Anda di halaman 1dari 21

19

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan
2.1.1.Definisi Pengetahuan
Pengetahuan (Knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia yakni: penglihfatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan atau Kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over
behaviour). Menurut Rogers (1974) dalam Notoadmodjo (2007), apabila suatu
pembuatan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perbuatan yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan apabila manusia mengadopsi
perbuatan dalam diri seseorang tersebut akan terjadi proses sebagai berikut :
a. Awareness (kesadaran) di mana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tertentu di sini sikap
subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya terhadap
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.
d. Trial, di mana subjek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Universitas Sumatera Utara


20

2.1.2.Cara Memperoleh Pengetahuan


Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua,
yakni :
a. Cara Tradisional atau Non Ilmiah
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah. Cara-cara penemuan
pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi :
1) Cara coba salah (trial and error). Cara coba salah ini dilakukan
dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan
apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan
yang lain. Bila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan ke
empat dan seterusnya sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.
2) Cara kekuasaan atau otoritas. Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada
otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas
pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Apabila dengan
cara yang digunakan maka orang dapat pula menggunakan cara
tersebut.
4) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara
berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah
mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh
pengetahuannya.
b. Cara Modern Memperoleh Ilmu Pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian
ilmiah (Notoatmodjo, 2010).

Universitas Sumatera Utara


21

2.1.3.Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) pengetahuan yang dicakup di
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu :
a. Know (tahu)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termaksud kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan
tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
b. Comprehension (memahami)
Memahami dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Application (aplikasi)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi atau
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konsteks atau situasi yang lain.
d. Analysis (analisa)
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek terdalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu dengan sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


22

e. Synthesis (sintesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluation (evaluasi)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian-penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden (Notoatmodjo, 2007).

2.1.4.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang menurut
Mubarak (2007) antara lain:
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain
terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Semakin tinggi
pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi
dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.
b. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak
langsung.
c. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada
aspek fisik dan psikologis (mental). Pada aspek psikologis atau mental
taraf berpikir seseorang akan semakin matang dan dewasa.
d. Minat
Merupakan suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap
sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni

Universitas Sumatera Utara


23

suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih


mendalam.
e. Pengalaman
Suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang
baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman
terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan
timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi
kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam
kehidupannya.
f. Kebudayaan lingkungan sekitar
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukkan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah
mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat
mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga
kebersihan lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh dalam
pembentukkan sikap pribadi atau sikap seseorang.
g. Media informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

2.2. Vitamin A
2.2.1. Pengertian
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Secara luas,
vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan
prekursor/provitamin A/karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai
retinol (Almatsier, 2004).
Sedangkan menurut Depkes RI (2005), vitamin A merupakan salah satu zat
gizi penting yang larut dalam lemak dan disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat
oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar (esensial). Vitamin A berfungsi
untuk penglihatan, pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit.

Universitas Sumatera Utara


24

2.2.2.Manfaat Vitamin A
Menurut Almatsier (2004), manfaat vitamin A antara lain:
a. Penglihatan
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang.
Bila kita dari cahaya terang di luar kemudian memasuki ruangan yang
remang-remang cahayanya, maka kecepatan mata beradaptasi setelah
terkena cahaya terang berhubungan langsung dengan vitamin A yang
tersedia didalam darah. Tanda pertama kekurangan vitamin A adalah
rabun senja. Suplementasi vitamin A dapat memperbaiki penglihatan
yang kurang bila itu disebabkan karena kekurangan vitamin A.
b. Diferensiasi Sel
Diferensiasi sel terjadi bila sel-sel tubuh mengalami perubahan dalam
sifat atau fungsi semulanya. Perubahan sifat dan fungsi sel ini adalah
salah satu karakteristik dari kekurangan vitamin A yang dapat terjadi
pada tiap tahap perkembangan tubuh, seperti pada tahap pembentukan
sperma dan sel telur, pembuahan, pembentukan struktur dan organ
tubuh, pertumbuhan dan perkembangan janin, masa bayi, anak-anak,
dewasa dan masa tua. Diduga vitamin A memegang peranan aktif
dalam kegiatan inti sel misalnya seperti pengaturan faktor penentu gen
terhadap sintesis protein. Pada diferensiasi sel terjadi perubahan dalam
bentuk dan fungsi sel yang dapat dikaitkan dengan perubahan
perwujudan gen-gen tertentu.
c. Fungsi Kekebalan
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada
manusia. Mekanisme sebenarnya belum diketahui secara pasti. Namun
diduga kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibody yang
bergantung pada limfosit yang berperan sebagai kekebalan pada tubuh
seseorang.
d. Pertumbuhan dan Perkembangan
Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang
membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin

Universitas Sumatera Utara


25

A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal.


Pada anak anak yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam
pertumbuhannya. Dimana vitamin A dalam hal ini berperan sebagai
asam retinoat.
e. Reproduksi
Vitamin A penting untuk mempertahankan fungsi saluran kelamin pria
dan spermatogenesis. Dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa
vitamin A juga berperan dalam mekanisme awal meiosis pada
pembentukan sel telur selama proses embriogenesis dan pada sel
sperma sesudah lahir. (Clagett-Dame, 2011).
f. Pencegahan kanker dan penyakit jantung
Kemampuan retinoid mempengaruhi perkembangan sel epitel dan
kemampuan meningkatkan aktivitas sistem kekebalan diduga
berpengaruh dalam pencegahan kanker, terutama kanker kulit,
tenggorokan, paru-paru, payudara dan kantung kemih. Di samping itu
beta-karoten yang bersama vitamin E dan C berperan sebagai
antioksidan dan diduga dapat pula mencegah kanker paru-paru.
g. Lain-lain
Kekurangan vitamin A juga menyebabkan berkurangnya nafsu makan.
Hal ini mungkin karena perubahan pada jonjot rasa pada lidah.
Vitamin A juga berperan dalam pembentukan sel darah merah,
kemungkinan melalui interaksi dengan besi.

2.2.3. Sumber Vitamin A


Menurut Kemenkes RI, 2010, sumber vitamin A tidak hanya berasal dari
kapsul vitamin A melainkan dari sayur-sayuran, air susu ibu dan lain-lain. Berikut
dijabarkan sumber-sumber vitamin A:
1. Air susu ibu
2. Bahan makanan hewani seperti kuning telur, hati, daging, ayam, dan
bebek.

Universitas Sumatera Utara


26

3. Buah-buahan berwarna kuning dan jingga seperti pepaya, mangga masak,


alpukat, jambu biji merah dan pisang.
4. Sayuran berwarna hijau tua dan warna jingga seperti bayam, daun
singkong, kangkung, daun katuk, daun kelor, labu kuning, tomat dan
wortel.
5. Bahan makanan yang difortifikasi seperti margarine, dan susu.

Tabel 2.1. Nilai vitamin A dalam berbagai bahan makanan (RE /100g)
Bahan Makanan RE Bahan Makanan RE
Hati Sapi 13170 Daun katuk 3111
. Kuning telur ayam 861 Sawi 1940
Kuning telur bebek 600 Kangkung 1890
Ayam 243 Bayam 1827
Ginjal 345 Ubi Jalar Merah 2310
Ikan Sarden (kaleng) 250 Mentega 1287
Minyak ikan 24000 Margarin 600
Minyak kelapa sawit 18000 Susu bubuk Full Cream 471
Minyak hati ikan hiu 2100 Keju 225
Wortel 3600 Susu kental manis 153
Daun singkong 3300 Susu segar 39
Daun pepaya 5475 Mangga masak pohon 1900
Daun lamtoro 5340 Pisang Raja 285
Daun tales 3118 Tomat masak 450
Daun Melinjo 3000 Semangka 177
(Daftar Analisis Bahan Makanan, FKUI dalam Almatsier, 2004)

