Anda di halaman 1dari 51

TUGAS IKM

UPAYA PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA TERHADAP


Ny. S DALAM MENANGANI PERMASALAHAN
PENDERITA TUBERCULOSIS
DI PUSKESMAS WERU TAHUN 2017

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat

Disusun oleh :
Ade Putri Mustikawati, S.Ked J510165062
Adinda Rizky Aulia A., S.Ked J510165002
Adjeng Retno Bintari, S.Ked J510165040
Alban Ramadhan, S.Ked J510165023
Alfiana Kusuma Rahmawati, S.Ked J510165019
Alprinal Alpajri, S.Ked J510165085

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS WERU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
TUGAS IKM
UPAYA PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA TERHADAP
Ny. S DALAM MENANGANI PERMASALAHAN
PENDERITA TUBERCULOSIS
DI PUSKESMAS WERU TAHUN 2017

Yang diajukan Oleh :

Ade Putri Mustikawati, S.Ked J510165062


Adinda Rizky Aulia A., S.Ked J510165002
Adjeng Retno Bintari, S.Ked J510165040
Alban Ramadhan, S.Ked J510165023
Alfiana Kusuma Rahmawati, S.Ked J510165019
Alprinal Alpajri, S.Ked J510165085

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Ilmu Kesehatan Masyarakat
Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Pembimbing
Nama : dr. Anika Candrassari,M.Kes (.................................)

Dipresentasikan di hadapan
Nama : dr. Anika Candrasari,M.Kes (.................................)

Disahkan Ketua Program Profesi


Nama : dr. Dona Dewi Nirlawati (.................................)

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis paru adalah salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat bahkan masih menjadi komitmen
global dalam penanggulangannya. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98%
kematian akibat TB di dunia terjadi pada negara negara berkembang
(Kepmenkes, 2009).
Melihat besarnya masalah yang ditimbulkan oleh TB, Indonesia telah
mengadopsi strategi DOTS yang telah direkomendasikan oleh WHO sejak
tahun 1995 (Kepmenkes, 2009). Salah satu indikator penting dalam strategi
DOTS yaitu penemuan kasus baru TB paru, karena penemuan kasus TB
merupakan awal untuk menentukan langkah pengobatan dan pengendalian
TB (Afrimelda dan Ekowati, 2010).
Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan
pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta
masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh
dan terpadu kepada masyarakat diwilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok. Sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten, puskesmas
(pusat kesehatan masyarakat) dalam urutan hierarki pelayanan kesehatan
berkedudukan pada tingkat pelayanan kesehatan pertama (Primary Health
Care/PHC) dan merupakan perangkat pemerintah kabupaten dan bertanggung
jawab langsung, baik teknis maupun administratif kepada kepala Dinas
Kesehatan yang bersangkutan.

B. Perumusan Masalah
Bagaimana upaya pendekatan kedokteran keluarga terhadap Ny.S dalam
menangani permasalahan penderita Tuberculosis?

3
C. Tujuan
Mengetahui upaya pendekatan kedokteran keluarga terhadap Ny.S dalam
menangani permasalahan penderita Tuberculosis.

D. Manfaat
1. Mengetahui upaya pendekatan kedokteran keluarga terhadap Ny.S dalam
menangani permasalahan penderita Tuberculosis.
2. Memberikan pelayanan kesehatan keluargan terhadap terhadap Ny.S
dalam menangani permasalahan penderita Tuberculosis.
3. Meningkatkan pengetahuan penderita dan keluarga mengenai penyakit
yang sedang dialami sehingga dapat mendorong penderita melakukan
pemeriksaan rutin.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberculosis
1. Definisi Tuberculosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman
TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

2. Epidemiologi Tuberculosis
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban
TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah
sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000
kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000
kematian per tahunnya.
Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan
epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV
dinyatakan sebagai epidemik terkonsentrasi (a concentrated epidemic),
dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah
mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi
prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi
telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan
estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000-
400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah
2.8%.
Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB
baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20%
dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar
6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya.
Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia
merupakan negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di

5 4
wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB
untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada
tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah
ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213
diantaranya terdeteksi BTA (+). Dengan demikian, Case Notification
Rate untuk TB BTA (+) adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate
73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun
terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%.
Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian
program pengendalian TB nasional yang utama.

3. Etiologi Tuberculosis
Tuberculosis disebabkan oleh M.tuberculosis. Mycobacterium
tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 m
dan panjang 1 4 m. Dinding M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri
dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel
M.tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes),
trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacteria
lsulfolipids yang berperan dalam virulensi.
Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 C90)
yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang
terdapat pada diniding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks
tersebut menyebebkan bakteri M.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu
apabila sekali diwarnai, tahan terhadap upaya penghilangan zat warna
tersebut dengan larutan asam alkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu
komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen
M.tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi

6
monoklonal. Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat
molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan
sensitivitas dan spesifisitas yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada
juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam kelompok
antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik).

4. Manifestasi Klinis
a. Gejala Utama
Batuk terus menerus dan berdahak selama 2 (dua) minggu atau
lebih.
b. Gejala Tambahan
1. Dahak bercampur darah
2. Batuk darah
3. Sesak nafas dan rasa nyeri dada
4. Badan lemah nafsu makan menurun, berat badan turun rasa
kurang enak badan (malaise) berkeringat malam walaupun tanpa
kegiatan deman meriang lebih dari sebulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru
selain tuberkulosis. Oleh sebab itu setiap orang yang datang ke UPK
dengan gejala tersebut diatas harus dianggap sebagai seorang
Suspek Tuberkulosis atau tersangka penderita TBC dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

5. Cara Penularan
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh

7
kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan
yang gelap dan lembab.
d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
e. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.

