Anda di halaman 1dari 28

LA PORAN KASUS

ASUHA N KEPERAWATAN PADA PASIEN Sdr. A DENG AN


ACUTE LYMFOB LASTIK LEUKEMIA DI R UANG
BOUGE NVILE 3 IRNA I RSUP D r. SARDJ ITO
Y OGYAKARTA
Disusun Oleh :

Santi Listi Astuti


2520142512

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


Y OGYAKARTA
2017

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT (LLA)

A. Perngertian
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah proliferasi
maligna/ganas limfoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh sel
inti tunggal yang dapat bersifat sistemik (Smeltzer et al, 2008). Leukemia
adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang
didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut
adalah keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30%
dari seluruh keganasan pada anak), anak laki-laki lebih sering ditemukan
daripada anak perempuan, dan terbanyak pada usia 3-4 tahun. Faktor risiko
terjadi leukemia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi
faktor hormonal, infeksi virus (Ribera, 2009).
Akut Limfoblastik Leukemia (ALL) merupakan bentuk akut dari
leukemia yang diklasifikasikan menurut sel yang lebih banyak dalam
sumsum tulang yaitu berupa limfoblast (Muttaqin, 2009). Dari ketiga
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa akut limfoblastik leukemia
adalah keganasan sel dalam sumsum tulang yaitu berupa limfoblast
abnormal yang lebih sering mengenai anak-anak usia kurang dari 15 tahun
yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti kelainan kromosom, bahan
kimia, radiasi, faktor hormonal, dan infeksi virus.
Klasifikasi

Menurut Handayani dan Andi (2008), Akut Limfoblastik


Leukemia, diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Leukemia Akut

Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang


yang berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh
komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan
penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki
perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan
meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
a. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya


proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limpoetik
yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat
dalam) dan kegagalan organ.

LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada


umur dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya
pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak
akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis, terutama diakibatkan
oleh kegagalan dari sum-sum
tulang.

Secara morfologis, menurut FAB (French, British,


and

America) Akut Limfoblastik Leukemia, dibagi menjadi 3, yaitu:

1) L1 : ALL dengan sel limfoblas kecil-kecil dan merupakan


84% dari ALL.
2) L2 : Sel lebih besar, inti regular, kromatin bergumpal,
nucleoli prominen dan sitoplasma agak banyak. Merupakan
14% dari ALL.
3) L3 : ALL mirip dengan limfoma Burkitt, yaitu sitoplasma
basofil dengan banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari
ALL.
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)

LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem


hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid.
LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering
terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih
sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-
anak (15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa
1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak
diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.

2. Leukemia Kronik

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2008), Leukemia kronis terdiri dari:

a. Leukemia myelogeneus kronik (LMK)

Terjadi akibat kerusakan murni di pluripotent stem cell. Pada


pemeriksaan darah perifer ditemukan adanya leukositosis dan
trombositosis. Ditemukan juga adanya peningkatan produksi
dari granulosit seperti netropil, eosinofil dan basofil.
b. Leukemia lympositik kronik (LLK)

Karakteristik leukemia ini jenis ini adanya proliferasi awal


limfosit B. hasil pemeriksaan darah perifer ditemukan
peningkatan jumlah sel limfosit baik matur maupun imatur.
Peningkatan jumlah limfosit ini akan memfiltrasi kelenjar
limfe, hati, limpa dan sumsum tulang. Perkembangan penyakit
ini mulai stage 0-1V sampai dengan 5 tahun.
Tabel 1 Stage Leukemia lympositik kronik (LLK)
Stage Gambaran
Stage 0 Absolut limfositosis dalam darah
>15.000/mm3
Stage I Absolut limfositosis dan adanya
pembesaran limfe
Stage II Absolut limfositosis disertai
pembesaran limpa dan hati
Stage III Absolut limfositosis disertai
anemia (Hb<11 gr/dl pada laki-laki
dan Hb<10 gr/dl pada wanita)
Stage Iv Absolut limfositosis disertai
trombositopenia (trombosit <
100.000/mm3)

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Menurut Ngastiyah (2005), etiologi Akut limfoblastik leukemia sampai
sekarang belum jelas, diduga kemungkinan besar karena virus (Virus
Onkogenik). Faktor lain yang turut berperan ialah:
a. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi belum diketahui secara pasti.

b. Faktor Predisposi

1) Penyakit defisiensi imun tertentu, misalnya


agannaglobulinemia; kelainan kromosom, misalnya sindrom
down (risikonya 20 kali lipat populasi umumnya); sindrom
Bloom.
2) Virus

Virus sebagai penyebab sampai sekarang masih terus diteliti.