Depkes RI (2003) menyusun bahan makanan berdasarkan satuan Ukuran


Rumah Tangga (URT) seperti yang dipaparkan dalam tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara


27

Tabel 2.2. Bahan Makanan yang Mengandung Vitamin A dalam Satuan URT
7-12 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun
Bahan Makanan Satuan URT
gr Urt Gr Urt gr Urt Gr urt
Nasi Gelas 75 - 125 175 11/4 200 11/3
Telur Butir 25 - 5.0 1 50 1 50 1
Hati Potong kecil 25 1 25 1 50 2 50 2
Daging sapi Potong 25 1 25 1 50 2 50 2
Tempe Sedang 25 - 50 1 50 1 50 1
Tahu Buah besar - - - - - - 100 1
Kacang Hijau Sendok makan - - - - 25 21/2 25 21/2
Bayam Gelas 30 1/3 25 - 50 21/2 50 -
Wortel Gelas 30 1/3 25 - 50 - 50 -
Buncis Gelas - - 25 - 50 - 50 -
Pepaya Potong 100 1 100 1 100 1 100 1
Pisang Buah sedang - - - - 50 1 50 1
Biskuit potong 20 2 20 2 20 2 20 2
Susu Bayi/Formula Sendok makan peres 60 6 - - - - - -
Susu Full Cream Sendok makan peres - - 30 3 30 3 30 3
Gula Sendok makan peres - - 30 3 30 3 30 3

Universitas Sumatera Utara


28

2.2.4. Kebutuhan akan Vitamin A


Pemenuhan kebutuhan vitamin A sangat penting untuk pemeliharaan
kelangsungan hidup secara normal. Kebutuhan tubuh akan vitamin A untuk orang
Indonesia telah dibahas dan ditetapkan dalam Widyakarya Nasional pangan dan
Gizi (2007) dengan mempertimbangkan faktor-faktor khas dari kesehatan tubuh
orang Indonesia (Widyakaryanasional, 2007).

Tabel 2.3. Angka Kecukupan Vitamin A


Golongan Umur Kebutuhan Vitamin A (RE)
Bayi 0 6 bulan 350
7 12 bulan 350
Balita 1 3 tahun 350
4 6 tahun 460
7 9 tahun 400
Pria 10 12 tahun 500
13 15 tahun 600
16 19 tahun 700
20 45 tahun 700
46 59 tahun 700
>60 tahun 600
Wanita 10 12 tahun 500
13 15 tahun 500
16 19 tahun 500
20 45 tahun 500
46 59 tahun 500
>60 tahun 500
Hamil + 200
Menyusui 0 6 bulan + 350
7 12 bulan + 300
(Sumber: Almatsier, 2004)

Universitas Sumatera Utara


29

2.3. Kekurangan dan Kelebihan Vitamin A


2.3.1. Kekurangan Vitamin A
Kekurangan vitamin A merupakan penyakit sistemik yangg merusak sel dan
organ tubuh, dan menyebabkan metaplasia keratinisasi pada epitel saluran
pernapasan, saluran kemi, dan saluran pencernaan. Perubahan pada ketiga saluran
ini relatif lebih awal terjadi ketimbang kerusakan yang terdeteksi pada mata.
Namun, hanya karena hanya mata yang mudah diamati dan diperiksa, diagnosis
klinis yang spesifik didasarkan pada pemeriksaan mata (Arisman, 2010).
Kekurangan vitamin A dapat terjadi pada semua umur akan tetapi
kekurangan yang disertai kelain pada mata umumnya terdapat pada anak berusia 6
bulan sampai 4 tahun (Ilyas, 2008).
Kekurangan vitamin A terutama terdapat pada anak-anak balita. Tanda-
tanda kekurangan terlihat bila simpanan tubuh habis terpakai (Almatsier, 2004).
Kekurangan vitamin A dapat dibagi dua yaitu kekurangan vitamin A primer
dan sekunder. Kekurangan vitamin A primer disebabkan oleh kurangnya asupan
vitamin tersebut, sedangkan kekurangan vitamin A sekunder dikarenakan akibat
absorpsi dan utilisasinya yang terhambat (Kartasapoetra, 2008).