6. Risiko Penularan
a. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan
dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan
kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru
dengan BTA negatif.
b. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk
of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang
berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti
10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
c. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
d. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif
menjadi positif.

7. Faktor Risiko Terjadinya Tuberculosis

Gambar 1. Faktor Risiko Terjadinya Tuberculosis

8
8. Penegakan Diagnosis
1. Diagnosis tuberkulosis pada orang dewasa
Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis
hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga
spesimen SPS BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan
lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS
diulang.
a. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita didiagnosis
sebagai penderita TB positif.
b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB maka pemeriksaan
dahak SPS diulangi.
c. Apabila fasilitas memungkinkan maka dilakukan pemeriksaan
lain misalnya biakan.
Bila ketiga spemen dahak hasilnya negatif diberikan antibiotik
spektrum luas (misalnya Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-
2 minggu bila tida ada perubahan namun gejala klinis tetap
mencurigakan TB ulangi pemeriksaan dahak SPS.
a. Kalau hasil SPS positif diagnosis sebagai penderita TB BTA
positif.
b. Kalau hasil SPS tetap negatif lakukan pemeriksaan foto rontgen
dada untuk mendukung diagnosis TB.
c. Bila hasil rontgen mendukung TB didiagnosis sebagai penderita
TB BTA negatif rontgen positif.
d. Bila hasil rontgen tidak di dukung TB penderita tersebut bukan
TB.
UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen penderita dapat
dirujuk untuk foto rontgen dada.

9
Gambar 2 : Alur Diagnosis Tuberculosis Pada Orang Dewasa
2. Diagnosis tuberkulosis pada anak
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis
baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk
bukan merupakan gejala utama.
Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB
anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor. Unit Kerja
Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring
system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang
dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program

10
nasional penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak. Lihat
tabel tentang sistem pembobotan (scoring system) gejala dan
pemeriksaan penunjang.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem
skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (>6),
harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti
tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan
kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya
sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi
lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan,
dan lain lainnya.
Tabel 1. Sistem Skoring Gejala dan Pemeriksaan Penunjang TB
Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Kontak TB Idak Jelas Laporan BTA positif
keluarga,
BTA
negatif
atau
tidak
tahu,
BTA
tidak
jelas
Uji Tuberkulin Negatif Positif ( 10
mm,atau 5
mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat Bawah garis Klinis

11
badan/Keadaan merah (KMS) gizi
Gizi atau BB/U buruk
<80% (BB/U <
60%)
Demam tanpa 2 minggu
sebab jelas
Batuk 3 minggu
Pembesaran 1 cm, jumlah
Kelenjar limfe > 1, tidak
koli, aksila, nyeri
inguinal
Pembengkakan Ada
tulang/sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang
Foto Toraks Normal/tidak Kesan TB
jelas
Jumlah

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Tuberkulin (Mantoux)
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux (intrakutan)
dengan semprit tuberkulin 1 cc jarum nomor 26. Tuberkulin yang
dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU. Pembacaan
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter
transveral dari indurasi yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam
milimeter, uji tuberkulin positif bila indurasi >10 mm (pada gizi
baik), atau >5 mm pada gizi buruk.
Bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan
kemungkinan ada TB aktif pada anak. Namun uji tuberkulin dapat
negatif pada anak TB dengan anergi (malnutrisi, penyakit sangat

12
berat pemberian imunosupresif, dll). Jika uji tuberkulin meragukan
dilakukan uji ulang.
b. Foto Rontgen Dada
Gambar rontgen TB paru pada anak tidak khas dan interpretasi
foto biasanya sulit, harus hati-hati kemungkinan bisa overdiagnosis
atau underdiagnosis. Paling mungkin kalau ditemukan infiltrat
dengan pembesar kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal.
Gejala lain dari foto rontgen yang mencurigai TB adalah :
1) Milier
2) Atelektasis/kolaps konsolidasi
3) Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
4) Konsolidasi (lobus)
5) Reaksi pleura dan atau efusi pleura
6) Kalsifikasi
7) Bronkiektasis
8) Kavitas
9) Destroyed lung
Bila ada diskongruensi antara gambar klinis dan gambar rontgen
harus dicurigai TB. Foto rontgen dada sebaiknya dilakukan PA
(Postero-Anterior) dan lateral, tetapi kalau tidak mungkin PA saja.
Umumnya diagnosis TB paru ditegakkan dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis, namun pada kondisi tertentu perlu
dilakukan pemeriksaan rontgen. Namun terdapat indikasi bagi
pemeriksaan rontgen dada.
c. Suspek dengan BTA Negatif
Setelah diberikan antibiotik spektrum luas tanpa ada perubahan
periksa ulang dahak SPS. Bila hasilnya tetap negatif lakukan
pemeriksaan foto rontgen dada.
d. Penderita dengan BTA positif

13
Hanya pada sebagian kecil dari penderita dengan hasil
pemeriksaan BTA positif yang perlu dilakukan pemeriksaan
fotorontgen dada yaitu :
a. Penderita tersebut diduga mengalami komplikasi, misalnya
sesak nafas berat yang memelurkan penanganan khusus contoh
Pneumotorak (adanya udara didalam ronggo pleura), Pleuritis
eksudativa.
b. Penderita yang sering hemoptisis berat untuk menyingkirkan
kemungkinan bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat).
c. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif pada
kasus ini pemeriksaan foto rontgen dada diperlukan untuk
mendukung diagnosis TB paru BTA positif.
e. Pemeriksaan Mikrobiologi dan Serologi
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung pada anak
biasanya dilakukan dari bilasan lambung karena dahak sulit didapat
pada anak. Pemeriksaan BTA secara biakan (kultur) memerlukan
waktu yang lama cara baru untuk mendeteksi kuman TB dengan cara
PCR (Polymery Chain Reaction) atau Bactec masih belum dapat
dipakai dalam klinis praktis.
Demikian juga pemeriksaan serologis seperti Elisa, Pap,
Mycodot dan lain-lain masih memerlukan penelitian lebih lanjut
untuk pemakaian dalam klinis praktis.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),
S (Sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
potdahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

