Anda di halaman 1dari 25

A.

KONSEP DASAR
1. Definisi
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subyektif
dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan
mengevaluasi perasaan tersebut (Long, 2006). Nyeri didefinisikan sebagai
suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui
bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Nyeri adalah sensori yang tidak nyaman dan pengalaman emosi
yang dihubungkan dengan luka nyata atau potensial atau digambarkan
dalam bentuk luka (IASP/International Association for the Study of Pain,
1979). Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami
nyeri yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang sama
menghasilkan respon atau perasaan yang identik pada individu.
2. Fisiologi Nyeri
Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih
belum sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan
dan hingga derajat yang mana nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi
oleh interaksi antara sistem algesia tubuh dan transmisi sistem saraf serta
interpretasi stimulus. (Mubarak, 2007).
3. Reaksi terhadap Nyeri
Setiap orang memberikan reaksi nyeri yang berbeda-beda. Ada
orang yang menghadapinya dengan perasaan takut, gelisah dan cemas,
ada pula yang menanggapinya dengan sikap yang optimis dan penuh
toleransi. Sebagian orang merespons nyeri dengan menangis, mengerang
dan menjerit-njerit, meminta pertolongan, gelisah di tempat tidur, atau
berjalan mondar-mandir tak tentu arah untuk mengurangi rasa nyeri.
Sedangkan yang lainya tidur sambil menggemertakan gigi, mengepalkan
tangan, atau mengeluarkan banyak keringat ketika mengalami. (Mubarak,
2007).

4. Jenis Nyeri
Jenis nyeri ada tiga:
a. Nyeri perifer
Nyeri ini ada tida macam: nyeri superfisial, yakni rasa nyeri
yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa; nyeri viseral,
yakni rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor nyeri di
rongga abdomen, kranium, dan toraks; nyeri alih, yakni nyeri yang
dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
b. Nyeri sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medula spinalis,
batang otak, dan talamus.
c. Nyeri psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain,
nyeri timbul akibat pikiran si penderita sendiri. Seringkali nyeri ini
muncul karena faktor psikologis, bukan fisiologis.(Mubarak, 2007).
5. Bentuk Nyeri
Secara umum, bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis
a. Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan.
Awitan gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri
sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan
otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
Nyeri akut biasanya dihubungkan dengan luka jaringan, inflamasi,
suatu prosedur yang berhubungan dengan pembedahan, proses
kelahiran bayi dan lain lain.
b. Nyeri kronis
Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyeri bisa
diketahui atau tidak. Nyeri ini cenderung hilang timbul dan biasanya
tidak dapat disembuhkan. Selain itu, penginderaan nyeri menjadi lebih
dalam sehingga pasien sukar untuk menunjukkan lokasinya. Dampak
dari nyeri ini antara lain penderita menjadi mudah tersinggung dan
sering mengalami insomnia. Akibatnya, mereka menjadi kurang
perhatian, sering merasa putus asa dan terisolir dari kerabat dan
keluarga. Nyeri kronis biasanya hilang timbul dalam periode waktu
tertentu. Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri misalnya sakit
kepala migran. (Mubarak, 2007). Contoh dari nyeri kronis antara lain
nyeri rematik, nyeri tulang belakang, nyeri diabetes neuropati,
neuralgia post herpes, multipel sklerosis, dll.
6. Sifat Nyeri
Sifat nyeri ; (P, Q, R, S, T)
P : provocating (pemacu) dan paliative yaitu faktor yang
meningkatkan atau mengurangi nyeri
Q : quality dan quantity
Supervisial : tajam, menusuk, membakar
Dalam : tajam, tumpul, nyeri terus
Visceral : tajam, tumpul, nyeri terus, kejang
R : region atau radiation (area atau daerah): penjalaran
S : severity atau keganasan : intensitas nyeri
T : time (waktu serangan, lamanya, kekerapan muncul).
7. Intensitas Nyeri
a. Anak
Penilaian objektif skala nyeri pada anak sangatlah tidak mudah.
Karena dibutuhkan kerjasama dari pasien dalam menggambarkan rasa
nyeri yang dirasakannya. Dan tentunya sangat sulit dilakukan pada
pasien anak. Beberapa penelitian telah melakukan usaha untuk
membuat skala objektif nyeri yang mudah digunakan pada pasien
anak. Salah satu skala objektif nyeri yang sering digunakan di klinis
adalah Wong Baker Faces Pain Rating Scales dari jurnal penelitian
Wong dan Baker (1). Skala nyeri ini menggunakan dua cara penilaian
yaitu penilaian mimik wajah terhadap nyeri (Faces Pain Rating Scale)
untuk anak usia 3 tahun ke atas dan penilaian verbal (Verbal Pain)
untuk anak usia diatas 8 tahun
1) Faces Pain rating Scale (Penilaian skala nyeri wajah) untuk
anak usia 3 tahun lebih
Dilakukan dengan cara Tunjukkan gambar gambar mimik wajah
yang ada pada skala nyeri kepada anak. Beri penjelasan secara
singkat mengenai tingkatan rasa nyeri yang diwakili setiap
gambar. Mintalah anak untuk memilih gambar wajah yang
paling menggambarkan rasa nyeri yang dirasakannya. Cocokan
dengan skala angka pada gambar.
