari albumin yang disebabkan oleh obat sehingga pasien
menjadi ikterus3,6,7
Fungsi detoksifikasi obat masih rendah dan metabolisme karbohidrat
yang rendah pula yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan asidosis
metabolik. Hipotermia dapat pula menyebabkan hipoglikemia.2,3
Cadangan glikogen hati sangat rendah. Kadar gula normal pada bayi
baru lahir adalah 50-60%. Neonatus rentan terhadap terjadinya hypoglikemia,
faktor resiko lain adalah bayi dari ibu yang menderita diabetes, prematur, stress
perinatal dan sepsis. Untuk mengatasi hal tersebut maka bayi dengan faktor resiko
dapat diberi dextrose 5-15mg/kg/menit. Hipoglikemia pada bayi (dibawah 30 mg
%) sukar diketahui tanda-tanda klinisnya, dan diketahui bila ada serangan apnoe
atau terjadi kejang. Sintesis vitamin K belum sempurna. Pada pemberian cairan
rumatan dibutuhkan konsentrasi dextrose lebih tinggi (10%). Secara rutin untuk
bedah bayi baru lahir dianjurkan pemberian vitamin K 1 mg intra muscular. Hati-
hati penggunaan opiat dan barbiturat, karena kedua obat tersebut dioksidasi dalam
hati.2,3
8
Saraf simpatis belum berkembang dengan baik sehingga aktivitas
parasimpatis lebih dominan, yang mengakibatkan kecenderungan terjadinya
refleks vagal (mengakibatkan bradikardia; nadi <110 kali/menit) terutama pada
saat bayi dalam keadaan hipoksia maupun bila ada stimulasi daerah nasofaring.
Sirkulasi bayi baru lahir stabil setelah berusia 24-48 jam. Belum sempurnanya
mielinisasi dan kenaikan permeabilitas blood brain barrier akan menyebabkan
akumulasi obat-obatan seperti barbiturat dan narkotik, dimana mengakibatkan
aksi yang lama dan depresi pada periode pasca anestesi. Sisa dari blok obat
relaksasi otot dikombinasikan dengan zat anestesi intravena dapat menyebabkan
kelelahan otot-otot pernapasan, depresi pernapasan dan apnoe pada periode pasca
anestesi.3
Setiap keadaan bradikardia harus dianggap berada dalam keadaan
hipoksia dan harus cepat diberikan oksigenasi. Kalau pemberian oksigen tidak
menolong baru dipertimbangkan pemberian sulfas atropin.3
9
menyebabkan terjadinya kenaikan tahanan vaskuler paru dan perifer, lebih jauh
lagi dapat menyebabkan lethargi, shunting kanan ke kiri, hipoksia dan asidosis
metabolik. Untuk mencegah hipotermia bisa ditempuh dengan : memantau suhu
tubuh, mengusahakan suhu kamar optimal atau pemakaian selimut hangat, lampu
penghangat, incubator, cairan intra vena hangat, begitu pula gas anestesi, cairan
irigasi maupun cairan antiseptic yang digunakan yang hangat.5,6
10
2.2 Persiapan Anestesi pada Pediatrik
2.2.1 Evaluasi Preoperatif
Sebelum melakukan persiapan anestesi pediatrik, lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cermat.
Tabel 4. Pertanyaan yang diberikan pada saat anamnesis preoperatif 3
1) Usia Gestasi dan Berat Lahir
2) Masalah selama kehamilan dan persalinan serta skor APGAR
3) Riwayat Penyakit Sekarang
4) Riwayat Penyakit Dahulu
5) Kelainan kongenital atau metabolik
6) Riwayat pembedahan
7) Riwayat kesulitan anestesi pada keluarga dan pasien
8) Riwayat Allergi
9) Batuk , Episode Asma, ISPA yang sedang dialami
10) Waktu terakhir makan dan minum
1) Keadaan umum
2) Tanda-Tanda Vital : Tekanan darah, Laju nadi dan napas, Suhu
3) Data antropometrik : Tinggi dan berat badan
4) Adanya gigi yang lepas atau goyang
5) Sistem respirasi
6) Sistem Kardiovaskuler
7) Sistem Neurologi
a. Pemeriksaan Laboratorium7
Beberapa pemeriksaan penunjang disarankan bagi beberapa pasien
anak dengan kondisi khusus. Pemeriksaan kadar Hb dilakukan apabila
diperkirakan akan ada banyak pendarahan pada saat operasi, bayi prematur,
penyakit sistemik dan penyakit jantung kongenital. Pemeriksaan kadar
elektrolit dapat dilakukan bila terdapat penyakit ginjal ataupun metabolik
lainnya dan pada kondisi dehidrasi. Pemeriksaan x-ray dapat dilakukan bila
terdapat penyakit paru-paru, skoliosis ataupun penyakit jantung. Pemeriksaan
penunjang lainnya dapat dilakukan sesuai penyakit pasien yang ditemukan7
11
Sebelum anestesi dan pembedahan dilaksanakan, keadaan hidrasi,
elektrolit, asam basa harus berada dalam batas-batas normal atau mendekati
normal. Sebagian pembedahan bayi baru lahir merupakan kasus gawat darurat.