14
P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di UPK.
S (Sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
10. Upaya Penanggulangan Tuberculosis
Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan
strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai
strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-
efective). Strategi ini dikembangkan dari berbagi studi, uji coba klinik
(clinical trials), pengalaman pengalaman terbaik (best practices), dan
hasil implementasi program penanggulangan TB selama lebih dari dua
dekade. Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat
menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR-TB.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien,
prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan
memutuskan penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens
TB di masyarakat.
Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik
dalam upaya pencegahan penularan TB. WHO telah merekomendasikan
strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun
1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu
intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan
kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci :
1. Komitmen politis.
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB
dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung
pengobatan.

15
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara
keseluruhan.
Strategi DOTS di atas telah dikembangkan oleh kemitraan global
dalam penanggulangan TB (stop TB partnership) dengan memperluas
strategi DOTS sebagai berikut :
1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS.
2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya.
3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan.
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah
maupun swasta.
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat.
6. Melaksanakan dan mengembangkan riset.

11. Pengobatan
a. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Tabel 2. Jenis, Sifat dan Dosis OAT
Jenis OAT Sifat Dosis yang
Direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 10
(8-12) (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)

16
Streptomycin (S) Bakterisid 15 15
(12-18) (12-18)
Etambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)

b. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut :
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis
obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment)
oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
Tahap Awal (Intensif)
1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

17
2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
3.
c. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia :
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan
kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT
kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.
Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket kombipak
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk
paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.
Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB :
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
3. Terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan
penulisan resep.

18
4. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian
obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

Paduan OAT dan peruntukannya


1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
a. Pasien baru TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
c. Pasien TB ekstra paru
Tabel 3. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1
Berat Tahap intensif Tahap lanjutan 3 kali
Badan tiap hari selama 56 hari seminggu selama 16
RHZE (150/75/400/275) minggu
RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 4. Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 1


Tahap Lama Dosis per hari/kali Jumla
Pengobata Pengobata h
n n hari/ka
Tablet Kaplet Tablet Tablet li
Isoniazid rifampisi Pirazinami etambut menel
@ 300 n @ 450 d @ 500 ol @250 an
mgr mgr mgr mgr obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 45

19
2. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang
telah diobati sebelumnya :
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).

Tabel 5. Dosis Untuk Panduan OAT KDT Kategori 2


Berat Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan
Badan (RHZE (150/75/400/275)+S 3 kali seminggu
RH (150/150) + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2 tab 4 KDT + 500 2 tab 4 KDT 2 tab 2KDT + 2 tab
mg Streptomisin inj. Etambutol
38-54 kg 3 tab 4KDT + 750 3 tab 4 KDT 3 tab 2KDT + 3 tab
mg Streptomisin inj. Etambutol
55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000 4 tab 4 KDT 4 tab 2KDT + 4 tab
mg Streptomisin inj. Etambutol
71 kg 5 tab 4KDT + 1000 5 tab 4 KDT 5 tab 2KDT + 5 tab
mg Streptomisin inj. Etambutol

Tabel 6. Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2


Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Etambutol Strepto Jumla
Pengobatan Pengobat Isoniaz Rifampis Pirazina Tabl Tablet misin h
an id in @ 450 mid @ et @ 400 injeksi hari/ka
@300 mgr 500 mgr @25 mgr li
mgr 0 menel
mgr an
obat
Tahap intensif 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56

20
(dosis harian) 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
Tahap lanjutan 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
(dosis 3x
seminggu)

Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal
untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat
badan.
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan
khusus.
c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan
menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml
(1ml = 250mg).

3. OAT Sisipan (HRZE)


Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk
tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28
hari).
Tabel 7. Dosis KDT untuk Sisipan
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
71 kg 5 tablet 4KDT

21
Tabel 8. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan
Tahap Lamanya Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah
Pengobatan Pengobatan Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambutol hari/kali
@300 @ 450 @ 500 mgr @ 250 menelan
mgr mgr mgr obat
Tahap 1 bulan 1 1 3 3 28
intensif
(dosis
harian)

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan


aminoglikosida (misalnya Kanamisin) dan golongan kuinolon
tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi
yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah
daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga
meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.
4. Tatalaksana TB Anak

Skor >6

Beri OAT selama 2 bulan


dan evaluasi

Respon (+) Respon (-)

Lanjut terapi Teruskan terapi


dan cari penyebab lain
Gambar 3. Alur Tatalaksana Pasien TB Anak
Pada Unit Pelayanan Kesehatan Dasar

22
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan
cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik
klinis maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak
merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila
dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologi tidak
menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.

Kategori Anak (2RHZ/4RH)


Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan
diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik
pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan
dengan berat badan anak.