2.3.1.1. Epidemiologi Kekurangan Vitamin A


Hasil survei WHO dalam tahun 1995 yang lalu sekitar 2,8 juta balita
menampakkan tanda-tanda klinis xeroftalmia, sementara 251 juta anak lainnya
mengalami kekurangan vitamin A sehingga risiko kematian akibat infeksi berat
meningkat. Seperempat balita di negara sedang berkembang berisiko mengalami
kekurangan vitamin A. Dua puluh persen diantaranya berisiko lebih tinggi
terjangkit penyakit infeksi umum. Sementara 2% mengalami kebutaan, atau
gangguan penglihatan yang serius. Kemudian pada tahun 2001, WHO melaporkan
bahwa setiap 1 menit, 12 orang anak di dunia menjadi buta, dan empat di
antaranya bermukim di Asia Tenggara (Arisman, 2010).
Secara umum, prevalensi xeroftalmia di Indonesia menurun dari 1,18% pada
tahun 1978 menjadi 0,14% di tahun 1991. Sementara kekurangan vitamin A juga
menipis dari 1,2% (1986) menjadi 0,3% (1992). Angka ini sudah berada di bawah

Universitas Sumatera Utara


30

kriteria yang ditetapkan sebagai masalah kesehatan masyarakat (0,5%). Meskipun


di beberapa daerah angka prevalensi KVA masih di atas 0,5% seperti provinsi
Sulteng (0,6%), Maluku (0,8%), dan Sulsel (2,8%) (Arisman, 2010).
Menurut Survei Nasional tahun 1992, masih ada sekitar 50,2% balita
mengalami kekurangan vitamin A subklinis. Dan ini hanya dapat dibuktikan
melalui pemeriksaan darah. Dengan indikator ini, KVA masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat. (Baliwati, 2010).
Sejak Survei Nasional tahun 1992 belum ada data status vitamin A berbasis
masyarakat (population based) yang dapat digunakan sebagai dasar acuan untuk
perencanaan program gizi mikro. (Depkes RI, 2006).

2.3.1.2. Penyebab Kekurangan Vitamin A


Faktor-faktor penyebab defisiensi vitamin A ini tidak multipel, tidak saja
terletak di dalam jangkauan para profesional kesehatan, melainkan juga banyak
faktor yang merupakan kompetensi keahlian diluarnya. Interrelasi berbagai faktor
penyebab ini digambarkan pada bagan berikut (Sediaoetama, 2009).

Pendidikan umum dan Higiene


pengetahuan gizi kurang

Pekerjaan Kebiasaan Infeksi dan


sulit/renda makan infestasi
parasit

Daya beli Konsumsi


rendah vitamin A dan Absorbsi Diare
dan
utilisasi

Konsumsi lemak Defisiensi Vitamin


dan protein
rendah

Gambar 2.1. Faktor Penyebab Kekurangan Vitamin A (Sumber: Sediaoetama,


2009)

Universitas Sumatera Utara


31

2.3.1.3. Klasifikasi Kekurangan Vitamin A


Dikenal beberapa klasifikasi kekurangan vitamin A di Indonesia, seperti
klasifikasi Ten Doeschate, yaitu:
X0 : Hemeralopia
X1 : Hemeralopia dengan xerosis konjungtiva dan bitot
X2 : Xerosis kornea
X3 : Keratomalasia
X4 : Stafiloma, ftisis bulbi
Di mana kelainan pada: X0 sampai X2 masih reversibel, dan X3 sampai X4
ireversibel (Ilyas, 2008).
Sedangkan klasifikasi kekurangan vitamin A menurut WHO 2009, adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.4. Klasifikasi Kekurangan Vitamin A
XN Night blindness
X1A Conjunctival xerosis
X1B Bitots spot
X2 Corneal xerosis
X3A Corneal ulceration/keratomalacia (< 1/3 corneal surface)
X3B Corneal ulceration/keratomalacia ( 1/3 corneal surface)
XS Corneal scar
XF Xerophthalmic fundus
Sumber: WHO 2009

