Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah sistem pertanian yang


menerapkan prinsip ekologi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang secara
teknologi dapat dilaksanakan, secara ekonomi menguntungkan dan secara sosial
dapat diterima masyarakat dalam memproduksi tanaman dan hewan (ternak dan
ikan), termasuk tanaman kehutanan tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan
(Dahuri, 1998). Brown dan Hock (1991) mengemukakan bahwa selain produktivitas,
setidaknya ada enak komponen yang menjadi tolak ukur dari pembangunan pertanian
berkelanjutan, yaitu : 1) kepunahan spesies, 2) kerusakan hutan, 3) erosi tanah, 4)
emisi karbon, 5) jumlah ikan yang ditangkap, dan 6) laju kelahiran manusia
dibanding laju kematian. Oleh karena itu, keenam tolak ukur tersebut juga dijadikan
acuan pengelolaan lingkungan terutama dalam konteks pengelolaan pembangunan
yang bersih (clean development management), seperti isu keragaman hayati
(biodiveristy), ecolabelling dan deforestry, mitigasi gas rumah kaca dan polusi (Las et
al, 2006).
Selaras dengan Revolusi Hijau Lestari dan semakin mengemukanya isu
lingkungan serta kesehatan makan, pembangunan pertanian berkelanjutan adalah
pembangunan pertanian yang mengombinasikan teknologi tradisional dengan
teknologi modern. Jika penggunaan pupuk organik dianggap sebagai teknologi
tradisional dan penggunaan pupuk anorganik sebagai teknologi modern maka konsep
pengelolaan hara terpadu yang mengombinasikan pemupukan organik dengan
anorganik sudah memenuhi kriteria pertanian berkelanjutan. Pertanian modern yang
bertumpu pada pasokan ekternal berupa bahan-bahan kimia buatan (pupuk dan
pestisida), membawa manusia kepada pemikiran untuk tetap mempertahankan
penggunaan masukan dari luar sistem pertanian itu, namun tidak mebahayakan
kehidupan manusia dan lingkungannya. Menimbulkan kekhawatiran berupa
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, sedangkan pertanian tradisional yang
bertumpu pada pasokan internal tanpa pasokan eksternal menimbulkan kekhawatiran
berupa rendahnya tingkat produksi pertanian, jauh di bawah kebutuhan manusia.
Definisi komprehensif bagi pertanian berkelanjutan meliputi komponen-
komponen fisik, biologi dan sosial ekonomi, yang direpresentasikan dengan sistem
pertanian yang melaksanakan pengurangan input bahan-bahan kimia dibandingkan
pada sistem pertanian tradisional, erosi tanah terkendali, dan pengendalian gulma,
memiliki efisiensi kegiatan pertanian (on-farm) dan bahan-bahan input maksimum,
pemeliharaan kesuburan tanah dengan menambahkan nutrisi tanaman, dan
penggunaan dasar-dasar biologi pada pelaksanaan pertanian (Alphonce, 2007).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu pertanian berkelanjutan ?
2. Bagaimana peran bioteknologi dalam pertanian berkelanjutan ?
3. Bagaimana aplikasi bioteknologi dalam pertanian berkelanjutan ?
4. Bagaimana pemanfaatan bioteknologi dalam pertanian berkelanjutan ?

C. Tujuan

Tujuan yang diharapkan melalui makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui tentang pertanian berkelanjutan.
2. Mengetahui peran bioteknologi dalam pertanian berkelanjutan.
3. Mengetahui aplikasi bioteknologi dalam pertanian berkelanjutan.
4. Mengetahui pemanfaatan bioteknologi dalam pertanian berkelanjutan.
II. ISI