Tabel 9. Dosis OAT Kombipak Pada Anak


Jenis obat BB<10 kg BB 10-19 kg BB 20-32 kg
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampicin 75 mg 150 mg 300 mg
Piracinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Tabel 10. Dosis OAT KDT pada anak


Berat badan 2 bulan tiap hari 4 bulan tiap hari
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-9 kg 1 tablet 1 tablet
10-19 2 tablet 2 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet

Keterangan:
a. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit
b. Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
c. Anak dengan BB 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
d. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

23
e. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau
digerus

Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk Anak


Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak
erat dengan penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan
menggunakan sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring sistem
didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan
dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah
mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan
pencegahan selesai.

12. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakberhasilan Pengobatan


Banyak faktor yang mempengaruhi pemberantasan TB paru antara
lain sikap petugas kesehatan dalam menangani pasien, ketersediaan obat
dan faktor penderitanya sendiri.
Menurut Amira Permatasari (2005), mengemukakan disamping
faktor medis, faktor sosial ekonomi dan budaya, sikap dan perilaku yang
sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan sebagaimana diuraikan di
bawah ini:
A . Faktor Sarana
1. Tersedianya obat yang cukup dan kontinu.
2. Dedikasi petugas kesehatan yang baik.
3. Pemberian regiment OAT yang adekuat.
B. Faktor penderita
1. Pengetahuan penderita yang cukup mengenai penyakit TB paru.
Cara pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak adekuat,
2. Cara menjaga kondisi tubuh yang baik dengan makanan bergizi.
Cukup istirahat, hidup teratur dan tidak minum alcohol atau
merokok.

24
3. Cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan dengan tidak
membuang dahak sembarangan, bila batuk menutup mulut dengan
sapu tangan, jendela rumah cukup besar untuk mendapat lebih
banyak sinar matahari.
4. Sikap tidak perlu merasa rendah diri atau hina karena TB paru
adalah penyakit infeksi biasa dan dapat disembuhkan bila berobat
dengan benar.
5. Kesadaran dan tekad penderita untuk sembuh.
C. Faktor keluarga dan masyarakat lingkungan
Dukungan keluarga sangat menunjang keberhasilan pengobatan
seseorang dengan cara selalu mengingatkan penderita agar makan obat,
pengertian yang dalam terhadap penderita yang sedang sakit dan
memberi semangat agar tetap rajin berobat.

25
BAB III
HASIL DAN PRIORITAS PERMASALAHAN

A. Karakteristik Demografi Keluarga

Nama Kepala Keluarga : Tn. S


Umur : 60 tahun
Alamat : Ds. Ngereco Kec. Weru Kab. Sukoharjo
Bentuk Keluarga : Nuclear Family

Tabel Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah


No Nama Status L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien Keterangan
Klinik
1. Tn. U Suami L 60thn SMP Buruh Tidak -
2. Sdr.F Anak L 18thn SMA Pelajaar Tidak -
Pasien
3. Ny. S Pasien P 60thn SD IRT Ya TB paru
BTA -

Kesimpulan:
Keluarga Ny.S berbentuk Nuclear Family. Ny. S merupakan istri dari Tn. U yang
merupakan pasien penderita TB Paru.

B. Status Penderita
I. Identitas Pasien
Nama pasien : Ny. S
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sambirejo, Ngereco
Pekerjaan : Penjual Tape
Status perkawinan : Menikah

26
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal pemeriksaan : 14 Juni 2017
No. RM : -

II. Anamnesis
Dilakukan pada tanggal 14 Juni 2017 jam 11.00 WIB didapat secara
autoanamnesis
a. Keluhan Utama
Batuk berdahak sudah berkurang
b. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien adalah pasien datang keluhan batuk lama kurang lebih 3
minggu. Pasien datang dengan keluhan batuk kering kurang lebih 3
minggu dan juga nyeri saat batuk, kadang pasien mengeluhkan demam,
nafsu makan tidak menurun, cepat lelah, BB pasien turun sebeumnya
43kg dan saat kunjungan pertama di Puskesmas 40kg. BAB dan BAK
lancar, keringat malam (-), nyeri dada (-), batuk darah (-), sesak (-).
Sebelum pergi ke Puskesmas Kecamatan Weru, pasien sempat berobat di
Bidan Desa dekatrumah dan diberikan obat batuk dan demam. Tetapi
keluhan batuk tidak berkurang.
Riwayat Pribadi
1. Riwayat sakit jantung : disangkal
2. Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
3. Alergi obat dan makanan : disangkal
4. Riwayat asma : disangkal
5. Riwayat sakit serupa : disangkal
6. Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
7. Riwayat Hipertensi : disangkal

c. Riwayat Kebiasaan
1. Merokok : disangkal

27
2. Riwayat minum minuman keras : disangkal
3. Riwayat olahraga teratur : disangkal
4. Riwayat pengisian waktu luang : jalan-jalan

d. Riwayat keluarga dan lingkungan


Riwayat Keluarga
1. Riwayat penyakit serupa : disangkal
2. Riwayat asma : disangkal
3. Riwayat bronkitis : disangkal
4. Riwayat hipertensi : disangkal
5. Riwayat diabetes melitus : disangkal
6. Riwayat penyakit jantung : disangkal
7. Riwayat sakit ginjal : disangkal
Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal bersama dengan suami dan 1 anak kandung. Rumah ini
terdiri dari 5 ruangan yaitu ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 ruang makan,
satu dapur, satu kamar mandi, dan satu tempat jemuran disamping rumah.
Rumah ini mempunyai dua pintu untuk keluar masuk, 1 di depan, 1 di
tempat jemuran serta 4 jendela kaca. Keluarga ini sudah mempunyai
fasilitas MCK keluarga dan fasilitas air dari saluran air yang disediakan
oleh pemerintah dan sumur. Ventilasi udara kurang untuk pertukaran
udara. Rumah penderita cukup terang, pada ruang jemuran dekat dapur
terdapat cahaya matahari langsung. Rumah pasien terlihat tidak cukup
banyak barang yang diletakkan bertumpuk-tumpuk dan masih rapi.
Sumber air yang digunakan untuk minum, memasak dan mandi dari
saluran air dari pemerintah dan kadang dari sumur. Tidak terdapat pabrik
maupun tempat pembuangan limbah industri di sekitar rumah. Rumah
pasien berjarak kurang lebih 2 meter dengan tetangganya tanpa ada pagar
penghalang, begitu pula tetangganya yang lain. Samping rumah pasien
terdapat selokan yang airnya mengalir dan di depan rumah pasien
terdapat tanah kosong dengan pohon-pohon. Rumah pasien terdapat di