Sel leukemia mempunyai enzim trankriptase (suatu enzim
yang diperkirakan berasal dari virus). Limfoma Burkitt, yang
diduga disebabkan oleh virus EB, dapat berakhir dengan
leukemia.
3) Radiasi Ionisasi

Terdapat bukti yang menyokong dugaan bahwa radiasi pada


ibu selama kehamilan dapat meningkatkan risiko pada
janinnya. Baik dilingkungan kerja, maupun pengobatan
kanker sebelumnya. Terpapar zat-zat kimiawi seperti
benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti
neoplastik.
4) Herediter

Faktor herediter lebih sering pada saudara sekandung


terutama pada kembar monozigot.

5) Obat-obatan

Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti


diethylstilbestrol.

Faktor lain
1) Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan
kimia (benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan
bakteri).
2) Faktor endogen seperti RAS

3) Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter


(kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kaka-adik
atau kembar satu telur).

2. Patofisiologi

Menurut Muttaqin (2009), patofisiologi Akut Limfoblastik


Leukemia sebagai berikut: Akut limfoblastik leukemia meningkat
dari sel batang limfoid tunggal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang,
biasanya dijumpai tingkat pengembangan limfoid yang berbeda
dalam sumsum tulang, mulai dari yang prematur hingga hampir
menjadi sel normal.
Derajat kematangannya merupakan petunjuk untuk
menetukan atau meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan
darah tepi, ditemukan sel muda limfoblast dan biasanya terdapat
leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit
neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan
trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya
menunjukkan sel-sel blast yang dominan. Pematangan limfosit B
dimulai dari stem sel limfoid, Pre-B, early B, sel B intermedia, sel
B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal
dari stem sel pluripoten, berkembang menjadi stem sel limfoid, sel
timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, serta menjadi
limfosit T helper dan limfosit T supresor.

Peningkatan produksi leukosit juga melibatkan tempat-


tempat ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran
kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering
dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan syaraf pusat yaitu
sakit kepala, muntah-muntah, kejang dan gangguan penglihatan.

3. Manifestasi klinis
Menurut Betz dan Linda (2002), manifestasi klinis Akut
Limfoblastik Leukemia sebagai berikut:
a. Bukti anemia, perdarahan, dan infeksi

1) Demam

2) Keletihan
3) Pucat

4) Anoreksia

5) Petekia dan perdarahan

6) Nyeri sendi dan tulang

7) Nyeri abdomen yang tidak jelas

8) Berat badan turun


9) Pembesaran dan fibrosis organ-organ sistem
retikuloendotelial-hati, limpa dan limfanodus.
b. Peningkatan tekanan intrakranial karena infiltrasi meninges

1) Nyeri dan kaku kuduk

2) Sakit kepala

3) Iritabilitas

4) Letargi

5) Muntah

6) Edema papil

7) Koma

8) Gejala-gejala sistem saraf pusat yang berhubungan dengan


bagian sistem yang terkena
a) Kelemahan ekstremitas bawah

b) Kesulitan berkemih

c) Kesulitan belajar, khususnya matematika dan hafalan


(efek samping lanjut dari terapi).
Menurut Handayani dan Andi (2008), pemeriksaan
penunjang Akut Limfoblastik Leukemia, sebagai berikut:
a. Pemeriksaan darah tepi, hasil yang didapatkan adalah sebagai
berikut:

1) Ditemukan sel muda limfoblast

2) Leukositosis (60%)

3) Kadang-kadang leukopenia (25%)

