Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebanyakan injuri medulla spinalis terjadi dari trauma dan biasanya dihubungkan
dengan hilangnya fungsi secara menyeluruh dibawah level injuri. Faktor-faktor resiko
termasuk kurangnya praktik pengamanan saat mengemudi, menyelam dalam air yang
dangkal, dan aktivitas olahraga lainnya. Kerusakannya mungkin berhubungan dengan
tumor, abses, dan kondisi patologis spinal lainnya, seperti malformasi kongenital atau
arthritis.

Trauma medulla spinalis complete mengacu pada transeksi medulla baik dalam
bentuk trauma retakan, kontusio perdarahan, atau robekan pada parenkim medulla.
Injuri komplit berhubungan dengan kehilangan total seluruh fungsi motorik dan
sensorik dibawah level injuri dan adanya kerusakan medulla spinalis irreversible.
Injuri tulang servikal berhubungan dengan hilangnya fungsi motorik pada ekstremitas
atas dan bawah (quadriplegia), dimana injuri dibawah juncta cervicothoracic
mempengaruhi hanya ekstremitas bawah (paraplegia).

Trauma medulla spinalis incomplete dimanifestasikan dengan aneka derajat


kehilangan motorik dan sensorik.

Syok spinal adalah suatu keadaan yang dikarakteristikan dengan areflexia dan flaccid
paralysis yang terjadi segera setelah trauma. Hilangnya fungsi refleks dan
sensorimotorik dan otonom dibawah level injuri sementara dan mungkin bertahan
samapai beberapa jam sampai beberapa minggu. Adanya gerakan spastik involunter
mengindikasikan bahwa syok spinal telah berakhir.

Syok neurogenik adalah suatu sindrom yang dikarakteristikan dengan hipotensi dan
bradikardia; ini dapat terjadi pada pasien trauma tulang servikal. Perubahan
hemodinamik terjadi dari terputusnya sistem saraf otonom dimana terdapat
kehilangan aliran simpatis.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan dibahas sebagai
berikut :
1. Apa pengertian trauma medulla spinalis?
2. Bagaimana mekanisme trauma medulla spinalis?
3. Apa saja klasifikasi trauma medulla spinalis?
4. Apa saja tanda dan gejala trauma medulla spinalis?
5. Apa saja komplikasi trauma medulla spinalis?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik trauma medulla spinalis?
7. Bagaimana penatalaksaan pasien akut trauma medulla spinalis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian medulla spinalis
2. Untuk mengetahui tentang mekanisme trauma medulla spinalis
3. Untuk mengetahui tentang klasifikasi trauma medulla spinalis
4. Mengetahui tentang tanda dan gejala trauma medulla spinalis
5. Mengetahui tentang komplikasi trauma medulla spinalis
6. Mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik trauma medulla spinalis
7. Mengetahui penatalaksanaan pasien akut trauma medulla spinalis

2
BAB II

PEMBAHASAN

Trauma Medulla Spinalis

2.1 Pengertian
Trauma medula spinalis merupakan keadaan patologi akut pada medulla spinalis yang
diakibatkan terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan susunan saraf pusat
dan saraf perifer. Tingkat kerusakan pada medulla spinalis tergantung dari keadaan
atau inkomplit.
Beberapa yang berhubungan dengan trauma medulla spinalis seperti :
a. Quadriplegia
Adalah keadaan paralisis/kelumpuhan pada ekstremitas dan terjadi akibat trauma
pada segmen thorakal 1 (T1) keatas. Kerusakan pada level akan merusak sistem
syaraf autonom khususnya saraf simpatis misalnya adanya gangguan pernapasan.
b. Komplit Quadriplegia
Adalah gambaran hilangnya fungsi medulla karena kerusakan diatas segmen
servikas 6 (C6).
c. Inkomplit Quadriplegia
Adalah hilangnya fungsi neurologi karena kerusakan dibawah segmen servikal 6
(C6).
d. Respiratorik Quadriplegia (Pentaplagia)
Adalah kerusakan yang terjadi pada servikal bagian atas (C1-C4) sehingga terjadi
gangguan pernapasan.
Paraplegia adalah paralisis ekstremitas bagian bawah, terjadi akibat kerusakan
pada segmen thorakal 2 (T2).