28
belakang rumah tetangga yang terletak di pinggir jalan, dengan Pasien
membuang sampah dengan cara mengumpulkan dan membakar sampah
tersebut di pengumpuan sampah warga sekitar yang kurang lebih 10
meter dari rumah pasien. Di sekitar rumah pasien ada yang menderita
penyakit TB.

e. Anamnesis Sistem
1. Keluhan Utama : batuk berdahak warna putih jarang
2. Kepala : pusing (-), rambut kepala tidak rontok, luka
pada kepala (-), benjolan/borok pada kepala (-)
3. Leher : tidak ada keluhan
4. Mata : penglihatan berkurang (-), pandangan dobel
(-)
5. Hidung : tidak ada keluhan
6. Telinga : tidak ada keluhan
7. Mulut : tidak ada keluhan
8. Tenggorokan : tidak ada keluhan
9. Pernafasan : tidak ada keluhan
10. Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
11. Gastrointestinal : mual (-), nafsu makan menurun (-)
12. Sistem genitourinaria : BAK 2-3 kali sebelum tidur
13. Neurologi : tidak ada keluhan
14. Psikiatri : emosi labil (-), mudah menangis (-), marah
(-)
15. Muskuloskeletal : tidak ada keluhan

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6
Kesan status gizi: baik
1. Berat badan : 42kg

29
2. Tinggi badan : 150 cm
3. BMI : 18,7
Vital signs
Tekanan Darah : 140/90mmHg
Nadi :96 x/menit
Respirasi rate :20 x/menit
Suhu :36,5C
Pemeriksaan kulit :
Warna : sawo matang, pigmentasi normal
Turgor kulit : normal
Kelembaban : dalam batas normal
Tekstur : dalam batas normal
Edema : tidak ditemukan
Kelainan kulit lain : dalam batas normal
Pemeriksaan rambut
Warna : hitam agak putih
Kelebatan : kurang lebat
Distribusi : merata
Karakteristik lain : dalam batas normal
Pemeriksaan kelenjar limfe
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe.
Pemeriksaan fisik
1. Kepala : bentuk mesocephal, wajah simetris, konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), nafas cuping hidung (-).
2. Leher :Retraksi suprasternal (-), deviasi trachea (-),peningkatan
JVP (-), pembesaran kelenjar limfe (-/-).
3. Thorax :
a. Paru-paru
Inspeksi :Simetris, retraksi intercostae (-)
Palpasi :

30
- Ketinggalan gerak
Depan: Belakang:
- - - -
- - - -
- - - -
- Fremitus
Depan Belakang
N N N N
N N N N
N N N N

Perkusi :
Depan Belakang
S S S S
S S S S
S S S S

S: sonor
Auskultasi :
- Suara dasar vesikuler
Depan Belakang
+ + + +
+ + + +
+ + + +
- Suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : ictus kordis tidak tampak.
Palpasi : ictus kordis tidak kuat angkat.

31
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler,
bisingjantung tidak ditemukan.

4. Abdomen :
Inspeksi :sejajar dinding dada, spider nevi (-), venektasi (-),
distended (-).
auskultasi :peristaltik (+)
Perkusi :timpani, ascites (-)
Palpasi :supel, lien tidak teraba, hepar dalam batas normal,
nyeri tekan (-)

- - -
- - -
- - -

5. Ekstrimitas : Clubbing finger tidak ditemukan, edema tidak


ditemukan, pitting edem tidak ditemukan, bekas luka ulkus pada
kaki kiri.

Pemeriksaan Psikiatri
- Penampilan : Perawatan diri cukup
- Kesadaran : compos mentis GCS E4V5M6
- Afek : meluas
- Psikomotor : normoaktif
- Proses pikir :
Bentuk : realitistik
Isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
Arus : koheren
- Insight : baik

32
Pemeriksaan Neurologi
- Fungsi Luhur : dalam batas normal
- Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
- Fungsi Sensorik : dalam batas normal
- Fungsi Motorik :
Kekuatan :
5 5
5 5
- Tonus :
5 5
5 5

- Reflek fisiologis :
N N
N N
- Reflek patologis :
- -
- -

IV. Pemeriksaan Penunjang


Tidak ada

V. Diagnosis Holistik
1. Biologis : Pasien baru TB paru BTA Negatif
2. Psikologis : kondisi kejiwaan pasien baik
3. Sosial : kondisi lingkungan kurang baik, kondisi rumah cukup,
hubungan keluarga baik, pasien mengerti akan penyakitnya namun pola
hidup pasien masih kurang baik.

VI. Penatalaksanaan Pada Pasien


1. Non medikamentosa

33
- Cukup istirahat
- Mengkosumsi makanan bergizi seperti tinggi mineral dan vitamin
- Tinggal di lingkungan sehat
- Berolahraga secara rutin
2. Medikamentosa
- Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.