Contoh : Jelaskan pada anak bahwa anak dapat memilih wajah
nomor 0 bila anak tidak merasakan sakit sama sekali, Wajah 2
bila anak hanya sedikit merasa sakit. Wajah 4 bila lebih sakit.
Wajah 6 bila jauh lebih sakit. Wajah 8 bila sangat sakit tapi tidak
sampai menangis. Wajah 10 bila sangat sakit sampai menangis.
2) Verbal Pain Asessment Scale (Penilaian Nyeri secara Verbal)
untuk anak usia 8 tahun keatas.
Cara mengukur nyeri dengan cara menanyakan kepada anak
intensitas nyerinya mulai dari skala 0 sampai 10

b. Dewasa
Hayward (1975) mengembangkan sebuah alat ukur nyeri
(painometer) dengan skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya
tercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainya nilai
10 (untuk kondisi nyeri paling akut hebat. Untuk mengukurnya,
penderita memilih salah satu bilangan yang menurutnya paling
menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan
nilai ini dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu.
Intensitas nyeri ini sifatnya subyektif dan dipengaruhi oleh banyak
hal, seperti tingkat kesadaran, kosentrasi, jumlah distraksi, tingkat
aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalm
sebuah skala nyeri dengan beberapa kategori:
0 = tidak nyeri
1-3 = nyeri ringan
4-6 = nyeri sedang
7-9 = sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas
yang biasa dilakukan
10 = sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol (Mubarak, 2007)
8. Manajemen nyeri
a. Farmakologi
Manajemen farmakologi yang dilakukan adalah pemberian analgesik
atau obat penghilang rasa sakit (Blacks & Hawks, 2009).
Penatalaksanaan farmakalogi adalah pemberian obat-obatan untuk
mengurangi nyeri. Obat-obatan yang diberikan dapat digolongkan ke
dalam:
1) Analgesik opioid (narkotik)
Analgesik opioid terdiri dari turunan opium, seperti morfin
dan kodein. Opioid meredakan nyeri dan memberi rasa euforia
lebih besar dengan mengikat reseptor opiat dan mengaktivasi
endogen (muncul dari penyebab di dalam tubuh) penekan nyeri
dalam susunan saraf pusat. Perubahan alam perasaan dan sikap
serta perasaan sejahtera membuat individu lebih nyaman meskipun
nyeri tetap dirasakan (Kozier, et al., 2010). Opioid adalah obat
yang aman dan efektif. Obat-obatan ini bekerja dengan cara
meningkatkan sensitivitas dan durasi yang lebih lama dalam
menurunkan nyeri yang dialami seseorang (Closs, 1994 dalam
Brigss, 2002).
2) Obat-obatan anti-inflamasi nonopioid/nonsteroid (non steroid
antiinflamation drugs/NSAID)
Non opioid mencakup asetaminofen dan obat anti inflamasi
non steroid (NSAID) seperti ibuprofen. NSAID memiliki efek anti
inflamasi, analgesik, dan antipiretik, sementara asetaminofen hanya
memiliki efek analgesik dan antipiretik. Obat-obatan ini meredakan
nyeri dengan bekerja pada ujung saraf tepi di tempat cedera dan
menurunkan tingkat mediator inflamasi serta mengganggu
produksi prostaglandin di tempat cedera (Kozier, et al., 2010). Non
opioid dan NSAID memiliki peran yang berguna dalam
manajemen nyeri, khususnya pada kondisi-kondisi gangguan
muskuloskletetal. Obat-obatan yang biasanya digunakan
diantaranya adalah ibuprofen, naproxen dan diclofenac (Closs,
1994 dalam Brigss, 2002).
3) Analgesik penyerta
Analgesik penyerta adalah sebuah obat yang bukan dibuat
untuk penggunaan analgesik tetapi terbukti mengurangi nyeri
kronik dan kadang kala nyeri akut, selain kerja utamanya.
Misalnya, sedatif ringan atau penenang dapat membantu
mengurangi ansietas, stres dan ketegangan sehingga pasien dapat
tidur dengan baik di malam hari. Antidepresan digunakan untuk
mengatasi gangguan depresi atau gangguan alam perasaan yang
mendasari tetapi dapat juga meningkatkan strategi nyeri yang lain.
Antikonvulsan, biasanya diresepkan untuk mengatasi kejang, dapat
berguna dalam mengendalikan neuropati yang menyakitkan
(Kozier, et al., 2010). 2.
b. Non Farmakologi
Non farmakologi Blacks dan Hawks (2009) penatalaksanaan nyeri
secara non farmakologi dapat dilakukan dengan cara terapi fisik
(meliputi stimulasi kulit, pijatan, kompres hangat dan dingin, TENS,
akupunktur dan akupresur) serta kognitif dan biobehavioral terapi
(meliputi latihan nafas dalam, relaksasi progresif, rhytmic breathing,
terapi musik, bimbingan imaginasi, biofeedback, distraksi, sentuhan
terapeutik, meditasi, hipnosis, humor dan magnet).