2.3.1.4. Tanda dan Gejala Kekurangan Vitamin A


Kekurangan vitamin A dapat menimbulkan beberapa gangguan terhadap
kesehatan tubuh, antara lain (Kartasapoetra, 2008):
1. Hemeralopia atau rabun ayam, rabun senja;
2. Frinoderma, pembentukan epitelium kulit tangan dan kaki terganggu,
sehingga kulit tangan dan/atau kaki telapak tampak bersisik-sisik.
3. Pendarahan pada selaput usus, ginjal, atau paru-paru.

Universitas Sumatera Utara


32

4. Kerusakan pada kornea dengan menimbulkan bintik bitot, xeroftalmia


(kornea mengering) dan akhirnya kerotit, xeroftalmia (kornea mata rusak
sama sekali).
5. Terhentinya proses pertumbuhan, dan
6. Terganggunya pertumbuhan bayi.
Mula-mula pada waktu senja orang tidak dapat melihat (hemerolopia), bila
berjalan sering menubruk sesuatu dan bila penyakitnya kian menjadi, selaput
lendir mata menjadi kering dan berlipat-lipat (xeroftalmia). Apabila timbul suatu
penyakit maka kornea mata menonjol ke depan dan timbul bercak putih. Kornea
mata dapat hancur sama sekali yang disebut keratomalasia (Irianto, 2007).
Berikut ini adalah contoh-contoh gambar kelainan mata akibat kekurangan
vitamin A yang dikutip dari sumber DepKes RI (2003).

Gambar 2.2. Xerosis Konjungtiva (X1A)

Gambar 2.3. Xerosis Konjungtiva dan Bercak Bitot (X1B)

Universitas Sumatera Utara


33

Gambar 2.4. Xerosis Kornea (X2)

Gambar 2.5. Keratomalasia (X3A) dan Ulkus Kornea (X3B)

Gambar 2.6. Xerophthalmia Scar

2.3.1.5. Diagnosis Kekurangan Vitamin A


Diagnosis kekurangan vitamin A terutama berdasarkan parameter
xerophthalmia, didukung oleh hasil pemeriksaan gejala-gejala kulit dan kadar
vitamin A dan karotin di dalam plasma. Anamnesis konsumsi dapat pula
menunjang diagnosis sebagai tambahan (Sediaoetama, 2009).

Universitas Sumatera Utara


34

Pemeriksaan yang umum dilakukan untuk mendiagnosis kekurangan


vitamin A antara lain:
Anamnesis konsumsi vitamin A
Pemeriksaan gejala-gejala kulit dan mata
Tes kadar vitamin A di dalam darah. Normalnya kadar vitamin A dalam
darah di Indonesia sekitar 20 mcg/dl. Namun kadar 10-20 mcg/dl pun
masih dianggap optimal walaupun sudah meningkatkan risiko timbulnya
gejala-gejala hipovitaminosis. Kadar kurang dari 10 mcg/dl sudah
dianggap menderita kekurangan vitamin A, besar kemungkinan sudah
terlihat gejala-gejala xerophthalmia (Sediaoetama, 2009).