C. Identifikasi Fungsi- Fungsi Keluarga


a. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
Merupakan Nuclear family yang terdiri atas 1 kepala keluarga,
yaitu Tn.U (60 tahun), pasien yaitu Ny.S (60 tahun), dan anak pasien
Sdr.F (18). Pasien sendiri adalah istri dari Tn.U yaitu Ny.S (60 tahun)
yang merupakan pasien TB paru BTA negatif. Ny. S tinggal bersama
dengan suami dan anak pasien.

2. Fungsi Psikologis
Hubungan keluarga di antara mereka terjalin akrab dan harmonis,
hal ini terbukti dengan adanya komunikasi yang baik antar anggota
keluarga. Sewaktu penderita sakit pasien diantar periksa oleh keluarga
pasien.

3. Fungsi Sosial
Sebelum sakit, penderita sering berkumpul dengan tetangga, dan
mengikuti kegiatan masyarakat seperti pengajian. Setelah pasien sakitpun,
pasien tetap berkumpul dengan tetangga.

4. Fungsi Ekonomi dan pemenuhan kebutuhan


Penghasilan Tn.U sekitar Rp. 1.000.000,-/bulan. Penghasilan Ny.S
sekitar Rp. 500.000,-/bulan, total penghasilan dalam keluarga adalah Rp.

34
1.500.000,-/bulan. Pasien dan keluarga Ny.S sehari-harinya makan
sebanyak 3x, dengan nasi, sayur dan lauk pauk seperti telur, tahu, tempe,
kadang-kadang dilengkapi buah.

Kesimpulan :
Merupakan Nuclear family yang terdiri atas 1 kepala keluarga, yaitu
Tn.U (60 tahun), pasien yaitu Ny.S (60 tahun) merupakan pasien TB paru
BTA negatif. Ny. S tinggal bersama dengan suami dan anak pasien. Pasien
tidak mempunyai riwayat penyakit pada keluarga. Fungsi psikologis antar
keluarga tidak mempunyai masalah, fungsi social dan fungsi ekonomi dari
pasien baik.

b. Fungsi Fisiologis
Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR Score. APGAR
Score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari
sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan
anggota keluarga yang lain. APGAR Score meliputi :
1. Adaptasi
Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota
keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota
keluarga yang lain.
2. Partnership
Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara
anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga
tersebut.
3. Growth
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang
dilakukan anggota keluarga tersebut.
4. Affection
Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota
keluarga.

35
5. Resolve
Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan
waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.
Terdapat tiga kategori penilaian yaitu: nilai rata-rata 5 kurang, 6-7 cukup
dan 8-10 adalah baik.

Tabel APGAR score Tn . U


APGAR Tn. U Terhadap Keluarga Sering Kadang Jarang/
/selalu -kadang Tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah

hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan

merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan

saya membagi waktu bersama-sama

Tabel APGAR score Ny. S


APGAR Ny P Terhadap Keluarga Sering Kadang Jarang
/selalu -kadang /tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

36
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah.
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya.
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru.
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan

merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan

saya membagi waktu bersama-sama

Tabel APGAR score Sdr.F


APGAR Ny. Ss Terhadap Keluarga Sering Kadang Jarang/
/selalu -kadang Tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya

37
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan

saya membagi waktu bersama-sama

APGAR score keluarga Tn. W = (9+8+6) : 3 = 8


Kesimpulan :
Fungsi fisiologis keluarga Ny.S dinilai baik, dalam arti hubungan antar
anggota keluarga tidak ada permasalahan.

38
c. Fungsi Patologis
Fungsi patologis dari keluarga Ny.S dinilai dengan menggunakan alat
SCREEM sebagai berikut :

Tabel SCREEM keluarga penderita


SUMBER PATHOLOGY
Pasien sering berkumpul atau berkomunikasi dengan salah satu
Social anggota keluarga. Namun, untuk sosialisasi dengan masyarakat
walaupun pasien sakit masih baik.
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, dapat dilihat
Culture pada pergaulan mereka yang masih menggunakan bahasa Jawa
sebagai bahasa sehari-hari.
Religious Beragama dan memiliki pemahaman terhadap ajaran agama,
ketaatan ibadah cukup.
Ekonomi keluarga ini tergolong cukup dengan total
Economic
penghasilan dalam keluarga sebesar Rp.1.500.000,-/bulan
Tingkat pendidikan keluarga ini cukup, dimana pendidikan Tn.
Educational U adalah lulusan SMP, Ny.S adalah lulusan SD dan Sdr.F
lulusan SMA.
Keluarga ini sudah mengikuti program dari BPJS baik keluarga
Medical Tn. U dan Ny. S. Ny. S sering melakukan kontrol rutin terhadap
penyakit yang di derita.

Kesimpulan
Keluarga Ny.S tidak mempunyai fungsi patologis pada bidang social culture,
religius, economic, educational maupun medical tidak di dapatkan.