Menurut Kozier, et al., (2010) menyatakan bahwa nyeri dapat juga
diatasi dengan beberapa cara diantaranya adalah:
1) Intervensi fisik
Intervensi fisik bertujuan menyediakan kenyamanan,
mengubah respon fisiologis, dan mengurangi rasa takut yang
berhubungan dengan imobilitas akibat rasa nyeri atau keterbatasan
aktivitas (Kozier, et al., 2010) . Intervensi fisik mencakup stimulasi
kutaneus, imobilisasi, stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS)
dan akupunktur.
a) Stimulasi kutaneus
Stimulasi kutaneus atau counterstimulation merupakan
istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi tekhnik yang
dipercaya dapat mengaktivasi opioid endogeneous dan sistem
analgesia monoamnie. Stimulasi kutaneus efektif dengan cara
menurunkan pembengkakan, menurunkan kekakuan dan
meningkatkan serabut saraf berdiameter besar untuk
menghambat serabut saraf berdiameter kecil sebagai
penyampai atau reseptor nyeri dengan menggunakan terapi
dingin, terapi panas, tekanan, getaran atau pijatan (DeLaune &
Ladner, 2011). Stimulasi kutaneus dapat memberikan peredaan
nyeri sementara yang efektif. Stimulasi kutaneus mendistraksi
klien dan memfokuskan perhatian pada stimulus taktil,
mengalihkan dari sensasi menyakitkan sehingga mengurangi
persepsi nyeri. Selain itu, stimulasi kutaneus juga dipercaya
dapat menghasilkan pelepasan endorfin yang menghambat
transmisi stimulus nyeri serta menstimulasi serabut saraf
sensorik A-beta berdiameter besar, sehingga menurunkan
transmisi impuls nyeri melalui serabut A-delta dan C yang
lebih kecil (Kozier, et al., 2010). Tekhnik stimulasi kutaneus
terdiri dari:
Pijat
Secara naluri, manusia merespon sakit dan nyeri dengan
menggosok-gosok area tersebut. Terapi pijat
mengembangkan reaksi ini menjadi cara untuk
menghilangkan rasa sakit dan ketegangan (Pustaka
Kesehatan Populer, 2009). Pijat dapat dilakukan secara
sistematis dengan tekhnik manipulasi manual, seperti
menggosok, meremas, atau memutar jaringan lunak
(misalnya, otot, ligamen tendon, dan fascia). Pijat
meningkatkan jangkauan gerak pasien, mengurangi
ambang nyeri, melemaskan otot-otot, dan meningkatkan
sirkulasi dan drainase limfatik. Pijat juga memiliki efek
biokimia, yaitu meningkatkan kadar dopamin dan
limfosit serta memproduksi sel pembunuh secara alami
(Corbin, 2005; Calenda, 2006 dalam Gatlin &
Schulmeister, 2007). Pijat adalah tindakan kenyamanan
yang dapat membantu relaksasi, menurunkan ketegangan
otot dan dapat meringankan ansietas karena kontak
kontak fisik yang menyampaikan perhatian. Pijat juga
dapat menurunkan intensitas nyeri dengan meningkatkan
sirkulasi superfisial ke area nyeri (Kozier, et.al., 2010),
serta menghilangkan stress (Pustaka Kesehatan Populer,
2009).
Aplikasi panas atau dingin
Aplikasi panas dan dingin dapat dilakukan dengan
mandi air hangat, bantalan panas, kantung es, pijat es,
kompres panas atau dingin dan mandi rendam hangat
atau dingin. Aplikasi ini secara umum meredakan nyeri
dan meningkatkan penyembuhan jaringan yang luka
(Kozier, et al., 2010). Aplikasi panas atau dingin ke
daerah yang menyakitkan bisa membantu mengurangi
rasa sakit. Aplikasi ini bekerja mengatasi nyeri dengan
cara mengurangi kepekaan atau sensitivitas terhadap rasa
sakit (University of Missouri, 2001). Aplikasi panas atau
dingin disebut juga dengan terapi panas atau terapi
dingin, adalah alat manajemen nyeri yang efektif,
keduanya mudah didapat dan mudah untuk dilakukan.
Panas dan dingin, keduanya dapat menghasilkan
analgesia bagi nyeri. Terapi panas meningkatkan aliran
darah, meningkatkan metabolisme jaringan, nenurunkan
vasomotor tone, dan meningkatkan viskoelastisitas
koneksi jaringan, menjadikannya efektif untuk mengatasi
kekakuan sendi dan nyeri. Penggunaan panas sebagai
terapi membutuhkan monitoring khusus, karena dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan inflamasi dan
pembengkakan atau edema (DeLaune & Ladner, 2011).
Gatlin dan Schulmeister (2007) menjelaskan bahwa
terapi panas bekerja dengan cara meningkatkan aliran
darah ke kulit, melebarkan pembuluh darah,
meningkatkan oksigen dan pengiriman nutrisi ke
jaringan lokal, dan mengurangi kekakuan sendi dengan
cara meningkatkan elastisitas otot. Terapi dingin
memiliki banyak keuntungan diantaranya menghilangkan
edema dengan cara mengurangi aliran darah, meniadakan
inflamasi, mengurangi demam, mengurangi spasme otot,
menaikkan ambang batas nyeri sebagai mekanisme
penurunan kecepatan konduksi saraf (DeLaune &
Ladner, 2011).
