PENDAHULUAN
1
1.2. Batasan Masalah
Case report session ini membahas mengenai definisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, tatalaksana dan komplikasi serta laporan tentang kasus
askariasis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Askariasis adalah suatu infeksi pada usus kecil yang disebabkan oleh
suatu jenis cacing besar, Ascaris lumbricoides.2 Ascaris lumbricoides
merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang dalam usus halus.
Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan gangguan
keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat
sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan.3
2.2. Epidemiologi
Penyakit Askariasis dapat ditemukan di seluruh dunia. Infeksi terjadi
dengan frekuensi terbesar di daerah tropis dan subtropis, dan di setiap daerah
dengan sanitasi yang tidak memadai. Askariasis adalah salah satu infeksi
parasit pada manusia yang paling umum. Tidak jarang dijumpai infeksi
campuran dengan cacing lain terutama Trichuris trichiura. Telur yang infektif
ditemukan di tanah, yang dapat bertahan bertahun-tahun. Manusia mendapat
infeksi dengan cara tertelan telur cacing Ascaris lumbricoides yang infektif.
Hal ini terjadi karena termakan makanan atau minuman yang terkontaminasi
oleh telur cacing tersebut.5.6.7 Sampai dengan 10% dari penduduk negara
berkembang terinfeksi cacing dengan persentase besar disebabkan oleh
Ascaris.
Di seluruh dunia, infeksi Ascaris menyebabkan sekitar 60.000
kematian per tahun, terutama pada anak.2 Prevalensi tertinggi askariasis adalah
pada anak usia 2-10 tahun, dengan intensitas infeksi tertinggi terjadi pada anak
usia 5-15 tahun yang memiliki infeksi simultan dengan cacing lain seperti
Trichuris trichiura dan cacing tambang.8
2.3. Etiologi
Askariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides,
yang merupakan nematoda usus terbesar, terutama di daerah dengan sanitasi
buruk. Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Cacing
dewasa berbentuk silinder, berwarna merah muda. Cacing jantan lebih kecil
dari cacing betina dengan ukuran 120-150 mm x 3-4 mm manakala cacing
3
betina berukuran 200-400 mm x 5-6 mm. Ujung posterior pada cacing jantan
sedikit melingkar. Cacing betina menghasilkan sekitar 200000 telur yang telah
dibuahi dan tidak dibuahi per hari yang diletakkannya di lumen usus. Telur ini
berukuran 40 x 60 m yang ditandai dengan adanya mamillated outer coat dan
lapisan hialin di dalam.5,9,10
2.4. Patofisiologi
Seseorang dapat terinfeksi penyakit askariasis setelah secara tidak
sengaja atau tidak disadari menelan telur cacing. Telur menetas menjadi larva
di dalam usus seseorang. Larva menembus dinding usus dan mencapai paru-
paru melalui aliran darah. Larva tersebut akhirnya kembali ke tenggorokan
dan tertelan. Dalam usus, larva berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing
betina dewasa yang dapat tumbuh lebih panjang mencapai 30 cm, dapat
bertelur yang kemudian masuk ke dalam tinja. Jika tanah tercemar kotoran
manusia atau hewan yang mengandung telur, maka siklus tersebut dimulai lagi.
Telur berkembang di tanah dan menjadi infektif setelah masa 2-3 minggu,
tetapi dapat tetap infektif selama beberapa bulan atau tahun.2
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides,
jika tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur
akan pecah dan melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk
kedalam vena porta hati yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju
jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan
masa migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari. Dalam paru-paru larva
tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2 kali, kemudian keluar dari kapiler,
masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk sampai ke bronkus, trakhea,
laring dan kemudian ke faring, berpindah ke osepagus dan tertelan melalui
saliva atau merayap melalui epiglottis masuk kedalam traktus digestivus.
Terakhir larva sampai kedalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit lagi
menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan
kemudian keluar secara spontan.11
Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua
bulan sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu
mengeluarkan 200.000 250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang
diperlukan adalah 3 4 minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif.
4
Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur
tersebut keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami perubahan
dari stadium larva I sampai stadium III yang bersifat infektif.11
Telur-telur ini tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat tetap
hidup bertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-
anak terkena infeksi secara terus-menerus sehingga jika beberapa cacing
keluar, yang lain menjadi dewasa dan menggantikannya. Jumlah telur ascaris
yang cukup besar dan dapat hidup selama beberapa tahun maka larvanya dapat
tersebar dimana-mana, menyebar melalui tanah, air, ataupun melalui binatang.