39
d. Pola Interaksi Keluarga
Diagram Pola interaksi keluarga Ny.S

Tn.U (60 tahun)

Ny.S (60tahun) Sdr. F(18 tahun)

Keterangan :
Hubungan baik

Hubungan tidak baik

Hubungan Kurang baik

Kesimpulan
Hubungan antar keluarga terjalin dengan baik

40
e. Genogram Keluarga
Alamat lengkap : Ds. Sambirejo, Ngerco Kec. Weru Kab. Sukoharjo
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Diagram Genogram keluarga Ny.S

Keterangan :

= perempuan DM = Diabetes Mellitus

= laki-laki = Tinggal Serumah

= meninggal = pernikahan

= pasien

Kesimpulan:
1. Penyakit keluarga dan penyakit menular tidak ditemukan

41
D. Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan
a. Identifikasi Faktor Perilaku Dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
Dari keterangan yang kami dapatkan, menurut keluarga keterangan
sehat adalah dimana seseorang tersebut dapat melakukan aktivitas sehari-
hari dan mampu bekerja serta tidak merasakan keluhan apapun dalam
dirinya. Keluarga ini masih kurang mengetahui bagaimana untuk
menciptakan kondisi sehat tersebut dari gaya hidup dan lingkungan pasien.
Dalam keluarga Ny.S. apabila ada anggota yang merasakan tidak
enak badan biasanya mereka segera berobat di pelayanan kesehatan, biasa
yang dilakukan pertama kali datang ke puskesmas terdekat.
Keluarga pasien sangat mendukung kesehatan Ny.S dengan
memeriksakan kesehatan Ny.S ke Puskesmas terdekat. Saat pasien
pertama kali.

Faktor Non Perilaku


Rumah yang dihuni oleh keluarga belum memenuhi standart
kesehatan. Luas bangunan sudah cukup untuk dihuni 3 orang, pencahayaan
kurang di setiap ruang seperti kamar, dapur dan kamar mandi. Namun
halaman dari rumah pasien tidak terdapat genangan air dan terdapat
binatang ternak di teras rumah pasien. Untuk kebutuhan air mandi,
memasak maupun untuk minum diperoleh dari saluran air yang disediakan
pemerintah. Keadaan sekitar lingkungan rumah banyak yang sakit TB.

42
Diagram Faktor Perilaku dan Faktor Non Perilaku Keluarga Tn. W
terhadap Ny.SS
Pengetahuan: keluarga Lingkungan: keadaan rumah
memahami penyakit belum memenuhi syarat
penderita kesehatan

Keturunan: tidak terdapat


Sikap: Pola makan pasien
Keluarga
Ny. SNy. T faktor pengakit keluarga
diatur oleh keluarga dan penyakit menular
penderita

Pelayanan Kesehatan : Jika


Tindakan: suami dan
ada anggota keluarga sakit
anak pasien
diperiksakan ke Puskesmas
memperhatikan
kesehatan pasien

Faktor Perilaku

Faktor Non Perilaku

Kesimpulan :
Identifikasi faktor perilaku keluarga Ny.S cukup memahami
penyakit penderita, Pola makan pasien diatur oleh keluarga penderita,
anggota keluarga, terutama suami dan anak Ny.S sangat memperhatikan
kesehatan pasien. Keluarga ini masih kurang mengetahui bagaimana untuk
menciptakan kondisi sehat tersebut dari gaya hidup dan lingkungan pasien.
Dalam keluarga Ny.S. apabila ada anggota yang merasakan tidak enak
badan biasanya mereka segera berobat di pelayanan kesehatan, biasa yang
dilakukan pertama kali datang ke puskesmas terdekat. Faktor non perilaku,
lingkungan rumah belum memenuhi syarat kesehatan dan Keadaan sekitar
lingkungan rumah banyak yang sakit TB. Tidak terdapat anggota keluarga
yang memiliki penyakit yang sama dengan Ny. SS yaitu Tuberculosis.

43
b. Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Lingkungan Rumah
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 12 x 7 m2 yang
tidak berdempetan dengan rumah tetangganya disebuah perkampungan
menghadap ke timur. Memiliki pekarangan rumah, tanpa pagar pembatas,
terdapat kandang kambing di pekarangan rumah depan dan hewan unggas
berkeliaran di teras rumah. Pembuangan sampah di luar rumah dilakukan
dengan cara dibakar.
Dinding rumah terbuat dari batu bata yang belum dilapisi dengan
semen dan cat sedangkan lantai rumah terbuat dari ubin. Rumah ini terdiri
dari 10 ruangan yaitu ruang tamu, 3 kamar tidur,ruang TV, satu dapur, satu
ruang makan, satu kamar mandi, dan tempat untuk menjemur pakaian.
Rumah ini mempunyai dua pintu untuk keluar masuk serta tiga jendela
kaca didepan. Keluarga ini sudah mempunyai fasilitas MCK keluarga dan
fasilitas air dari saluran air yang disediakan oleh pemerintah. Ventilasi
udara sudah tersedia di setiap kamar, kamar mandi dan ruang tamu dengan
kondisi baik untuk pertukaran udara. Rumah penderita terang terutama
bagian dalam. Rumah pasien tidak terliht berantakan. Rumah pasien
terlihat banyak barang namun diletakkan dengan rapi.
Diagram 4. Denah Rumah Ny.S

KANDANG KAMBING
Kesimpulan :
Lingkungan rumah belum memenuhi rumah sehat

E. Daftar Masalah
a. Masalah Medis :
1. Tuberculosis
b. Masalah Non Medis :
1. Rumah belum memenuhi syarat rumah sehat
2. Keadaan sekitar lingkungan rumah banyak yang sakit TB.
c. Diagram Permasalahan Pasien
Diagram Permasalahan Pasien

Keadaan sekitar
lingkungan rumah
banyak yang sakit TB.

Ny. S, 60 Tahun
dengan TB Rumah belum
memenuhi syarat
rumah sehat

45
Tabel Matriks Prioritas Masalah
No. Daftar Masalah I T R Jumlah
P S SB Mn Mo Ma IxTxR
1 Keadaan sekitar 5 5 2 3 3 4 3 5400
lingkungan rumah (II)
banyak yang sakit
TB.