2.2 Patofisiologi
Mekanisme Trauma
Ketika adanya kekuatan yang mendorong medulla spinalis, kerusakan terjadi pada
deficit neurologis. Sumber kekuatan termasuk trauma kolumna vertebra (fraktur,
dislokasi, dan sublukasi) atau trauma penetrasi (luka tembak atau tusuk). Walaupun
pada beberapa kasus medulla ini mungkin tidak rusak, pada lain waktu medulla
mengalami proses kerusakan disebabkan oleh kontusio, kompresi, atau komosio.

3
Penyebab trauma medulla spinalis dapat dibagi menjadi mekanisme trauma primer
dan sekunder (Okonkwo, 2003, dikutip dari Ignatavicius, 2006). Empat mekanisme
primer yang mungkin menyebabkan suatu trauma medulla spinalis : hiperfleksi,
hiperekstensi, axial loading (kompresi vertical); dan rotasi total. Trauma penetrasi
pada medulla mungkin juga terjadi.

Suatu trauma hiperfleksi terjadi ketika kepala tiba-tiba dan dengan kekuatan penuh
terakselerasi kedepan, menyebabkan fleksi ekstrim pada leher (Gbr 4-3). Tipe trauma
ini kadang terjadi pada tubrukan kepala dan kecelakaan mengemudi. Trauma fleksi
pada thorak bawah dan lumbal spinal mungkin juga terjadi ketika leher tiba-tiba
terfleksi dengan sendirinya seperti yang terjadi pada keadaan jatuh terduduk. Ligamen
posterior teregang atau sobek, atau vertebra mungkin fraktur atau dislokasi. Proses
lain yang mengganggu integritas medulla spinalis, menyebabkan perdarahan, edema,
dan nekrosis.

Trauma hiperekstensi terjadi lebih sering pada kecelakaan kendaraan dimana keadaan
klien ditabrak dari belakang atau saat jatuh ketika dagu klien terantuk (Gbr4-4).
Kepala tiba-tiba terakselerasi dan lalu terdeselerai. Peregangan ini atau robekan
ligamen longitudinal anterior, fraktur atau sublukasi vertebra, dan mungkin ruptur
disk intervetebra. Seperti traumma fleksi, medulla spinalis mungkin mudah rusak.

4
Kecelakaan menyelam, jatuh terduduk, atau melompat dimana klien mendarat pada
kakinya dapat menyebabkan banyak truma yang berkaitan dengan axial loading
(kompresi vertikal) (Gbr 4-5). Sentakan ke arah atas kepala menyebabkan vertebra
hancur berkeping-keping. Pecahan tulang masuk ke kanal spinal dan merusak
medulla.

5
Trauma rotasi disebabkan karena terputarnya kepala melebihi batas putaran normal.
Trauma Penetrasi ke medulla spinalis diklasifikasikan dengan kecepatan gerak suatu
benda (misalnya pisau atau peluru) menyebabkna trauma. Trauma-trauma kecepatan
rendah atau dampak lemah menyebabkan kerusakan langsung pada sisi atau
kerusakan lokal medulla spinalis atau saraf spinal. Kontrasnya, trauma kecepatan
tinggi yang terjadi dari luka tembak menyebabkna baik kerusakan langsung maupun
tidak langsung.
Trauma sekunder memperburuk trauma primer dan menyebabkan kematian. Trauma
sekunder termasuk dibawah ini:
Syok neurogenik
Gangguan vaskuler
Perdarahan
Iskemia
Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit.
Medulla spinalis mungkin mengalami kontusio, laserasi, atau kompresi yang
dilakukan oleh trauma. Perdarahan petekie pada area sentral abu-abu, dan kemudian
ke area putih, dapat disebabkan oleh suatu kontusio atau laserasi pada medulla
spinalis. Edema medulla spinalis terjadi sebagai akibat dari kompresi medulla karena
perdarahan, fragmen tulang, atau laserasi. Nekrosis pada medulla spinalis terjadi dari
sirkulasi kapiler dan aliran balik vena yang terhambat.

2.3 Klasifikasi trauma Medulla Spinalis


Trauma medulla spinalis dapat diklasifikasikan :
1. Komosio medulla spinalis
Adalah suatu keadaan dimana fungsi medulla spinalis hilang sementara tanpa
disertai gejala sisa atau sembuh secara sempurna. Kerusakan pada komosio
medulla spinalis dapat berupa edema, perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan
infark pada sekitar pembuluh darah.
2. Kompresi medulla spinalis berhubungan dengan cedera vertebral, akibat dari
tekanan pada medulla spinalis.
3. Kontusio
Adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebrata, ligamen dengan
terjadinya perdarahan, edema perubahan neuron dan reaksi peradangan.