Maka bila makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif
masuk ke dalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva
itu berubah menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat menginfeksi
tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung
dengan kulit.11
5
2.5. Manifestasi Klinis
Gejala awal askariasis, selama migrasi paru awal, termasuk batuk,
dyspnea, mengi, dan nyeri dada. Nyeri perut, distensi, kolik, mual, anoreksia,
dan diare intermiten mungkin manifestasi dari obstruksi usus parsial atau
lengkap oleh cacing dewasa. Penyakit kuning, mual, muntah, demam, dan
nyeri perut berat mungkin mengarah pada kolangitis, pankreatitis, atau
apendisitis.8
Mengi dan takipnea dapat terjadi selama migrasi paru. Urtikaria dan
demam mungkin juga terjadi terlambat dalam tahap migrasi. Distensi abdomen
tidak spesifik tetapi adalah umum pada anak dengan askariasis. Nyeri perut,
terutama di kuadran kanan atas, hypogastrium, atau kuadran kanan bawah,
mungkin mengindikasikan komplikasi askariasis. Bukti untuk kekurangan gizi
karena askariasis paling kuat untuk vitamin A dan C, serta protein, seperti
ditunjukkan oleh penelitian albumin dan pertumbuhan pada anak yang diamati
secara prospektif. Beberapa penelitian belum mengkonfirmasi keterlambatan
perkembangan gizi atau karena askariasis.8
Kelainan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat
pengaruh migrasi larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang
kena infeksi tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang
cukup besar (hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan
kekurangan gizi, selain itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan tubuh
yang menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam
typhoid yang disertai dengan tanda alergi seperti urtikaria, odema diwajah,
konjungtivitis dan iritasi pernapasan bagian atas.3,12
Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik
seperti obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi
cacing ke organ-organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan
bronkus dapat menyumbat pernapasan penderita. Ada kalanya askariasis
menimbulkan manifestasi berat dan gawat dalam beberapa keadaan sebagai
berikut:
1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus
yang menyumbat rongga usus dan menyebabkan gejala
abdomen akut.
6
2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing
kedalam apendiks, saluran empedu (duktus choledocus) dan
ductus pankreatikus.
Bila cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat
disusul kolangitis supuratif dan abses multiple.
2.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tinja secara langsung. Bila
dijumpai telur atau cacing dewasa Ascaris lumbricoides di dalam tinja,
diagnosis pasti Askariasis telah dapat ditegakkan. Selain itu, diagnosis dapat
dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung
kerana muntah maupun melalui tinja.5,7,13
2.7. Tatalaksana
Edukasi kesehatan memberikan pesan berikut akan mengurangi jumlah
orang yang terinfeksi penyakit askariasis:2
Pada waktu yang lalu obat yang sering dipakai seperti : piperazin, minyak
chenopodium, hetrazan dan tiabendazol. Oleh karena obat tersebut menimbulkan
efek samping dan sulitnya pemberian obat tersebut, maka obat cacing sekarang ini
berspektrum luas, lebih aman dan memberikan efek samping yang lebih kecil dan
mudah pemakaiannya. 3,12
7
2.8. Prognosis
Prognosis sangat baik untuk pengobatan askariasis tanpa gejala. Dalam
beberapa kasus, pengobatan kedua mungkin perlu untuk sepenuhnya
menghapus cacing. Hal ini telah dibuktikan secara signifikan mengurangi
jumlah komplikasi. Perhatian di negara-negara endemik adalah infeksi ulang
yang akan terjadi.11
2.9. Komplikasi
Pada infeksi ringan, trauma yang terjadi bisa berupa pendarahan
sedangkan pada infeksi yang berat, kerusakan jaringan paru dapat terjadi.
Sejumlah kecil darah mungkin mengumpul di alveoli dan bronkiol yang kecil
yang bisa mengakibatkan terjadinya edema pada organ paru yang disebut
pneumonitis Ascaris.5,9
Komplikasi yang ditakuti adalah apabila cacing dewasa migrasi ke
tempat lain dan menimbulkan gejala akut. Pada infeksi berat paling ditakuti
bila terjadi muntah cacing yang dapat menimbulkan komplikasi penyumbatan
saluran nafas oleh cacing dewasa. Pada keadaan lain dapat terjadi ileus oleh
karena sumbatan pada usus oleh massa cacing ataupun apendisitis sebagai
akibat masuknya cacing ke dalam lumen apendiks. Bisa dijumpai
penyumbatan ampula Valeri ataupun saluran empedu dan terkadang masuk ke
jaringan hati. Hasil metabolisme cacing dapat menimbulkan fenomena
sensitisasi seperti urtikaria, asma bronchial, konjungtivitis akut, fotofobia dan
terkadang hematuria.5,6,7,10
8
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : An. A/Perempuan/2 tahun 1 bulan
b. Pekerjaan/Pendidikan :-
c. Alamat : Air Pacah
2. Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga
a. Status perkawinan :-
b. Jumlah anak/saudara :-
c. Status ekonomi keluarga : mampu
d. KB :-
e. Kondisi rumah
- Rumah permanen
- Jamban ada, 1 buah, di dalam rumah
- Listrik ada
- Sumber air sumur
- Perkarangan cukup luas
- Sampah di bakar
Kesan: higiene dan sanitasi lingkungan cukup baik
Pasien tinggal di pinggiran kota yang kurang padat penduduk
f. Kondisi Lingkungan Keluarga
- Pasien tinggal bersama kedua orang tua
3. Aspek Psikologis Keluarga
- Hubungan dengan orang tua baik
4. Keluhan Utama
- Keluar cacing berwarna putih dari BAB pasien sebanyak 1 ekor kira-kira 1
minggu sebelum datang berobat
9
- Muntah (-)
- Batuk (-)
- Demam (-)
- Nafsu makan berkurang (-)
- Menceret (-)
7. Riwayat Imunisasi
- Telah mendapatkan imunisasi Hepatitis B, BCG, DPT, campak dan polio,
lengkap sesuai umur.
9. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Nadi : 86 kali/menit, reguler
Napas : 18 kali/menit
Tekanan darah :-
Suhu : 37oC
BB : 9 Kg
TB : 78 Cm
Status gizi : baik (batas -2 SD)
Status Internus
Mata : Konjungtiva subanemis, sklera tidak ikterik
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
10
Tenggorok : Tidak ditemukan kelainan
Thorak
Paru
Inspeksi : Normochest, pernapasan simetris kiri dan kanan statis dan
dinamis
Palpasi : Fremitus kiri=kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung murni, bising tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik
11
Preventif
- Menjelaskan kepada ibu pasien supaya mengajarkan anaknya memakai sendal
ketika bermain di luar dan mencuci tangan dengan benar setelah bermain dan
sebelum makan.
- Mengedukasi ibu pasien untuk sentiasa memeriksa kebersihan tangan anaknya
seperti kebersihan kuku, dan memotong kuku anaknya apabila sudah mulai
panjang
Kuratif (resep)
- Pirantel Pamoat 125mg dosis tunggal
Rehabilitatif
- Kontrol kembali ke Puskesmas jika masih terdapat cacing di tinja pasien atau
apabila ditemukan keluarnya cacing dari mulut atau hidung.
Pro : An. A
Umur : 9 tahun
Alamat: Air Pacah
12
BAB IV
PEMBAHASAN
Telah diperiksa seorang anak perempuan berusia 9 tahun di KIA Anak Puskesmas Air
Dingin Padang dengan diagnosis askariasis. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis didapatkan bahwa ibu pasien menemukan seekor cacing putih di tinja
pasien kira-kira seminggu sebelum datang berobat. Ini merupakan kejadian pertama kali dan
pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Selain itu, pasien tidak
mempunyai keluhan yang lain. Pasien juga tidak pernah mengkonsumsi obat cacing
sebelumnya. Menurut pengakuan ibu pasien, pasien mempunyai kebiasaan bermain di
halaman rumah tanpa memakai sandal dan sering main tanah. Pasien juga tidak mempunyai
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan setelah bermain. Dari hasil pemeriksaan fisik,
tidak ditemukan apa-apa kelainan. Dari hasil penilaian status gizi, anak masih berada dalam
batas status gizi baik namun sudah mendekati batas gizi kurang. Berdasarkan literatur,
umumnya orang yang terkena infeksi askariasis tidak menunjukkan gejala dan ini sesuai
dengan keluhan pasien ini. Selain itu, pada literatur juga disebutkan bahwa askariasis lebih
sering terjadi pada anak usia 2-10 tahun. Infeksi terjadi dengan cara tertelan makanan yang
terkontaminasi dengan telur cacing tersebut. pasien ini mempunyai kebiasaan bermain tanah
di halaman rumah tanpa memakai sandal dan tidak mencuci tangan sebelum makan setelah
bermain sehingga dari tangan pasien yang kotor tersebut itulah telur cacing bisa masuk ke
dalam tubuh pasien.
Untuk tatalaksana diberikan obat Pirantel Pamoat 125 mg dosis tunggal dan diberikan
edukasi kepada ibu pasien agar memerhati dan mengajar anaknya supaya memakai sendal
apabila keluar bermain dan mengajarkan cara mencuci tangan yang benar setelah bermain
dan sebelum makan. Selain itu, ibu pasien juga diberikan edukasi tentang gizi anaknya karena
anaknya sudah mendekati batas gizi kurang. Ibu pasien dinasehatkan untuk memberikan
makanan yang bergizi dan seimbang buat anaknya dan dijelaskan kepada ibu pasien untuk
membawa pasien kembali ke puskesmas jika masih ditemukan cacing pada BAB anaknya
atau jika terlihat ada cacing yang keluar dari mulut, hidung atau muntahnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
13. Garna H, Nataprawira HMD, Rahayuningsih SE, et al. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran; 2005. Hal 263-4.
15