Akupresur dan akupunktur
Akupresur adalah tekhnik penyembuhan bangsa Cina
kuno yang didasarkan pada prinsip pengobatan tradisonal
Asia. Cara kerjanya mirip akupunktur dan sering disebut
akupunktur tanpa jarum (Pustaka Kesehatan Populer,
2009). Terapis menekankan jari pada titik-titik yang
berhubungan dengan banyak titik yang digunakan dalam
akupunktur (Kozier, et al., 2010). Rangsangan pada titik
akupoin dipercaya akan membuka sumbatan di meridian
dan memperbaiki aliran energi, menghilangkan nyeri,
dan penyakit (Pustaka Kesehatan Populer, 2009).
Sementara itu, Akupunktur adalah suatu tindakan
penusukan jarum-jarum kecil ke titik akupoin (Pustaka
Kesehatan Populer, 2009). Akupunktur merupakan
intervensi kompleks yang mungkin berbeda untuk tiap-
tiap pasien yang berbeda dengan keluhan utama yang
sama, lama perawatan dan titik-titik akupunktur yang
digunakan dapat bervariasi antara individu-individu
selama pengobatan (NIH, 1997). Cara kerja akupunktur
mencakup dua teori, yang pertama adalah teori gerbang
yaitu adanya mekanisme refleks pada jalur saraf yang
dapat menutup rasa sakit, hal ini mengurangi rasa sakit
yang dialami seseorang. Yang kedua yaitu teori endorfin,
endorfin mempunyai efek pembunuh nyeri yang mirip
obat, akupunktur menyebabkan endorfin dilepaskan
tubuh, berjalan ke otak dan di otak endorfin memblokir
nyeri, jadi akupunktur mampu menimbulkan relaksasi
dan perasaan sehat (Pustaka Kesehatan Populer, 2009).).
Stimulasi kolateral
Stimulasi kolateral dapat dicapai dengan
menstimulasi kulit diarea yang berlawanan dengan area
yang sakit (misal; menstimulasi lutut kiri jika nyeri
berada di lutut kanan). Area kolateral dapat digaruk
karena gatal, dimasase karena kram, atau diberi kompres
dingin atau salep analgesik. Metode ini terutama berguna
jika area yang menyakitkan tidak dapat disentuh karena
hipersensitif, tidak dapat diakses karena terpasang gips
atau perban, atau jika nyeri dirasakan di bagian tubuh
yang telah tidak ada atau nyeri bayangan (Kozier, et al.,
2010).
b) Imobilisasi
Mengimobiliasi atau membatasi pergerakan bagian tubuh
yang menyakitkan misal pada artritis sendi, trauma
ekstremitas dapat membantu mengatasi episode nyeri akut.
Bebat atau alat penyangga harus menahan sendi pada posisi
fungsi yang optimum dan harus digerakkan secara teratur
sesuai dengan protokol (Kozier, et al., 2010). Malanga &
Nadler (1999) menjelaskan bahwa bed rest atau istirahat
dalam pengobatan LBP masih kontroversial. Walaupun
mungkin ada beberapa efek yang menguntungkan melalui
modulasi nyeri dan penurunan tekanan intradiskal ketika
pasien istirahat di tempat tidur, bed rest ternyata juga
memiliki banyak efek merugikan pada tulang, jaringan ikat,
otot dan kebugaran kardiovaskular. Pendekatan proaktif
menekankan lebih baik memodifikasi aktivitas daripada
istirahat di tempat tidur dan imobilisasi. Untuk gejala
penyakit LBP istirahat di tempat tidur yang terbatas dalam
hubungannya dengan berdiri dan berjalan. Selain itu pasien
harus dididik untuk menghindari posisi yang meningkatkan
tekanan pada intradiskal , seperti duduk, membungkuk dan
mengangkat. dalam sebuah penelitian, 2 hari istirahat di
tempat tidur dapat disarankan untuk pasien dengan LBP.
c) Stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS)
TENS adalah sebuah metode pemberian stimulasi
elektrik bervoltase rendah secara langsung ke area nyeri
yang telah teridentifikasi, ke titik akupresur, di sepanjang
kolumna spinalis. Stimulasi kutaneus dari unit TENS
diperkirakan mengkativasi serabut saraf berdiameter besar
yang mengatur impuls nosiseptif di sistem saraf tepi dan
sistem saraf pusat sehingga menghasilkan penurunan nyeri
(Kozier, et al., 2010). Menurut Queensland Spinal Cord
Injuries Service atau QSCIS (2013) TENS tidak mengobati
penyebab rasa sakit tetapi bekerja pada persepsi atau
sensasi rasa sakit. TENS bekerja melalui dua cara yaitu
memblokir sinyal nyeri impuls listrik sebelum mereka
melakukan perjalanan ke otak dan memicu pelepasan
penghilang rasa sakit dari dalam tubuh sendiri yaitu zat
kimia yang disebut endorfin.
