Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Semakin meningkatnya arus globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan industry telah banyak membawa
perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat, serta situasi lingkungan misalnya perubahan pola konsumsi makanan,
berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya polusi lingkungan. Perubahan tersebut tanpa disadari telah mempengaruhiterhadap
terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular.

Berdasarkan data Depkes RI (2005) gagal ginjal merupakan salah satu 10 penyebab kematian terbanyak penyakit tidak
menular yaitu urutan ke 4 (3,16 %), stroke (4,87%), perdarahan intrakranial (3,71%), septisemia (3,18%), jantung (2,67%), diabetes
mellitus(2,16%), hipoksia intrauterus (1,95%), radang susunan saraf (1,86%), gagal jantung (1,77%) dan hipertensi (1,62%) (Depkes
RI, 2007). Penyebab terjadinya gagal ginjal 40% oleh karena diabetes mellitus dan gaya hidup menyebabkan 1-2% penderita gagal
ginjal meningkat setiap tahunnya (Setyawati, 2007). Terutama pada masyarakat perkotaan saat inicenderung tidak sehat seperti
kurang olah raga, merokok, minum-minuman keras, makan-makanan berlemak, dan berkolesterol tinggi (Nugraha, 2008).

Selain itu meningkatnya usia dan penyakit kronis yang diderita seseorang seperti hipertensi atau diabetes mellitus, ginjal
cenderung akan menjadi rusak dan tidak dapat dipulihkan kembali. Keracunan gula akibat diabetes akan menyebabkan kerusakan
nefron, yang disebut diabetic nephropaty. Sedangkan tekanan darah tinggi pada penderita hipertensi dapat merusak jaringan
pembuluh darah ginjal.Kemunduran peran nefron secara bertahap dapat menjadi semakin parah bila mengkonsumsi obat-obatan
untuk mengatasi penyakit kronis tersebut dalam jangka panjang, sehinggadapat memberikan efek samping pada ginjal dan
mengakibatkan gagal ginjal (Alam & Hadibroto, 2008). Penanganan gagal ginjal dengan jenis terapi tertentu sepertitransplantasi atau
hemodialisis , Berat ringannya gejala tergantung kerusakan ginjal yang terjadi (Nugraha, 2008). Kondisi kenapa dilakukan terapi
tersebut salah satunya untuk mencegah terjadinya asidosis metabolik.
Terapi gagal ginjal kronik dengan hemodialisis mengakibatkan beberapa dampak yaitu secara fisik antara lain tekanan darah
menurun, anemia, kram otot, detak jantung tidak teratur, sakit kepala, dan infeksi (Haven, 2005). Dampak finansial karena pasien
harus menjalani cuci darah (hemodialisa) sebagai salah satu cara pengobatannya. Pasien harus menjalaninya sepanjang hidup, paling
sedikit 3 kali seminggu dengan lama terapi 3-4 jam per kali terapi (Smeltzer, 2002), Sehingga banyak biaya yang sangat besar yang
harus dikeluarkan pasienuntuk satu kali cuci darah.

Dari masalah finansial ini bisa jugamenjadi penyebab dari beberapa masalah psikologi pada pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis anatara lain berupa prilaku penolakan, marah,perasaan takut, ganguan kecemasan, rasa tidak berdaya,
depresi, putus asa bahkan bunuh diri (Soewadi, 1997). Berdasarkan survei di ruang hemodialisa, kami mengambil tugas untuk
seminar dengan judul ASKEP PADA Ny. T, DENGAN SISTEM PERKEMIHAN : CKD STAND V ON HD, DI RUANG
INTERNA WANITA, RSUD dr Haulusy Ambon.

B. Rumusan masalah
Bagaimana ASKEP Ny.T DENGAN : CKD STAND V ON HD, DI RUANG INTERNA WANITA RSUD dr Haulusy Ambon.
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan umum ini adalah untuk mengetahui askep pada pasein dengan CKD STAND V ON HD, DI RUANG INTERNA
WANITA.

2. Tujuan khusus
Tujuan khusus ini dibuat untuk mengetahui tentang :
a. Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan yang dilakukanCKD STAND V ON HD, DI RUANG INTERNA WANITA.
b. Diagnose keperawatan yang muncul untuk pasien CKD STAND V ON HD, DI RUANG INTERNA WANITA.
c. Intervensi keperawaran untuk pasien dengan CKD STAND V ON HD, DI RUANG INTERNA WANITA.
d. Evaluasi keperawatan untuk pasien dengan CKD STAND V ON HD, DI RUANG INTERNA WANITA.

D. Manfaat penulisan
1. Bagi penulis
Memberikan pengalaman yang nyata dan menambah pengetahuan tentang ASKEP pasien dengan CKD STAND V ON HD DI
RUANG INTERNA WANITA
2. Bagi Institusi
Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan peningkatkan mutu pendidikan dan masa yang
akan datang.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A.Konsep Medik

1. Definisi
a. Chronic Kidney Disease (CKD) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Kegagalan

ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan

kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau

penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun.

b. Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif

danSirreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan

elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

c. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa

tahun.

