Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penatalaksanaan anestesi pada pediatrik sedikit berbeda bila dibandingkan dengan
dewasa. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan mendasar antara anak dan dewasa,
meliputi perbedaan anatomi, fisiologi, respon farmakologi dan psikologi disamping
prosedur pembedahan yang berbeda pada anak. Walaupun terdapat perbedaan yang
mendasar, tetapi prinsip utama anestesi yaitu : kewaspadaan, keamanan, kenyamanan,
dan perhatian yang seksama baik pada anak maupun dewasa adalah sama.1
Beberapa tahapan anestesi pediatrik seperti tahapan evaluasi, persiapan pra bedah,
dan tahapan premedikasi-induksi merupakan tahapan yang paling menentukan
keberhasilan dati tindakan anestesia yang akan kita lakukan. Berjalannya setiap tahap
dengan baik akan menentukan untuk tahap selanjutnya.1,2
Adaptasi fisiologis dalam sistem jantung dan pernapasan anak-anak untuk
memenuhi peningkatan permintaan merupakan hal fisiologis yang harus diperhatikan.
Salah satu perbedaan paling penting antara pasien anak dan dewasa adalah konsumsi
oksigen pada bayi dapat melebihi 6ml/kg/min, dua kali lipat dari orang
dewasa. Perbedan-perbedaan inilah yang mengakibatkan tindakan anestesi pada neonatus
dan anak adalah istimewa.1,2
1.2 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui serta menambah pengetahuan tentang Anestesi pada Pediatrik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1
2.1 Anestesia Pediatri

Anestesia pada bayi dan anak berbeda dengan anestesia pada orang dewasa, karena
mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini1. Seperti pada anestesia untuk orang
yang dewasa, anestesia anak dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum
melakukan anestesia karena alasan itu anestesia pediatri seharusnya ditangani oleh dokter
spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah berpengalaman.1

Tabel 1. Pembagian pediatri berdasarkan perkembangan biologis: 1

1. Orok ( neonatus ) usia dibawah 28 hari


2. Bayi ( infant) usia 1 bulan - 1 tahun
3. Anak ( child) usia 1 tahun -12 tahun

Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28
hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi
diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem.1,2
Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba
tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa
perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir
meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah sistem pernapasan
sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan
yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus.1

2.1.1 Sistem Pernapasan


Otot leher bayi masih sangat lunak, leher lebih pendek, sulit menyangga
atau memposisikan kepala, dengan tulang occipital yang menonjol. Lidah
neonatus relative besar, epiglottis berbentuk U dengan proyeksi lebih ke
posterior dengan sudut sekitar 450, relatif lebih panjang dan keras, letaknya tinggi,
bahkan menempel pada palatum molle sehingga cenderung bernapas melalui
hidung. Akibat perbedaan anatomis epiglottis tersebut, saat intubasi kadangkala
diperlukan pengangkatan epiglottis untuk visualisasi. Sementara lubang hidung,
glottis, pipa tracheobronkial relatif sempit, sehingga dapat meningkatkan
resistensi jalan napas, mudah sekali tersumbat oleh adanya sekret atau edema.

2
Trakea neonatus yang pendek, berbentuk seperti corong dengan diameter
tersempit adalah pada bagian cricoid.2

Gambar 1. Anatomi jalan napas pada pediatrik1

Pada neonatus sangkar dada lemah dan ukurannya kecil dengan iga
horizontal. Diafragma terdorong keatas oleh isi perut yang besar. Dengan
demikian kemampuan dalam memelihara tekanan negatif intratorakal dan volume
paru rendah, sehingga memudahkan terjadinya kolaps alveolus serta
menyebabkan neonatus bernapas secara diafragmatis. Kadang-kadang tekanan
negatif dapat timbul dalam lambung pada waktu proses inspirasi, sehingga udara
atau gas anestesi mudah terhirup ke dalam lambung. Pada bayi yang mendapat
kesulitan bernapas dan perutnya kembung dipertimbangkan pemasangan pipa
lambung.2
Karena pada posisi terlentang dinding abdomen cenderung mendorong
diafragma ke atas serta adanya keterbatasan pengembangan paru akibat
sedikitnya elemen elastis paru, maka akan menurunkan FRC (Functional Residual
Capacity) sementara volume tidalnya relatif tetap. Untuk meningkatkan ventilasi
alveolar dicapai dengan cara menaikkan frekuensi napas, karena itu neonatus
mudah sekali gagal napas. Peningkatan frekuensi napas juga dapat akibat dari
tingkat metabolisme pada neonatus yang relative tinggi, sehingga kebutuhan
oksigen juga tinggi, dua kali dari kebutuhan orang dewasa dan ventilasi alveolar
pun relative lebih besar dari dewasa hingga dua kalinya. Tingginya konsumsi
oksigen dapat menerangkan mengapa desaturasi O2 dari Hb terjadi lebih mudah

3
atau cepat, terlebih pada neonatus prematur, karena adanya stress dingin maupun
sumbatan jalan napas.2

Tabel 2. Perbedaan fisiologi pernapasan pada anak dan dewasa 2

Variable Anak-anak Dewasa


Frekuensi pernapasan 30-50 12-16
Tidal Volume ml/kg 6-8 7
Dead space ml/kg 2-2.5 2.2
Alveolar ventiltion 100-150 60
FRC 27-30 30
Konsumsi Oxygen 6-8 3

2.1.2 Sistem Sirkulasi Dan Hematologi


Aliran darah fetal bermula dari vena umbilikalis, akibat tahanan
pembuluh paru yang besar (lebih tinggi dibanding tahanan vaskuler sistemik
=SVR) hanya 10% dari keluaran ventrikel kanan yang sampai paru, sedang
sisanya (90%) terjadi shunting kanan ke kiri melalui ductus arteriosus Bottali.2
Pada waktu bayi lahir, terjadi pelepasan dari plasenta secara mendadak
(saat umbilical cord dipotong/dijepit), tekanan atrium kanan menjadi rendah,
tahanan pembuluh darah sistemik (SVR) naik dan pada saat yang sama paru
mengembang, tahanan vaskuler paru menyebabkan penutupan foramen ovale
(menutup setelah beberapa minggu), aliran darah di ductus arteriosus Bottali
berbalik dari kiri ke kanan. Kejadian ini disebut sirkulasi transisi. Penutupan
ductus arteriosus secara fisiologis terjadi pada umur bayi 10-15 jam yang
disebabkan kontraksi otot polos pada akhir arteri pulmonalis dan secara anatomis
pada usia 2-3 minggu.2
Pada neonatus reaksi pembuluh darah masih sangat kurang, sehingga
keadaan kehilangan darah, dehidrasi dan kelebihan volume juga sangat kurang
ditoleransi. Manajemen cairan pada neonatus harus dilakukan dengan cermat dan
seteliti mungkin. Tekanan sistolik merupakan indikator yang baik untuk menilai
sirkulasi volume darah dan dipergunakan sebagai parameter yang adekuat
terhadap penggantian volume. Autoregulasi aliran darah otak pada bayi baru lahir
tetap terpelihara normal pada tekanan sistemik antara 60-130 mmHg. Frekuensi
nadi bayi rata-rata 120 kali/menit dengan tekanan darah sekitar 80/60 mmHg.2,3