A. Pengertian Pertanian Berkelanjutan

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber


daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat
diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses produksi pertanian dengan
menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan
yang dimaksud meliputi: penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi,
serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih
mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan (Mosher,
1966).
The Agricultural Research Service (USDA) mendefinisikan pertanian
berkelanjutan sebagai pertanian yang pada waktu mendatang dapat bersaing,
produktif, menguntungkan, mengkonservasi sumber daya alam, melindungi
lingkungan, serta meningkatkan kesehatan, kualitas pangan, dan keselamatan.
Pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan sumber daya alam serta perubahan
teknologi dan kelembagaan sedemikian rupa untuk menjamin pemenuhan dan
pemuasan kebutuhan manusia secara berkelanjutan bagi generasi sekarang dan
mendatang (Food and Agriculture Organization 1989). Pembangunan pertanian,
kehutanan, dan perikanan harus mampu mengkonservasi tanah, air, tanaman dan
hewan, tidak merusak lingkungan, serta secara teknis tepat guna, secara ekonomi
layak, dan secara sosial dapat diterima (Krisnamurthi, 2006).
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber
daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat
diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses produksi pertanian dengan
menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan
yang dimaksud meliputi: penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi,
serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih
mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan (Harsono
et al., 2007).
Menurut Salikin yang menyitir dari Nasution (1995), terdapat beberapa hal-hal
yang harus diperhatikan dalam pertanian berkelanjutan, antara lain sebagai berikut:
1. Sumber daya biologis harus dimanfaatkan atau dikelola sesuai dengan kemampuan
dan kodrat alaminya. Jika suatu sumber daya biologis terpaksa dimanfaatkan
melampaui batas kemampuan alamiahnya, dapat dilakukan introduksi teknologi
untuk mengompensasikan kekurangan tersebut asalkan tidak menimbulkan
masalah-masalah baru yang lebih serius.
2. Kualitas lingkungan hidup dan produktivitas sumber daya alam yang diwariskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya sekurang-kurangnya harus sama dengan
kualitas lingkungan hidup dan produktivitas sumber daya alam dari generasi
sebelumnya.
3. Teknologi dan manajemen pertanian yang diterapkan tidak mengurangi keragaman
alamiah (biodiversity) yang ada.
4. Pengelolaan usaha tani diarahkan pada integrated and multiple use of natural
resources.
5. Usaha tani tidak menimbulkan limbah ataupun jika menimbulkan limbah, limbah
tersebut masih dapat dikendalikan.

B. Peran Bioteknologi Dalam Pertanian Perkelanjutan

Sistem pertanian berkelanjutan juga dapat diartikan sebagai keberhasilan dalam


mengelola sumberdaya untuk kepentingan pertanian dalam memenuhi kebutuhan
manusia, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan serta
konservasi sumberdaya alam. Pertanian berwawasan lingkungan selalu
memperhatikan nasabah tanah, air, manusia, hewan/ternak, makanan, pendapatan dan
kesehatan. Peran bioteknologi dalam pertanian berkelanjutan antara lain:
1. Peran bioteknologi dalam perbaikan genetik benih/bibit
Bioteknologi yang berperan dalam perbaikan benih atau bibit antara lain:
rekayasa genetik, marker assisted selection, kultur dan fusi protoplas, kultur embryo,
radiasi dan seleksi in vitro. Rekayasa genetika dipilih apabila sumber gen tidak
dijumpai pada koleksi plasma nutfah tanaman tertentu, namun sumber tersebut
tersedia pada spesies tanaman lain atau bahkan pada organisme yang berbeda,
misalnya terdapat pada mikroba (bakteri, virus, fungi, dsb), serangga atau hewan lain.
Menurut James, 2003 cit Achmad, 2005/ tanaman transgenik menawarkan
keuntungan sebagai berikut: (1) meningkatkan produktivitas tanaman dan
berkontribusi terhadap keamanan pangan, pakan dan serat, (2) mengkonservasi
biodiversitas melalui penggunaan tanaman transgenik sebagai land saving
technology, (3) mengefisienkan input dan lingkungan menjadi lebih berkelanjutan,
(4) meningkatkan kestabilan produksi tanaman, dan (5) menguntungkan secara
ekonomis dan sosial, sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan (Idjudin et al.,
2003).
2. Peran bioteknologi dalam kesuburan tanah
Bioteknologi tanah (soil biotechnology) adalah teknologi yang memanfaatkan
organisme tanah (makro, meso dan mikrobiota) untuk berbagai keperluan seperti
perbaikan sifat tanah guna memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan produksi
tanaman serta memperbaiki kesehatan tanah (soil bioremediation). Perbaikan
pertumbuhan tanaman melalui peningkatan ketersediaan unsur hara, proteksi tanaman
dari hama dan penyakit, serta penguraian limbah merupakan domain dari
bioteknologi tanah. Dalam bidang pertanian, bioteknologi tanah bertujuan antara lain
untuk meningkatan ketersediaan unsur hara, mempercepat proses dekomposisi bahan
organik, melindungi tanaman, merombak dan membersihkan tanah dari polutan
melalui bioremediasi tanah guna memperoleh tanah yang sehat serta perbaikan
pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman (Ardjakusuma et al., 2001)
3. Peran bioteknologi dalam pengendalian OPT
Insektisida hayati yang berbahan utama bakteri Bacillus thuringiensis atau
cendawan Beauveria bassiana telah banyak digunakan untuk mengendalikan ham a
tanaman. Strain alam dari B. thuringiensis efektif untuk pengendalian ulat grayak,
penggerek jagung Asia, penggerek batang padi, penggerek buah kapas dan penggerek
tebu. Cendawan B. bassiana telah diadopsi oleh petani melalui laboratorium lapang
untuk mengendalikan hama tanaman perkebunan (Mardikanto, 2003).