2.3.1.6. Pengobatan Kekurangan Vitamin A


Pilihan pertama ialah preparat oral (misalnya tablet atau sirup vitamin A)
karena telah terbukti amat efektif, aman, dan murah (Arisman, 2010). Terapi dapat
dilakukan dengan pemberian segera vitamin A setelah diagnosis ditegakkan, yang
memberikan hasil perbaikan yang dramatis dalam 1-2 hari. Dosis 5 x 20.000 IU
oral untuk satu minggu atau suntikan depot 100.000 IU intramuskular sebagai one
shot memberikan hasil yang sama (Sediaoetama, 2009).
Namun, jika preparat oral seperti yang dijelaskan di atas tidak tersedia,
dapat diberikan preparat oral bentuk lain seperti minyak ikan. Preparat yang
dibuat dengan minyak akan sangat baik diserap jika diberikan per oral; dan jangan
sekali-kali disuntikkan karena vitamin A yang tercampur minyak biasanya susah
diserap dari lokasi tubuh yang disuntik (Arisman, 2010).
Rabun senja akan merespons terapi setelah 24-48 jam. Serosis konjungtiva
yang aktif dan bintik bitot mulai mereda dalam 2-5 hari, dan akan sembuh dalam
dua minggu. Sementara serosis kornea reda dalam 2-5 hari dan kornea kembali
normal setelah 1-2 minggu (Arisman, 2010).

Universitas Sumatera Utara


35

Xeroftalmia sering mengakibatkan kerusakan kornea sehingga merupakan


kasus kedaruratan medik. Pada keadaan ini, vitamin A harus segera diberikan
sesuai tiga macam dosis sesuai dengan tabel berikut.
Tabel 2.5. Jadwal Pengobatan Xeroftalmia
Waktu pemberian Dosis oral
Segera setelah diagnosis
<6 bulan 50.000 IU per oral
(27,5 mg retinil palmitat)
6 12 bulan 100.000 IU per oral
(55 mg retinil palmitat)
200.000 IU per oral
>12 bulan (110 mg retinil palmitat)
Hari berikutnya Dosis menurut usia
Dalam 1 4 minggu (setiap 2 4 Dosis menurut usia
minggu)
Sumber: Arisman (2010).
Pemberian vitamin A akan memberikan perubahan atau perbaikan yang
nyata pada penderita kekurangan vitamin A dalam waktu 1 2 minggu, berupa:
Mikrovili kornea akan timbul kembali sesudah 1 7 hari
Keratinisasi yang terjadi menghilang
Sel goblet konjungtiva kembali normal dalam 2 4 minggu
Tukak kornea memperlihatkan perbaikan, sehingga dapat direncanakan
keratoplasti (Ilyas, 2008).

2.3.1.7. Pencegahan Kekurangan Vitamin A


Pada awal kehidupan, kebutuhan vitamin A pada bayi akan tercukupi
melalui air susu ibu. Sehingga dapat ditarik kesimpulan apabila seorang bayi yang
tidak disusui ASI berisiko kekurangan vitamin A. Status vitamin A yang baik di
dalam kehidupan akan mempengaruhi status dan cadangan vitamin A pada tahap
kehidupan lebih lanjut (Arisman, 2010).