Proses transisi sirkulasi neonatus, penurunan PVR (Pulmonary Vascular
Resistance) berpengaruh pada status asam-basanya.7
Transportasi neonatus dari ruang perawatan ke kamar bedah sedapat
mungkin menggunakan incubator yang telah dihangatkan. Sebelum bayi
masuk kamar bedah hangatkan kamar dengan mematikan AC misalnya.7
Peralatan anestesi neonatus bersifat khusus. Tahanan terhadap aliran
gas harus rendah, anti obstruksi, ringan dan mudah dipindahkan. Untuk
anestesi yang lama, kalau mungkin gas-gas anestetik dihangatkan,
dilembabkan dengan pelembab listrik. Biasanya digunakan sistem anestesi
semi-open modifikasi sistem pipa T dari Ayre yaitu peralatan dari Jackson-
Rees.7
b. Puasa
Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama
puasa yang dianjurkan adalah stop susu 4 jam dan berilah air gula 2 jam
sebelum anestesi.6
c. Infus
Dipasang untuk memenuhi kebutuhan cairan karena puasa, mengganti
cairan yang hilang akibat trauma bedah, akibat perdarahan, dll. Untuk
pemeliharaan digunakan preparat D5%-10% dalam cairan elektrolit.8
Neonatus terutama bayi premature mudah sekali mengalami dehidrasi
akibat puasa lama atau sulit minum, kehilangan cairan lewat gastrointestinal,
12
evaporasi (Insensible water loss), tranduksi atau sekuestrasi cairan ke dalam
lumen usus atau kompartemen tubuh lainnya. Dehidrasi/hipovolemia sangat
mudah terjadi karena luas permukaan tubuh dan kompartemen atau volume
cairan ekstra seluler relative lebih besar serta fungsi ginjal belum matang.8
Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3
jam, jam I 50% dan jam II, III maing-masing 25%. Kecukupan hidrasi dapat
dipantau melalui produksi urin (>0,5ml/kgBB/jam), berat jenis urin (<1,010),
ataupun dengan pemasangan CVP (Central Venous Pressure).8
a. STATIC :
Scope : Laringoskop apakah lampunya cukup terang atau tidak, serta
Stethoscope.
Tubes : ETT dipersiapkan dengan ukuran sesuai dan satu ukuran dibawah
dan diatasnya. Airway : alat untuk menahan lidah agar tidak jatuh yakni
pipa orofaringeal Guedel atau pipa nasofaringeal.
Tapes : Plester untuk fiksasi ETT
Introducer : kawat untuk dimasukan ke dalam ETT]
Connector : penghubung antara ETT dengan sirkuit napas
Suction : mesin pengisap untk membersihkan jalan napas.
b. Peralatan Elektronik :
Lampu ruangan
Mesin anestesia
Mesin penghangat tempat tidur
Infusion pump
Syringe pump
Defibrilator
c. Sumber Gas : O2,N2O , Halothane, Isoflurane dan gas sejenis serta dipantau
dengan penggunaan flowmeter.