2. Anatomi Fisiologi Ginjal dan Nefron.

a. Renal Capsule (Fibrous Capsule), Tiap ginjal dibungkus oleh suatu membran transparan yang berserat yang disebut renal

capsule.

b. Cortex merupakan lapisan pembungkus ginjal , merupakan jaringan yang kuat yang melindungi lapisan dalam ginjal.

c. Medulla berada dibawah Cortex. Bagian ini merupakan area yang berisi 8 sampai 18 bagian berbentuk kerucut yang disebut

piramid, yang terbentuk hampir semuanya dari ikatan saluran berukuran mikroskopis.

d. Pelvis renalis berada di tengah tiap ginjal sebagai saluran tempat urin mengalir dari ginjal ke kandung kemih.
e. Vena Renal dan Arteri Renal Dua dari pembuluh darah penting, vena renal dan arteri renal. Dua pembuluh ini merupakan

percabangan dari aorta abdominal (bagian abdominal dari arteri utama yang berasal dari jantung) dan masuk kedalam ginjal

melalui bagian cekung ginjal.

f. Nephrons merupakan unit fungsional dari ginjal dalam menjalankan fungsi ini.

g. Glomerulus adalah filter utama dari nefron dan terletak dalam Bowman's capsule.

h. Henle's Loop, merupakan bagian dari tubulus renal yang kemudian menjadi sangat sempit yang menjulur jauh kebawah

kapsul Bowman dan kemudian naik lagi keatas membentuk huruf U.

i. Renal Collecting Tubule (Tubulus Pengumpul) Disebut juga Pembuluh Bellini, suatu pembuluh kecil sempit yang panjang

dalam ginjal yang mengumpulkan dan mengangkut urin dari nefron.

j. Kapsula bowman Merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal, terdapat ruang yang mengandung urine antara rumbai

kapiler dan kapsula bowman, dan ruang yang mengandung ini dikenal dengan nama ruang bowman atau ruang kapsular.

3. Fungsi Ginjal

a. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan di eskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih)

yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat)menyebabkan urine yang di eskresikan berkurang dan

kosentrasinya lebih pekat,sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahakan relatif normal.

b. Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan

elekrolit).
c. Mengatur keseimbangan asam-basa cairan tubuh, bergantung pada apa yang dimakan. Campuran makanan menghasilkan

urine yang bersifat agak asam, Ph kurang dari 6, ini disebabkan hasil akhir metabolisme protein. Apabila makan banyak

sayur-sayuran, urine akan bersifat basa.

d. Ekskresi sisa-sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin

dan bahan kimia asing (pestisida).

e. Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting mengatur tekanan

darah.

4. Etiologi

d. Infeksi : pielonefritis kronik

e. Penyakit peradangan : glomerulonefritis

f. Penyakit vascular hipertensif : nefroskleloris beningna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis

g. Gangguan jaringan penyambung : lupus eritematosus sistemik, polierteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif

h. Gangguan congenital dan herediter : penyakit ginjal polikistik dan asidosis tubulus ginjal

i. Penyakit metabolik : diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme.

5. Patofisiologi
a. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan dalam urine) tertimbun dalam

darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak tertimbun produk sampah, maka gejala

akan semakin berat.

b. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin

serum akan meningkat.

Chronic Kidney Disease (CKD) di bagi 5stadium :

Stadium I : bila kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa akan dikeluarkan lewat ginjal secara berlebihan.

Keadaan ini membuat ginjal zshipertrofi dan hiperfiltrasi. Pasien akan mengalami poliuria. Perubahan ini diyakini

dapat menyebabkan glomerulusklerosis fokal, terdiri dari penebalan difus matriks mesangeal dengan bahan

eosinofilik disertai penebalan membran basalin kapiler.

Stadium II :insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 70 % jaringan telah rusak, blood urea nitrogen (BUN) meningkat,

dan kreatinin serum meningkat.

Stadium III : glomerulus dan tubulus sudah mengalami beberapa kerusakan. Tanda khas stadium ini adalah

mikroalbuminuria yang melekap, dan terjadi hipertensi

Stadium IV : ditandai dengan proteinuria dan penurunan GFR. Retinopati dan hipertensi hampir selalu di temui.

Stadium V : adalah stadium akhir, ditandai dengan peningkatan BUN dan kreatinin plasma disebabkan oleh

penurunan GFR yang cepat.