4
Ventrikel kiri pada anak-anak lebih nonkomplians dan serat-serat
kontraktil yang sedikit, namun kebutuhan metabolisme anak-anak tetap lebih
tinggi dari orang dewasa sehingga cardiac output juga harus tinggi (anak-anak :
200 ml/kg/min , dewasa : 70 ml/kg/min), Cardiac output ditentukan dari kadar
volume kuncup dan detak jantung, karena kontraktilitas ventrikel kiri yang rendah
pada anak-anak maka kompensasi dicapai melalui peningkatan detak jantung.
Karena detak jantung yang tinggi pada anak-anak maka pada saat induksi anestesi
dapat terjadi ventrikuler ekstra systole yaitu sebuah arritmia jantung yang dapat
diatasi dengan memperdalam anestesi. Di sisi lain anak-anak rentan terhadap
peningkatan tonus parasimpatis dan dapat dicetuskan oleh hypoxia ataupun
stimulus menyakitkan seperti pemasangan laryngoskopi ataupun intubasi, hal
tersebut dapat menurunkan cardiac output secara dramatis, hal ini dapat diatasi
dengan pemberian atropine, sedangkan bradycardia yang dicetus oleh hypoxia
dapat diatasi dengan pemberian oksigen dan ventilasi yang baik2,3,4.

Tabel 3. Variasi Laju Nadi dan Tekanan Darah pada Pasien Anak 3

Usia Laju Nadi Tekanan Systolik Tekanan Diastolik


Preterm (1000g) 130-150 45 25
Newborn 110-150 60-75 27
6 bulan 80-150 95 45
2 tahun 85-125 95 50
4 tahun 75-115 98 57
8 tahun 60-110 112 60

Neonatus memiliki kadar HbF 70-90% dimana HbF memiliki efek


protektif terhadap anemia sel sabit, selain itu HbF memiliki afinitas yang tinggi
sehingga mudah mengikat oksigen namun karena kadar 2,3 DPG rendah maka
pelepasan oksigen ke jaringan lebih sulit dibandingkan dengan HbA, hal ini
diatasi dengan kadar Hb bayi yang lebih tinggi yaitu sekitar 18-20 g/dL dengan
hematocrit 0.6 . Seiring waktu akan terdapat penurunan kadar Hb yang tajam dan
akan ditemukan anemia fisiologis pada usia 3 bulan, hal tersebut menandakan
transisi produksi hemoglobin Fetal menjadi menjadi hemoglobin Adult, setelah
fase ini maka hemoglobin akan meningkat secara perlahan3,4,5.

5
Tabel 3. Kadar Hb pada Anak7

Usia Kadar Hb (g/dL)


1-7 hari 16-20
1 4 minggu 11-16
2 3 bulan 10-12
1 tahun 10-12
5 tahun 11-13

Volume darah pada bayi lebih tinggi daripada orang dewasa, hal tersebut
akan mempengaruhi jumlah cairan atau darah yang harus ditransfusikan bila
terjadi hypovolemia. Rumus ABL (Allowable Blood Loss) digunakan untuk
mencari jumlah cairan yang dibutuhkan dan dihitung dengan rumus (

Ht 1Ht 2
ABL : EBV X ) dengan EBV : Estimated Blood Volume, HT1 :
Ht 1
Hematocrit (atau bisa hemoglobin) awal (normal pria: 42-52%, wanita : 37-47%),
HT2 : Hematocrit (atau bisa hemoglobin) akhir.6

Gambar 2. Kadar Volume darah pada Anak dan Dewasa6

Sebelum Operasi disarankan dibuat perhitungan estimasi kehilangan darah pada


saat intraop sebelum dilakukan operasi, dan bila mungkin dapat diberikan terapi
preoperatif seperti supplemen besi. Bila pasien dengan anemia kronis tidak dapat
menerima transfusi darah karena alasan tertentu atau memiliki penyakit ginjal
dapat dibantu dengan pemberian EPO (Erythropoietin)..6

2.1.3 Sistem Ekskresi Dan Elektrolit


Akibat belum matangnya ginjal neonatus, filtrasi glomerulus hanya
sekitar 30% dibanding orang dewasa. Fungsi tubulus belum matang, resorbsi
terhadap natrium, glukosa, fosfat organic, asam amino dan bikarbonat juga
rendah. Bayi baru lahir sukar memekatkan air kemih, tetapi kemampuan

6
mengencerkan urine seperti orang dewasa. Kematangan filtrasi glomerulus dan
fungsi tubulus mendekati lengkap sekitar umur 20 minggu dan kematangannya
sedah lengkap setelah 2 tahun.1,2
Karena rendahnya filtrasi flomerulus, kemampuan mengekskresi obat-
obatan juga menjadi diperpanjang. Oleh karena ketidakmampuan ginjal untuk
menahan air dan garam, penguapan air, kehilangan abnormal atau pemberian air
tanpa sodium dapat dengan cepat jatuh pada dehidrasi berat dan
ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Pemberian cairan dan
perhitungan kehilangan atau derajat dehidrasi diperlukan kecepatan lebih
disbanding pada orang dewasa. Begitu pula dalam hal pemberian elektrolit, yang
biasa disertakan pada setiap pemberian cairan.1,2,3
Anak kecil memiliki kadar air dalam tubuh yang lebih tinggi
dibandingkan dengan orang dewasa , dengan kadar TBW (Total Body Water)
pada bayi prematur 90% berat badan, bayi aterm 80% dan bayi berusia 6-12 bulan
60%3 . Hal tersebut memiliki 2 dampak, dampak pertama adalah peningkatan
volume distribusi obat sehingga penggunaan beberapa obat anestesi seperti
thiopental pada anak-anak harus dengan dosis 20-30% lebih besar dibandingkan
dengan dewasa3. Dampak kedua adalah semakin banyak TBW maka akan
semakin rentan terhadap terjadinya dehidrasi, anak-anak membutuhkan kadar
TBW yang lebih banyak karena kadar metabolisme tubuh yang tinggi serta
kemampuan laju filtrasi glomerulus(GFR) yang lebih rendah sehingga
pengeluaran urin lebih banyak dari dewasa, waktu paruh obat yang
dimetabolisme di ginjal akan meningkat serta toleransi yang rendah terhadap
pemberian air dan garam (GFR saat lahir : 40 ml/min , usia 1 tahun : 100 ml/min,
Dewasa : 130 ml/min)3,4,5

2.1.4 Fungsi Hepar


Pada Anak-anak maturitas fungsional hati belum sepenuhnya terbentuk,
sebagian besar enzim untuk metabolisme obat sudah diproduksi namun belum
terstimulasi oleh obat tersebut. Seiring pertumbuhan anak-anak kemampuan
untuk metabolisme obat akan meningkat secara drastis dan menjadi siap dalam
usia beberapa bulan, hal tersebut disebabkan 2 hal, pertama adalah peningkatan
aliran darah ke hati sehingga lebih banyak obat masuk ke dalam hati, dan sistem
enzim yang diproduksi sudah dapat distimulasi oleh obat tersebut9,10. Kadar