4) Jumlah leukosit netrofil seringkali rendah

5) Kadar hemoglobin dan trombosit rendah

b. Pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel blast


yang dominan.
Menurut Muttaqin (2009), pemeriksaan diagnostik Akut
1) Count blood cells : indikasi normositik, anemia normokromik
2) Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gram %
3) Retikulosit : menurun/rendah
4) Jumlah keping darah : sangat rendah (<50.000/mm)
5) White blood cells : >50.000/cm dengan peningkatan immature WBC
(Kiri Ke Kanan
6) Serum/ urine uric acid: meningkat
7) Serum zinc : menurun
8) Bone marrow biopsy : indikasi 60-90% adalah blast sel dengan
precusor eritroid, sel matur dan penurunan megakariosit.
9) Rontgen dada dan biopsi kelenjar limfe: menunjukkan tingkat
kesulitan tertentu.
4. Pemeriksaan Diagnostik
5. Komplikasi
Menurut Betz & Linda (2002), komplikasi pada Akut
limfoblastik leukemia, adalah :
a. Gagal sumsum tulang

b. Infeksi

c. Hepatomegali

d. Splenomegali

e. Limfadenopati

6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Handayani dan Andi (2008), penatalaksanaan Akut
Limfoblastik Leukemia, sebagai berikut:
Bentuk terapi utama dalam penanganan ALL adalah kemoterapi.

Kemoterapi untuk ALL yang paling mendasar terdiri atas panduan


obat.

a. Induksi remisi

1) Obat yang digunakan terdiri atas:

a) Vincristine (VCR) 1,5 mg/m2/minggu secara IV.


b) Prednison (Pred) 6 mg/m2/hari secara oral.

c) L.Asparaginase (L. Asp) 10.000 U/m2.

d) Daunorubicin (DNR) 25 mg/m2/minggu - 4 minggu.


2) Regimen yang digunakan untuk ALL dengan risiko standar
terdiri atas:
a) Prednison + VCR.

b) Prednison + VCR + L. Asparaginase.

3) Regimen ALL dengan risiko tinggi atau ALL pada orang


dewasa antara lain:
a) Prednison + VCR + DNR dengan atau tanpa L.
Asparaginase.

b) DNR + VCR + Prednison + L. Asparaginase dengan


atau tanpa siklofosfamid.
b. Terapi Post Remisi

1) Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel leukemia yang


bersembunyi dalam SSP dan testis).
2) Terapi intensifikasi/konsolidasi : pemberian regimen non
cross resistant terhadap regimen induksi remisi.

3) Terapi pemeliharaan (maintanance) : umumnya digunakan 6


mercaptopurine (6 Mp) per oral, diberikan selama 2-3 tahun
dengan
diselingi terpai konsolidasi.

Menurut Ngastiyah (2005), penatalaksanaan medis Akut


Limfoblastik Leukemia, sebagai berikut:
a. Transfusi darah, biasanya diberikan jika kadar Hb <6 gram %.
Pada trobositopenia yang berat dan perdarahan masih dapat
diberikan tranfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC
dapat diberikan heparin.
. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya)
setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan
akhirnya dihentikan.
c. Sitostatika

Selain sitostatika yang lama (6-mercaptopurine atau 6-Mp,


metotraksat atau Mtx) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan
lebih paten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin
(daunorubycine) dan berbagai nama obat lainnya. Umumnya
sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan
prednisone. Pada pemberian obat ini sering terdapat akibat efek
samping berupa alopesia (botak), stomatitis, leukopenia, infeksi
sekunder atau kandidiasis. Bila jumlah leukosit kurang dari
2000/mm3 pemberiannya harus hati-hati.

d. Infeksi sekunder (Infeksi yang menular ke bagian tubuh lain)


dindarkan, lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci hama.

e. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah


tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106),
imunoterapi mulai diberikan (mengenai cara pengobatan yang
terbaru masih dalam pengembangan).

Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klinik bergantung


pada pengalaman, tetapi prinsipnya sama yaitu dengan pola dasar:
a. Induksi

Dimaksudkan untuk mencapai remisi dengan berbagai obat


tersebut sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi

Bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.

c. Rumat

Untuk mempertahankan remisi agar lebih lama. Biasanya dengan


memberikan sitostatika setengah dosis biasa.
d. Reinduksi

Dimaksudkan untuk mencegah relaps, biasanya dilakukan setiap


3-6 bulan dengan pemberian obat-obatan seperti pada induksi
selama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia pada susunan saraf pusat.
Diberikan Mtx secara intrarektal dan radiasi kranial.
f. Pengobatan imunologik

Pola ini dimaksudkan menghilangkan sel leukemia yang ada di


dalam tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna (dengan
berbagai cara yang dilakukan di bagian IKA). Pengobatan
seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.
Pungsi sumsum tulang diulang secara rutin

setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu).