PATHWAY
Zat toksik
Vaskuler Infeksi Obstruksi saluran kemih

reaksi antigen Arterio skerosis Tertimbun ginjal


antibody Retensi urin Batu besar dan

Suplai darah ginjal turun

menekan syaraf perifer iritasi / cedera jaringan


GFR turun

NYERI PINGGANG hematuria


GGK
anemia

sekresi protein retensi Na sekresi eritopoitis turun

sindrom uremia Total CES naik Produksi Hb turun

ggn keseimbangan asam basa urokrom tertimbun di kulit perpospatemia Tek kapiler naik suplai nutrisi dlm

prod asam lambung naik perubahan warna kulit pruritis Volume interstisial naik gangguan nutrisi

nausea, vomitus iritasi lambung KERUSAKAN INTEGRITAS edema (kelebihan oksihemoglobin


KULIT volume cairan) turun
pre load naik suplai O2kasar
turun
resiko infeksi Resiko perdarahan beban jantung naik
INTOLERANSI
hipertrovi ventrikel kiri
mual,muntah anemia AKTIFITAS

payah jantung kiri KETIDAKEFEKTI


KETIDAKSEIMBANGAN
keletihan FAN PERFUSI
NUTRISI KURANG DARI
JARINGAN
KEBUTUHAN TUBUH
COP turun bendungan antrium PERIFER
kiri

RAA turun suplai O2 jaringan turun suplai o2 ke otak turun tekanan vena
pulmonalis
RETENSI NA DAN H2O metabolism anaerob syncope (kehilangan kapiler paru naik
kesadaran)
KELEBIHAN VOL asam laktat naik
edema paru
CAIRAN

fatigue nyeri sendi


GANGGUAN
PERTUKARAN GAS
NYERI

Berdasarkan teori penyimpangan KDM pada pasien CKD :


1. Gangguan pertukaran gas
2. Nyeri Akut
3. Kelebihan volume cairan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
6. Intolerasi aktivitas
7. Kerusakan integritas kulit

Pada saat pengkajian penyimpangan KDM yang di temukan :

1. Perubahan perfusi jaringan


2. Intolerasi aktivitas
3. Gangguan rasa nyaman

C. Manifestasi klinis

Manifestasi klinik antara lain

a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi

b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak,

oedem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

D I : Kedalam 1-3 mm waktu kembali 3 detik


D II : Kedalam 3-5 mm waktu kembali 5 detik
D III : kedalam 5-7 mm waktu kembali 7 detik
D IV : kedalam 7 mm waktu kembali 7 detik
c. Manifestasi klinik menurut antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin angiotensin

aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada

lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat

kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi). Gangguan gastrointestinal : Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan

dengan atau metabolisme protein dalam usus.

c. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Suyono ,untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:

a. Pemeriksaan laboratorium

Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.

b. Pemeriksaan USG

Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal.

c. Pemeriksaan EKG

Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit
d. Melakukan perhitungan TKK

Rumus :

Perempuan

140 umur x BB x 0,85

72 x jumlah kreatinin

Laki-laki

140 umur x BB

72 jumlah kreatinin

e. Penanganan Medik

a. Hemodialisa (cuci darah)

b. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)

c. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat

d. Transfusi darah
e. Transplantasi ginjal

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan
diketahui berbagai permasalahan yang ada.
Data dasar pengkajian.
a. Aktivitas/Istirahat
1) Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan,malaise.
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
2) Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
b. Sirkulasi
1) Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi : nyeri dada (angina)
2) Tanda : Hipertensi ; DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak, tangan.
Disritmia jantung. Nadi lemah halus, hipertensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada
panyakit tahap akhir. Friction rub pericardial (respons terhadap akumulasi sisa). Pucat;kulit coklat
kehijauan, kuning. Kecenderungan perdarahan.

c. Integritas Ego
1) Gejala : Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya Perasaan tak berdaya, tak ada
harapan, tak ada kekuatan
2) Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
d. Eliminasi
1) Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut). Abdomen kembung, diare, atau
konstipasi.
2) Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan. Oliguria, dapat menjadi
anuria.
e. Makanan/Cairan
1) Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi) Anoreksia. Nyeri ulu
hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia). Penggunaan diuretic
2) Tanda : distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban.Edema (umum, tergantung).Ulserasi gusi, perdarahan
gusi/lidah.Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
f. Neurosensori
1) Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur.
2) Tanda : gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian.
g. Nyeri/Kenyamanan
1) Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala;kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam hari)
2) Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
h. Pernapasan
1) Gejala : Napas pendek; dispneanoktural paroksismal; batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak
2) Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernapasan kussmaul), Batuk produktif
dengan sputum merah muda encer (edema paru)
i. Pemeriksaan Diagnostik
1) Urine : volume, warna, berat jenis, osmolalitas, klirens kreatinin, natrium, protein.
2) Darah : BUN/Kreatinin, HT, SDM, GDA, Natrium Serum, Kalium, Magnesium/fosfat, kalsium, protein,
osmolalitas serum, KUB Foto, Pielogram retrograde, arteriogram ginjal, sistouretrogram berkemih,
ultrasono ginjal, Biopsi ginjal, endoskopi ginjal, nefroskopi, EKG.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
2
1. Perubahan perfusi jaringan renal berhubungan dengan retensi natrium dan H O
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial
dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.Dialisis Pada Diabetes Melitus.http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-pada-diabetes-


melitus.pdf diakses pada tanggal 23 Februari 2014
Anita dkk.Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip Ilmu
Fisika.http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada tanggal 23 Februari 2014
Bakta, I Made & I Ketut Suastika,.Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.Jakarta : EGC. 1999
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks.Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive Outcome
Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin.Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to Understanding and Management.
USA : Oxford University Press. 2010
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2.
Jakarta : EGC. 2002
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.Volume 2 Edisi 8.Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006
KONSEP HEMODIALISIS