6
4. Laserasi medulla spinalis
Merupakan kondiri yang berat karena terjadi kerusakan medulla spinalis. Biasanya
disebabkan karena dislokasi, luka tembak. Hilangnya fungsi medulla spinalis
umumnya bersifat permanen.

2.4 Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala dalah sebagai berikut :
1. Tergantung tingkat dan lokasi kerusakan
Tanda dan gejala trauma medulla spinalis tergantung tingkat kerusakan dan lokasi
kerusakan. Dibawah garis kerusakan terjadi misalnya hilangnya gerakan volunter,
hilangnya sensasi nyeri, temperature, tekanan, dan propriosepsi, hilangnya fungsi
bowel dan bladder dan hilangnya fungsi spinal dan refleks autonom.
2. Perubahan reflex
Setelah trauma medulla spinalis terjadi edema medula spinalis, sehingga stimulus
reflex juga terganggu misalnya reflex pada bladder, aktivitas visceral, reflex
ejakulasi.
3. Spasme otot
Gangguan spasme otot terutama terjadi pada trauma komplit transversal dimana
pasien terjadi ketidakmampuan melakukan pergerakan.
4. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis dibawah garis kerusakan,
hilangnya sensasi, hilangnya releks reflex spinal, hilangnya tonus vasomotor yang
mengakibatkan tidak stabilnya tekanan darah, tidak adanya keringat dibawah garis
kerusakan dan inkontinensia urine dan retensi feses.
5. Autonomic dysreflesia
Autonomic dysreflesia terjadi pada cedera thorakal enam keatas, dimana pasien
mengalami gangguan reflex autonom seperti terjadinya bradikardia, hipertensi
paroksimal distensi bladder.

7
2.5 Tanda-tanda Vital
Syok neurogenik.
Tekanan darah : hipotensi
Nadi : Bradikardia
Suhu : Hipotemia 35,5C 36,6C

2.6 Komplikasi trauma Medulla Spinalis


Adapun komplikasinya adalah :
Neurogenik shock
Hipoksia
Gangguan paru-paru
Instabilitas spinal

8
Orthostatic hipotensi
Ileus paralitik
Infeksi saluran kemih
Kontraktur
Dekubitus
Inkontinensia bladder
Konstipasi

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Tidak ada tes diagnostik yang dilakukan; kombinasi tes dan manifestasi klinis
mengkonfirmasikan diagnosa trauma vertebral dan / atau trauma medulla spinalis.
a. Radiografi Spinal
Radiografi spinal multipel mengkonfirmasikan tipe dan lokasi fraktur
vertebra.
Fraktur dan/ atau dislokasi dapat terjadi dalam segmen-segmen berbeda
pada 20% pasien trauma berat.
Tumor, perubahan arthritik, dan abnormalitas kongenital mungkin
tervisualisasikan.
b. Computed Tomography (CT Scan)
Mengvisualisasikan fraktur yang tidak terdeteksi dengan radiografi.
Reflek terhubung dengan kanal spinal atau akar saraf dengan fragmen
tulang atau fraktur ekstensif.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Mengidentifikasikan perluasan kerusakan medulla spinalis, derajat
kontusio tulang.
Mengdemonstrasikan adanya darah, edema, jaringan nekrotik, herniasi
disk, atau pertumbuhan tumor.

2.8 Penatalaksanaan Pasien Akut


a. Tujuan perawatan
1). Stabilisasikan tulang belakang dan mencegah trauma sekunder pada medulla :
Cervical collar atau brace
Traksi servikal dengan tongs

9
Halo brace
Tempat tidur kinetis
Kortikosteroid, seperti methylprednisolone (kontroversial)
Diuretik osmotik seperti mannitol (kontroversial)
Pembedahan : laminektomi dekompresi, reduksi terbuka, atau tertutup dari
fraktur, atau spinal fusion.