13
LMA - 1 1,5 1,5 2,5 3
Ket.: ETT : Endo Tracheal Tube, BB: Berat Badan, LMA; Laryngeal Mask Air way
2.2.3 Premedikasi
Salah satu tujuan dari anestesi pediatric adalah menyediakan tahap pre-
operatif sebaik dan semulus mungkin. Keberadaan orang tua di sisi pasien,
merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kecemasan pada pasien, selain
14
dengan menggunakan obat-obatan. Banyak rumah sakit yang telah menyediakan
video tentang petunjuk baik bagi sang pasien ataupun orang tuanya, tentang apa
dan bagaimana persiapan preoperative yang sebenar dan sebaiknya. Hal ini dapat
membantu terutama pada pasien usia pra sekolah.5
Anak yang berusia lebih dari 4 tahun dengan orang tua yang memiliki
tingkat kecemasan lebih rendah mendapatkan keuntungan untuk mengurangi
kecemasan pada sang pasien sendiri. Namun jika orang tua pasien memiliki
kecemasan yang berlebih tentu hal ini tak akan membantu , atau bahkan menjadi
lebih sulit. Jika pasien telah ter sedative, keberadaan orang tua tak lagi diperlukan,
dimana hal ini tidak akan berpengaruh terhadap kecemasan pasien. Keberadaan
orang tua saat induksi sangat tergantung dari tipe orang tua tersebut, instruksi yang
diberikan, pasien dan sang ahli anestesi sendiri.5
Meskipun premedikasi merupakan hal yang penting dalam menurunkan
kecemasan, namun bukan berarti premedikasi adalah satu-satunya komponen.
Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki pikiran yang bercampur aduk
tentang premedikasi, dan permintaan mereka mungkin bahwa mereka ingin
ditangani oleh pekerja medis yang telah mereka kenal. Pada kasus ini, tidak
diperlukan obat-obatan sedative atau pengurang rasa cemas, sehingga tidak ada
efek samping atau pun komplikasi-komplikasi yang akan dihadapi atau
dikhawatirkan.6,7
Bedah emergensi, lambung yang penuh, trauma kepala dan trauma
abdomen merupakan kelemahan, atau batasan dari indikasi premedikasi. Pada anak
normal dan sehat, resiko tentu saja minimal, dan bila komplikasi terjadi, biasanya
karena over dosis atau suatu proses patologi yang tak diketahui.6,7
15
seperti di bawah ini harus diperlakukan secara berhati-hati dalam pemberian
premedikasi:
1. Hipertropi Adenoid
Seorang anak dengan hipertropi adenoid memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami obstruksi jalan napas dari tingkat sedang sampai parah. Komplikasi
yang sama juga dapat dialami oleh anak-anak yang memiliki hipertropi tonsil.
2. Macroglossia Fungsional
Baik karena sindrom hipertropi lidah ataupun syndrome hipomandibularisme
relative, obstruksi jalan napas merupakan komplikasi potensial pada pasien-
pasien ini.
3. Pasien dengan Kelainan Neurologi
Respon dari anak yang mengalami kelainan neurology berbeda-beda. Dapat
terjadi aspirasi, diskoordinasi menelan, batuk, yang membuat kelompok anak-
anak yang memiliki kelainan ini sulit diramalkan sewaktu diberikan sedasi,
bahkan dengan dosis yang telah dikurangi.
4. Distrofi muscular.
Pasien pada kelompok ini , bila mereka menggunakan kursi roda, dokter harus
lebih berhati-hati , terutama terhadap efek depresi respiratorik.
16
meningkat
Opioids Morfin IM 0,1-0,2 15-30 Depresi system
Meperidin IM mg/kgBB 15-30 pernapasan
Fentanil oral 0,5-1 mg/kgBB 5-15 Depresi system
10-15 g/kgBB pernapasan
Depresi sitem
pernapasan
17
Bentuk oral merupakan alternative yang popular. Gutstein dan koleganya
membandingkan efek placebo dari 3 sampai 6 mg/kgBB dari ketamin oral. Ketamin
tidak berefek terhadap depresi pernapasan, dan takikardi. Ketamin juga dapat
diberikan bersamaan dengan permen pada dosis 5-6mg/kgbb tanpa hambatan.
4. Barbiturat
Telah digunakan selama bertahun-tahun sebagai obat premedikasi. Memiliki
onset of action yang lambat, dan durasi yang lama. Pentobarbital 3mg/kgBB sampai
30mg/kgBB memiliki onset satu jam dan durasi samapai 6 jam 5 .Kerugiannya adalah
efek sedasi yang panjang dan tidak cocok untuk pembedahan yang singkat atau
emergensi yang memerlukan persiapan yang cepat.
1) Induksi
Persiapan-persiapan yang harus dilakukan tersebut meliputi 5:
Persiapan kamar operasi
Rencana untuk mendapatkan sikap kooperatif dari pasien
Penggunaan klinik dari agen-agen induksi
Obat adjuvant untuk induksi anestesi
Monitoring pasien
Rencana-rencana tambahan dalam menghadapi berbagai macam situasi klinik
yang tak terduga.
Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu.
Induksi diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil mungkin.