PENGERTIAN
Hemodialisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah
kembali lagi ke dalam tubuh pasien. Hemodialisis memerlukan akses ke sirkulasi darah pasien, suatu mekanisme untuk membawa darah
pasien ked an dari dialiser (tempat terjadinya pertukaran cairan, elektrolit, dan zat sisa tubuh), serta dialiser. (Mary Baradero, 2008)

SEJARAH
Dr. Williem Kolff, seorang dokter Belanda, dibangun bekerja dialiser pertama pada tahun 1943 selama pendudukan Nazi di Belanda. Karena
kelangkaan sumber daya yang tersedia, Kolff harus berimprovisasi dan membangun mesin awal menggunakan casing sosis, kaleng
minuman, sebuah mesin cuci dan bahkan berbagai barang lainnya yang terseedia saat itu.Selama 2 tahun berikutnya Kolff menggunakan
mesin untuk mengobati 16 pasien yang menderita gagal ginjal akut, tetapi hasilnya tidak berhasil. Kemudian pada tahun 1945, seorang
wanita 67 tahun di koma uremik sadar setelah I jam hemodialisis dengan dialyzer, dan tinggal selama 7 tahun sebelum meninggal dari
kondisi yang tidak terikat. Dia adalah pasien pertama yang berhasil diobati dengan dialisis. (Davita, 2010)

PRINSIP
Dialisis bekerja pada prinsip-prinsip difusi zat terlarut dan ultrafiltrasi cairan melintasi membrane semipermiabel.Difusi menjelaskan
properti dari zat di dalam air.Zat dalam air cenderung bergerak dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah. Darah mengalir
dari salah sat sisi membrane semipermiabel, dan dialisat, atau cairan dialisis khusus, mengalir di sisi brlawanan. Sebuah membrane
semipermiabel adalah lapisan tipis bahan yang mengandung lubang berbagai ukuran atau pori-pori. Hal ini meniru proses penyaringan yang
terjadi pada ginjal, ketika darahmemasuki ginjal dan zat lebih besar dipisahkan dari yang kecil dalam gomerulus. (Kamus Mosby, 2006).
Dua jenis utama dialisis hemodialisis dan dialisis peritoneal, menghilangkan limbah dan kelebihan air dari darah dengan cara yang berbeda.
Hemodialisis menghiangkan limbah dan air dengan sirkulasi darah di luar tubuh melalui filter eksternal disebut dialyzer, yang berisi
membrane semipermiabel. Darah mengalir dalam satu arah dan dialisat mengalir di seberang.Aliran kontra saat ini darah dan dialisat
memaksimalkan gradient konsentrasi zat terlarut (misalnya kalium, fosfor dan urea) yang tidak diinginkan yang tingi dalam darah, tetapi
rendah atau tidak dalam larutan dialisis dan penggantian konstan dialisat memastikan bahwa konsentrasi zat terlarut yang tidak diinginkan
tetap rendah dalam sisi membrane. Larutan dialisis memiliki kadar mineral seperti kalium dan kalsium yang mirip dengan konsentrasi alami
mereka dalam darah yang sehat. Untuk yang lain, terlarut bikarbonat, tingkat dialisis solusi adalah ditetapkan pada tingkat sedikit lebih
tinggi daripada di darah normal, untuk mendorong difusi bikarbonat di dalam darah, untuk bertindak sebagai buffer PH untuk menetralkan
asidosis metabolik yang hadir pada pasien ini. (Pendse, 2008).
Pada dialisis peritoneal limbah dan air dikeluarkan dari darah dalam tubuh dengan menggunakan membran peritoneal dan perioneum
sebagai membrane semipermiabel alami. Limbah dan memindahkan kelebihan air dari darah, melintasi membran peritoneal dan ke dalam
larutan dialisis khusus, yang disebut dialisat, di rongga perut yang memiliki komposisi mirip dengan cairan darah. Hemodialisis berlangsung
2-4 jam, ssedang dialisis peritoneal berlangsung selama 36 jam (Mary Baradero, 2008)