Universitas Sumatera Utara


36

Langkah pertama perlu dilaksanakan terutama di daerah yang berpotensi


mengalami defisiensi. Kepada kelompok ibu di daerah tersebut harus diberikan
suplementasi vitamin A sebanyak 200.000 IU segera setelah melahirkan.
Suplementasi ini terbukti bukan hanya memperbaiki status vitamin A ibu, tetapi
juga bayi. Wanita yang tidak menyusui pun harus diberi suplementasi. Manfaat
pemberian ini terutama diarahkan pada anak yang lahir selanjutnya.
Program pencegahan kekurangan vitamin A dengan pemberian vitamin A
yang disertakan upaya perbaikan keadaan sosial dan ekonomi di negara endemis
telah berhasil menurunkan angka prevalensi KVA yang parah dan buta akibat
kurang gizi. Kebersihan lingkungan dan perbaikan sarana perumahan, misalnya,
telah berhasil menekan angka prevalensi dan keparahan infeksi saluran
pernapasan, tuberkulosis, diare dan infestasi cacing yang berarti meningkatkan
serta menurunkan kebutuhan metabolik akan vitamin A. Imunisasi campak secara
efektif sekaligus melenyapkan salah satu pemicu xeroftalmia dan kematian yang
berkaitan dengan vitamin A (Arisman, 2010).
Tiga macam intervensi pencegahan utama yang dilaksanakan kini ialah:
1. Peningkatan asupan pangan kaya vitamin A dan provitamin A,
Pemberian suplementasi vitamin A dosis tinggi telah terbukti mampu
mengawasi xeroftalmia, mencegah kebutaan (nutritional blindness), dan
mengurangi angka kematian anak akibat infeksi tertentu pada masyarakat
yang mengalami KVA.
2. Penyebaran vitamin dosis tinggi secara berkala
Penyebaran vitamin A ini dilakukan dengan menggabungkan vitamin A
dengan program imunisasi polio dan campak sejak tahun 2000.
Penyebaran vitamin ini mencakup pemberian suplementasi vitamin A
secara berkala kepada seluruh anak prasekolah, terutama kelompok usia
6 bulan sampai 3 tahun, atau wilayah yang berisiko paling tinggi serta
semua ibu yang berisiko tinggi melahirkan anak kekurangan vitamin A.
3. Fortifikasi makanan yang lazim disantap.
Fortifikasi makanan terbukti lebih efektif terutama pada keadaan khusus
seperti pembagian makanan yang terfortifikasi pada kamp pengungsian

Universitas Sumatera Utara


37

atau pada daerah-daerah dengan latar sosial-ekonomi kurang baik. Setiap


penduduk mendapat kemudahan untuk memperoleh bahan pangan yang
kaya akan vitamin A dengan harga terjangkau.
Di samping itu, masyarakat juga harus memperoleh pendidikan gizi
terutama mengenai cara menggunakan bahan pangan ini sebagai makanan
sapihan, dan kudapan anak usia prasekolah. Tujuan pendidikan gizi ini ialah
menyadarkan masyarat tentang nilai gizi yang terkandung dalam bahan pangan,
merangsang dan mendorong mereka agar bahan pangan tersebut menjadi
kebutuhan, serta mau mengonsumsinya (Arisman, 2010).

2.3.2. Kelebihan Vitamin A


2.3.2.1.Pengertian Kelebihan Vitamin A
Hipervitaminosis A (toksisitas vitamin A) merupakan berlebihnya asupan
vitamin A di atas batas yang dianjurkan. Kemampuan tubuh untuk
memetabolisme vitamin A terbatas, jadi apabila terjadi kelebihan asupan vitamin
A dapat menyebabkan penimbunan yang melebihi kapasitas protein pengikat,
sehingga vitamin A dalam bentuk tidak-terikat merusak jaringan (Murray, 2009).
Paul Lips (2003) menuliskan dalam jurnalnya ada dua jenis kelebihan
vitamin A, yaitu hipervitaminosis A akut dan hipervitaminosis A kronik.
Keduanya memiliki gejala yang berbeda dan dibedakan berdasarkan lama waktu
mengonsumsi vitamin A dalam jumlah banyak. Hipervitaminosis A akut bila
penderita mengonsumsi sekitar 300.000 IU per hari sementara dikatakan
hipervitaminosis A kronik bila mengonsumsi sekitar 25.000 sampai 50.000 IU per
hari.
Pada umumnya, suplemen vitamin A tidak dianjurkan jika tidak dibawah
tuntunan profesional kesehatan. Kelebihan vitamin A umumnya diakibatkan
suplemen vitamin A dalam jumlah yang besar (megadosis), sehingga
mengakibatkan kondisi yang dikenal dengan hipervitaminosis A. Gejala-gejala
yang dapat terjadi seperti lemah, sakit kepala, kurang nafsu makan, mual, nyeri
pada sendi, dan kulit terkelupas (Budianto, 2004). Gejala-gejala ini dapat
menghilang ketika konsumsi suplemen vitamin A dihentikan (Williams, 2007).