7
albumin dan beberapa protein yang dibutuhkan untuk berikatan dengan obat pada
plasma lebih rendah di anak-anak dibandingkan dewasa, kondisi tersebut akan
mengakibatkan lebih banyak obat bebas beredar di sirkulasi karena tidak
berikatan dengan albumin, selain itu hyperbilirubinemia dapat terjadi karena
perpindahan bilirubin dari albumin yang disebabkan oleh obat sehingga pasien
menjadi ikterus3,6,7
Fungsi detoksifikasi obat masih rendah dan metabolisme karbohidrat
yang rendah pula yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan asidosis
metabolik. Hipotermia dapat pula menyebabkan hipoglikemia.2,3
Cadangan glikogen hati sangat rendah. Kadar gula normal pada bayi
baru lahir adalah 50-60%. Neonatus rentan terhadap terjadinya hypoglikemia,
faktor resiko lain adalah bayi dari ibu yang menderita diabetes, prematur, stress
perinatal dan sepsis. Untuk mengatasi hal tersebut maka bayi dengan faktor resiko
dapat diberi dextrose 5-15mg/kg/menit. Hipoglikemia pada bayi (dibawah 30 mg
%) sukar diketahui tanda-tanda klinisnya, dan diketahui bila ada serangan apnoe
atau terjadi kejang. Sintesis vitamin K belum sempurna. Pada pemberian cairan
rumatan dibutuhkan konsentrasi dextrose lebih tinggi (10%). Secara rutin untuk
bedah bayi baru lahir dianjurkan pemberian vitamin K 1 mg intra muscular. Hati-
hati penggunaan opiat dan barbiturat, karena kedua obat tersebut dioksidasi dalam
hati.2,3

2.1.5 Sistem Saraf


Waktu perkembangan sistem saraf, sambungan saraf, struktur otak dan
myelinisasi akan berkembang pada trimester tiga (myelinisasi pada neonatus
belum sempurna, baru matang dan lengkap pada usia 3-4 tahun), sedangkan berat
otak sampai 80% akan dicapai pada umur 2 tahun. Waktu-waktu ini otak sangat
sensitive terhadap keadaan-keadaan hipoksia.3
Persepsi tentang rasa nyeri telah mulai ada, namun neonatus belum dapat
melokalisasinya dengan baik seperti pada bayi yang sudah besar. Sebenarnya
anak mempunyai batas ambang rasa nyeri yang lebih rendah disbanding orang
dewasa. Perkembangan yang belum sempurna pada neuromuscular junction dapat
mengakibatkan kenaikan sensitifitas dan lama kerja dari obat pelumpuh otot non
depolarizing.3

8
Saraf simpatis belum berkembang dengan baik sehingga aktivitas
parasimpatis lebih dominan, yang mengakibatkan kecenderungan terjadinya
refleks vagal (mengakibatkan bradikardia; nadi <110 kali/menit) terutama pada
saat bayi dalam keadaan hipoksia maupun bila ada stimulasi daerah nasofaring.
Sirkulasi bayi baru lahir stabil setelah berusia 24-48 jam. Belum sempurnanya
mielinisasi dan kenaikan permeabilitas blood brain barrier akan menyebabkan
akumulasi obat-obatan seperti barbiturat dan narkotik, dimana mengakibatkan
aksi yang lama dan depresi pada periode pasca anestesi. Sisa dari blok obat
relaksasi otot dikombinasikan dengan zat anestesi intravena dapat menyebabkan
kelelahan otot-otot pernapasan, depresi pernapasan dan apnoe pada periode pasca
anestesi.3
Setiap keadaan bradikardia harus dianggap berada dalam keadaan
hipoksia dan harus cepat diberikan oksigenasi. Kalau pemberian oksigen tidak
menolong baru dipertimbangkan pemberian sulfas atropin.3

2.1.6 Pengaturan Temperatur


Pusat pengaturan suhu di hipothalamus belum berkembang, walaupun
sudah aktif. Kelenjar keringat belum berfungsi normal, mudah kehilangan panas
tubuh (perbandingan luas permukaan dan berat badan lebih besar, tipisnya lemak
subkutan, kulit lebih permeable terhadap air), sehingga neonatus sulit mengatur
suhu tubuh dan sangat terpengaruh oleh suhu lingkungan (bersifat poikilotermik).
Produksi panas mengandalkan pada proses non-shivering thermogenesis yang
dihasilkan oleh jaringan lemak coklat yang terletak diantara scapula, axila,
mediastinum dan sekitar ginjal. Hipoksia mencegah produksi panas dari lemak
coklat.5,6
Hipotermia dapat terjadi akibat dehidrasi, suhu sekitar yang panas,
selimut atau kain penutup yang tebal dan pemberian obat penahan keringat
(misal: atropin, skopolamin). Adapun hipotermia bisa disebabkan oleh suhu
lingkungan yang rendah, permukaan tubuh terbuka, pemberian cairan infus atau
tranfusi darah dingin, irigasi oleh cairan dingin, pengaruh obat anestesi umum
(yang menekan pusat regulasi suhu) maupun obat vasodilator.5,6
Temperatur lingkungan yang direkomendasikan untuk neonatus adalah
270C. Paparan dibawah suhu ini akan mengandung resiko diantaranya: cadangan
energi protein akan berkurang, adanya pengeluaran katekolamin yang dapat

9
menyebabkan terjadinya kenaikan tahanan vaskuler paru dan perifer, lebih jauh
lagi dapat menyebabkan lethargi, shunting kanan ke kiri, hipoksia dan asidosis
metabolik. Untuk mencegah hipotermia bisa ditempuh dengan : memantau suhu
tubuh, mengusahakan suhu kamar optimal atau pemakaian selimut hangat, lampu
penghangat, incubator, cairan intra vena hangat, begitu pula gas anestesi, cairan
irigasi maupun cairan antiseptic yang digunakan yang hangat.5,6

2.1.7 Respon Farmakologi


Farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat-obat yang diberikan pada
neonatus berbeda dibandingkan dengan dewasa karena pada neonatus :6
1.Perbandingan volume cairan intravaskuler terhadap cairan ekstravaskuler
berbeda dengan orang dewasa.
2. Laju filtrasi glomerulus masih rendah
3. Laju metabolisme yang tinggi
4. Kemampuan obat berikatan dengan protein masih rendah
5. Liver/hati yang masih immature akan mempengaruhi proses biotransformasi
obat.
6. Aliran darah ke organ relative lebih banyak (seperti pasa otak, jantung, liver
dan ginjal)
7. Khusus pada anestesi inhalasi, perbedaan fisiologi sistem pernapasan : ventilasi
alveolar tinggi, Minute volume, FRC rendah, lebih rendahnya MAC dan
koefisien partisi darah/gas akan meningkatkan potensi obat, mempercepat
induksi dan mempersingkat pulih sadarnya. Tekanan darah cenderung lebih
peka terhadap zat anestesi inhalsi mungkin karena mekanisme kompensasi
yang belum sempurna dan depresi miokard hebat.

Beberapa obat golongan barbiturat dan agonis opiate agaknya sangat


toksisk pada neonatus disbanding dewasa. Hal ini mungkin karena obat-obat
tersebut sangat mudah menembus sawar darah otak, kemampuan metabolisme
masih rendah atau kepekaan pusat napas sangat tinggi. Sebaliknya neonatus
tampaknya lebih tahan terhadap efek ketamin. Bayi umumnya membutuhkan
dosis suksisnil cholin relative lebih tinggi disbanding dewasa karena ruang
extraselulernya relatif lebih besar. Respon terhadap pelumpuh otot non
depolarisasi cukup bervariasi.6

10
2.2 Persiapan Anestesi pada Pediatrik
2.2.1 Evaluasi Preoperatif
Sebelum melakukan persiapan anestesi pediatrik, lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cermat.
Tabel 4. Pertanyaan yang diberikan pada saat anamnesis preoperatif 3
1) Usia Gestasi dan Berat Lahir
2) Masalah selama kehamilan dan persalinan serta skor APGAR
3) Riwayat Penyakit Sekarang
4) Riwayat Penyakit Dahulu
5) Kelainan kongenital atau metabolik
6) Riwayat pembedahan
7) Riwayat kesulitan anestesi pada keluarga dan pasien
8) Riwayat Allergi
9) Batuk , Episode Asma, ISPA yang sedang dialami
10) Waktu terakhir makan dan minum

Tabel 5. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien preoperatif 3

1) Keadaan umum
2) Tanda-Tanda Vital : Tekanan darah, Laju nadi dan napas, Suhu
3) Data antropometrik : Tinggi dan berat badan
4) Adanya gigi yang lepas atau goyang
5) Sistem respirasi
6) Sistem Kardiovaskuler
7) Sistem Neurologi

a. Pemeriksaan Laboratorium7
Beberapa pemeriksaan penunjang disarankan bagi beberapa pasien
anak dengan kondisi khusus. Pemeriksaan kadar Hb dilakukan apabila
diperkirakan akan ada banyak pendarahan pada saat operasi, bayi prematur,
penyakit sistemik dan penyakit jantung kongenital. Pemeriksaan kadar
elektrolit dapat dilakukan bila terdapat penyakit ginjal ataupun metabolik
lainnya dan pada kondisi dehidrasi. Pemeriksaan x-ray dapat dilakukan bila
terdapat penyakit paru-paru, skoliosis ataupun penyakit jantung. Pemeriksaan
penunjang lainnya dapat dilakukan sesuai penyakit pasien yang ditemukan7

11
Sebelum anestesi dan pembedahan dilaksanakan, keadaan hidrasi,
elektrolit, asam basa harus berada dalam batas-batas normal atau mendekati
normal. Sebagian pembedahan bayi baru lahir merupakan kasus gawat darurat.
Proses transisi sirkulasi neonatus, penurunan PVR (Pulmonary Vascular
Resistance) berpengaruh pada status asam-basanya.7
Transportasi neonatus dari ruang perawatan ke kamar bedah sedapat
mungkin menggunakan incubator yang telah dihangatkan. Sebelum bayi
masuk kamar bedah hangatkan kamar dengan mematikan AC misalnya.7
Peralatan anestesi neonatus bersifat khusus. Tahanan terhadap aliran
gas harus rendah, anti obstruksi, ringan dan mudah dipindahkan. Untuk
anestesi yang lama, kalau mungkin gas-gas anestetik dihangatkan,
dilembabkan dengan pelembab listrik. Biasanya digunakan sistem anestesi
semi-open modifikasi sistem pipa T dari Ayre yaitu peralatan dari Jackson-
Rees.7
b. Puasa
Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama
puasa yang dianjurkan adalah stop susu 4 jam dan berilah air gula 2 jam
sebelum anestesi.6

Tabel 6. Puasa Preoperatif pada pasien anak7


Usia Air bening ASI Susu Formula Makanan Padat
Neonatus 6 2 jam 4 jam 4 jam -
bulan

6 36 bulan 2 jam 4 jam 6 jam 6 jam


>36 bulan 2 jam - 6 jam 8 jam

c. Infus
Dipasang untuk memenuhi kebutuhan cairan karena puasa, mengganti
cairan yang hilang akibat trauma bedah, akibat perdarahan, dll. Untuk
pemeliharaan digunakan preparat D5%-10% dalam cairan elektrolit.8
Neonatus terutama bayi premature mudah sekali mengalami dehidrasi
akibat puasa lama atau sulit minum, kehilangan cairan lewat gastrointestinal,

12
evaporasi (Insensible water loss), tranduksi atau sekuestrasi cairan ke dalam
lumen usus atau kompartemen tubuh lainnya. Dehidrasi/hipovolemia sangat
mudah terjadi karena luas permukaan tubuh dan kompartemen atau volume
cairan ekstra seluler relative lebih besar serta fungsi ginjal belum matang.8
Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3
jam, jam I 50% dan jam II, III maing-masing 25%. Kecukupan hidrasi dapat
dipantau melalui produksi urin (>0,5ml/kgBB/jam), berat jenis urin (<1,010),
ataupun dengan pemasangan CVP (Central Venous Pressure).8

2.2.2 Persiapan anestesia

a. STATIC :
Scope : Laringoskop apakah lampunya cukup terang atau tidak, serta
Stethoscope.
Tubes : ETT dipersiapkan dengan ukuran sesuai dan satu ukuran dibawah
dan diatasnya. Airway : alat untuk menahan lidah agar tidak jatuh yakni
pipa orofaringeal Guedel atau pipa nasofaringeal.
Tapes : Plester untuk fiksasi ETT
Introducer : kawat untuk dimasukan ke dalam ETT]
Connector : penghubung antara ETT dengan sirkuit napas
Suction : mesin pengisap untk membersihkan jalan napas.
b. Peralatan Elektronik :
Lampu ruangan
Mesin anestesia
Mesin penghangat tempat tidur
Infusion pump
Syringe pump
Defibrilator
c. Sumber Gas : O2,N2O , Halothane, Isoflurane dan gas sejenis serta dipantau
dengan penggunaan flowmeter.

Ukuran peralatan yang dipergunakan harus sesuai. Tabel di bawah ini


memperlihatkan ukuran peralatan jalan napas untuk pasien anak anak.
Tabel 7. Peralatan jalan napas untuk pasien pediatri l.

Prematur Naonatus Bayi Prasekolah Anak kecil Anak


Umur 0-1 bl 0-1 bl 1-12 bl 1-3 th 3-8 th 8-12 th
BB (kg) 0.5-3 3-5 4-10 8-16 14-30 25-50
ETT (mmID) 2,5-3 3-3,5 3,5-4 4-4,5 4,5-5,5 5,5-6
Dalam ET 6-9 9-10 10-12 12-14 14-16 16-18
Isap lendir (F) 6 6 8 8 10 12
Laryngoskop Masker 00 0 1,5 1,5 2 3
Ukuran Masker 00 0 1 1 2 3
Oral Airway 000-00 00 1 1 2 3

13
LMA - 1 1,5 1,5 2,5 3
Ket.: ETT : Endo Tracheal Tube, BB: Berat Badan, LMA; Laryngeal Mask Air way

2.2.3 Premedikasi

Tujuan pemberian premedikasi pada pasien anak sama dengan orang


dewasa yakni untuk menurangi ansietas pasien, mengurangi rasa nyeri yang
dialami, menurunkan dosis obat untuk induksi, serta mengurangi sekresi jalan
napas, namun pemberian pre-medikasi pada anak dapat memfasilitasi perpisahan
dengan orang tuaa dan memudahkan proses intubasi bila dibutuhkan 3. Beberapa
obat pre-medikasi yang paling sering diberikan adalah midazolam dan ketamine 7.
Pemberian obat sedasi harus diberikan hati-hati bila pasien memiliki gangguan
saluran napas dan pemberian harus dihindari bila pasien memiliki gangguan
neurologis atau peningkatan tekanan intrakranial serta bila ada resiko besar
terjadinya aspirasi atau regurgitasi di lambung3,7
Pasien anak-anak yang memerlukan premedikasi dan sedasi untuk membuat
mereka menjadi kooperatif, adalah yang termasuk di bawah ini:
1. Anak-anak yang memiliki riwayat operasi sebelumnya sehingga menjadi
terlalu takut akan ketidaknyamanan akan perawatan di rumah sakit dan operasi
berikutnya.
2. Anak-anak di bawah usia sekolah yang tidak dapat dipisahkan dari orang
tuanya secara mudah, dimana ahli anestesi merasa kehadiran orang tuanya
pada saat induksi tidak akan menguntungkan.
3. anak-anak yang terbatas komunikasinya yang disebabkan karena
keterbelakangan mental (misalnya autisme), dan orang tua berperan sebagai
perantara untuk berkomunikasi dengan sang anak saat induksi
4. Keadaan-keadaan dimana induksi harus dilakukan tanpa ada usaha perlawanan
dari ataupun sikap tidak kooperatif, atau menangis dari sang anak.
5. Remaja yang menunjukkan tingkat kecemasan yang tinggi. Remaja sering
merasa ketakutan akan kehilangan penampilan tubuhnya, kematian.

2.2.4 Keberadaan Orang Tua Pasien

Salah satu tujuan dari anestesi pediatric adalah menyediakan tahap pre-
operatif sebaik dan semulus mungkin. Keberadaan orang tua di sisi pasien,
merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kecemasan pada pasien, selain

14
dengan menggunakan obat-obatan. Banyak rumah sakit yang telah menyediakan
video tentang petunjuk baik bagi sang pasien ataupun orang tuanya, tentang apa
dan bagaimana persiapan preoperative yang sebenar dan sebaiknya. Hal ini dapat
membantu terutama pada pasien usia pra sekolah.5
Anak yang berusia lebih dari 4 tahun dengan orang tua yang memiliki
tingkat kecemasan lebih rendah mendapatkan keuntungan untuk mengurangi
kecemasan pada sang pasien sendiri. Namun jika orang tua pasien memiliki
kecemasan yang berlebih tentu hal ini tak akan membantu , atau bahkan menjadi
lebih sulit. Jika pasien telah ter sedative, keberadaan orang tua tak lagi diperlukan,
dimana hal ini tidak akan berpengaruh terhadap kecemasan pasien. Keberadaan
orang tua saat induksi sangat tergantung dari tipe orang tua tersebut, instruksi yang
diberikan, pasien dan sang ahli anestesi sendiri.5
Meskipun premedikasi merupakan hal yang penting dalam menurunkan
kecemasan, namun bukan berarti premedikasi adalah satu-satunya komponen.
Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki pikiran yang bercampur aduk
tentang premedikasi, dan permintaan mereka mungkin bahwa mereka ingin
ditangani oleh pekerja medis yang telah mereka kenal. Pada kasus ini, tidak
diperlukan obat-obatan sedative atau pengurang rasa cemas, sehingga tidak ada
efek samping atau pun komplikasi-komplikasi yang akan dihadapi atau
dikhawatirkan.6,7
Bedah emergensi, lambung yang penuh, trauma kepala dan trauma
abdomen merupakan kelemahan, atau batasan dari indikasi premedikasi. Pada anak
normal dan sehat, resiko tentu saja minimal, dan bila komplikasi terjadi, biasanya
karena over dosis atau suatu proses patologi yang tak diketahui.6,7

2.2.5 Anak-anak Yang Cenderung Mengalami Komplikasi

Ada beberapa kelompok anak-anak yang memiliki kecenderungan lebih


untuk mengalami komplikasi, dan perhatian lebih tentu harus diberikan sebelum
premedikasi dilakukan. Riwayat spesifik seperti obstruksi saluran pernapasan atas,
aspirasi, control refleks yang buruk, batuk dan muntah yang tak terkoordinasi,
harus diperhatikan sebelum pemberian premedikasi. Riwayat apnoe, obstruksi,
merupakan kontraindikasi yang absolute. Anak-anak yang memiliki kelainan

15
seperti di bawah ini harus diperlakukan secara berhati-hati dalam pemberian
premedikasi:
1. Hipertropi Adenoid
Seorang anak dengan hipertropi adenoid memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami obstruksi jalan napas dari tingkat sedang sampai parah. Komplikasi
yang sama juga dapat dialami oleh anak-anak yang memiliki hipertropi tonsil.
2. Macroglossia Fungsional
Baik karena sindrom hipertropi lidah ataupun syndrome hipomandibularisme
relative, obstruksi jalan napas merupakan komplikasi potensial pada pasien-
pasien ini.
3. Pasien dengan Kelainan Neurologi
Respon dari anak yang mengalami kelainan neurology berbeda-beda. Dapat
terjadi aspirasi, diskoordinasi menelan, batuk, yang membuat kelompok anak-
anak yang memiliki kelainan ini sulit diramalkan sewaktu diberikan sedasi,
bahkan dengan dosis yang telah dikurangi.
4. Distrofi muscular.
Pasien pada kelompok ini , bila mereka menggunakan kursi roda, dokter harus
lebih berhati-hati , terutama terhadap efek depresi respiratorik.

5. Bayi dengan berat badan kurang dari 10 kg


Bayi dengan berat badan kurang dari 10 kg tidak memerlukan sedasi pre
operasi, karena mereka dapat dipisahkan dengan mudah dari orang tuanya
dengan tingkat kecemasan yang rendah,. Onset , durasi, efek samping obat-
obatan terhadap anak-anak ini tak dapat diramalkan.

2.2.6 Obat-obat premedikasi


Tabel 8. Nama obat-obat premedikasi, dosis, cara pemberian dan efeknya 5
Nama Obat Agen Cara Dosis Onset (menit) Efek
Pemberian
Benzodiazepin Midazolam Oral 0,3- 15-30 Depresi system
Diazepam Nasal 0,7mg/kgBB 5-10 pernapasan,
0,1- eksitasi
0,2mg/kgBB postoperative
eksitasi
Dissosiatif Ketamin Oral 3-8mg/kgBB 10-15 Eksitasi
IM 2-5mg/kgBB 2-5 Meningkatkan
TD, tekanan
intra cranial

16
meningkat
Opioids Morfin IM 0,1-0,2 15-30 Depresi system
Meperidin IM mg/kgBB 15-30 pernapasan
Fentanil oral 0,5-1 mg/kgBB 5-15 Depresi system
10-15 g/kgBB pernapasan
Depresi sitem
pernapasan