Induksi dapat dikerjakan secara inhalasi atau seintravena.7,8
- Induksi inhalasi.
Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau pada yang
takut disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau campuran N20 dalam
oksigen 50%. Konsentrasi halotan mula-mula rendah 1 vol% kemudian dinaikkan
setiap beberapa kali bernapas 0,5 vol % sampai tidur. Sungkup muka mula-mula
jaraknya beberapa sentimeter dari mulut dan hidung, kalau sudah tidur barn
dirapatkan ke muka penderita. Pada waktu induksi sebaiknya ada yang
18
membantu. Usahakan agar berjalan dengan trauma sekecil mungkin. Umumnya
induksi inhalasi dengan Halotan-O2 atau Halotan-O2/N2O.7,8
- Induksi intravena.
Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada mereka
yang sudah terpasang infus. Induksi intravena biasanya dengan tiopenton
(pentotal) 2~4 mg/kg pada neonatus dan 4-7 mg/kg pada anak. Induksi dapat juga
dengan ketamin (ketalar) 1-2mg/kg.LV. Kadang-kadang ketalar diberikan secara
intra muskular.7,8
Banyak ahli anestesi pediatrik, yang terampil dalam menangani vena yang
kecil, lebih suka induksi intra vena (tiopenton 3-5 mg/kg). Yang lain lebih suka
menggunakan induksi inhalasi disertai dengan campuran kaya oksigen disertai
atau tanpa nitrogen oksida. Entluran efektiftetapi kurang kuat dan harus
menggunakan kadar yang lebih tinggi. Siklopropan 50% dalam oksigen masih
sering dipakai dibeberapa tempat, tctapi dapat menimbulkan ledakan, sehingga
seringkali tidak disediakan.7,8
Banyak ahli anestesi pediatrik, yang terampil dalam menangani vena yang
kecil, lebih suka induksi intra vena (tiopenton 3-5 mg/kg). Yang lain lebih suka
menggunakan induksi inhalasi disertai dengan campuran kaya oksigen disertai
atau tanpa nitrogen oksida. Entluran efektif tetapi kurang kuat dan harus
menggunakan kadar yang lebih tinggi. Siklopropan 50% dalam oksigen masih
sering dipakai dibeberapa tempat, tetapi dapat menimbulkan ledakan, sehingga
seringkali tidak disediakan.8
2) Intubasi
Intubasi Neonatus lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal, epiglottis
tinggi dengan bentuk U. Laringoskopi pada neonatus tidak membutuhkan bantal
kepala karena occiputnya menonjol. Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah
lurus-lebar dengan lampu di ujungnya. Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan napas
atas adalah cincin cricoid. Waktu intubasi perlu pembantu guna memegang kepala.
Intubasi biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake intubation) terlebih pada
keadaan gawat atau diperkirakan akan dijumpai kesulitan. Beberapa penulis
menganjurkan intubasi sadar untuk bayi baru lahir dibawah usia 10-14 hari atau pada
bayi premature. Yang berpendapat dilakukan intubasi tidur atas pertimbangan dapat
ditekannya trauma, yang dapat dilakukan dengan menggunakan ataupun tanpa
19
pelumpuh otot. Pelumpuh otot yang digunakan adalah suksinil cholin 2 mg/kg secara
iv atau im.8,9
Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus pandang dan
tanpa cuff. Untuk premature digunakan ukuran diameter 2-3 mm sedangkan pada
bayi aterm 2,5-3,5 mm. idealnya menggunakan pipa trachea yang paling besar yang
dapat masuk tetapi masih sedikit longgar sehingga dengan tekanan inspirasi 20-25
cmH2O masih sedikit bocor. Sesuai anatomi jalan napas pasien anak, pada intubasi
disarankan menggunakan blade lurus, namun blade bengkok dapat digunakan bila
pasien memiliki berat 6-10 kg. Penggunaan ETT lebih disarankan jenis tanpa cuff
pada pasien berusia dibawah 8 tahun, serta usahakan terdapat sedikit bocoran pada
ETT. Ukuran ETT pada anak-anak dapat menggunakan rumus Modified Cole
formula dan Khine Formula: [(Usia/4) + (4, bila tanpa cuff jadinya ditambah 3)].
Kedalaman ETT dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus : [(Usia/2) + (12)
bila pada anak berusia >2 tahun, bila usia anak <2 menggunakan rumus: (Ukuran
ETT X 3)16. Kedalaman ETT dapat diperhitungkan dengan rumus namun tetap harus
disesuaikan secara klinis dengan mendengarkan suara napas kedua paru pasien.