2). Dukung fungsi kardiopulmoner


Oksigen suplemen
Intubasi dan ventilasi mekanik
Tempat tidur kinetik
Infus kristaloid
Agen inotropik dan/atau vasopresor
Antropin untuk bradikardia

3). Menurunkan / mengurangi nyeri dan spasme otot :


Analgesik (contoh acetaminophen, kodein, morfin).
Relaksasi otot (contoh diazepam, baclofen)

4). Mendeteksi atau mencegah sekuel manifestasi klinis (Tabel4-2)

10
b. Pengkajian
1). Primary survey
Airway
Pengkajian jalan nafas.
Apa kabar?, untuk mengetahui informasi kepatenan jalan nafas
dan tingkat kesadaran.
Looking: tanda-tanda hipoksia, trauma jelas yang ada di jalan
nafas.
Listening: suara nafas abnormal contoh Stridor.
Imobilisasi tulang belakang dengan hard collar atau imobilisasi
yang digunakan dengan alas keras, panjang, dan datar (long spine
board).
Oksigen tambahan (aliran darah)
Pemeriksaan kepatenan jalan nafas dengan : jaw thrust / chin
lift,oral airway, suction.
Intubasi endotrakeal, indikasi : kebutuhan untuk menjaga
kepatenan jalan nafas, koreksi terhadap hipoksemia, trauma kepala
berat, tingkat kesadaran yang berubah-ubah, injuri traumatik
mayor.

Breathing
Identifikasi dan rawat injuri thorak mayor: pneumothorax (simple,
terbuka, atau tension), Haemopneumothorax, Fraktur Iga, Flail
Chest.
Jika hal diatas ada, perlu dipertimbangkan trauma
tracheobranchial, trauma jantung (kontusio atau tamponade),
kontusio pulmonar, terputusnya aorta/esofageal, trauma diafragma.

Circulation dengan kontrol perdarahan


Cek nadi dan iramanya.
Cek perfusi perifer.
Pasang infus di dua vena untuk akses IV.
Kirimkan sampel darah untuk persiapan transfusi.

11
Hipotensi merupakan tanda hipovolemia, waspada dangan ukur
tekanan darah.

Disability
Pengkajian awal neurologi dibatasi hanya pada tingkat kesadaran
dengan menggunakan skala AVPU :
A : Alert (waspada)
V : responds to Voice (respon terhadap suara)
P : responds to Pain (respon terhadap nyeri)
U : Unresponsive (tidak berespon)
Observasi pupil
Adanya perubahan pada AVPU menandakan perlunya pengkajian
ulang Airway, Breathing, dan Circulation.

Exposure
Perlunya inspeksi keseluruhan tubuh pasien
Selimuti klien untuk mengurangi kehilangan panas tubuh.

Pemasangan kateter Foley


Pemasangan NGT ( Naso Gastric Tube) dan EKG

12
2). Secondary survey
Anamnesis dan mekanisme trauma, riwayat media, identifikasi dan
mencatat obat yang diberikan kepada penderita sewaktu datang dan selama
pemeriksaan dan penatalaksanaan.
Penilaian ulang tingkat kesadaran dan pupil, penilaian ulang GCS,
penilaian tulang belakang, (palpasi, nyeri, paralysis, parastesia, sensasi,
fungsi motorik, refleks tendon dalam, pencatatan dan pemeriksaan ulang),
evaluasi ulang akan adanya cedera penyerta atau cedera tersembunyi.

c. Diagnosa keperawatan prioritas


1) Risiko tinggi injuri.
2) Kerusakan pertukaran gas.
3) Risiko tinggi penurunan curah jantung.
4) Tidak efektifnya pola nafas.
5) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas.
6) Risiko tinggi perubahan protesi.
7) Perubahan nutri : kurang dari kebutuhan tubuh.
8) Risiko tinggi perubahan proses keluarga.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Trauma medula spinalis merupakan keadaan patologi akut pada medulla spinalis yang
diakibatkan terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan susunan saraf pusat
dan saraf perifer. Tingkat kerusakan pada medulla spinalis tergantung dari keadaan
atau inkomplit.
Faktor resiko terjadinya trauma medulla spinalis yaitu mengonsumsi alkohol dan
obat-obatan saat mengendarai kendaraan. Sedangkan etiologinya disebabkan oleh
trauma dan non trauma. Mekanisme utama terjadi cedera vertebra adalah karena
hiperekstensi, hiperfleksi trauma kompresi vertical dan rotasi, bisa sendiri atau
kombinasi.

3.2 Saran
Jadikanlah makalah ini sebagai media tulis yang dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan kita. Janganlah jadikan sebagai media tulis biasa yang ridak bermanfaat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ns. Paula kristanty, Skep, MA & dkk. (2006). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta.
CV. Trans Info Media

15

Anda mungkin juga menyukai