C. Aplikasi Bioteknologi Dalam Pertanian Berkelanjutan

Upaya peningkatan produktivitas tanaman pangan, pengembangan genomik dan


bioteknologi tampaknya merupakan pilihan yang bijaksana di samping perluasan
areal tanam. Bagi negara sedang berkembang termasuk Indonesia, bioteknologi
adalah kebutuhan. Namun, pengembangan bioteknologi perlu difokuskan kepada
petani kecil dengan melibatkan lembaga penelitian swasta yang sudah mapan
(Bohnert et al., 1995). Program tersebut diperlukan sosialisasi dan advokasi untuk
lebih meningkatkan kerja sama antara lembaga penelitian pemerintah dengan swasta
yang lebih mengarah pada penyediaan pengetahuan dan teknologi yang paling tepat
bagi petani miskin (Soedjana, 2007).
Aplikasi bioteknologi yang sudah banyak digunakan dalam pertanian
berkelanjutan antara lain (Saptana dan Ashari, 2007):
1. Kultur jaringan tumbuhan
Teknik kultur jaringan banyak dilakukan untuk menghasilkan bibit tumbuhan
dalam jumlah besar dan seragam sifat genetiknya dalam waktu relatif singkat,
misalnya bibit jati, anggrek, dan kelapa sawit. Kultur jaringan memanfaatkan sifat
totipotensi sel, yaitu setiap sel membawa informasi genetik yang lengkap sehingga
berpotensi untuk berkembang menjadi individu baru yang lengkap. Kultur jaringan
mula-mula dilakukan oleh Frederick C. Steward. Steward mengkultur sel-sel akar
tanaman wortel dalam suatu media buatan. Dari sel-sel akar itu berhasil tumbuh
tanaman wortel yang lengkap. Hasil percobaan ini membuktikan bahwa sel
mengandung semua informasi genetik yang lengkap.
Bagian yang akan ditumbuhkan melalui kultur jaringan disebut eksplan.
Eksplan yang digunakan biasanya dari jaringan tumbuhan yang masih muda,
misalnya ujung akar, tunas, dan daun muda. Berdasarkan jenis eksplannya, kultur
jaringan dapat dibedakan menjadi kultur meristem, kultur antera, kultur embrio,
kultur protoplas, kultur kloroplas, kultur polen, dan lain-lain. Eksplan yang telah
disterilkan ditumbuhan pada media steril yang mengandung nutrisi dan zat pengatur
tumbuh. Selama kultur berlangsung, faktor lingkungan seperti cahaya, temperatur,
kelembapan, dan pH diatur pada kondisi yang paling sesuai untuk pertumbuhan
eksplan. Jika nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan keadaan lingkungan sesuai, eksplan
akan tumbuh menjadi massa sel yang belum mengalami diferensiasi yang disebut
kalus. Kalus kemudian tumbuh menjadi tanaman kecil yang telah lengkap yang
disebut plantlet. Sebelum dapat ditanam, plantlet harus diaklimatisasi selama
beberapa waktu sehingga kondisi dan ukurannya sesuai untuk ditanam. Teknik kultur
jaringan sangat menguntungkan dalam perbanyakan tumbuhan bernilai tinggi. Selain
itu tanaman langka yang terancam punah dapat dilestarikan dengan memanfaatkan
kultur jaringan, dengan demikian kemajuan industri agrobisnis dapat terwujud dan
ketahanan pangan akan meningkat.
2. Tanaman yang dapat menfiksasi nitrogen
Serealia atau tumbuhan rumput-rumputan berbiji merupakan tumbuhan yang
menyuplai 50% makanan pokok penduduk dunia. Namun, serealia tidak memiliki
simbion bakteri akar-akarnya untuk memfiksasi nitrogen, sehingga kebutuhan
nitrogen (N2) diperoleh dari penambahan pupuk buatan. Kelebihan pupuk buatan
yang diberikan dapat terbilas air dan menyemari air minum yang dikonsumsi manusia