d) Intervensi pikiran-perilaku (kognitif-perilaku)
Intervensi pikiran-perilaku atau CBI (cognitive
bebehavioral therapy) adalah suatu pendekatan yang efektif
dalam manajemen nyeri, merupakan kombinasi antara
metode farmakologi dan non farmakologi (Zwakhalen, et
al., 2006 dalam DeLaune & Ladner, 2011). CBI didesain
untuk mengajarkan klien dan memodifikasi sikap dan
perilaku klien. Ada banyak pendekatan nonfarmakologi
yang menjadi bagian penting dari manajemen nyeri serta
dapat digunakan bersamaaan dengan pemakaian analgesik
yang tepat. Tujuan dari intervensi ini adalah menolong
klien agar dapat mengontrol secara keseluruhan nyeri yang
dirasakannya (DeLaune & Ladner, 2011). Beberapa jenis
CBI adalah:
Distraksi
Distraksi adalah suatu strategi manajemen nyeri
dimana perhatian pasien dialihkan dari rasa nyeri ke
sesuatu hal yang lain (DeLaune & Ladner, 2011).
Distraksi diduga dapat menurunkan nyeri, menurunkan
persepsi nyeri dengan stimulasi sistem kontrol
desendens, yang mengakibatkan lebih sedikit stimulasi
nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan
distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk
menerima dan membangkitkan input sensori selain
nyeri (Smeltzer & Bare, 2002). Kozier, et al., (2010)
membagi tipe distraksi kedalam empat kelompok,
yaitu:
i. Distraksi Visual adalah tekhnik pengalihan
nyeri yang dilakukan dengan cara menonton
televisi, membaca majalah/koran/buku cerita
atau imajinasi terbimbing.
ii. Distraksi Auditor adalah tekhnik pengalihan
nyeri yang dilakukan dengan cara
mendengarkan musik atau dengan humor.
iii. Distraksi taktil adalah tekhnik pengalihan
nyeri yang dilakukan dengan cara
melakukan latihan pernapasan lambat dan
berirama, pijat dan mengelus atau
memegang binatang peliharaan atau mainan.
iv. Distraksi intelektual adalah pengalihan nyeri
yang dilakukan dengan cara mengisi teka-
teki silang, bermain kartu atau melakukan
hobi seperti mengoleksi prangko dan
menulis sebuah cerita.

Reframing
Reframing adalah suatu tekhnik yang dapat
diajarkan pada klien untuk memonitor pikiran negatif
mereka dengan menggantinya menjadi pikiran yang
positif. Mengajarkan klien cara memaknai atau
memahami suatu rasa nyeri (DeLaune & Ladner, 2011).
Kenangan atau pikiran yang menyakitkan dapat
meningkatkan stres, dan rasa sakit menjadi lebih buruk.
Reframing, mengganti pikiran yang negatif menjadi
pikiran yang positif dapat mengurangi stres serta dapat
menimbulkan rasa nyaman dan rileks (Marie, 2013).
Tekhnik relaksasi
Tekhnik relaksasi adalah sebuah metode yang
digunakan untuk menurunkan cemas dan tekanan otot.
Meliputi imagery dan progresive muscle relaxation
(DeLaune & Ladner, 2011). Astin, Shapiro, Eisenberg,
& Forys (2003) menagatakan bahwa relaksasi
mengajarkan pasien bagaimana untuk fokus pada
gambar yang menenangkan, menghilangkan
ketegangan dan melepaskan otot-otot, serta latihan
napas dalam. Hasil review dari sembilan percobaan
acak ditemukan bahwa relaksasi efektif dalam
mengobati penyakit kronis serta tiga studi relaksasi
efektif dalam mengobati nyeri akut (Reed,
Montgomery & DuHamel,2001).
Biofeedback
Biofeedback adalah suatu proses dimana individu
belajar untuk memahami serta memberi pengaruh
respon fisiologis atas diri mereka terhadap nyeri
(DeLaune & Ladner, 2011). Biofeedback adalah
penatalaksanaan yang memberikan informasi tentang
bagaimana proses fisiologis dalam tubuh dapat
terpengaruh secara negatif oleh rasa sakit kronis.
Biofeedback kemudian membantu pasien dalam belajar
bagaimana meningkatkan kontrol atas proses ini dan
memperkuat kemampuan untuk mempertahankan
kontrol ketika terlibat dalam kegiatan sehari-hari. Ini
hanya satu alat untuk meningkatkan kontrol atas
kehidupan dan nyeri (Mayo Clinic, 2006)
e) Latihan fisik
Latihan merupakan penatalaksanaan penting
terhadap nyeri kronik karena dapat menguatkan otot-otot
yang lemah, membantu mobilisasi sendi serta membantu
koordinasi dan keseimbangan (DeLaune & Ladner, 2011).
