Anda di halaman 1dari 14

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. T
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Wukir sari
Tanggal Masuk : 24 Oktober 2016
Tanggal Pemeriksaan : 24 Oktober 2016

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Hidung kiri tersumbat dan sering pilek
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli RSUD Karanganyar pada hari Senin, 24
Oktober 2016 dengan keluhan utama rasa tersumbat di hidung dan rinore.
Keluhan dirasakan sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu. Rasa tersumbat
oleh pasien dirasakan semakin memberat sejak 2-3 minggu terakhir
sehingga membuat pasien kesulitan untuk bernafas melalui hidung. Pasien
mengatakan juga sering pilek, terutama muncul pada saat dingin, ibu pasien
juga mengatakan bahwa tidur anak. T mendengkur. Nyeri kepala (-), pusing
(-), demam (-), sesak (-), mual (-), muntah (-), napas berbau (-), riwayat
sakit gigi (+).
Keluhan THT
Tenggorok :
Sakit menelan (-), sulit menelan (-), suara tidak jelas (-), serak (-), sesak
napas (-), suara hilang (-), tersedak (-),
Telinga :
Telinga sakit (-/-), berdenging (-/-), terasa penuh (-/-), pendengaran
berkurang (-/-), benda asing (-/-)
Hidung :
Hidung tersumbat (-/+), hidung keluar cairan (+/+), Nyeri hidung (-/+),
hiposmia (-/-)
3. Riwayat Penyakit Dahulu

1
Sakit serupa : diakui
Alergi : diakui
Diabetes : disangkal
Hipertensi : disangkal
Jantung : disangkal
Paru : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Sakit serupa : disangkal
Diabetes : disangkal
Hipertensi : disangkal
Jantung : disangkal
Paru : disangkal
Ginjal : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Baik, kesadaran : Compos Mentis E4V5M6
2. Vital Sign
BP : 110/70 mmHg
HR : 84x/m
RR : 28x/m
T : 36,3oC
BB : 29 kg
3. Status Generalis
Kepala : Normocephal,
Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), secret (-/-),
pupil isokor (+/+)
Mulut : Sianosis (-), Halitosis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid
(-)
Thoraks :
1. Pulmo
- Inspeksi : Simetris (+), retraksi (-)
- Palpasi` : Ketinggalan gerak (-), fremitus (+/+)
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-)
2. Cor
- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : Iktus cordis teraba
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : BJ I-II regular, bising jantung (-)
Abdomen :
- Inspeksi : Datar

2
- Auskultasi : Peristaltic (+) normal
- Perkusi : Timpani (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar
3. Status Lokalis
Hidung :
- Inspeksi : Bengkak (-/-), deformitas (-), secret serous
(+/+), hiperemis (-/-),
- Palpasi : Krepitasi (-/-),nyeri tekan maksila (-/-)
- Rinoskopi Anterior : Konka inferior hipertrofi (-/sulit
dievaluasi), cavum nasi sempit (-/+), secret
serous (+/+), massa putih keabu-abuan (-/+),
septum deviasi (-/ sulit dievaluasi)
- Rinoskopi Posterior : tidak dilakukan
Orofaring : Mukosa bibir dan mulut basah (+), Trismus (-), Tonsil
(T1/T1), Hiperemis (-/-), Detritus (-/-) Uvula di tengah (+),
terdapat massa (-), post nasal drip (-)
Telinga
- Telinga luar : Normotia (+/+), hiperemis (-/-), nyeri tekan tragus
(-/-), keluar cairan dari telinga (-/-),
- Telinga dalam : Liang telinga lapang (+/+), edema (-/-), hiperemis
(-/-), serumen (-/-), MT intak (+/+), reflek cahaya
(+/+), furunkel (-/-
- Pemeriksaan Garpu Tala : tidak dilakukan

Gambar 1. Pemeriksaan inspeksi hidung

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah
PEMERIKSAAN HASIL
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.9

3
Hematokrit 41.0
Leukosit 9.03
Trombosit 361
Eritrosit 5.03
MPV 7.3
PDW 15.8
INDEX
MCV 81.5
MCH 27.6
MCHC 33.9
HITUNG JENIS
Gran% 66.7
Limfosit% 26.7
Monosit% 3.5
Eosinofil% 2.9
Basofil% 0.2
Clotting Time 04.00
Bleeding Time 01.30
Gula Darah Sewaktu 98
Kesan: Normal