di lingkungan sekitar. Dengan bioteknologi, para ilmuwan mengembangkan
tumbuhan yang akar-akarnya dapat bersimbiosis dengan Rhizobium. Ide ini
melibatkan gen nif yang dapat mengontrol fiksasi nitrogen. Para ilmuwan
menyisipkan gen nitrogen ini pada:
a. Tumbuhan serealia
b. Bakteri yang berasosiasi dengan tumbuhan serealia
c. Plasmid TI (Tumor Inducing) dari Agrobacterium dan kemudian
menginfeksikannya ke tumbuhan yang sesuai dengan bakteri yang telah
direkayasa.
3. Teknologi tanaman transgenik
Tanaman transgenik merupakan tanaman yang telah disusupi DNA asing
sebagai pembawa sifat yang diinginkan. DNA tersebut dapat berasal dari tumbuhan
yang beda jenis. Sebagai menghasilkan tanaman transgenik dibutuhkan teknik
rekayasa genetika dan vector sebagai pembawa gen sifat yang diinginkan. Sebagai
vector digunakanlah DNA yang berasal dari bakteri Agrobacterium tumefaciens yang
lebih dikenal dengan nama Ti plasmid (tumor-inducing plasmid). Ti plasmid
memiliki kemampuan untuk masuk ke dalam sel tumbuhan selama proses infeksi.
Teknologi transgenik telah dilakukan pada beberapa tanaman pertanian seperti
jagung, kapas, tomat, padi, kedelai, dan papaya. Pada kedelai telah dimasukkan
beberapa gen yang menyebabkan variasi pada tanaman kedelai. Pada tanaman jagung
telah dimasukkan gen cry dari Bacillus thuringiensis disebut dengan jagung Bt, yang
menyebabkan jagung menghasilkan protein yang dapat membunuh serangga, seperti
kupu-kupu. Tanaman transgenik ini tidak perlu disemprot dengan pestisida untuk
menyingkirkan hama dan penyakit, sebab dengan sisipan gen tersebut akan
menghasilkan senyawa endotoksin (senyawa racun) sehingga tanaman transgenik
dapat membrantas hama dengan senyawa racun yang dikandungnya.
4. Tanaman tahan antibiotik kanamisin
Rekayasa genetika di bidang tanaman pertanian dilakukan dengan mentransfer
gen asing ke dalam tanaman. Teknologi yang dikembangkan adalah teknologi
plasmid. Plasmid dan bakteri Agrobacterium tumefaciens yang sudah disisipi gen
asing yang resisten terhadap antibiotik kanamisin (plasmid hasil rekayasa) dibiakkan
agar menduplikasikan diri, baru kemudian disisipkan pada kromosom tumbuhan.
Pada kromosom tumbuhan transgenik sekarang sudah mempunyai sifat resisten
terhadap antiotik kanamisin sehingga mampu tumbuh dan berkembang dengan baik
(Nasir, 2002).
5. Tanaman penghasil pestisida
Rekayasa genetika lainnya pada tanaman pertanian dapat dilakukan pada
tumbuhan kapas dengan menyisipkan gen dari Bacillus thuringiensis. Gen yang
disisipkan mempunyai sifat dapat membunuh larva dari berbagai insekta. Gen bakteri
ini mengkode protein Cry, di mana protein Cry yang diproduksi oleh tanaman akan
dapat menghasilkan racun di dalam saluran pencernaan Insekta. Gen dari bakteri ini
dapat dikloning dari plasmidnya dan ditransfer ke tanaman, sehingga tanaman
transgenic yang dihasilkan menjadi kebal terhadap serangan insekta. Dengan
demikian gen yang disisipkan pada tanaman kapas akan menghasilkan racun yang
dapat membunuh Insekta ordo Lepidoptera. Selain dari plasmid Bacillus thuringiensis
gen penghasil protein Cry yang berfungsi sebagai pestisida biologi dapat juga
dikloning dari bakteri Bacillus subtilis dan Esherichia colli (Nasir, 2002).