Menurut Ngastiyah (2005), penatalaksanaan keperawatan


Akut Limfoblastik Leukemia adalah:
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama
dengan pasien lain yang menderita penyakit darah. Tetapi karena
prognosis pasien pada umumnya kurang menggembirakan (sama
seperti kanker lainnya) maka pendekatan psikososial harus
diutamakan. Yang perlu diusahakan
adalah ruangan yang aseptik dan cara bekerja yang aseptik pula.
Sikap perawat yang ramah dan lembut diharapkan tidak hanya untuk
pasien saja tetapi juga pada keluarga yang dalam hal ini sangat peka
perasaannya jika mengetahui penyakit anaknya.

C. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wong (2004), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada pasien leukemia:
1. Ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai
darah ke perifer (anemia)
2. Risiko infeksi dengan faktor risiko pertahanan tubuh sekunder tidak
adekuat.
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan atau anemia

4. Risiko perdarahan dengan faktor risiko penurunan jumlah trombosit


5. Nyeri akut b.d Agen cedera Biologis

6. Ketidakefektifan pola napas b.d nyeri

7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor


biologis

8. Defisit perawatan diri berpakaian b.d kelemahan

D. Intervensi keperawatan
1. Risiko infeksi dengan faktoe risiko perhananan tubuh sekunder
tidak adekuat.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam,


diharapkan tidak terjadi infeksi.

Kriteria hasil :

a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

c. Jumlah leukosit dalam batas normal

d. Menunjukkan perilaku hidup sehat

Rencana Intervensi:
a. Tempatkan pada ruangan khusus, batasi pengunjung sesuai
indikasi. Rasional : Melindungi dari sumber
potensial/infeksi

b. Berikan protocol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua


petugas dan pengunjung.
Rasional : Menurunkan risiko terjadinya infeksi

c. Awasi suhu, perhatikan antara peningkatan suhu dan


pengobatan kemoterapi, observasi demam sehubungan dengan
takikardi hipotensi. Rasional : Hipertermia lanjut terjadi pada
beberapa tipe infeksi dan demam.
d. Dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, batuk.
Rasional : Mencegah statistis secret pernafasan, menurunkan
risiko otelektasis/pneumonia.
e. Hindari/batasi prosedur invasive (tusukan jarum dan injeksi)
bila mungkin.
Rasional : Kulit robek dapat memberikan jalan masuk patogenik.

f. Awasi pemeriksaan laboratorium.

Rasional : Penurunan jumlah SDP normal/imatur dapat


diakibatkan oleh proses penyakit atau kemoterapi, melibatkan
respon imun dan peningkatan risiko infeksi.
g. Berikan obat sesuai indikasi contoh antibiotik.

Rasional : Dapat diberikan secara profilaksis atau mengobati


infeksi khusus.
2. Risiko perdarahan dengan faktor risiko penurunan jumlah trombosit.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam,


diharapkan tidak terjadi perdarahan.

Kriteria Hasil :

a. Tidak ada hematuria dan hematemesis

b. Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg), nadi 60-


100x/menit.
c. Tidak ada tanda-tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit
meningkat.
Rencana Intervensi :

a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda


klinis. Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya
kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epitaksis, ptekie.

b. Anjurkan klien untuk banyak istirahat (bedrest)

Rasional : Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat


menyebabkan terjadinya perdarahan.
c. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk
melaporkan jika da tanda perdarahan seperti: hematemesis,
melena, epitaksis.
Rasional : Keterlibatan klien dan keluarga dapat membantu
untuk penanganan dini bila terjadi perdarahan.
d. Antisipasi adanya perdarahan: gunakan sikat gigi yang lunak,
pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap
selesai ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.

e. Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari.

Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat


diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan
perdarahan yang dialami klien.
3. Nyeri akut b.d Agen cedera Biologis

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam,


diharapkan nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil :

a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu


menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
b. Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)

d. Skala nyeri (0-2)

e. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang (wajah rileks)

Rencana Intervensi

a. Kaji nyeri secara komperhensif.

Rasional : Membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi


dapat mengindikasi terjadinya komplikasi.
b. Ukur tanda-tanda vital, perhatikan petunjuk non verbal, misal :
otot tegang, gelisah.
Rasional : Dapat membantu mengevaluasi pernyataan verbal
dan keefektifan intervensi.
c. Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh
stress. Rasional : Meningkatkan istirahat dan meningkatkan
kemampuan koping.
d. Evaluasi dan dukung mekanisme koping klien.
Rasional : Pengguanaan persepsi sendiri untuk menghilangkan
nyeri dapat membantu klien mengatasinya lebih efektif.
e. Kolaborasi pemberian analgetik.

Rasional : Untuk mengurangi nyeri dengan tindakan


farmakologi pemberian obat.
4. Ketidakefektifan pola napas b.d nyeri

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam,


diharapkan pola nafas kembali efektif.

Kriteria Hasil :

a. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa


tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak suara nafas abnormal).

b. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,


pernafasan).

Rencana Keperawatan:

a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat


upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu
pernafasan/pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalamn pernafasan
bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Ekspansi dada
terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri
dada,

b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti


crackles, wheezing.
Rasional : Ronkhi dan wheezing menyertai obstruksi jalan
nafas/kegagalan pernafasan.
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.

Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan


memudahkan pernafasan.
d. Kolaborasi: berikan terapi oksigen tambahan.

Rasional : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja


nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan
membantu pengenceran sekret.

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor


biologis

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan sela x24 jam


diharapakan, ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi.

Kriteria Hasil :

a. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

b. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

c. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.


Rencana Keperawatan :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan
intervensi.
b. Observasi dan catat masukan makanan klien.

Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan


konsumsi makanan.
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan)

Rasional : Mengawasi penurunan BB/ mengawasi efektifitas


intervensi.

d. Berikan makanan sedikit tapi sering dan atau makan diantara


waktu makan.
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
e. Berikan dan bantu oral hygiene.

Rasional : Menigkatkan nafsu makan dan masukan peroral.

f. Hindari makanan yang merangsang dan


mengandung gas. Rasional : Menurukan distensi
dan iritasi gaster.

6. Defisit perawatan diri berpakaian b.d kelemahan


Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam


diharapkan klien/keluarga mampu merawata diri sendiri.

Kriteria Hasil :

a. Mampu melakukan tugas fisik yang paling mendasar dan


aktivitas perawatan pribadi secara mandiri dengan atau tanpa
alat bantu.
b. Mampu untuk mengenakan pakaian dan berhias sendiri secara
mandiri atau tanpa alat bantu.
c. Memakai pakaian secara rapi dan bersih.

Rencana Keperawatan :

a. Mandikan klien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan


sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
Rasional : Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran
darah dan meningkatkan kesehatan.
b. Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.

Rasional : Untuk melindungi klien dari kuman dan


meningkatkan rasa nyaman.
c. Berikan hygiene education pada klien dan keluarga tentang
pentingnya kebersihan diri.
Rasional : Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk
menjaga personal hygiene.
d. Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.

Rasional : Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif


dalam kebersihan.
e. Bimbing keluarga klien
memandikan/menyeka pasien. Rasional :
Agar ketrampilan dapat diterapkan.
f. Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.

Rasional : klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta


mencegah terjadinya infeksi.
7. Hipertermia b.d penyakit

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam,


diharapkan suhu tubuh kembali normal.

Kriteria Hasil :

a. Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-37,50C)

b. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Rencana Keperawatan :
a. Kaji suhu tubuh pasien.

Rasional : Mengetahui peningkatan suhu tubuh, untuk


memudahkan intervensi.
b. Beri kompres hangat.

Rasional : Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara


konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara
perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
c. Berikan/anjurkan klien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari
(sesuai toleransi).
Rasional : untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat
evaporasi.

d. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan


mudah menyerap keringat.
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis
mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan
suhu tubuh.
e. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi TD) tiap 3
jam sekali atau sesuai indikasi.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum klien.
f. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena dan pemberian obat
sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi klien dengan
suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan
panas tubuh klien.
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4 volume 1.EGC. Jakarta
Shocker (2008), Patient care standart: nursing process diagnosis, alih
bahasa:

Yasmin et al. Jakarta : EGC

http://www.jurnalkedokterangigi.com/post/read/550/tata-cara-menyikat-
gigi-yang-baik-dan-benar.html (Diakses pada tanggal 24 Juni 2016)

Anda mungkin juga menyukai