Barbiturat Pentobarbital Oral 3mg/kgBB 60 Eksitasi


Tiopental Rectal 30mg/kgBB 5-10 postoperative
yang memanjang
Depresi system
pernapasan,
Eksitasi
postoperative
yang
memanjang
Antikolinergik Atropin Oral 20g/kgBB 15-30 Flushing
Scopolamin IM 20g/kgBB 5-15 Mulut kering
IV 10-20g/kgBB 30 Rasa gembira
IM 20g/kgBB 15-30 halusinasi
H2 Antagonis Cimetidine Oral 7,5mg/kgBB 60
Ranitidine Oral 2 mg/kgBB 60
Keterangan : IM : Intra Muscular
IV : Intra Vena
TD : Tekanan Darah

Nama obat-obat premedikasi, dosis, cara pemberian dan efeknya5 :


1. Midazolam
Obat makan yang sering digunakan. Dosis yang dianjurkan adalah 0,5mg/kgBB
sampai 20mg/kgBB. Dosis ini hamper selalu efektif dan mempunyai batas aman
yang luas. Efek sedasi dan hilangnya cemas dapat timbul 10 menit setelah
pemberian. Patel dan Meakin 5 telah membandingkan midazolam oral dan diazepam-
droperidol sampai trimeprazine, dan mendapatkan hasil yang lebih baik pada pre-
operatif dan post-operatif pada midazolam dalam menghilangkan kecemasan dan
menimbulkan efek sedasi.
2. Fentanyl
Telah banyak berhasil digunakan. Memiliki efikasi yang sama dengan obat oral
cair meperidine, diazepam dan atropine. Namun efek samping yang tak dapat
diramalkan berupa depresi pernafsan, pruritus dan mual muntah merupakan kerugian
sehingga tidak diterima secara universal.
3. Ketamin

17
Bentuk oral merupakan alternative yang popular. Gutstein dan koleganya
membandingkan efek placebo dari 3 sampai 6 mg/kgBB dari ketamin oral. Ketamin
tidak berefek terhadap depresi pernapasan, dan takikardi. Ketamin juga dapat
diberikan bersamaan dengan permen pada dosis 5-6mg/kgbb tanpa hambatan.
4. Barbiturat
Telah digunakan selama bertahun-tahun sebagai obat premedikasi. Memiliki
onset of action yang lambat, dan durasi yang lama. Pentobarbital 3mg/kgBB sampai
30mg/kgBB memiliki onset satu jam dan durasi samapai 6 jam 5 .Kerugiannya adalah
efek sedasi yang panjang dan tidak cocok untuk pembedahan yang singkat atau
emergensi yang memerlukan persiapan yang cepat.

2.3 Masa Anestesi

1) Induksi
Persiapan-persiapan yang harus dilakukan tersebut meliputi 5:
Persiapan kamar operasi
Rencana untuk mendapatkan sikap kooperatif dari pasien
Penggunaan klinik dari agen-agen induksi
Obat adjuvant untuk induksi anestesi
Monitoring pasien
Rencana-rencana tambahan dalam menghadapi berbagai macam situasi klinik
yang tak terduga.

Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu.
Induksi diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil mungkin.
Induksi dapat dikerjakan secara inhalasi atau seintravena.7,8
- Induksi inhalasi.
Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau pada yang
takut disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau campuran N20 dalam
oksigen 50%. Konsentrasi halotan mula-mula rendah 1 vol% kemudian dinaikkan
setiap beberapa kali bernapas 0,5 vol % sampai tidur. Sungkup muka mula-mula
jaraknya beberapa sentimeter dari mulut dan hidung, kalau sudah tidur barn
dirapatkan ke muka penderita. Pada waktu induksi sebaiknya ada yang

18
membantu. Usahakan agar berjalan dengan trauma sekecil mungkin. Umumnya
induksi inhalasi dengan Halotan-O2 atau Halotan-O2/N2O.7,8
- Induksi intravena.
Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada mereka
yang sudah terpasang infus. Induksi intravena biasanya dengan tiopenton
(pentotal) 2~4 mg/kg pada neonatus dan 4-7 mg/kg pada anak. Induksi dapat juga
dengan ketamin (ketalar) 1-2mg/kg.LV. Kadang-kadang ketalar diberikan secara
intra muskular.7,8
Banyak ahli anestesi pediatrik, yang terampil dalam menangani vena yang
kecil, lebih suka induksi intra vena (tiopenton 3-5 mg/kg). Yang lain lebih suka
menggunakan induksi inhalasi disertai dengan campuran kaya oksigen disertai
atau tanpa nitrogen oksida. Entluran efektiftetapi kurang kuat dan harus
menggunakan kadar yang lebih tinggi. Siklopropan 50% dalam oksigen masih
sering dipakai dibeberapa tempat, tctapi dapat menimbulkan ledakan, sehingga
seringkali tidak disediakan.7,8
Banyak ahli anestesi pediatrik, yang terampil dalam menangani vena yang
kecil, lebih suka induksi intra vena (tiopenton 3-5 mg/kg). Yang lain lebih suka
menggunakan induksi inhalasi disertai dengan campuran kaya oksigen disertai
atau tanpa nitrogen oksida. Entluran efektif tetapi kurang kuat dan harus
menggunakan kadar yang lebih tinggi. Siklopropan 50% dalam oksigen masih
sering dipakai dibeberapa tempat, tetapi dapat menimbulkan ledakan, sehingga
seringkali tidak disediakan.8

2) Intubasi
Intubasi Neonatus lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal, epiglottis
tinggi dengan bentuk U. Laringoskopi pada neonatus tidak membutuhkan bantal
kepala karena occiputnya menonjol. Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah
lurus-lebar dengan lampu di ujungnya. Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan napas
atas adalah cincin cricoid. Waktu intubasi perlu pembantu guna memegang kepala.
Intubasi biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake intubation) terlebih pada
keadaan gawat atau diperkirakan akan dijumpai kesulitan. Beberapa penulis
menganjurkan intubasi sadar untuk bayi baru lahir dibawah usia 10-14 hari atau pada
bayi premature. Yang berpendapat dilakukan intubasi tidur atas pertimbangan dapat
ditekannya trauma, yang dapat dilakukan dengan menggunakan ataupun tanpa

19
pelumpuh otot. Pelumpuh otot yang digunakan adalah suksinil cholin 2 mg/kg secara
iv atau im.8,9
Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus pandang dan
tanpa cuff. Untuk premature digunakan ukuran diameter 2-3 mm sedangkan pada
bayi aterm 2,5-3,5 mm. idealnya menggunakan pipa trachea yang paling besar yang
dapat masuk tetapi masih sedikit longgar sehingga dengan tekanan inspirasi 20-25
cmH2O masih sedikit bocor. Sesuai anatomi jalan napas pasien anak, pada intubasi
disarankan menggunakan blade lurus, namun blade bengkok dapat digunakan bila
pasien memiliki berat 6-10 kg. Penggunaan ETT lebih disarankan jenis tanpa cuff
pada pasien berusia dibawah 8 tahun, serta usahakan terdapat sedikit bocoran pada
ETT. Ukuran ETT pada anak-anak dapat menggunakan rumus Modified Cole
formula dan Khine Formula: [(Usia/4) + (4, bila tanpa cuff jadinya ditambah 3)].
Kedalaman ETT dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus : [(Usia/2) + (12)
bila pada anak berusia >2 tahun, bila usia anak <2 menggunakan rumus: (Ukuran
ETT X 3)16. Kedalaman ETT dapat diperhitungkan dengan rumus namun tetap harus
disesuaikan secara klinis dengan mendengarkan suara napas kedua paru pasien.
Penggunaan LMA disesuaikan dengan berat badan pasien.8,9

