Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksius
terutama menyerang parenchim paru dapat juga ditularkan
ke bagian tubuh lain, termasuk meningen, ginjal, tulang,
dan nodus limfe (Brunner & Suddart, 2002).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi
Mycobacterium Tuberculosa dengan gelajala yang sangat
bervariasi (Arif Mansjoer,2001).

B. ETIOLOGI
Etiologi dari Tuberculosis Paru adalah
Mycobacterium Tuberculosa, berbentuk batang, tahan asam
(Sylvia, A.P. 1995).
Penyebab terjadinya Tuberkulosis adalah:
a. Mycobacterium tuberculosa
b. Mycobacterium bovis
c. Factor factor yang menyebabkan seseorang
terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis
d. Herediter: resistensi terhadap infeksi
kemungkinan diturunkan secara genetic
e. Jenis kelamin: pada akhir masa kanak kanak dan
remja, angka kematian dan kesakitan lebih banyak
terjadi pada anak perempuan
f. Usia: pada masa bayi kemungkinan terinnfeksi
sangat tinggi
g. Keadaan stres: situasi yang pennuh stress (injury
atau penyakit, kurang nutrisi, stress emosional,
kelelahan yang kronik)
h. Nutrisi: status nutrisi yang kurang
i. Infeksi berulang: HIV, measles, pertusis
j. Tidak mematuhi aturan pengobatan

1
2

C. PATHOFISIOLOGI
Basil tuberkel mula-mula memasuki paru atau tempat
lain yang belum terinfeksi sebelumnya. Membangkitkan
respon peradangan akut tak spesifik yang biasanya
disertai sedikit atau tanpa gejala sehingga tidak begitu
diperhatikan penderita, disamping juga karena kurangnya
pengetahuan penderita. Respon peradangan menimbulkan
gejala demam yang menyebabkan terjadinya perubahan suhu
tubuh (hipertermia) pada penderita. Peningkatan suhu
tubuh menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh sehingga
akan terjadi peningkatan kebutuhan tubuh terhadap energi.
Selain demam penderita mengalami gejala batuk, malaise,
anoreksia, mual, sedangkan disisi lain penderita
mengalami peningkatan kebutuhan tubuh terhadap energi dan
hal ini menyebabkan kurangnya intake pada penderita yang
akhirnya menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
Basil yang menyebabkan peradangan tersebut
kemudian mencapai alveolus paru langsung melalui jalan
udara dan dapat menjadi aktif keluar dalam bentuk droplet
nuklei yang tersebar saat penderita batuk, yang dapat
menimbulkan resiko penularan terhadap orang lain.
Basil dalam alveolus itu menimbulkan peradangan dan dan
menjadi lesi primer, basil tersebut kemudian difagosit
oleh makrofag, dibawa ke kelenjar limfe regional, lesi
pimer tersebut mengalami perkejuan dan membentuk tuberkel
yang menyebabkan terjadinya penumpukan sekresi dalam paru
sehingga bersihan jalan napas tidak efektif.
Lesi primer dan kelenjar limfe regional ( komplek primer)
kemudian mengalami fibrosis lalu menjadi jaringan parut
dan mengalami perkapuran, fibrosis pada paru tersebut
menyebabkan berkurangnya jaringan paru fungsional
sehingga sehingga pengembangan paru kurang maksimal dan
jumlah oksigen yang masuk paru berkurang. Hal ini
3

menyebabkan terjadinya resiko tinggi pertukaran gas serta


keletihan karena oksigenasi jaringan tidak adekuat.
Apabila daya tahan tubuh baik / kuat, maka komplek
primer tersebut dapat sembuh sempurna, namun bila daya
tahan tubuh klien lemah, maka akan timbul fokus reinfeksi
endogen yang menyebabkan kembalinya atau aktifnya lesi.
Basil dalam lesi kembali difagosit oleh makrofag, dibawa
ke kelenjar limfe dan sampai pembuluh darah, menimbulkan
penyebaran yang luas ( tuberkulosis sekunder ). Selain
difagosit oleh makrofag, basil tersebut dapat menyebar
secara perkontunuitatum ataupun secara bronchogen.