EFEK SAMPING DAN KOMPLIKASI


Hemodialisis sering melibatkan pemindahan cairan (melalui ultrafiltrasi), karena sebagian besar pasien dengan gagal ginjal buang air sedikit
atau tidak ada.Efek samping yang disebabkan oleh menghilangnya terlalu banyak cairan atau menghapus cairan terlalu cepat, termasuk
tekanan darah rendah, kelelahan, sakit dada, kram kaki, mual, dan sakit kepala.
Sejak hemodialisis membutuhkan akses ke sistem peredaran darah, pasien yang menjalani hemodialisis dapat mengekspor sistem peredaran
darah mereka untuk mikroba yang dapat menyebabkan sepsis, infeksi yang mempengaruhi katup jantung (endokarditis) atau infeksi yang
mempengaruhi tulang (osteomyelitis).
Heparin adalah anti koagulan yang paling umum digunakan dalam hemodialisis, karena umumnya diltoleransi dengan baik dan dapat secara
cepat dikembalikan dengan protamine sulfat.Alergi heparin jarang menjadi masalah dan dapat menyebabkan jumlah trombosit rendah.
Komplikasi jangka panjang dari hemodialialisis termasuk amilodosis, neuropati, dan berbagai bentuk penyakit jantung. Meningkatnya
frekuensi dan lamanya perawatan telah terbukti untuk meningkatkan overload cairan dan pembesaran hati yang sering terlihat pada pesien
tersebut. (Weinrich, 2006)
AKSES VASKULAR HEMODIALISIS
Untuk melakukan hemodialisis intermitten jangka panjang, maka perlu ada jalan masuk ke sistem vascular penderita yang dapat
diandalkan.Darah harus keluar masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200 sampai 400 ml/menit.Akses vascular merupakan aspek yang
paling peka pada hemodialisis karena banyak komplikasi dan kegagalannya.Oleh karena itu, banyak metode yang dikembangkan untuk
mencapai jalan masuk vascular dalam beberapa tahun belakangan ini.Denominator yang paling sering dipakai pada kebanyakan teknik akses
vascular adalah jalan masuk ke sirkulasi arteri dan kembalinya ke sirkulasi vena.

Teknik Utama Vaskular Untuk Hemodialisa

Eksternal (sementara)
Akses Vaskular Eksternal (sementara)
Pirau Arteriovenosa (AV) atau sistem kanula
Pirau arteriovenosa (AV) eksternal atau sistem kanula diciptakan
Kateter Vena Femoralis (Lumen Shaldon dan Ganda)
dengan menempatkan ujung kanula Kateter Vena Subklavia dan teflon dalam arteri (biasanya
arteria radialis atau tibialis Internal (permanen) posterior) dan sebuah vena yang
berdekatan. Ujung-ujung kanula Fistula AV kemudian dihubung-hubungkan
Tandur AV
dengan selang karet silicon dan suatu sambungan teflon yang
melengkapi pirau. Pada waktu dilakukan dialisis, maka slang pirau eksternal dipisahkan dan dibuat hubungan dengan alat dialisis. Darah
kemudian dialirkan dari ujung arteri, melalui alat dialisis dan kembali ke vena. (Price, 2005)

Kateter vena femoralis dan subklavia sering dipakai pada kasus gagal ginjal akut bila diperlukan akses vaskular sementara, atau bila teknik
akses vaskular lain tidak dapat berfungsi sementara waktu pada penderita dialisis kronik. (Price, 2005)
Terdapat dua tipe kateter dialisis femoralis.Kateter shaldon adalah kateter berlumen tunggal yang mmerlukan akses kedua.Jika digunakan
dua kateter shaldon, maka dapat dipasang secara bilateral.Tipe kateter yang lebih baru memiliki lumen ganda, satu lumen untuk
mengeluarkan darah menuju alat dialisis dan satu lagi untuk mengembalikan darah ke tubuh penderita.Komplikasi yang terjadi pada kateter
vena femorallis adalah laserasi arteria femoralis, perdarahan, trombosis, emboli, hematoma, dan infeksi. (Price, 2005)
Kateter vena subklavia semakin banyak dipakai karena pemasangannya mudah dan komplikasinya lebih sedikit dibandingkan kateter vena
femoralis.Kateter vena subklavia dapat digunakan sampai 4 minggu, tetapi kateter vena femoralis biasanya dibuang setelah pemakaiann 1-2
hari setelah pemasangan. Komplikasi yabngg disebabkan oleh katerisasi vena subklavia serupa dengan yang terdapat pada toraks, robeknya
arteria subklavia, perdarahan, thrombosis, embolus, hematoma, dan infeksi.

Akses Vaskular Internal (permanen)


Fistula AV diperkenalkan oleh Cimino dan Brescia sebagai respon terhadap banyaknya komplikasi yang ditimbulkan pirau Av. Fistula AV
dibuat melalui anatomosis arteri secara langsung ke vena.(biasanya arteria radialis dan vena sefalika pergelangan tangan) pada lengan yang
tidak dominan. Hubungan dengan sistem dialisis dibuat dengan menempatkan satu jarum distal (garis arteri) dan sebuah jarum lain
diproksimal (garis vena) pada ven ayangg sudah diarterialisasi tersebut. Umur rata-rata fistula AV adalah 4 tahun dan komplikasinya lebih
sedikit dibandingkan denga pirau AV. Masalah yang paling utama adalah rasa nyeri pada pungsi vena, terbentuknya aneurisma, thrombosis,
kesulitan hemotasis pascadialisis, dan iskemia pada tangan (steal syndrome).
Pada beberapa kasus, pembuatan fistula pada pembuluh darah pasien sendiri tidak dimungkinkan akibat adanya penyakit, kerusakan akibat
prosedur sebelumnya, atau ukuran kecil.Pada keadaan demikian, maka suatu tandur AV dapat dianastomosiskan antara sebuah arteri dan
vena, dimana tandur ini bekerja sebagai saluran bagi aliran darah dan tempat penusukan selama dialisis. Tandur akan membuat tonjolan
dibawah kulit dan nampaknya seperti vena yang menonjol. Tandur AV adalah sebuah tabung prustetik yang dibuat dari bahan biologis atau
bahan sintetik. Komplikasi tandur AV akan sama dengan fistula AV yaitu thrombosis, infeksi, aneurisma, dan iskemia tangan yang
disebabkan oleh pirau darah melalui prostesis dan jauh dari sirkulasi distal (steal syndrome).

JENIS
Ada tiga jenis hemodialisis :
a.) Hemodialisis konvensional.
Hemodialisis biasanya dilakukan 3 kali seminggu, selama sekitar 3-4 jam untuk setiap perlakuan dimana darah pasien diambil, keluar
melalui tabung dengan kecepatan 200-400 ml/menit.Tabung terhubung ke jarum dimasukkan ke dalam fistula dialisis atau cangkok.
Darah kemudiann dipompa kembali ke dalam aliran darah pasien melalui tabung lain. Skema prosedur tekanan darah pasien
dimonitor, dan jika itu menjadi rendah atau pasien mengembangkan tanda-tanda lain dari volume darah seperti mual, petugas dialisis
dapat mengelola cairan ekstra melalui mesin.Selama perawatan seluruh volume darah pasien (sekitar 5000cc) bersirkulasi melalui
mesin setiap 15 menit.
b.) Hemodialisis harian.
Hemodialisis harian biasanya digunakan oleh pasien yang melakukan pencucian darah sendiri di rumah.Hal ini lebih lembut ttetapi
meembutuhkan akses lenih sering.Hemodialisis harian biasanya dilakukan selama 2 jam, enam hari seminggu.
c.) Hemodialisis nokturnal.
Prosedur dialisis ini mirip dengan hemodialisis konvnsional, kecuali dilakukan enam malan dalam seminggu dan 6-10 jam per sesi
saat tidur. (TOH, 2008)

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN


Keuntungan :
Tingkat kematian rendah.
Lebih mengantrol tekanan darah dank ram perut.
Kurang pembatasan diet.
Toleransi yang lebih baik, dan sedikit komplikasi.
Kekurangan :
Membutuhkan pasokan yang lebih seperti kualitas air yang tinggi dan listrik.
Membutuhkan teknologi yang handal seperti mesin dialisis.
Prosedur rumit dan membutuhkan pengasuh memiliki pengetahuan yang lebih.
Membutuhkan waktu untuk menyiapkan dan membesihkan mesin dialisis dan beban mesin. (Daugirdas, 2007)

INDIKASI
Keputusan untuk memulai dialisis atau hemofiltration pada pasien dengan gagal ginjal tergantung beberapa factor.Ini dapat dibagi menjadi
indikasi akut atau kronis.

Indikasi untuk dialisis pada pada pasien dengan cidera ginjal akut adalah:
1. Asidosis metabolik, dalam situasi dimana koreksi dengan natrium bikarbonat tidak praktis atau
dapat mengakibatkan overload cairan.
2. Kelainan elektrolit seperti hiperkalemia.
3. Overload cairan tidak diharapkan untuk merespon pengobatan dengan diuretic.
4. Komplikasi uremia, seperti perikarditis, ensefalopati atau perdarahan gastrointestinal.
5. Keracunan, yaitu keracunan akut dengan zat dialyzable.

Indikasi untuk pasien dengan gagal ginjal kronis:


1. Gejala gagal ginjal.
2. Rendah LFG sering dianjrrkan untuk dimulai pada LFG kurang dari 10-15 mls/min/1,73 m2.
Pada penderita diabetes dialisis dimulai sebelumnya.
Kesulitan dalam medis mengendalikan overload cairan kalium serum dan atau fosfor saat LFG
rendah. (Irwin, 2008)

Prosedur Pelaksanaan Hemodialisa


Pasien yang mengalami gagal ginjal kronik (GGK) kemudian berkembang menjadi gagal ginjal terminal membutuhkan dialisa secara
rutin.Keputusan untuk memulai dialisis pada pasien dengan gagal ginjal terminal harus dibuat berdasarkan evaluasi gambaran klinis dan
hasil pemeriksaan laboratorium.

Berikut prosedur pelaksanaan terapi homodialisa :


1. Pre planning
Di Indonesia hal ini tidak begitu mudah dilakukan mengingat seringnya pasien datang kerumah sakit sudah dalam keadaan yang
mengharuskan untuk dilakukan dialisis segera, namun hal tersebut dilakukan bila meliputi:
a. Edukasi sehubungan dengan fungsi ginjal, implikasi dari gagal ginjal dan pilihan tindakan.
b. Perkiraan tingkat fungsi ginjal dan kecepatan penurunan fungsinya. Hal ini memberikan pasien waktu untuk menyiapkan diri
terhadap tindakan dialisis.
c. Diskusi tentang pilihan tindakan yang akan dilakukan harus dilakukan seawal mungkin.
d. Akses untuk hemodialisa sebaiknya dibuat 6-12 bulan sebelum kemungkinan dilakukan dialisis.
2. Pilihan tindakan
Idealnya pilihan tindakan dipilih oleh pasien setelah mendapatkan pendidikan kesehatan dan diskusi dengan dokter atau perawat yang
relevan. Pertimbangan meliputi :
a. Faktor pasien: pilihan pasien, gaya hidup, kemandirian pasien, kemampuan untuk melakukan perwaan diri, support keluarga.
b. Pertimbangan medis: penyebab gagal ginjal, status krdiovaskuler, umur, kualitas hidup, kepatuhan.
c. Ketersediaan dana: faktor finansial dapat mempengaruhi pada pilihan tindakan.
3. Memulai dialisis pada pasien baru . Beberapa pertimbangan diperlukan pada pasien yang akan dilakukam tindakan dialisis pertama kali.
a. Kaji status hidrasi pasien untuk memulai proses menentukan berat badan ideal pasien
b. Menentukan resep dialisis pasien setelah dialisis pertama, meliputi:
1. Waktu
2. Dializer
3. Cairan yang ingin dikeluarkan nol sampai minimal kecuali pasien sangat kelebihan cairan
4. Kecepatan aliran darah, umumnya untuk dialisis pertama 150-180 ml/menit (tergantung unit masing-masing)
5. Dialisat kalium, kalsium, sodium, harus dipertimbangkan, review hasil pemeriksaan darah dan diulang pada awal dialisis
c. Menentukan resep antikoagulasi yang sesuai untuk pasien
d. Kaji patensi akses vaskuler, arah aliran dan tanda-tanda infeksi. Bila fistulanya baru, lihat apakah sudah boleh digunakan, lakukan
pemeriksaan darah sesuai dengan protap masing-masing unit termasuk pemeriksaan darah pre dan post dialisis
e. Berikan pasien rasa nyaman dan penjelasan
f. Observasi pasien terhadap gejala-gejala atau komplikasi. Beritahu pasien untuk memanggil perawat bila pasien mempunyai tanda-
tanda penurunan tekanan darah dan beritahukan pasien tanda-tanda yang harus diperhatikan
g. Mulailah melakukan edukasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan dialisis. Disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk
dapat menerimanya.
4. Prosedur pada pasien baru
Prosedur pada pasien baru di desain untuk memulai tindakan dialisis pada pasien dengan gejala yang minimal dan secara bertahap
ditingkatkan, seiring dengan pasien beradaptasi baik secara fisik maupun secara fisiologi. Beberapa unit menggunakan clinical pathway
untuk pasien baru sehingga mempunyai panduan yang sama. Penekananya adalah pengkajian setiap hari
danreview dari kebutuhan individu pasien. Tujuannya adalah :
a. Mencegah dialisis disequilibrium syndrome
b. Menghindari atau meminimalisir gejala
c. Memulai pengkajian dasar
d. Memulai edukasi
e. Menyesuaikan resep pada tiap dialisis untuk dapat menemukan kebutuhan pasien yang spesifik sampai resep yang sesuai telah didapat.
Prosedur pasien baru adalah panduan umum untuk dialisis untuk pasien baru dan menentukan waktu dan kecepatan aliran darah, perubahan
yang harus dibuat pada minggu pertama dan juga sebgai dokumentasi pasien.Hal ini memungkinkan setiap staf dialisis untuk mengevaluasi
tentang kondisi pasien sampai resep yang sesuai ditentukan (Niken, 2009).
5. Prosedur pelaksanaan tindakan
a. Persiapan Alat-alat
1. 1 buah bak instrumen besar, yang terdiri dari :
a) 3 buah mangkok kecil (1 untuk tempat NaCL, 1 untuk tempat Betadine, 1 untuk Alkohol 20%)
b) Arteri klem
2. 1 spuit 20 cc
3. 1 spuit 10 cc
4. 1 spuit 1 cc
5. Kassa secukupnya
6. Sarung tangan
7. Lidocain 0,5 cc (bila perlu)
8. Plester
9. Masker
10. 2 buah AV Fistula
13
11. Perlak untuk alas tangan

b. Persiapan Pasien
1. Timbang berat badan
2. Observasi tanda-tanda vital dan anamnesis
3. Raba desiran pada cimino apakah lancar
4. Tentukan daerah tusukan untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin
5. Tentukan pembuluh darah vena lain untuk masuknya darah dari mesin ke tubuh pasien
6. Beritahu pasien bahwa tindakan akan dimulai
7. Letakkan perlak di bawah tangan pasien
8. Dekatkan alat-alat yang akan digunakan

c. Persiapan Perawat
1. Perawat mencuci tangan
2. Perawat memakai masker
3. Buka bak instrumen steril
4. Mengisi masing-masing mangkok steril dengan: Alcohol, NaCl 0,9%, dan Betadine
5. Buka spuit 20 cc dan 10 cc, taruh di bak instrumen
6. Perawat memakai sarung tangan
7. Ambil spuit 1 cc, hisap lidocain 1% untuk anestesi lokal (bila
digunakan)
8. Ambil spuit 10 cc diisi NaCl dan Heparin 1500u untuk mengisi AV Fistula

d. Memulai Desinfektan
1. Jepit kassa betadine dengan arteri klem, oleskan betadine pada daerah
cimino dan vena lain dengan cara memutar dari arah dalam ke luar,
lalu masukkan kassa bekas ke kantong plastik
2. Jepit kassa Alcohol dengan arteri klem, bersihkan daerah Cimino dan
vena lain dengan cara seperti no.1
3. Lakukan sampai bersih dan dikeringkan dengan kassa steril kering,masukkan kassa bekas ke kantong plastik dan arteri klem diletakkan di
gelas ukur
4. Pasang duk belah di bawah tangan pasien, dan separuh duk ditutupkan di tangan

e. Memulai Punksi Cimino


1. Memberikan anestesi lokal pada cimino (tempat yang akan dipunksi) dengan spuit insulin 1 cc yang diisi dengan lidocain.
2. Tusuk tempat cimino dengan jarak 8 10 cm dari anastomose
3. Tusuk secara intrakutan dengan diameter 0,5 cm
4. Memberikan anestesi lokal pada tusukan vena lain
5. Bekas tusukan dipijat dengan kassa steril
f. Memasukkan Jarum AV Fistula
1. Masukkan jarum AV Fistula (Outlet) pada tusukan yang telah dibuat pada saat pemberian anestesi lokal
2. Setelah darah keluar aspirasi dengan spuit 10 cc dan dorong dengan NaCl 0,9% yang berisi heparin, AV Fistula diklem, spuit dilepaskan,
dan ujung AV Fistula ditutup, tempat tusukan difiksasi dengan plester dan pada atas sayap fistula diberi kassa steril dan diplester
3. Masukkan jarum AV Fistula (inlet) pada vena lain, jarak penusukan inlet dan outlet usahakan lebih dari 3 cm
4. Jalankan blood pump perlahan-lahan sampai 20 ml/mnt kemudian pasang sensor monitor
5. Program mesin hemodialisis sesuai kebutuhan pasien
6. Bila aliran kuran dari 100 ml/mnt karena ada penyulit, lakukan penusukan pada daerah femoral
7. Alat kotor masukkan ke dalam plastik, sedangkan alat-alat yang dapat dipakai kembali di bawa ke ruang disposal
8. Pensukan selesai, perawat mencuci tangan
9. Dokumentasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pre HD

1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolik, Hb s 7 gr / dl, Pneumonitis dan Perikarditis d dapetakai aksesoris untuk
bernafas Pernafasan cuping hidung, Perubahan parah nafas, dan Dipneu

2. Kelebihan volume cairan b.d menurun haluaran urine diet berlebih, retensi cairan & natrium b.d. Dalam waktu Sangat singkat,
Gelisah, Efusi pleura, Oliguria, Asupa melebihi haluran Edema Dispnea, Penurunan. Hemoglobin, Perubahan pola pernapasan dan
Perubahan tekanan darah.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia mual & muntah, diet dan perubahan selaput lendir mukosa
oral d.d sakit abdomen bising usus hiperaktif, kurang makanan, diare, kurang minat pada makanan dan berat badan 20% atau lebih
dibawah berat badan ideal.
4. Ansietas b.d krisis situasional d d gelisah, wajah tegang, bingung, tampak waspada, ragu / tidak percaya diri dan khawatir

5. Kerusakan integritas kulit b.d Gangguan sirkulasi Iritasi zat kimia, Defisit cairan d.d Kerusakan jaringan Kornea adalah. Membran
mukosa integumen, atau subkutan) dan Kerusakan jaringan.

Intra HD

1. Intra HD 1. Resiko cedera b.d akses vaskuler komplikasi sekunder terhadap penusukan & akses akses vaskuler.

2. Resiko terjadi perdarahan b.d Penggunaan heparin dalam proses hemodialisa

Post HD

1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia. Retensi produk sampah dan prosedur dialisis d, d mengaku merasa lemah, menyatakan
merasa letih, dispnea setelah beraktifitas ketidaknyamanan setelah beraktifitas, dan respon tekanan darah. Abnormal terhadap
aktivitas.

2. Resiko harga diri b.d ketergantungan, perubahan peran dan perubahan citra tubuh dan fungsi seksual d.d gangguan citra tubuh,
Mengungkapkan perasaan yang saling perubahan individualudalam penampilan Respon nonverbal terhadap perubahan persepsi
tubuh pada (mis penampilan, steruktur, fungsi) fokus pada perubahan, persaan negatif tentang sesuatu

3. Resiko Infeksi b.d prosesure ivasif berulang.

Anda mungkin juga menyukai