Tabel 9. Panduan Penggunaan LMA untuk pasien anak7


Ukuran LMA Berat Badan
1 <5 kg
1.5 5-10 kg
2 10-20 kg
2.5 20-30 kg
3 >30 kg

3) Tatalaksana Jalan Napas Pediatrik

Pada saat induksi pasien sebaiknya ditempatkan dalam posisi bernapas yang
pasien paling nyaman, namun pada saat sudah dipasang intubasi sebaiknya pasien
ditempatkan dalam posisi sniffing untuk membuka jalan udara. Selain itu pasien
diberikan ganjalan agar dapat membuka LA (Laryngeal Angle), OA (Oral Angle),
dan PA (Pharyngeal Angle) agar memudahkan proses ventilasi. Pasien juga
dilakukan jaw thrust agar mandibula dapat terangkat dan membuka glotis sehingga
mulut laring dan faring akan lebih besar dan lebih mempermudah proses ventilasi.8

20
Gambar 4. Penggunaan Ganjalan untuk membuka jalan napas9

2.4 Tahap Intra Bedah


Pemeliharaan anestesia :
1) Pemantauan :
1. Pernapasan
- Stetoskop prekordial
- Pada napas spontan, gerak dinding dada, dan bag reservoir
- Warna ekstremitas

2. Sirkulasi
- Stetoskop perikordial
- Perabaan nadi
- EKG dan CVP
3. Suhu
- Rektal
4. Perdarahan
- isi dalam botol suction
- Beda berat kassa sebelum dan sesudah kena darah
- Periksa Hb dan Ht secara serial
5. Air Kemih
- Isi dalam kantong air kemih

21
Anestesia neonatus sangat dianjurkan dengan intubasi dan napas kendali.
Penggunaan sungkup muka dengan napas spontan pada bayi hanya untuk tindakan
ringan yang tidak lama.10
Gas anestetika yang umum digunakan adalah N20 dicampur dengan 02
perbandingan (0-65%) dan (35-100%). Walapun N20 mempunyai sifat analgesia
kuat, tetapi sifat anestetikanya sangat lemah. Karena itu sering dicampur dengan
halotan, enfluran atau isofluran.10
Narkotika hanya diberikan untuk usia diatas 1 tahun atau pacta berat diatas
10 kg. Morfin dengan dosis 0,1 mg/kg atau per dosis 1-2 mg/kg. Pelumpuh otot
non depolarisasi sangat sensitif, karena itu haus diencerkan dan diberikan secara
sedikit demi sedikit.10

2) Kebutuhan cairan perioperatif


Pemberian cairan pada anak harus sangat hati-hati karena sempitnya
toleransi kesalahan. Untuk pemberian yang tepat dapat digunakan infus pump atau
mikrodrip buret. Obat dimasukkan melalui jalur yang paling dekat ke vena anak
untuk mengurangi masuknya cairan yang tidak diperlukan. Kelebihan cairan dapat
dilihat dari adanya vena yang membesar, kulit berwarna merah, tekanan darah
meningkat, penurunan kadar natrium plasma dan menghilangnya lipatan kulit pada
kelopak mats atas. Pemberian cairan pada anak anak dapat meliputi cairan
pemeliharaan, mengganti defisit, mengganti cairan yang hilang1,2,9

3) Kebutuhan cairan pemeliharaan


Kebutuhan cairan pemeliharaan pada anak dapat diformulasikan dengan rumus
4:2:1 yaitu :10 kg pertama: 4 ml/kg/jam, 10-20kg berikutnya : 2ml/kg/jam,
seterusnya: I ml/kg/jam. Pemilihan jenis cairan masih kontroversial. Cairan seperti
D51/2 NS dengan 20 mEq/L potasium klorida memberikan dekstrosa dan elektrolit
yang cukup. Pada neonatus, dapat diberikan D51/4NS karena masih terbatasnya
kemampuan ginjal dalam menghadapi kelebihan natrium.10

4) Defisit
Di samping cairan pemeliharaan , defisit cairan yang ada misalnya karena
puasa harus diganti. Pengganti defisit ini diberikan 50 % pada jam pertama, 25%
pada jam kedua dan 25% sisanya pada jam ketiga. Untuk mencegah terjadinya

22
hiperglikemia dihindari cairan yang banyak mengandung dekstrose. Defisit cairan
preoperasi biasanya diganti dengan cairan seimbang seperti ringer laktat atau NS.
Dibanding dengan ringer laktat, cairan garam fisiologis lebih sering mengakibatkan
asidosis hiperkloremik.10,11

5) Cairan Pengganti
Penggantian cairan dapat dibedakan menjadi mengganti darah yang hilang dan
mengganti cairan di rongga ketiga.11

1. Mengganti darah
Jumlah darah pada neonatus prematur 100mi/kg neonatus full term 85-90
ml/kg dan bayi 80 mg/kg, ini lebih tinggi dibanding pada orang dewasa yaitu 65-
75 mg/kg. Hematokrit bayi baru lahir 55 % yang akan menurun menjadi 30 %
pada umur 3 bulan dan kemudian naik lagi menjadi 35%. pada umur 6 bulan.
Hemoglobin juga mengalami perubahan pada periode ini yaitu HbF (Afinitas
terhadap oksigen tinggi, PaO2 rendah, sulit melepas 02 ke jaringan) yang pada
saat lahir mencapai 75% menjadi 100% HbA (Afinitas terhadap oksigen rendah,
Pa02 tinggi, mudah melepas 02 ke jaringan) pada umur 6 bulan.11
Darah yang hilang dapat diganti dengan cairan kristaloid dengan perbandingan
3:1, atau larutan koloid dengan perbandingan 1:1 sampai mencapai hematokrit
yang diperbolehkan. Di bawah batas toleransi hematokrit darah yang hilang harus
diganti dengan darah. Batas hematokrit ini pada neonatus prematur dan sakit kira
kira 40 - 50 %, pada anak yang lebih besar 20- 26%.11
Karena volume intra vaskuler yang kecil anak anak mudah terjadi gangguan
elektrolit (hiperglikemia, hiperkalemia, dan hipokalsemia) pada tranfusi darah
yang cepat. Thrombosit dan FFP (Fresh Frozen Plasma) 10-15ml/kg dapat
diberikan pada kehilangan darah yang mencapai 12 kali volume darah. Satu unit
thrombosit per l0 kg BB dapat meningkatkan jumlah thrombosit 50,000 L. Dosis
pediatrik untuk kriopresipitat adalah 1 U/10 kg BB.10
2. Cairan di rongga ketiga
Kehilangan seperti ini tidak dapat diukur tapi dapat diperkirakan dengan
melihat luasnya prosedur pembedahan, seperti misalnya 0-2 ml/kg/jam untuk
pembedahan yang relatif atraumatik (mis.koreksi strabismus) dan sampai 6-

23
10ml/kg/jam untuk prosedur yang traumatik (mis.abses abdominal). Kehilangan
ini biasanya diganti dengan cairan ringer laktat1,10