Latihan fisik mengajarkan pasien bagaimana mekanika
tubuh yang tepat, teknik mengangkat atau postur tubuh
yang tepat. Dalam program ini, pasien berpartisipasi dalam
latihan rentang gerak pada pagi hari untuk membantu
mereka menjadi lebih lentur dan mempersiapkan tubuh
untuk menjalani hari. Latihan dirancang untuk membantu
mengurangi rasa nyeri (Mayo Clinic, 2006).
f) Nutrisi
Pengaturan diet dapat mengatasi nyeri dengan cara
menghambat proses biokimia pada proses inflamasi
(DeLaune & Ladner, 2011). Olendzki, Silverstein, Persuitte,
Ma, Baldwin dan Cave (2014) melakukan penelitian
tentang penggunaan diet anti inflamasi pada
penatalaksanaan penyakit inflamasi saluran cerna bagian
bawah (n = 40), didapatkan bahwa 24 orang responden
(60%) setelah mengikuti IBD-AID (The Anti-Inflammatory
Diet for Inflammatory Bowel Disease (IBD-AID) yaitu
suatu regimen nutrisi atau diet untuk penyakit inflamasi
saluran cerna bagian bawah selama 4 minggu atau lebih
mendapatkan hasil bahwa semua (100%) responden mampu
menghentikan setidaknya satu obat IBD mereka
sebelumnya, dan semua responden memiliki pengurangan
gejala termasuk frekuensi buang air besar (BAB).
g) Herbal
Herbal adalah tanaman yang dinilai bermanfaat
karena sifat obat, rasa, dan aromanya (Kozier, et al., 2010)
Menurut Dinh, Phan, & Ruan (2011) menyatakan bahwa
penghambatan enzim COX-2 oleh senyawa sintetik adalah
suatu pendekatan yang menjanjikan untuk mengurangi
peradangan dan nyeri. Obat herbal adalah sumber besar
biomolekul di alam yang belum ditemukan dan diketahui
yang dapat memberikan jalur alternatif untuk bantuan
pengobatan terhadap penyakit.
h) Lingkungan
Lingkungan dapat mempengaruhi persepsi sesorang
terhadap nyeri. Memodifikasi lingkunngan dapat
mengurangi nyeri (DeLaune & Ladner, 2011).
c. Terapi invasif
Terapi invasif adalah suatu tindakan atau terapi untuk
menghilangkan nyeri yang sifatnya permanen, dan hanya dilakukan
sebagai upaya terakhir, secara umum tindakan ini dilakukan untuk
mengatasi nyeri yang tidak terkendali (Kozier, et al., 2010). Menurut
University Hospital and Manhattan Campus (2011) terapi invasif
terdiri atas:
1) Stimulasi saraf invasif
Stimulasi saraf invasif dapat memberikan bantuan nyeri
untuk beberapa pasien yang tidak menanggapi terapi lain. Dalam
teknik ini, elektroda ditanamkan dalam tubuh pasien untuk
mengirim arus listrik lembut ke saraf di tulang belakang atau
otak. Stimulasi saraf tulang belakang telah digunakan untuk
nyeri punggung kronis dan / atau sakit pada daerah kaki setelah
operasi lumbal, nyeri akibat kerusakan saraf (kompleks sindrom
nyeri regional dan postherpetic neuralgia). Kekurangan dari
terapi ini adalah biaya yang tinggi dan risiko pengobatan invasif
seperti infeksi.
2) Tindakan pembedahan (operasi)
Operasi untuk mengobati rasa sakit bukanlah tindakan
untuk mengobati penyakit yang mendasar, hanya dilakukan
pada kasus di mana pendekatan atau penatalaksanaan yang
lebih konservatif telah gagal dilakukan. Tindakan ini
membutuhkan ahli bedah saraf yang terlatih dan ketersediaan
unit perawatan tindak lanjut. Seorang ahli bedah dapat
memotong saraf yang berada dekat dengan sumsum tulang
belakang (rhizotomy) atau bundel saraf di sumsum tulang
belakang (cordotomy) untuk mengganggu jalur yang
mengirimkan sinyal rasa sakit ke otak. Hasil terbaiknya adalah
tindakan operasi mampu mengurangi rasa sakit dan
menghilangkan kebutuhan untuk sebagian atau seluruh obat
penghilang rasa nyeri. Namun, operasi membawa risiko,
dianataranya adalah menghentikan rasa sakit hanya sebentar,
menciptakan rasa sakit baru dari kerusakan saraf di lokasi
operasi, membatasi kemampuan pasien untuk merasakan
tekanan dan temperatur di wilayah ini serta dapat
menempatkan pasien beresiko untuk mengalami cedera.
d. PATHWAYS

e. PENGKAJIAN
1. Status kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
Alasan masuk rumah sakit
Faktor pencetus
Faktor memperberat nyeri ; ketakutan, kelelahan.
Keluhan utama
Timbulnya keluhan
Pemahamanaan penatalaksanaan masalah kesehatan
Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Diagnosa medik
b. Status kesehatan masa lalu
Penyakit yang pernah dialami
Pernah dirawat
Operasi
Riwayat alergi
Status imunisasi
Kebiasaan obat obatan
c. Pengakajian riwayat nyeri
1) Sifat nyeri ; (P, Q, R, S, T)
P : provocating (pemacu) dan paliative yaitu faktor yang
meningkatkan atau mengurangi nyeri
Q : quality dan quantity
Supervisial : tajam, menusuk, membakar
Dalam : tajam, tumpul, nyeri terus
Visceral : tajam, tumpul, nyeri terus, kejang
R : region atau radiation (area atau daerah): penjalaran
S : severity atau keganasan : intensitas nyeri
T : time (waktu serangan, lamanya, kekerapan muncul).