Foto polos SPN


Gambar 2. Foto Polos SPN

RESUME
1. Anamnesis :
- Rasa tersumbat di hidung kiri
- Sering pilek

4
- Sulit nafas melalui hidung
2. Pemeriksaan Fisik :
- Keadaan Umum : Baik, kesadaran Compos Mentis E4V5M6
- Vital Sign
BP : 110/70 mmHg
HR : 84x/m
RR : 28x/m
T : 36,3oC
BB : 29 Kg
- Mulut : Dalam batas normal
- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
- Hidung
Massa berwarna putih keabu-abuan di hidung kiri
Sekret serous (+/+)
Konkha oedem (-/+)
E. DIAGNOSIS BANDING
1. Angiofibroma juvenile
2. Meningoensefal okel
3. Adenoid hipertrofi
F. DIAGNOSIS
Polip Antrochoana sinistra
G. PENATALAKSANAAN
- Operatif
Polipektomi dilaksanakan 25 Oktober 2016
- Medikamentosa
Cefadroxyl syr 2x 2 cth
Dexamethason 0.5 mg tab
Cetrizin 10 mg tab 3x1 Pulv
Ambroxol 30 mg tab
Paracetamol syr 3x 1cth (jika nyeri)
Asam traneksamat 3x 250 mg
- Non Medikamentosa
Menghindari alergen
H. PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : dubia ad bonam
- Quo ad Sanam : dubia ad bonam
- Quo ad Functionam : dubia ad bonam

5
6
BAB II
PEMBAHASAN

Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis yang dilakukan secara autoanamnesis
kepada pasien didapatkan keluhan rasa tersumbat di hidung yang semakin terasa
dalam 2-3 minggu terakhir, keluhan ini menyebabkan pasien sulit bernapas
dengan hidung, pasien mengaku sering pilek terutama bila dingin sejak kurang
lebih 5 tahun terakhir dan aloanamnesis pada ibu pasien yang mengatakan bahwa
an.T sering mendengkur saat tidur.
Gejala klinis polip antrokoanal pada anak dapat berupa keluhan hidung
tersumbat unilateral yang progresif, rinore, anosmia, tidur mendengkur,
Obstructive Sleep Apneu (OSA), bernafas dengan mulut, dan halitosis. Pada
pasien ini keluhan utama adalah hidung tersumbat dan rinore dengan tidur
mendengkur.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan massa polipoid berwarna putih keabu-
abuan di hidung kiri. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan,
maka pasien ini didiagnosis dengan polip antrokhoana sinistra. Polip antrokoanal
biasanya bersifat unilateral dan terdiri dari dua komponen, yaitu bagian kistik dan
polipoid padat. Bagian kistik berada dalam sinus maksila, meluas ke kavum nasi
dan nasofaring melalui meatus media menjadi bagian yang lebih padat dan
polipoid. Beberapa teori mengemukakan bahwa polip tumbuh dari asinus kelenjar
mukus yang tersumbat dan pecah selama proses penyembuhan sinusitis dan
membentuk mukosil, berkembang membentuk kista intramural yang memenuhi
sinus maksila dan keluar melalui ostium sinus maksila menuju kavum nasi.
Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien ini adalah tindakan operatif
Polipektomi. Hasil foto polos menunjukkan perselubungan di sinus maksilaris,
maka perlu diberikan pengobatan lanjutan untuk menangani rhinosinusitis kronis.

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di
dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat
inflamasi mukosa. Polip antrochoanal yang juga dikenal sebagai polip Killian
merupakan lesi jinak yang berasal dari mukosa sinus maksilaris, tumbuh
melalui ostium aksesori ke dalam meatus media dan, setelah itu, meluas ke
posterior ke arah choana dan nasofaring (Frosini, P., et al, 2009; Soepardi, et
al. 2012).
B. EPIDEMIOLOGI
Polip antrokoanal meliputi 4-6% dari seluruh polip nasal, merupakan jenis
polip nasal yang banyak ditemukan pada anak dan usia muda, 33% polip nasal
pada anak adalah polip antrokoanal. Distribusi umur penderita polip
antrokoanal adalah antara 7 sampai 75 tahun, dengan umur rata-rata 20 tahun. .
Polio antrochoana lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan,
yaitu 70% pada laki-laki dan 30% pada wanita (Yaman, et al, 2010).
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Patogenesis polip antrochoana sebelumnya belum dijelaskan. Sinusitis
kronis dan rhinitis alergi telah dianggap sebagai faktor predisposisi (Balikci,
2012).
D. PATOGENESIS
Pembentukan polip sering dihubungkan dengan inflamasi kronik, disfungsi
saraf otonom, serta predisposisi genetic. Menurut teori Bernstein, terjadi
perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang
berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks ostio-meatal. Terjadi
prolapse submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar
baru. Selain itu juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan
sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip (Soepardi, et al.
2012).
Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang

8
mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan
menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi polip (Soepardi, et al. 2012).
Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab akan semakin membesar
menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dan membentuk
tangkai (Soepardi, et al. 2012).
E. MAKROSKOPIS
Secara makroskopik polip merupakan massa bertangkai, dengan
permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan,
agak bening, dapat tunggal atau multiple dan tidak sensitive (bila ditekan tidak
sakit).Warna polip yang pucat tersebut disebabkan karena mengandung banyak
cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau
proses peradangan warna polip menjadi kemerahan dan bila polip sudah
menahun menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan
ikat (Soepardi, et al. 2012).
Polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring, disebut
polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan
disebut juga polip antro-koana (Soepardi, et al. 2012).
F. MIKROSKOPIS
Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa
hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang
sembab. Sel-sel terdiri dari sel limfosit, sel plasma, eosinophil, neutrophil, dan
makrofag. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena
sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik, atau gepeng
berlapis tanpa keratinisasi (Soepardi, et al. 2012).
Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2,
yaitu polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik (Soepardi, et al. 2012).
G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala polip antrokoana mirip dengan gangguan hidung yang lainnya,
yaitu obstruksi hidung, rhinorrhea, mendengkur, sakit kepala, bernapas melalui
mulut, epistaksis, anosmia, halitosis, dyspnea, disfagia, disfonia dan pruritis
hidung pruritis. Hidung tersumbat dan rinorhe adalah gejala yang muncul
paling umum. Pada sebuah penelitian didapatkan gejala hidung tersumbat
(100%), rhinorrhoea (48%), snoring (36%) dan bernapas melalui (32%) pada
pasien dengan ACP (Yaman, et al, 2010).

9
H. DIAGNOSIS
Anamnesis
Keluhan utama penderita polip nasi ialah hidung rasa tersumbat dari yang
ringan sampai berat. Rinore mulai jernih sampai purulent, hiposmia atau
anosmia, mungkin disertai bersin, nyeri di hidung disertai sakit kepala di
daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapatkan post nasal
drip dan rinore purulent. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah bernafas
melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur, dan penurunan kualitas
hidup.
Selain itu ditanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap
aspirin dan alergi obat lainnya serta makanan.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna
pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.
Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund
- Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus medius
- Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di
rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung
- Stadium 3 : Polip yang massif (Soepardi, et al. 2012).
Pemeriksaan dengan naso-endoskopi sangat membantu diagnosis kasus
polip baru, stadium 1 dan 2 kadang tidak terlihat pada pemeriksaan
rinoskopi anterior. Kasus polip koanal juga seriung dilihat tangkai polip
yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.
Pemeriksaan radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di sinus,
tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip.
CT-Scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan hidung dan
sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau
sumbatan pada kompleks osteomeatal (Soepardi, et al. 2012).
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip ialah menghilangkan keluhan-
keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
Pemberian kostikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga
polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan topical atau sistemik. Polip tipe

10
eosinofilik memberi respon lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid
intranasal disbanding tipe polip neutrofilik (Soepardi, et al. 2012).
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip
yang sangat massif dilakukan ekstraksi polip (polipektomi), operasi Caldwell-
Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop
dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional) (Soepardi, et
al. 2012).

J. PROGNOSIS
Polip nasi dapat muncul kembali selama iritasi alergi masih tetap berlanjut.
Rekurensi dari polip umumnya terjadi bila adanya polip yang multipel. Polip
tunggal yang besar seperti polip antral-koanal jarang terjadi relaps.
Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga
perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal
pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan
eliminasi.
Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau tanpa
dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang mengandung kortikosteroid
atau tidak.

11
BAB IV

KESIMPULAN

Polip antrochoanal yang juga dikenal sebagai polip Killian merupakan lesi
jinak yang berasal dari mukosa sinus maksilaris, tumbuh melalui ostium aksesori
ke dalam meatus media dan, setelah itu, meluas ke posterior ke arah choana dan
nasofaring. Faktor predisposisi timbulnya polip adalah sinusitis kronis dan rhinitis
alergi. Pembentukan polip sering dihubungkan dengan inflamasi kronik, disfungsi
saraf otonom, serta predisposisi genetic. Hidung tersumbat dan rinorhe adalah
gejala yang muncul paling umum.
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip ialah menghilangkan keluhan-
keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip. Pemberian
kostikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi
medikamentosa. Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa
atau polip yang sangat massif dilakukan ekstraksi polip (polipektomi).
Prognosis polip nasi yakni dapat muncul kembali selama iritasi alergi
masih tetap berlanjut. Rekurensi dari polip umumnya terjadi bila adanya polip
yang multipel. Polip tunggal yang besar seperti polip antral-koanal jarang terjadi
relaps.

12
DAFTAR PUSTAKA

Balikci, H. H., Ozkul, M. H., Uvacin O., Yasar, H., Karakas, M., Gurdal, M. 2012.
Antrochoanal polyposis: analysis of 34 cases. Eur Arch Otorhinolaryngol.
Volume: 270:16511654
Soepardi, A. E., Iskandar, N., Basruddin, J., Rastuti, R, D. 2012. Buku Ajar ilmu
Kesehatan telinga Hidung tenggorok kepala & Leher. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Frosini,P., G. Picarella, E. De Campora. Antrochoanal Polyp: Analysis Of 200
Cases. 2009. Acta Otorhinolaryngologica Italica. Volume 29:21-26
Yaman, H., Yilmaz, S., Karali, E., Guclu, E., Ozturk, O. 2010. Evaluation And
Management Of Antrochoanal Polyps. Clinical and Experimental
Otorhinolaryngology. Vol. 3, No. 2

13
14

Anda mungkin juga menyukai