Penggunaan LMA disesuaikan dengan berat badan pasien.8,9
Pada saat induksi pasien sebaiknya ditempatkan dalam posisi bernapas yang
pasien paling nyaman, namun pada saat sudah dipasang intubasi sebaiknya pasien
ditempatkan dalam posisi sniffing untuk membuka jalan udara. Selain itu pasien
diberikan ganjalan agar dapat membuka LA (Laryngeal Angle), OA (Oral Angle),
dan PA (Pharyngeal Angle) agar memudahkan proses ventilasi. Pasien juga
dilakukan jaw thrust agar mandibula dapat terangkat dan membuka glotis sehingga
mulut laring dan faring akan lebih besar dan lebih mempermudah proses ventilasi.8
20
Gambar 4. Penggunaan Ganjalan untuk membuka jalan napas9
2. Sirkulasi
- Stetoskop perikordial
- Perabaan nadi
- EKG dan CVP
3. Suhu
- Rektal
4. Perdarahan
- isi dalam botol suction
- Beda berat kassa sebelum dan sesudah kena darah
- Periksa Hb dan Ht secara serial
5. Air Kemih
- Isi dalam kantong air kemih
21
Anestesia neonatus sangat dianjurkan dengan intubasi dan napas kendali.
Penggunaan sungkup muka dengan napas spontan pada bayi hanya untuk tindakan
ringan yang tidak lama.10
Gas anestetika yang umum digunakan adalah N20 dicampur dengan 02
perbandingan (0-65%) dan (35-100%). Walapun N20 mempunyai sifat analgesia
kuat, tetapi sifat anestetikanya sangat lemah. Karena itu sering dicampur dengan
halotan, enfluran atau isofluran.10
Narkotika hanya diberikan untuk usia diatas 1 tahun atau pacta berat diatas
10 kg. Morfin dengan dosis 0,1 mg/kg atau per dosis 1-2 mg/kg. Pelumpuh otot
non depolarisasi sangat sensitif, karena itu haus diencerkan dan diberikan secara
sedikit demi sedikit.10
4) Defisit
Di samping cairan pemeliharaan , defisit cairan yang ada misalnya karena
puasa harus diganti. Pengganti defisit ini diberikan 50 % pada jam pertama, 25%
pada jam kedua dan 25% sisanya pada jam ketiga. Untuk mencegah terjadinya
22
hiperglikemia dihindari cairan yang banyak mengandung dekstrose. Defisit cairan
preoperasi biasanya diganti dengan cairan seimbang seperti ringer laktat atau NS.
Dibanding dengan ringer laktat, cairan garam fisiologis lebih sering mengakibatkan
asidosis hiperkloremik.10,11
5) Cairan Pengganti
Penggantian cairan dapat dibedakan menjadi mengganti darah yang hilang dan
mengganti cairan di rongga ketiga.11
1. Mengganti darah
Jumlah darah pada neonatus prematur 100mi/kg neonatus full term 85-90
ml/kg dan bayi 80 mg/kg, ini lebih tinggi dibanding pada orang dewasa yaitu 65-
75 mg/kg. Hematokrit bayi baru lahir 55 % yang akan menurun menjadi 30 %
pada umur 3 bulan dan kemudian naik lagi menjadi 35%. pada umur 6 bulan.
Hemoglobin juga mengalami perubahan pada periode ini yaitu HbF (Afinitas
terhadap oksigen tinggi, PaO2 rendah, sulit melepas 02 ke jaringan) yang pada
saat lahir mencapai 75% menjadi 100% HbA (Afinitas terhadap oksigen rendah,
Pa02 tinggi, mudah melepas 02 ke jaringan) pada umur 6 bulan.11
Darah yang hilang dapat diganti dengan cairan kristaloid dengan perbandingan
3:1, atau larutan koloid dengan perbandingan 1:1 sampai mencapai hematokrit
yang diperbolehkan. Di bawah batas toleransi hematokrit darah yang hilang harus
diganti dengan darah. Batas hematokrit ini pada neonatus prematur dan sakit kira
kira 40 - 50 %, pada anak yang lebih besar 20- 26%.11
Karena volume intra vaskuler yang kecil anak anak mudah terjadi gangguan
elektrolit (hiperglikemia, hiperkalemia, dan hipokalsemia) pada tranfusi darah
yang cepat. Thrombosit dan FFP (Fresh Frozen Plasma) 10-15ml/kg dapat
diberikan pada kehilangan darah yang mencapai 12 kali volume darah. Satu unit
thrombosit per l0 kg BB dapat meningkatkan jumlah thrombosit 50,000 L. Dosis
pediatrik untuk kriopresipitat adalah 1 U/10 kg BB.10
2. Cairan di rongga ketiga
Kehilangan seperti ini tidak dapat diukur tapi dapat diperkirakan dengan
melihat luasnya prosedur pembedahan, seperti misalnya 0-2 ml/kg/jam untuk
pembedahan yang relatif atraumatik (mis.koreksi strabismus) dan sampai 6-
23
10ml/kg/jam untuk prosedur yang traumatik (mis.abses abdominal). Kehilangan
ini biasanya diganti dengan cairan ringer laktat1,10
24
tersedak sekret pharing, oleh karena itu sebaiknya pasien diposisikan miring
sehingga sekret yang ada bisa dengan mudah keluar. Pada saat pasien bangun
sebaiknya orangtua sudah ada di samping pasien.10
Croup post intubasi
Croup terjadi karena edema glotis atau trakhea. Edema paling sering
terjadi pada cincin krikoid karena bagian ini paling sempit. Kejadian croup lebih
sedikit bila dipakai pipa endotrakhea yang tidak ber cuff dan memungkinkan
sedikit kebocoran pada 10- 25 cmH2O. Stridor ini sering berkaitan dengan umur
1-4 tahun, usaha intubasi yang berulang, pipa endotrakhea yang besar,
pembedahan yang lama, prosedur di kepala dan leher, dan gerak pipa yang
berlebihan (batuk gerak kepala).10
Dapat dicegah dengan pemberian deksametason 0,25-0,5 mg/kg,IV.
Pemberian inhalasi nebulizer epinefrin 0,25-0,5 ml larutan 2,25% dalam 2,5 ml
NS merupakam terapi yang efektif. Komplikasi ini dapat terjadi mulai 3 jam post
operasi.10
Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, penderita dipindahkan
ke ruang pulih. Disini diawasi seperti di kamar bedah, walaupun kurang intensif
dibandingkan dengan pengawasan sebelumnya. Untuk memindahkan penderita
ke ruangan biasa dihitung dulu. skomya menurut Lockhart (Skor Aldrete).11
25
berubah lebih dari 30%
Kesadaran 2
benar-benar sadar 1
bereaksi 0
tak bereaksi
Catatan : Dianggap sudah pulih dari anestesi dan dapat pindah ke ruang pemulihan ke ruang
perawatan apabila skor >8.
26
DAFTAR PUSTAKA
4. Boulton TB. Anestesiologi. Alih Bahasa : Oswari J. Editor: Wulandari WD. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1994 : 134-141.
5. Bissonette B, Dalens BJ. Pediatric Anesthesia: Principles And Practice. McGraw-Hill
Medical Publishing Division. New York.2002 : 405-413, 483-503Rupp K, Holzki J,
Fischer T, Keller C. Pediatric Anesthesia . 1st Edition. Drager 1999 : Germany
6. Anonimus. Parent Present Induction. http://www.archildrens.org/
medical_services/clinical/anesthesia/parent_present_induction.asp. Diakses pada tanggal
22 Januari 2017
7. Krane E. Orientation to Pediatric Anesthesia. http://anesthesia.stanford.edu/ kentgarman/
clinical/ped%20orient.htm. Diakses pada tanggal 22 Januari 2017
8. Bansal T, Hooda S. Anesthetic Considerations In Pediatric Patients . JIMSA 2013 ; 26:2
9. Moss M, Lopez AM, Eble BK, Schellhase DE. Pediatric Intensive Care Procedure. In :
Fink MP, Abraham E, Vincent JL, Kochanek PM, editors. Texbook of Critical Care. 5 th
ed. Philadelphia, Pennsylvania : Elsevier Saunders ; 2005.p.1909-32
10. Bohn D. Fluids and Electrolytes in Pediatrics. In : Fink MP, Abraham E, Vincent JL,
Kochanek PM, editors. Texbook of Critical Care. 5th ed. Philadelphia, Pennsylvania :
Elsevier Saunders ; 2005.p.1131-39
11. Elwood T, Morris W, Martin LD, Nespeca MK, Wilson DA, Fleisher LA, et al.
Bronchodilator premedication does not decrease respiratory adverse events in pediatric
general anesthesia.Can J Anaesth 2003;50:277-84
27