Nursing Patway TB paru

Individu dengan
penyakit TBC Resiko infeksi

Paru-paru Jaringan paru di Membentuk jaringan


Berkurangnya luas total
terinfeksi invasi makrovag fibrosa
permukaan membran
4

Metobolesmi Batuk dan nyeri dada Pola nafas Penurunan kapasitas


tidak efektif
meningkat
difusi paru

d
Berkurangnya
Gangguan nutrisi oksigenasi darah
kurang dari
kebutuhan
Gangguan
keseimbangan cairan
malasie
kurang dari kebutuhan

Intoleransi aktivitas

Iritasi jaringan
Kurang perawatan diri
paru

Gangguan pertukaran gas


Cemas
Batuk darah

Peningkatan Bersihan jalan nafas tidak


sekresi
efektif

D. TANDA DAN GEJALA


Gejala umum dari Tuberkulosis Paru adalah batuk
lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise,
gejala flu ringan, nyeri dada, batuk darah (hemoptoe).
Gejala yang dirasakan klien tersebut bermacam
macam atau malah tanpa keluhan sama sekali, gejala yang
terbanyak adalah :
1. Demam
Bisanya sub febril yang menyerupai influenza, tapi
kadang kadang mencapai 41- 40o C dipengaruhi daya
tahan tubuh dan berat ringannya infeksi kuman.
5

2. Batuk
Terjadi karena adanya infeksi paru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru.
3. Sesak nafas
Ditemukan padsa penyakit yang sudah lanjut, inflamasi
sudah setengah bagian paru paru.
4. Malaise
Gejala yang sering ditemui berupa anoreksia, badan
makin kurus, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat
malam.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kultur sputum
Positif untuk Mikobakterium Tuberkulosis pada tahap
akhir penyakit.
2. Tes kulit tuberkulin
Tes Mantoux adalah tes kulit yang digunakan untuk
menentukan apakah individu telah terinfeksi basil TB.
Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam). Ekstrak basil tuberkulin
disuntikkan ke dalam lapisan intrademal pada aspek
dalam lengan bawah, sekitar 10 cm di bawah siku.
3. Poto thorak/rongsen dada
Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap
ini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan
batas tidak jelas; pada kavitas bayangan, berupa
cincin; pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak
padat dengan densitas tinggi.
4. Bronchografi
Untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru
karena TB paru.
5. Gas Darah Arteri.
Peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED). Dapat
normal tergantung lokasi, berat, dan kerusakan sisa
pada paru.
6. Usap basil tahan asam BTA.
6

Sputum pagi hari untuk kultur BTA dikumpulkan. Usap


BTA akan menunjukkan apakahterdapat mikrobakterium
yang menandakan diagnosis dari tuberkolosis.
7. Spirometri
Penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
8. Biopsi jarum pada jaringan paru
Positif untuk granuloma TB, adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
9. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kapsitas vital, penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis,
kehilangan jaringan paru,dll.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Obat Anti Tuberkulosa ( OAT )
Obat Anti Tuberkulosa harus diberikan dalam kombinasi
sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid dengan
atau tanpa obat ketiga.
Tujuan OAT :
a. Membuat konversi sputum Bakteri Tahan Asam
positif menjadi negatif secepat mungkin
b. Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah
pengobatan dalam kegiatan sterilisasi.
c. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi
melalui perbaikan daya tahan imunologi.
Obat Anti Tuberkulosa yang biasa diugunakan
antara lain: Rifampisin, Pirazinamid (PZA), Isoniazid
(INH), Streptomisin (S), Etambutol (E). Penilaian
keberhasilan pengobatan tergantung dari hasil
pemeriksaan bakteriologi, radiologi klinis, kesembuhan
Tuberkulosis Paru yang baik.akan memperlihatkan sputum
Bakteri Tahan Asam negatif, adanya perbaikan radiologi
dan menghilangnya gejala (Mansjoer, 2001).
Adapun dosis obat yang digunakan adalah :
a. Rifampisin, dosis: 1 x 1 tablet sehari, diberikan
selam 69 bulan.
b. INH (Isoniazid), dosis: 1020 mg/Kg BB/hari,
peroral, diberikan selam 1824 bulan.
7

Streptomisin, dosis: 3050 Mg/KgBB/hari diberikan


tiap hari maksimum 750 mg/hari selama 13 bulan
secar intramuskuler dan dilanjutkan 23 kali
seminggu 13 bulan lagi.
c. Pirazinamid, dosis: 3050 mg/KgBB/hari/oral, 2
kali sehari selama 1 tahun.
d. Kortikosteroid, diberikan bersama Obat Anti
Tuberkulosis.
Pasien dengan penyakit Tuberkulosis Paru yang
tidak dirawat dirumah sakit karena jumlahnya cukup
banyak dan dapat dirawat dirumah. Pasien dapat sembuh
benar asalkan berobat secara teratur dan mematuhi
pengobatan (Sylvia, A. P. 1995).

G. KOMPLIKASI
1. Hemoptisis berat ==> sumbatan jalan napas bawah &
syok hipovolemik
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
3. Bronkhiektasis (pelebaran bronchus) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau
reaktif) pada paru
4. Pneumothoraks ==>udara di dalam rongga pleura
5. Penyebaran TB ke jaringan lain ==> otak, tulang,
ginjal, dll
6. Insufisiensi Kardiopulmonal
TBC tanpa pengobatanTBC tanpa pengobatan secara
alamiah setelah 5 tahun ==> 50% penderita meninggal, 25%
sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi dan 25%
sebagai kasus kronik.

H. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DI KAJI


1. Masalah keperawatan
a. Bersihan jalan napas tak efektif
b. Kerusakan pertukaran gas
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
d. Hipertermi
e. Resiko tinggi terhadap infeksi
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan
pencegahan
2. Data yang perlu dikaji
a. Keluhan Utama
8

Sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik


akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas
serta batuk non produktif.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan
dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan
adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat
mendorong penderita untuk mencari pengobatan. Perlu
juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
c. Riwayat penyakit dahulu
ISPA, efusi pleura serta tuberkulosis paru yang
kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis
paru yang menderita penyakit tersebut sehingga
sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya,
bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana
perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya.
Pada penderita yang status ekonominya
menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan
pernah punya riwayat kontak dengan penderita
tuberkulosis paru yang lain
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan
dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
kerusakan membran alveolar-kapiler.
3. Nutris kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea
atau anoreksia.
9

4. Hipertermi , perubahan suhu tubuh berhubungan


dengan adanya infeksi dan reaksi inflamasi.
5. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan
dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemejanan
kuman patogen.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan
pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang/tidak
akurat.

J. INTERVENSI
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan
dengan sekresi yang kental/darah.
a. Tujuan
Kebersihan jalan napas efektif
b. Kriteria hasil
a) Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan
peningkatan pertukaran udara
b) Mendemontrasikan batuk efektif
c) Menyatakan strategi untuk menurunkan
kekentalan sekresi.
c. Intervensi
1) Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang
efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di
sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
2) Ajarkan klien tentang metode yang tepat
pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan
dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak
mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas
dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5) Tahan napas selama 35 detik kemudian
secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan
10

batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk


pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru
mempermudah pengeluaran sekresi secret
6) Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien
batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi
keefektifan upaya batuk klien.
7) Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan
viskositas sekresi: mempertahankan hidrasi yang
adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai
1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan
dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis.
8) Dorong atau berikan perawatan mulut yang
baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa
kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
a) Pemberian expectorant
b) Pemberian antibiotika
c) Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan
lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi
klien atas pengembangan parunya.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
kerusakan membran alveolar-kapiler.
a. Tujuan
Pertukaran gas efektif.
b. Kriteria hasil
1) Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang
efektif
2) Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada
paru
3) Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab
c. Intervensi
1) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan
peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi
11

yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak


mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang
tidak sakit.
2) Observasi fungsi pernapasan, catat
frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan
tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda
vital dapat terjadi sebagai akibat stress
fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan
terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3) Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut
dilakukan untuk menjamin keamanan
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4) Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor
pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
5) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien
untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan
lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi
hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
6) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
a) Pemberian antibiotika
b) Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea
atau anoreksia.
a. Tujuan
Kebutuhan nutrisi adekuat
12

b. Kriteria hasil
1) Menyebutkan makanan mana yang tinggi
protein dan kalori
2) Menu makanan yang disajikan habis
3) Peningkatan berat badan tanpa peningkatan
edema
c. Intervensi
1) Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan
mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat
menurunkan ansietas dan dapat membantu
memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat
sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan
untuk makan.
3) Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam
kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat
menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan
kapasitas.
4) Pembatasan cairan pada makanan dan
menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah
makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan
napsu makan dan masukan.
5) Atur makanan dengan protein/kalori tinggi
yang disajikan pada waktu klien merasa paling
suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien
mengkonsumsi jumlah protein dan kalori
adekuat.
6) Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan
makanan tinggi elemen berikut
a) Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang)
b) Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-
kacangan, daging).
c) Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d) Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan,
sayuran hijau, kacang segar).
13

R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk


mengkompensasi penurunan metabolisme dan
penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn
hepar.
7) Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien
tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi
protein, nutrisi parenteral,total, atau
makanan per sonde.

4. Hipertermi , perubahan suhu tubuh berhubungan


dengan adanya infeksi dan reaksi inflamasi.
a) Tujuan
mempertahankan suhu normal.
b) Kriteria hasil
1) Suhu dalam rentang normal 36,5-37C
2) Tidak terjadi perubahan warna kulit
c) Intervensi
1) Monitor tanda vital : suhu badan
R/ sebagai indikator untuk mengetahui status
hypertermi
2. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan
cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 l/hari)
untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-
3 liter/hari.
R/ dalam kondisi demam terjadi peningkatan
evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi
3. Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak
dan femur
R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus
sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan
merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi
panas tubuh melalui penguapan
4. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang
menyerap keringat
R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu
timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan
14

mengurangi kenyamanan klien, mencegah


timbulnya ruam kulit.
5. Kolaborasi antipiretik
R/ menurunkan suhu tubuh dengan agen
farmakologi.
5. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan
dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemejanan
kuman patogen.
a. Tujuan
Mengurangi resiko terjadinya infeksi pada orang
lain
b. Kriteria hasil
1) Menurunkan resiko penyebaran infeksi,
menunjukkan
2) Perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman.
c. Intervensi
1) Anjurkan klien untuk batuk / bersin pada
tissue dan menghindari meludah.
Rasional : perilaku yang diharapkan untuk
mencegah penyebaran infeksi.
2) Identifikasi faktor resiko individu terhadap
pengaktivan berulang Tuberkulosis Paru.
Rasional : pengetahuan tentang faktor ini
membantu klien untuk mengubah pola hidup dan
menghindari / menurunkan insiden eksaserbasi.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan
pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang/tidak
akurat.
a. Tujuan
Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan
aturan pengobatan.
b. Kriteria hasil
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman
penyebab masalah.
2) Pasien dan keluarga mampu mengidentifikasi
tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.
15

3) Pasien dan keluarga mengikuti program


pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup
yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.
c. Intervensi
1) Kaji patologi masalah individu.
R/ Informasi menurunkan takut karena
ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar
untuk pemahaman kondisi dinamik dan
pentingnya intervensi terapeutik.
2) Identifikasi kemungkinan kambuh atau
komplikasi jangka panjang.
R/ Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat,
penyakit paru infeksi dan keganasan dapat
meningkatkan insiden kambuh.
3) Kaji ulang tanda atau gejala yang
memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri
dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
R/ Berulangnya effusi pleura memerlukan
intervensi medik untuk mencegah, menurunkan
potensial komplikasi.
4) Kaji ulang praktik kesehatan yang baik
(contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
R/ Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan
penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.

Anda mungkin juga menyukai