2) Lokasi
3) Intensitas
4) Kualitas dan karakteristik
5) Waktu terjadinya dan interval
6) Respon nyeri
d. Riwayat nyeri, meliputibeberapa aspek antara lain:
Lokasi. Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, meminta klien
menunjukkan area nyerinya. Pengkajian ini bisa dilakukan dengan
bantuan gambar tubuh. Klian menandai bagian tubuh yang mengalami
nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama untuk klien yang memiliki lebih
dari satu sumber.
Intensitas nyeri. Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode
yang mudah dan dipercaya untuk menentukan intensitas nyeri pasien.
dengan rentang skala dari 0-5 atau 0-10.
Pola. Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi kekambuhan atau
interval nyeri
Faktor presipitasi. Terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu
munculnya nyeri. Sebagai contoh aktivitas fisik berat dapat
menimbulkan nyeri dada. Selain itu faktor lingkungan (lingkungan
yang sangat dingin atau panas, stresor fisik dan emosional
Gejala yang menyertai. Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing dan
diare.
Sumber koping. Setiap individu memiliki strategi koping yang
berbeda dalam mengahadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi
oleh pengalaman nyeri sebelumnya.
Respon afektif. Respons afektif klien terhadap nyeri bervariasi,
bergantung pada situasi, derajat dan durasi nyeri, interpretasi tentang
nyeri dan lainya. Mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah,
depresi, atau perasaan gagal dalm diri klien.(Mubarak, 2007).
e. Observasi respons perilaku dan fisiologis
Banyak respons non-verbal yang bisa dijadikan indikator nyeri.
Salah satunya yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti
menutup mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigiti bibir
bawah. Selain ekspresi wajah, respons perilaku lainya adalah
vokalisasi(misal berteriak, menangis, erangan), imobilisasi bagian tubuh
yang mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa tujuan (misal menendang-
nendang, membolak-balikan tubuh di atas kasur). Sedangkan respons
fisiologis untuk nyeri bervariasi, tergantung pada sumber dan durasi nyeri.
Dapat meliputi peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan, dilatasi
pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis (Mubarak, 2007).
Vokalisasi: mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur.
Ekspresi wajah: meringis, menggeletukan dahi, mengeryitkan dahi,
menutup mata atau mulut rapat-rapat bahkan sebaliknya, menggigit bibir.
Gerakan tubuh: gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan
gerakan jari dan tangan, gerakan ritmik atau menggosok, gerakan
melindungi bagian tubuh.
Interaksi sosial: menghindari percakapan, fokus pada aktivitas untuk
menghilangkan nyeri, menghindari kontak sosial, penurunan rentang
perhatian (Potter & Perry, 2005.

f. RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosis keperawatan yang dapat terjadi pada gangguan rasa nyeri adalah
:
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan ikat, pembuluh darah dan
membran mukosa
2. Keletihan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan peningkatan energi
akibat penyakit kronis dan perubahan kimia tubuh
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, perubahan sendi dan
kerusakan neuromuskular
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit kronis, perubahan
fungsi tubuh, ruam, lesi, dan purpura.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ruam, lesi, edema,
perubahan sirkulasi dan hambatan mobilitas fisik.

g. PERENCANAAN
1. Rumusan Prioritas Masalah
2. Tujuan dan Rencana Tindakan
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan ikat, pembuluh darah
dan membran mukosa
Tujuan dan kriteria hasil (NOC ) :
Perubahan dalam rasa nyaman
Penurunan tingkat nyeri
Melakukan tindakan nyeri
Perasaan senang fisik dan psikologis
Intervensi ( NIC ) :
Lakukan pengkajian yang komprehensif dari nyeri: lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan presipitasi.
Eksplorasi faktor yang mempengaruhi nyeri
Obsrvasi respon nonverbal karena ketidaknyamanan
Evaluasi perkembangan masa lalu terhadap nyeri
Catat perkembangan tingakat nyeriberikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab, lamanya, dan antisipasi terhadap kenyamanaan
nyeri
Berikan strategi nonfarmakologik sebelum dilakukan prosedur
yang menyakitkan
Gunakan komunikasi terapeutik untuk meningkatkan pengetahuan
nyeri dan penerimaan respon klien
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
b. Keletihan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan peningkatan
energi akibat penyakit kronis dan perubahan kimia tubuh
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) ;
Mengikutsertakan pasien dalam tindakan sebagai bagian dari
aktivitas hidup sehari-hari yang diperlukan.
Beradaptasi dengan konsentrasi dan penghematan energi
Meningatkan daya tahan adekuat untuk beraktivitas
Dapat beraktivitas dalam melakukan kegiatan sehari - hari
Tidak letih dan lemas
Intervensi ( NIC ) :
Pantau pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya
Pantau respon kardiorespirasi terhadap aktivitas misalnya.