2.5 Tahap Pasca Bedah


1) Pengakhiran anestesia.
Setelah pembedahan selesai, obat anestetika dihentikan pemberiannya. Berikan
zat asam murni 5-15 menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari lendir kalau
perlu.10
Kalau menggunakan pelumpuh otot, netralkan dengan prostigmin (0,04 mg/kg)
dan atropin (0,02 mg/kg). Depresi napas oleh narkotika-analgetika netralkan dengan
naloksin 0,2-0,4mg secara titrasi.10
Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar benar, anggota badan.
bergerak-gerak, mata terbuka, napas spontan adekuat. Ekstubasi dalam keadaan
anestesia ringan, akan menyebab kan batuk-batuk, spasme laring atau bronkus.
Ekstubasi dalam keadaan anestesia dalam digemari karena kurang traumatis.
Dikerjakan kalau napas spontannya adekuat, keadaan umumnya baik dan diperkirakan
tidak akan menimbulkan kesulitan pasca intubasi.10,11
2) Perawatan di Ruang Pulih
- Bangun dari anestesi dan pulih sadar
Hal hal yang perlu diperhatikan saat bangun dari anestesi adalah
laringospasme post intubasi croup dan pengelolaan nyeri post operatif. Pediatrik
mudah mengalami laringospasme dan post intubasi croup. Seperti pada orang
dewasa nyeri post opertif pada anak anak juga hams dikelola dengan baik.10
Laryngospasme
Laryngospasme adalah kontraksi otot otot laring yang kuat dan terjadi
secara tidak sadar karena stimulasi nervus laringeal superior. Dapat dihindari
dengan ekstubasi saat pasien sudah benar benar sadar atau saat keadaan anestesi
masih dalam. Ekstubasi diantara kedua keadaan ekstrim ini berbahaya. ISPA juga
meningkatkan kejadian larigospasme saat bangun dari anestesi.10
Bila terjadi laringospasme diatasi dengan memberi ventilasi tekanan
positif dengan halus, lidokain intravena 0,5-1mg/kg, paralisis dengan
suksinilkolin 0,5-1 mg/kg atau rokuronium 0,4 mg/kg dan ventilasi dikontrol.
Bila terpaksa dapat diberikan suksinilkolin intra muskular. Laringospasme dapat
terjadi segera post operasi tetapi dapat juga terjadi di ruang pulih sadar karena

24
tersedak sekret pharing, oleh karena itu sebaiknya pasien diposisikan miring
sehingga sekret yang ada bisa dengan mudah keluar. Pada saat pasien bangun
sebaiknya orangtua sudah ada di samping pasien.10
Croup post intubasi
Croup terjadi karena edema glotis atau trakhea. Edema paling sering
terjadi pada cincin krikoid karena bagian ini paling sempit. Kejadian croup lebih
sedikit bila dipakai pipa endotrakhea yang tidak ber cuff dan memungkinkan
sedikit kebocoran pada 10- 25 cmH2O. Stridor ini sering berkaitan dengan umur
1-4 tahun, usaha intubasi yang berulang, pipa endotrakhea yang besar,
pembedahan yang lama, prosedur di kepala dan leher, dan gerak pipa yang
berlebihan (batuk gerak kepala).10
Dapat dicegah dengan pemberian deksametason 0,25-0,5 mg/kg,IV.
Pemberian inhalasi nebulizer epinefrin 0,25-0,5 ml larutan 2,25% dalam 2,5 ml
NS merupakam terapi yang efektif. Komplikasi ini dapat terjadi mulai 3 jam post
operasi.10
Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, penderita dipindahkan
ke ruang pulih. Disini diawasi seperti di kamar bedah, walaupun kurang intensif
dibandingkan dengan pengawasan sebelumnya. Untuk memindahkan penderita
ke ruangan biasa dihitung dulu. skomya menurut Lockhart (Skor Aldrete).11

Tabel 10. Skor Aldrete

Yang Dinilai Nilai


Pergerakan 2
Gerak bertujuan 1
Gerak tak bertujuan 0
Diam
Pernapasan 2
teratur, batuk , menangis 1
depresi 0
perlu dibantu
Warna 2
merah muda 1
pucat 0
sianosis
Tekana Darah 2
berubah sekitar 20% 1
berubah 20-30% 0

25
berubah lebih dari 30%
Kesadaran 2
benar-benar sadar 1
bereaksi 0
tak bereaksi

Catatan : Dianggap sudah pulih dari anestesi dan dapat pindah ke ruang pemulihan ke ruang
perawatan apabila skor >8.

3) Penatalaksanaan nyeri post operasi


Analgesia post operasi pada anak anak dapat dipakai blok saraf atau Patient
control analgesia (PCA). Opioid yang sering digunakan adalah fentanil 1-2 gg/kg dan
meperidin 0,5mg/kg. Ketorolak 0.75mg/kg dapat mengurangi dosis opioid. Juga dapat
digunakan asetaminofen rektal 40mg/kg.11

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Said A L, Suntoro A. Anestesi Pediatrik. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi


Intensif FKUI. Jakarta. 1989: 115-122.

2. Anonimus, Pediatric Anesthesiolgy:The Basics. http://www.anesthesia.wisc.edu/ med3/


Peds/ pedshandout.html. Diakses pada tanggal 21 Januari 2017
3. Anonimus. Anatomy of The Respiratory Sistem. http://www.ohsuhealth.com/dch/ health/
respire/acute_lower_bronchio. html Diakses pada tanggal 21 Januari 2017

4. Boulton TB. Anestesiologi. Alih Bahasa : Oswari J. Editor: Wulandari WD. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1994 : 134-141.
5. Bissonette B, Dalens BJ. Pediatric Anesthesia: Principles And Practice. McGraw-Hill
Medical Publishing Division. New York.2002 : 405-413, 483-503Rupp K, Holzki J,
Fischer T, Keller C. Pediatric Anesthesia . 1st Edition. Drager 1999 : Germany
6. Anonimus. Parent Present Induction. http://www.archildrens.org/
medical_services/clinical/anesthesia/parent_present_induction.asp. Diakses pada tanggal
22 Januari 2017
7. Krane E. Orientation to Pediatric Anesthesia. http://anesthesia.stanford.edu/ kentgarman/
clinical/ped%20orient.htm. Diakses pada tanggal 22 Januari 2017
8. Bansal T, Hooda S. Anesthetic Considerations In Pediatric Patients . JIMSA 2013 ; 26:2
9. Moss M, Lopez AM, Eble BK, Schellhase DE. Pediatric Intensive Care Procedure. In :
Fink MP, Abraham E, Vincent JL, Kochanek PM, editors. Texbook of Critical Care. 5 th
ed. Philadelphia, Pennsylvania : Elsevier Saunders ; 2005.p.1909-32
10. Bohn D. Fluids and Electrolytes in Pediatrics. In : Fink MP, Abraham E, Vincent JL,
Kochanek PM, editors. Texbook of Critical Care. 5th ed. Philadelphia, Pennsylvania :
Elsevier Saunders ; 2005.p.1131-39
11. Elwood T, Morris W, Martin LD, Nespeca MK, Wilson DA, Fleisher LA, et al.
Bronchodilator premedication does not decrease respiratory adverse events in pediatric
general anesthesia.Can J Anaesth 2003;50:277-84

27

Anda mungkin juga menyukai