2 Rumah belum 5 4 2 3 3 4 3 4320


memenuhi syarat (III)
rumah sehat

Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kriteria penilaian :
1 : Tidak Penting
2 : Agak Penting
3 : Cukup Penting
4 : Penting
5 : Sangat Penting

46
Dari matriks permasalahan terdapat 2 poin masalah yang dirutkan sesuai
dengan tingkat prioritasnya. Poin pertama keadaan sekitar lingkungan rumah
banyak yang sakit TB hal ini berhubungan dengan poin kedua mengenai rumah
belum memenuhi syarat rumah sehat. Oleh sebab itu, ditekankan prioritas yang di
perhatikan dalam masalah di keluarga pasien ada pada tingkat perilaku hidup
bersih sehat pasien terhadap penyakitnya.
Adapun cara yang bisa di lakukan untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat di dalam keluarga adalah melalui edukasi untuk selalu mencuci
tangan dengan sabun ketika sebelum atau sesudah melakukan aktifitas.
Menggunakaan jamban yang sehat. Serta memperbaiki cahaya rumah agar terjadi
sirkulasi udara yang baik. Menggunkan masker ketika di luar rumah untuk
mengurangi tertularnya penyakit TB.
Karena pada dasarnya, sangat penting untuk adanya pengetahuan dan
kepedulian yang tinggi tidak hanya dari pasien saja, tetapi juga dari anggota
keluarga pasien yang merupakan lini pertama dalam mengawasi perkembangan
penyakit yang di derita pasien.

47
BAB IV
PEMBAHASAN HUBUNGAN PRIORITAS MASALAH DENGAN
PENYAKIT PASIEN

A. Masalah Medis
1. Tuberculosis

B. Masalah Non Medis


1. Rumah belum memenuhi syarat rumah sehat
2. Keadaan sekitar lingkungan rumah banyak yang sakit TB.

C. Hubungan Prioritas Masalah dengan TB yang diderita Ny. S


Dari matriks permasalahan terdapat 2 poin masalah yang dirutkan
sesuai prioritasnya. Poin pertama keadaan sekitar lingkungan rumah banyak
yang sakit TB hal ini berhubungan dengan poin kedua mengenai rumah belum
memenuhi syarat rumah sehat. Oleh sebab itu, ditekankan prioritas yang di
perhatikan dalam masalah di keluarga pasien ada pada tingkat perilaku hidup
bersih sehat pasien terhadap penyakitnya.
Karena permasalahan tersebut maka dapat meningkatkan factor resiko
terjadinya penularan penyakit TB di lingkungan sekitar pasien. Maka dari itu,
perlu diperhatikan cara pasien dalam berinteraksi dengan tetangga sekitar
rumah serta perlu diperhatikan keadaan di dalam rumah agar tidak
meningkatkan prevalensi TB didaerah tersebut.
Pengobatan TB dilakukan dengan melalui pengelolaan pasien TB
secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan
perilaku serta kontrol ke Puskesmas secara teratur. Pilar penatalaksanaan TB
meliputi edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi
farmakologis.

48
49

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan tinjauan pustaka yang ada penulis dapat
membuat kesimpulan bahwa pasien memiliki beberapa permasalahan
diantaranya adalah :
1. Diagnosis Biologis : TB paru BTA negatif
2. Diagnosis Psikologis : Kondisi kejiwaan pasien baik
3. Diagnosis Sosial : Kondisi lingkungan baik, kondisi
rumah baik, hubungan pasien dengan salah satu anggota keluarga baik,
pasien mengetahui penyakitnya tapi pasien dan mengetahui cara untuk
mengatur pola hidup dan pola makan yang baik, status ekonomi pasien dan
tingkat kesejahteraan cukup.

B. Saran
Dari permasalahan yang ada penulis menyarankan beberapa yang dapat
menyelesaikan permasalahan yang di alami pasien diantaranya adalah :
1. Promotif
Meningkatan pengetahuan penderita dan keluarga tentang
penanggulangan TBC di tempat kerja melalui edukasi terhadap penderita
dan keluarga sehingga penderita bisa terdorong untuk memeriksakan
penyakitnya secara rutin ke rumah sakit. Memberikan pengertian kepada
keluarga untuk selalu mendukung dan mendorong penderita agar bisa
mengendalikan penyakitnya. Diharapkan dengan peningkatan pengetahuan
penderita dan keluarga, mampu menumbuhkan kesadaran dalam diri
penderita dan keluarga untuk selalu memeriksakan penyakitnya secara rutin.
Selain itu juga diharapkan akan terjadi perubahan gaya hidup dari keluarga
yang akan membantu penderita dalam mengendalikan penyakit dan
mencegah terjadinya komplikasi yang lebih buruk.
50

2. Preventif
Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang
memperberat penyakit TBC dengan cara memeriksaan diri jika ada keluhan
batuk jika lebih dari 2 minggu.
3. Kuratif
Pengobatan TB dengan tahap intensif dan lanjutan.
4. Rehabilitatif
Senam ringan untuk penderita.
51

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Yoga, dkk., 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberculosis Edisi II. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Afrimelda&Ekowati, 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Case
Detection Rate Program Tuberkulosis Paru Puskesmas Propinsi Sumatera
Selatan Tahun 2009. Jurnal Kesehatan Bina Husada. Diakses pada
www.amarmuntaha.com/wp-content/uploads/2012/02/Afrimelda.pdf
Azwar A., 2005. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Mutiara
Sumber Widiya
Griffin, Ricky W.,2000. Manajemen Personalia.Jakarta : Erlangga
Mubarak, 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas, Konsep dan Aplikasi, Salemba
Medika
Mustika, Diaeri, 2010. Panduan Pengelolaan Logistik. Jakarta : Departemen
Keehatan RI

Anda mungkin juga menyukai