Takikardi, disritmia, dispnea, pucat, dan frekuensi napas
Pantau lokasi dan sifat ketidak nyamanaan atau nyeri selama gerak
atau beraktivitas
Pantau adnya keletihan fisik dan emosi yang berlebihan pada
pasien
Pantau asupan nutrisi untuk menjamin keadekuatan sumber energi
Jelaskan pada pasien tentang penyebab keletihan dan proses atau
kondisi penyakit
Ajarkan pasien mengenalai tanda dan gejala keletihan yang
memerlukan pengurangan aktivitas
Ajarkan tehnik pengaturan aktivitas untuk mencegah keletihan
Konsultasikan pada ahli gizi dengan pemberian asupan makanan
berenergi tinggi
Rencanakan aktivitas yang mengurangi keletihan pada pasien
Bantu pasien dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari - hari
sesuai dengan kebutuhan
c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, perubahan sendi
dan kerusakan neuromuskular
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) ;
Mendapatkan dan mempertahankan mobilitas fungsional yang
optimal
Melakukan aktivitas sehari- hari secara mandiri
Menyangga berat badan
Berjalan dengan menggunakan langkah langkah yang benar
Menggunakan alat bantu secara benar dengan pengawasan
Intervensi ( NIC ) :
Kaji kebutuhan bantuan pelayanan kesehatan akan peralatan
pengobatan yang tahan lama
Bantu berjalan untuk mempertahankan fungsi tubuh
Bantu pasien dengan penggunaan pergerakkan rom aktif atau pasif
untuk mempertahankan atau memperbaikai fleksibilitas sendi
Ubah posisi pasien untuk memberikan kenyamanan dan
menurunkan resiko kerusakan kulit
Ajarkan pasien tentang penggunaan alat bantu mobilitas misal;
ktuk, walker dan kursi roda
Ajarkan dan bantu pasien dalam proses perpindahan misal; dari
tempat tidur ke kursi roda
Ajarkan tehnik ambulasi dan perpindahan yang aman
Instruksikan pasien 8ntuk memperhatikan postur tubuh yang benar
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi untuk
meningkatkan mobolitas
Berikan analgesik sebelum memulai aktivitas
Berikan penguatan positif selama aktivitas
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit kronis,
perubahan fungsi tubuh, ruam, lesi, dan purpura.
Tujuan dan kriteria hasil ( NOC ) :
Pasien dapat mengidentifikasi kekuatan pasien
Pasien mengetahui perubahan aktual pada penampilan tubuh
Pasien akan megambarkan perubahan aktual pada fungsi tubuh
Pasien dapat memelihara hubungan soaial yang dekat dan
hubungan personal
Intervensi (NIC) :
Kaji dan dokumentasikan respon verbal dan non verbal pasien
tentang tubuh pasien
Tentukan bagaimana respon anak terhadap reaksi orang tua, sesuai
denbgan kebutuhan
Beri dorongan atau pasien atau keluarga untuk mengungkapakan
perasaan
Bantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi mekanisme
koping cdan kekuatan personal
Kolaborasi dengan merujuk kepada layanan sosial untuk
merencanakan perawatan pasien atau keluaraga
Instruksikan anak tentang fungsi dari bagian tubuh sesuai dengan
kebutuhan
Ajarkan orang tua tentang pentingnya respon mereka terhadap
perubahan tubuh anak dan penyesuaian dikemuduan hari, sesuai
kebutuhan
Pertahankan kebiasaan berpakaian tentang hubungan personal yang
dekat
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ruam, lesi, edema,
perubahan sirkulasi dan hambatan mobilitas fisik.
Tujuan dan kriteria hasil (NIC) :
Pemeliharaan integritas kulit.
Terbebas adanya lesi jaringan
Tidak ada ruam
Tidak ada eritema disekitar luka
Intervensi (NOC) ;
Pantau proses penyembuhan luka
Bersihkan luka pada daerah sekitar kulit
Lakukan pengawasan kulit untuk mempertahankan intergritas
membran mukosa dan kulit
Perawatan luka untuk mencegah komplikasai luka
Kaji tanda tanda vital pasien
Catat karakteristik luka meliputi; lokasi kedalaman luka, luas,
adnya eksudat, warna, dan bau.
Kaji adanya tanda tanda infeksi luka lokal misal; nyeri palpasi,
edema, pruritus dan eksudat.
Ajarkan keluarga tentang prosedur perawatan luka.
Konsultasikan pada dokter dengan pemberian maknan dan nutrisi
secara enteral dan parental untuk meningkatakan penyembuhan
luka.
Evaluasi tindakan pengobatan atau pembalutan topikal meliputi
balutan absorbent.
DAFTAR PUSTAKA

Long, BC. 2006. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan.
Mubarak, WI. 2006. Buku Ajar Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: CV Sagung
Seto
Perry & Potter (2005). Fundamental Keperawatan (Buku I. edisi 7). Jakarta:
Salemba Medika.
Tamsuri, A. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.
. Wong DL, Baker MC. Comparison of Asessment Scale, 1988, Pediatric Nursing;
14; 1-9.
LAPORAN PENDAHULUAN
Asuhan Keperawatan pada Gangguan Rasa Aman dan Nyaman;
Nyeri

Disusun oleh:
Feri Fitriana
P1337420916014

Program Studi Profesi Ners


Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang
2017

Anda mungkin juga menyukai