D. Pemanfaatan Bioteknologi Dalam Pertanian Berkelanjutan

Beberapa jenis tanaman unggul baru yang dibuat dengan pemanfaatan


bioteknologi adalah sebagai berikut:
1. Padi Golden Rice
Padi merupakan tanaman pangan utama dunia, dengan demikian padi menjadi
prioritas utama dalam bioteknologi. Selain padi, tanaman pangan yang telah banyak
mendapat sentuhan bioteknologi adalah kentang. Penerapan bioteknologi pada
tanaman padi sebenarnya telah lama dilakukan. Salah satu produknya adalah pari
jenis golden rice yang dikenalkan pada tahun 2001. Diharapkan padi jenis ini dapat
membantu jutaan orang yang mengalami kebutaan dan kematian dikarenakan
kekurangan vitamin A dan besi. Vitamin A sangat penting untuk penglihatan, respon
kekebalan, perbaikan sel, pertumbuhan tulang, reproduksi, hingga penting untuk
pertumbuhan embrionik. Nama Golden Rice diberikan karena butiran yang dihasilkan
berwarna kuning menyerupai emas karena mengandung karotenoid. Rekayasa
genetika merupakan metode yang digunakan untuk produksi Golden Rice. Hal ini
disebabkan karena tidak ada plasma nutfah padi yang mampu untuk mensintesis
karotenoid.
2. Kentang Russet Burbank
Teknik bioteknologi saat ini telah banyak digunakan dalam produksi kentang.
Baik dalam teknik penyediaan bibit, pemuliaan kentang, hingga rekayasa genetika
untuk meningkatkan sifat-sifat unggul kentang. Dalam hal penyediaan bibit, saat ini
teknik kultur jaringan telah banyak digunakan. Teknik kultur jaringan me-
mungkinkan petani mendapatkan bibit dalam jumlah besar yang identik dengan
induknya. Contoh varietas kentang baru adalah kentang Russet Burbank yang
memiliki kandungan pati yang tinggi yang dapat menghasilkan kentang goreng dan
kripik kentang dengan kualitas yang lebih baik karena menyerap lebih sedikit minyak
ketika digoreng.
3. Tomat FlavrSavr
Teknologi rekayasa genetika juga telah diaplikasikan pada tanaman
hortiklutura. Sebagai contoh yang cukup terkenal adalah tomat FlavrSavr, yaitu jenis
tomat yang buah matangnya tidak lekas rusak/membusuk. Hal ini sangat berbeda
dengan tanaman tomat lain, di mana buah yang matang cepat menjadi rusak. Sifat
tomat FlavrSavr ini sangat berguna dalam pengiriman buah ke tempat yang jauh
sebelum tiba di tangan konsumen.
4. Tembakau Rendah Nikotin
Salah satu dari sekian banyak kerugian merokok adalah gangguan kesehatan
karena kadar nikotin yang tinggi. Pendekatan bioteknologi dilakukan untuk mengatasi
permasalahan ini yaitu dengan merakit tanaman tembakau yang bebas kandungan
nikotin. Pada tahun 2001 jenis tembakau ini diklaim dapat mengurangi resiko
serangan kanker akibat merokok. Selain bebas nikotin, sentuhan bioteknologi lain
juga dilakukan untuk tanaman tembakau misalnya dengan meningkatkan aroma
menggunakan gen aroma dari tanaman lain. Salah satu yang telah berhasil adalah
mengabungkannya dengan aroma buah lemon.
III. PENUTUP

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah sistem pertanian yang


menerapkan prinsip ekologi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang secara
teknologi dapat dilaksanakan, secara ekonomi menguntungkan dan secara sosial
dapat diterima masyarakat dalam memproduksi tanaman dan hewan (ternak dan
ikan), termasuk tanaman kehutanan tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan.
Bioteknologi sangat berperan dalam pertanian berkelanjutan antara lain: peran
bioteknologi dalam perbaikan genetik benih/bibit, peran bioteknologi dalam
kesuburan tanah dan Peran bioteknologi dalam pengendalian OPT.
Peningkatan produktivitas tanaman pangan, pengembangan genomik dan
bioteknologi tampaknya merupakan pilihan yang bijaksana di samping perluasan
areal tanam. Aplikasi bioteknologi dalam pertanian berkelanjutan yaitu: kultur
jaringan tumbuhan, tanman yang dapat memfiksasi nitrogen, tanaman transgenic,
tanaman tahan antibiotik kanamisin dan tanaman penghasil pestisida. Pemanfaatan
bioteknologi pertanian berkelanjutan juga sudah semakin banyak seperti padi golden
rice, kentang russet burbank, tomat flavrSavr serta tembakau rendah nikotin.
DAFTAR PUSTAKA

Alphonce, C.B. 2007. Aplication of The Analytic Hierarchy Process in Agriculture


in Deveoping Countries . Agricultural System, 53, pp. 97 112.

Ardjakusuma, S., Nuraini, dan Somantri, E. (2001) Teknik Penyiapan Lahan


Gambut Bongkor untuk Tanaman Hortikultura, Buletin Teknik Pertanian 6
(1): 36.

Bohnert H.J., D.E. Nelson, and R.G. Yensen. 1995. Adaptation to Environmental
Stress. Plant Cell 7: 1099-1111.

Dahuri, R. 1998. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan: dalam Persperktif


Ekonomi, Sosial, dan Ekologi, Agrimedia. Vol. 4 No. 1, Februari, hal. 5-11.

Harsono, S.S., Prochnow, A., Grundmann, P., Hansen, A., dan Hallman, C. (2011)
Energy Balances and Greenhouse Gas Emissions of Palm Oil Biodiesel in
Indonesia, Bioenergy 4 (2): 213228.

Idjudin, A.A., Y. Soelaeman, dan A.Abdurrahman. 2003. Keragaan dan Dampak


Penerapan Sistem Usahatani Konservasi terhadap Tingkat Produktivitas Lahan
Perbukitan Yogyakarta. Jurnal Litbang Pertanian 22(2), hal. 49-56.

Krisnamurthi, B. 2006. Revitalisasi Pertanian: Sebuah konsekuensi sejarah dan


tuntutan masa depan. Dalam Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban.
Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

Kuznetsov, V.V., V.Y. Rakitin, and V.N. Zholkevich. 1999. Effects of Preliminary
Hea Shock Treatment on Accumulation of Osmolytes and Drought Resistance
in Cotton Plants during Water Defisiency. Physiologia Plantarum 107: 399-406

Las, Irsal., K Subagyono, dan A.P. Setiyanto. 2006. Isu dan Pengelolaan Lingkungan
dalam Revitalisasi Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian. www.balittanah.litbang.pertanian.go.id

Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University


Press. Surakarta.

Mosher, A.T. 1966. Getting Agriculture Moving: Essentials for Development and
Modernization. Frederick A. Praeger. New York.
Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler Teknik Rekayasa Generika Tanaman.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Salikin, Karwan A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius : Yogyakarta.

Saptana dan Ashari, 2007. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Jurnal Litbang


Pertanian, 26(4), hal. 123-130.

Soedjana, T.D. 2007. Sistem Usahatani Terintegrasi Tanaman-Ternak sebagai


Respons Petani terhadap Faktor Resiko. Jurnal Litbang Pertanian, 26 (2): 82-87.
TUGAS TERSTRUKTUR

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

PERAN BIOTEKNOLOGI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN


BERKELANJUTAN

Oleh:

1. Sri Kumaladewi (A1D015022)


2. Kiki Seftyanis (A1D015024)
3. Andika Adi S. (A1D015035)
4. Salsabilla A. (A1D015049)
5. Fikri Islamy (A1D015050)
6. M. Dika Pratama (A1D015052)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017

Anda mungkin juga menyukai