Universitas Sumatera Utara


38

Binkley dan Krueger dalam Williams (2007) menyatakan bahwa kelebihan


vitamin A dapat melemahkan tulang. Hipervitaminosis menstimulasi resorpsi
tulang dan menghambat pembentukan tulang, sehingga tulang cenderung keropos.
Dalam studi terbaru, Feskanich dalam Williams (2007) menyatakan bahwa
wanita dengan asupan vitamin A yang tinggi, yang mengonsumsi lebih dari 3000
mikrogram per harinya, memiliki risiko dua kali lipat fraktur panggul
dibandingkan dengan wanita yang hanya mengonsumsi sekitar 1250 mikrogram
per hari.

2.3.2.2. Tanda dan Gejala Kelebihan Vitamin A


Menurut Kartasapoetra (2008) manifestasi klinis kelebihan vitamin A
(hipervitaminosis A) adalah sebagai berikut:
1. pada anak-anak dapat menjadikan anak-anak tersebut cengeng, pada
sekitar tulang-tulang yang panjang membengkak, kulit kering dan gatal-
gatal.
2. pada orang-orang dewasa menimbulkan sakit kepala, mual-mual, dan
diare.
Sementara menurut Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat UI 2010
menyatakan beberapa tanda kelebihan vitamin A, antara lain: sakit kepala, pusing,
rambut rontok, kulit kering, anoreksia, dan sakit pada tulang. Pada wanita dewasa
menstruasi dapat berhenti dan bayi dapat mengalami pembesaran kepala.
Gejala hipervitaminosis A ini pun dapat dibedakan berdasarkan akut atau
kroniknya. Pada hipervitaminosis A akut ditandai dengan nyeri kepala, mudah
ngantuk, dan muntah. Sedangkan pada hipervitaminosis A kronik biasanya
ditandai dengan nyeri sendi dan tulang, kurang nafsu makan, mual, muntah dan
penurunan berat badan (Lips, 2003).

Universitas Sumatera Utara


39

2.3.2.3. Diagnosis dan Pengobatan Kelebihan Vitamin A


Penegakan diagnosis pada hipervitaminosis A ini dapat melalui
pemeriksaan gejala klinis serta tingginya kadar vitamin A dalam darah. Gejala
akan menghilang selama empat minggu setelah penghentian pemakaian vitamin A
tambahan (Williams, 2007).
Sayuran yang memiliki kandungan beta-karoten dapat dikonsumsi dalam
jumlah besar tanpa mengakibatkan hipervitaminosis A. (Almatsier, 2004).

2.4. Kesehatan Mata


2.4.1.Pengertian Kesehatan Mata
Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Sedangkan mata adalah indera
penglihat. Jadi kesehatan mata merupakan keadaan atau hal-hal sehat yang
menyangkut indera penglihat (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

2.4.2. Tanda-tanda Mata Sehat


Mata sehat pada umumnya dapat diketahui dari luar, dimana mata terlihat
cerah dan bersinar. Untuk mengetahui apabila ada kelainan pada mata perlu
pemeriksaan mata dari dekat yang memerlukan bantuan senter atau lampu. Mata
yang sehat dapat diketahui, apabila dari pemeriksaan ditemukan tanda-tanda
sebagai berikut:
1. Kornea benar-benar jernih dan letaknya ditengah (simetris) antar kedua
mata
2. Bagian yang putih benar-benar putih
3. Pupil benar-benar terlihat hitam, jernih dan ada reflek cahaya, mengecil
bila ada sinar
4. Kelopak mata dapat membuka dan menutup dengan baik
5. Bulu mata teratur dan mengarah keluar
6. Tidak ada sekret atau kotoran pada mata
7. Tidak ada benjolan pada kelopak mata (Depkes RI 2003).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai