Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan berkembangnya


ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat memberikan dampak yang
sangat luas bagi masyarakat. Dampak yang timbul antara lain angka kejangkitan dan
kematian penyakit-penyakit infeksi menurun, sedangkan insidensi penyakit lain
(misalnya kardiovaskuler) meningkat. Dampak lainnya ialah usaha harapan hidup
menjadi lebih meninggi dan jumlah anggota masyarakat yang berusia lanjut lebih
banyak (Mangunegoro, 1992 www.sampoerna.blogspot.com).

Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor lingkungan


yang lain, terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal
perubahan itu mungkin merupakan homeostasis martial,kemudian bisa timbul
homeostasis abnormal atau reaksi adaptasi dan
paling akhir terjadi kematian sel (Kumar etal, 1992)

Salah satu organ tubuh yang mengalami perubahan anatomik-fisiologik akibat


bertambahnya usia seseorang adalah sistem pernafasan.

Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua (menjadi


tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memeperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantindes, 1994 www.sampoerna.blogspot.com).

Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul


pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-penyakit yang
diderita kelompok usia lanjut merupakan kelanjutan penyakit yang diderita sejak
umur muda, akibat dari gejala sisa penyakit yang pernah diderita sebelumnya,
penyakit akibat kebiasaan- kebiasaan tertentu di masa lalu (misalnya kebiasaan
merokok, minum alkohol dan sebagainya dan penyakit-penyakit yang mudah terjadi
akibat usia lanjut. Penyakit-penyakit paru yang diderita kelompok usia lanjut juga
mengikuti pola penyebab atau kejadian tersebut (Mangunegoro, 1992
www.sampoerna.blogspot.com).

Menurut data yang ada, infeksi saluran napas bagian bawah akut dan
tuberkulosis paru masih menduduki lima penyakit terbanyak yang diderita oleh
masyarakat (Boedhi-Darmojo, 1992; DepKes RI/SKRT tahun 1980, 1986, 1992).

Roesdi tahun 1980 meneliti secara retrospektif terhadap 31.275 orang


penderita yang dirawat di RS Dr. Kariadi selama satu tahun (1980), ditemukan 226
orang penderita usia lanjut. Di antara 226 orang penderita tersebut 67 orang (29,4%)
menderita penyakit paru dalam berbagai jenis.

Pada tahun 1981 Pranarka , mengadakan survey kesehatan kelompok usia


lanjut di daerah pegunungan di Jawa Tengah (berpenduduk 3.247 jiwa) menemukan
sebanyak 274 orang (8,4%) penduduk usia diatas 50 tahun, sebanyak 56 orang (1,7%)
menderita penyakit paru, dan 29 orang (0,9%) diantaranya menderita tuberkulosis
paru.

Sutanegara di Bali (1987) memeriksa sebanyak 196 orang kelompok


pensiunan (usia lanjut) dikota Denpasar Bali, menemukan 24,5% diantaranya dengan
kelainan/penyakit paru.

Sidharto di Semarang (1987) mengadakan studi retrospektif terhadap


penderita-penderita usia lanjut yang diawatdi RS Dr. Kariadi Semarang yang
menderita penyakit infeksi, menemukan sebanyak 614 penderita usia lanjut menderita
penyakit infeksi dan 61,9% diantaranya menderita infeksi saluran napas.
Rahmatullah pada tahun 1993 mengadakan studi retospektif terhadap 55.655
orang penderita yang dirawat di RS Dr. Kariadi menemukan sebanyak 522 orang usia
lanjut menderita penyakit paru dengan rincian ISPA/pneumoni 16,6%, tuberkulosis
paru 25,2%, PPOM 5,6% dan karsinoma paru 4,5%.

Berdasarkan data diatas terkait masalah perubahan sistem pernapasan pada


lansia maka kelompok tertarik untuk membahas mengenai asuhan keperawatan yang
diberikan kepada lansia dengan gangguan sistem pernapasan khususnya untuk
masalah penyakit TB Paru.

B. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini antara lain, yaitu untuk memahami:

a. Pengertian lansia.
b. Fungsi normal dari sistem pernafasan pada manusia.
c. Perubahan struktur dan fungsi sistem pernafasan yang terjadi pada lansia.
d. Perubahan psikososial dan spiritual yang dialami lansia akibat adanya
perubahan struktur dan fungsi sistem pernafasan.
e. Konsep dasar dari penyakit TBC yang mencakup mengenai pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, komplikasi dan penatalaksanaan medis yang
dapat dilakukan.
f. Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada lansia dengan masalah
perubahan sistem pernafasan khususnya dengan penyakit TBC.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Proses Penuaan Pada Sistem Pernafasan

1. Pengertian Proses Penuaan

Lanjut usia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Menurut Bernice
Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana
orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Sedangkan menurut (Prayitno
dalam Aryo (2002) dalam buku Keperawatan Gerontik edisi 2) mengatakan bahwa
setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56
tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk
keperluan pokok kehidupannya sehari-hari.

Pada Lansia, menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki dari atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang di derita (Nugroho, 2000 dalam buku Keperawatan
Gerontik edisi 2)

Pada orang orang sehat, perubahan anatomik fisiologik tersebut merupakan


bagian dari proses menua, Usia Ianjut bukanlah merupakan penyakit, tetapi
merupakan tahap lanjut dari suatu kehidupan yang ditandai dengan menurunnya
kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap stres atau pengaruh lingkungan. Proses
menua melandasi berbagai kondisi yang terjadi pada usia lanjut (Kumar et al, 1992. Di
dalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah


disebabkan oleh proses menua dan bukan disebabkan oleh penyakit yang menyertai
proses menua, ada 4 kriteria yang harus dipenuhi (Widjayakusumah, 1992. R Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999):

1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya
umum terjadi pada setiap orang.

2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan fungsi sel
dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan bukan oleh
faktor luar.

3. Proses menua terjadi secara progresif, berkelanjutan, berangsur Iambat dan tidak
dapat berbalik lagi.

4. Proses menua bersifat proses kemunduran atau kerusakan (injury).

2. Fungsi Normal Sistem Pernafasan

Pernafasan (respirasi) merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang


mengandung O2 (oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan CO2
(karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Adapun guna
pernafasan banyak sekali diantaranya: mengambil O2 yang kemudian dibawa
keseluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengelurakan CO2 sebagai sisa dari
pembakaran karena tidak digunakan lagi oleh tubuh dan menghangatkan dan
melembabkan udara.

Saluran pernafasan mulai dari atas secara berturut-turut adalah:

a) Hidung (Nasal)

Merupakan saluran udara yang pertama, yang terdiri dari 2 kavum nasi, dipisah kan
oleh septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring
udara, debu dan kotoran. Bagia luar terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-
otot dan tulang rawan. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, ke
atas rongga hidung berhubungan dengan sinus para nasalis. Adapun fungsi dari nasal
ini sebagai saluran udara pernafasan, penyaring udara pernafasan yang dilakukan
bulu-bulu hidung, dapat menghangatkan udara oleh mukosa serta membunuh kuman
yang masuk bersamaan dengan udara pernapasan oleh leukosit yang terdapat dalam
selaput lendir (mukosa) atau hidung.

b) Faring

Merupakan tempat persimpangan antara jalan nafas dan pencernaan. Terdapat di


bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas
tulang leher. Ke atas berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang
(koana), kedepan berhubungan dengan rongga mulut. Rongga faring terbagi atas tiga
bagian: nasofaring, orofaring dan laringofaring.

c) Laring

Laring merupakan lanjutan dari pharing yang terletak didepan oesophagus.


Bentuknya seperti kotak segi tiga dengan sebelah samping mendatar dan didepan
menonjol. Laring ini dibentuk oleh tulang rawan yang dihubungkan oleh jaringan
ikat, pada laring terdapat selaput pita suara.

d) Trachea

Trachea merupakan lanjutan dari laring, dibentuk oleh cincin tulang rawan yang
berbentuk huruf C. Diantara tulang rawan dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot
polos yang panjangnya 11,2 cm, lebarnya 2cm. Mulai dari bawah laring segitiga
vertebra thorakalis V dan akan bercabang menjadi bronchus kiri dan kanan. Trachea
juga dilapisi oleh selaput lendir (mukosa) yang mempunyai epitel torak yang berbulu
getar. Permukaan mukosa ini selalu basah oleh karena adanya kelenjar mukosa.
Trachea berfungsi untuk menyaring debu-debu yang halus dari udara pernafasan. Otot
polos pada dinding trachea dapat berkontraksi sehingga saluran akan menyempit
sehingga timbul sesak nafas.

e) Bronchus

Bronchus merupakan cabang trachea sehingga vertebra thorakalis V yaitu terdiri dari
bronchus kiri dan brochus kanan. Bronchus ini dibentuk oleh cincin tulang rawan
yang ukurannya lebih kecil dari trachea yang dilapisi oleh selaput lendir. Perbedaan
bronchus kiri dan bronchus kanan adalah: bronchus kiri lebih kecil, horizontal dan
lebih panjang sedangkan bronchus kanan lebih besar, vertikal dan lebih pendek.

f) Bronchiolus

Bronchiolus merupakan cabang dari bronchus yang mana struktur sama dengan
brochus hanya saja ukuran dan letaknya berbeda. Bronchiolus sudah memasuki lobus
paru-paru sedangkan bronchus masih di luar paru-paru. Bronchiolus akan bercabang
lagi menjadi bronchiolus terminalis yang strukturnya sama dengan Bronchiolus dan
letaknya lebih dalam di jaringan paru-paru. Diujungnya baru terdapat rongga udara
yaitu alveolus dan dinding dari alveolus merupakan jaringan paru-paru.

g) Paru-paru

Paru-paru (pulmo) terletak dalam rongga dada yang terdiri dari paru kiri dan kanan,
diantara paru kiri dan kanan terdapat jantung, pembuluh darah besar trachea,
bronchus dan esophagus. Di sebelah depan, belakang dan lateral paru-paru berkontak
dengan dinding dada, sebelah bawah berkontak dengan diafragma dan sebelah medial
adalah tempat masuk bronchus kiri, kanan dan tempat masuk pembuluh darah arteri
dan vena pulmonalis. Bentuk dari paru ini seperti kubah (segitiga) yang puncaknya
disebut apek pulmonum dan alasnya disebut basis pulmonal.

Jaringan paru-paru ini bersifat elastis sehingga dapat mengembang dan mengempis
pada waktu bernafas. Didalam paru-paru terdapat kantong-kantong udara (alveolus),
alveolus ini mempunyai dinding yang tipis sekali dan pada dindingnya terdapat
kapiler-kalpiler pembuluh darah yang halus sekali dimana terjadi difusi oksigen dan
CO2. Jumlah alveolus ini 700 juta banyaknya dengan diameter 100 micron.
Luasnya permukaan dari seluruh membran respirasi ini kalau direntang adalah 90 m2
atau 100 kali luas tubuh, akan tetapi hanya 70 m2 yang dipergunakan untuk
pernafasan selebihnya tidak mengembang.

Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa rangkap dua yaitu pleura. Selaput ini
merupakan jaringan ikat yang terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseral yang
langsung melengket pada dinding paru-paru, masuk kedalam fisura dan memisahkan
lobus satu dengan yang lainnya, membran ini kemudian dilipat kembali sebelah
tampuk paru-paru dan membentuk pleura parietalis dan melapisi bagian dalam
dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga adalah pleura kostalis, bagian yang
menutupi diafragmatika dan bagian yang terletak dileher adalah pleura servicalis.
Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat yang disebut dengan membran supra
renalis (fasia gison) dan diatas membran ini terletak arteri subklavia.

Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat eksudat untuk melicinkan permukaannya
dan menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu bernafas.
Dalam keadaan normal kedua lapisan ini satu dengan yang lain erat bersentuhan.
Ruang atau rongga pleura itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan
tidak normal udara atau cairan akan memisahlkan kedua pleura dan ruangan
diantaranya akan menjadi lebih jelas.

Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dengan karbon dioksida yang


terjadi pada paru-paru. Adapun tujuan pernafasan adalah memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan mengeluarkan sisa pembakaran berupa karbondioksida
dari jaringan.
Pernafasan menyangkut dua proses :

1. Pernafasan luar (eksternal) adalah: Absorbsi O2 dari luar masuk kedalam paru-
paru dan pembuangan CO2 dari paru-paru keluar.

2. Pernafasan dalam (insternal) ialah: Proses transport O2 dari paru-paru ke jaringan


dan transport CO2 dari jaringan ke paru-paru.

Pernafasan melalui paru-paru (internal), oksigen diambil melalui mulut dan


hidung pada saat pernafasan dimana oksingen masuk melalui trachea sampai ke
alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan
oksigen dari darah, oksigen menembus membran diambil oleh sel darah merah
dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan keseluruh tubuh.

Sementara itu karbondioksida sebagai sisa metabolisme dalam tubuh akan


dipisahkan dari pembuluh darah yang telah mengumpulkan karbondioksida itu dari
seluruh tubuh kedalam saluran nafas.

3. Perubahan Fungsi Dan Struktur Sistem Pernafasan Yang Terjadi Pada Lansia

3.1 Perubahan Anatomik sistem pernafasan

Adapun bagian yang mengalami perubahan adalah:

1. Dinding dada: tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang-tulang rawan


mengalami osifikasi.

2. Otot-otot pernafasan: mengalami kelemahan akibat atrofi.

3. Saluran nafas: akibat kelemahan otot berkurangnya jaringan elastis bronkus dan
alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil, cincin-cincin tulang rawan bronkus
mengalami pengapuran.

4. Struktur jaringan parenkim paru: bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus


membesar secara progeseif terjadi emfisema senilis.
3.2 Perubahan-perubahan fisilogik sistem pernafasan

1. Gerak pernafasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun rongga dada
akan merubah mekanika pernafasan, amplitudo pernafasan menjadi dangkal
sehingga akan timbul keluhan sesak bernafas.

2. Distribusi gas: perubahan struktur anatomik saluran gas akan menimbulkan


penumpukan udara dalam alveolus (air traping) ataupun gangguan
pendistribusian oksigen.

3. Volume dan kapasitas paru menurun.

4. Gangguan transport gas: pada usia lanjut terjadi penurunan PaO2 secara bertahap,
yang penyebabnya terutama disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi. Selain itu diketahui bahwa pengambilan O2 dalam darah dari alveoli
(difusi) dan transport O2 ke jaringan-jaringan berkurang, terutama saat melakukan
olahraga.

5. Gangguan perubahan ventilasi paru: akibat adanya penurunan kepekaan


kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral ataupun pusat-pusat pernafasan pada
medulla oblongata dan pons.

4. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya


Perubahan Fungsi dan Struktur Tubuh

4.1 Perubahan-perubahan Psikososial

a. Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas


dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan.
b. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality).
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit.
d. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
e. Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit dan bertambahnya
biaya pengobatan.
f. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
g. Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.

4.2 Pengaruh Proses Penuaan Pada Fungsi Psikososial

a. Perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan fungsi,


kemunduran orientasi, penglihatan, pendengaran mengakibatkan kurangnya
percaya diri pada fungsi mereka.
b. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel-sel otak
c. Gangguan halusinasi.
d. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi
e. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran diri.

4.3 Perubahan Spritual

a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan (Maslow, 1970


www.sulandraamensambas.blogspot.com).
b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970
www.sulandraamensambas.blogspot.com).
c. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978),
Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir
dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai keadilan.
B. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang


parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk
meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe (Brunner & Suddarth, 2002 hal.584).

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang di sebabkan oleh kuman


TB (Mycobacterium Tuberkulosis), sebagian besar kuman menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (www.infeksi.com).

Tuberkulosis paru adalah Penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium


tuberkulosis, yakni kuman aerob yang dapat menyerang semua sistem tubuh, yang
mengenai paru (Dr. Med. Ahmad Ramali, Dkk, 1992 :306
www.erfansyah.blogspot.com).

TB Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium


tuberkulosa tipe humanus (jarang oleh tipe M. Bovinus). TB paru merupakan
penyakit infeksi penting saluran napas bagian bawah. Basil mikobakterium
tuberculosa tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer. Selanjutnya menyebar ke kelenjar
getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks atau ranke (Muhammad
Amin, Ilmu penyakit paru). TB paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.

2. Etiologi

Penyebabnya adalah kuman mycobacterium tuberculosa. Sejenis kuman yang


berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6 /mm. Sebagian
besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid ini adalah yang membuat kuman
lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara
kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan dalam lemari es).

Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman


yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mikron dengan tebal 0,3-0,6
mikron. Kuman ini lebih tahan terhadap asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman ini lebih tahan terhadap terhadap asam, gangguan kimia dan fisik.

2.1 Yang tergolong yang tergolong dalam kuman mycobacterium tuberculosae


complex adalah:

1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. Bovis

Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.

2.2 Kelompok kuman Mycobacterium tuberculosae dan Mycobacteria Other Than


TB (MOTT) atypical adalah:

1. M. Kansaii
2. M. Avium
3. M. intra cellular
4. M. Scrofulaceum
5. M. Malmacerse
6. M. Xenopi

3. Tanda Dan Gejala

Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit TB Paru, antara lain:
a. Batuk disertai dahak lebih dari 3 minggu.
b. Sesak napas dan nyeri dada.
c. Badan lemah, kurang enak badan.
d. Berkeringat pada malam hari walau tanpa kegiatan berat badan menurun.
(Penyakit infeksi TB paru dan ekstra paru, Misnadiarly).

3.1 Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah:

a. Keadaan postur tubuh klien yang tampak terangkat kedua bahunya.


b. BB klien biasanya menurun: agak kurus.
c. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41 C.
d. Batuk lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
e. Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
f. Sesak nafas.
g. Nyeri dada.
h. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot,
berkeringat pada malam hari).

4. Manifestasi Klinik

Sebagian besar tuberkulosis paru didiagnosa berdasarkan adanya keluhan


penderita yang merasakan kurang enak badan. Biasaya keluhan yang dirasakan
penderita tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama
sekali. Adapun keluhan yang tersering terjadi adalah :

a. Demam (panas)

Demam ini mungkin hanya sedikit peningkatan suhu tubuh pada malam hari.
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tapi kadang-kadang panas
dapat mencapai 40-41 0C. Serangan demam ini sifatnya hilang timbul yang
berlangsung terus-menerus sehingga penderita tidak pernah merasa terbebas dari
demam ini. Hal ini juga tergantung dari daya tahan tubuh penderita dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkulosis.
b. Batuk dan sputum

Gejala batuk ini banyak ditemukan. Hal ini terjadi karena adanya iritasi pada
bronchus yang diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Batuk
ini timbul setelah penyakit telah berkembang dalam jaringan paru setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermual. Sifat batuk ini
dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum) keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi
batuk darah (hemaptoe) karena terdapatnya pembuluh darah yang pecah.

c. Sesak nafas

Sesak nafas yang terjadi pada tuberkulosis berkaitan dengan penyakit yang sudah
terjadi infiltrasi yang luas di dalam paru atau telah terjadi komplikasi beripa efusi
pleura. Sesak nafas akan akan ditemukan pada penyakit tuberkulosis yang sudah
lanjut.

d. Nyeri dada

Nyeri dada merupakan keluhan yang jarang dijumpai pada penderita


tuberkulosis. Bila dijumpai kadang bersifat nyeri tumpul dan rasa nyeri kadang
dirasakan berat pada waktu mengambil nafas (inspirasi), rasa nyeri ini juga
berkaitan dengan tegangnya otot pada saat penderita batuk nyeri ini juga timbul
bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

e. Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun, Gejala malaise sering


ditemukan berupa: anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala ini makin lama makin berat
dan terjadi hilang timbul.
Beberapa gambaran klinis yang telah disebutkan diatas merupakan gejala-gejala
yang mengarah ke diagnosis tuberkulosis. Akan tetapi gejala itu tidak jelas. Satu-
satunya cara untuk memastikannya yaitu dengan pengujian sputum untuk mencari
kuman tuberkulosis pada individu yang menderita batuk (DR. Dr. Soeparman,
1994:715, www.ebookyuflihulkhair.blogspot.com).

Tuberkulosis juga dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti


perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan penurunan
berat badan. (Brunner & Suddarth-2002 hal. 585).

5. Komplikasi

Penyakit tuberculosis paru jika tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi di bagi atas 2 yaitu:

5.1 Komplikasi dini

1. Pleurtis
2. Efusi pleura
3. Empiema
4. Laringitis
5. Menjalar ke organ lain yaitu usus

5.2 Komplikasi lanjut

1. Obstruksi jalan nafas-SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca Tuberkulosis)


2. Kerusakan parenkim berat-fibrosis paru, kor pulmonal
3. Amioloidosis
4. Karsinoma paru
5. Syndrom gagal nafas dewasa (ARDS)
(Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jili II, 2003 hal.829)
6. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu:

1. Fase Intensif (2-3 bulan)


2. Fase Lanjutan (4-7 bulan).

Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis
obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin,
INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan
adalah Kanamisin, Kulnolon, Makvolide, dan Amoksilin ditambah dengan asam
klavulanat, derivat rifampisin atau INH.

Tuberculosis paru diobati karena agens kemotherapi (agen anti tuberkulosis)


selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid
(INH), rifampicin (RIF), streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirazinamid
(PZA). Kapreomisin, kanamisin, etionamid, natirum para-aminosalisilat, amikasin
dan siklisin merupakan obat-obat baris kedua.

Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi isu


berkembang di seluruh dunia. Meski TB yang resisten terhadap obat telah
teridentifikasi sejak tahun 1950, insiden dari resisten banyak obat telah menciptakan
tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat harus dipertimbangkan ketika
merencanakan terapi efektif:

a. Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens tuberculosis garis
depan pada individu yang sebelumnya belum mendapatkan pengobatan.
b. Resiten obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau lebih
agens anti tuberculosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.
c. Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja, INH dan
RIF Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberculosis yang baru
didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam termasuk INH, RIF dan PZA
selama 4 bulan, dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan
(totalnya 6 bulan).

Sekarang ini, setiap agens di buat dalam pil terpisah. Pil anti tuberculosis baru
three in-one yang terdiri atas INH, RIF dan PZA telah dikembangkan, yang akan
memberikan dampak besar dalam meningkatkan kepatuhan terhadap regimen
pengobatan. Pada awalnya etambutol dan streptomycin disertakan dalam terapi awal
sampai sampai pemeriksaan resisten obat didapatkan. Regimen pengobatan,
bagaimanapun tetap dilanjutkan selama 12 bulan.

Individu akan dipertimbangkan non infeksius setelah menjalani 2 sampai 3


minggu terapi obat kontinu. Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan
preventif bagi mereka yang diketahui beresiko terhadap penyakit signifikan, sebagai
contoh, anggota keluarga dari pasien yang berpenyakit aktif.

Regimen pengobatan profilaktik ini mencakup penggunaan dosis harian INH


selama 6 sampai 12 bulan. Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan
piridoksin (vitamin B6).

Panduan OAT di Indonesia WHO dan IULTD (Intrenational Union Against


Tubercolosis and Lung Diase) merekomendasikan panduan OAT standar, yaitu:

1. Kategori-1

Tahap intensif terdiri dari Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol (E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yag terdiri dari Inosiasid
(H) dan Rifampicin (R), diberikan dalam tiga kali dalam seminggu selama empat
bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:

Penderita baru TBC Paru BTA Positif

Penderita TBC Paru BTA negative, Rontgen Positif yang sakit berat
Penderita TBC Ekstra Paru berat

2. Kategori-2

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan
streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan Inosiasid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) setiap hari.

Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan H RE yang
diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin
diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk:

Penderita kambuh (relaps)


Penderita gagal (failure)
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)

3. Kategori-3

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:

Penderita paru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan


Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis
eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi
dan kelenjar adrenal.

OAT sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru
BTA positif dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif,
diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
6.1 Efek samping dari obat-obatan TBC:

Nama obat dan Efek samping

a. Rifampisin
Sindrom flu: demam, muntah, mual, diare, kulit gatal dan merah SGOT/SGPT
meningkat (gangguan hati).
b. INH
Nyeri syaraf
Hepatitis (radang hati)
Alergi, demam, ruam kulit
Pyrazinamid: muntah, mual, diare
Kulit merah dan gatal
Kadar asam urat meningkat
Gangguan fungsi hati
c. Streptomisin
Alergi, demam, ruam kulit, kerusakan vestibuler, vertigo (pusing) dan
kerusakan pendengaran.
d. Ethambutol
Gangguan syaraf mata.

6.2 Penatalaksanaan
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian:

a. Jangka Pendek

Dengan tata cara pengobatan: setiap hari dengan jangka waktu 1-3 bulan.

Streptomisin inj 750 mg.


Pas 10 mg.
Ethambutol 1000 mg.
Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah
setiap 2x seminggu, selama 13-18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan
ditemukan terapi. Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang
diberikan dengan jenis:

INH.
Rifampicin.
Ethambutol.

Dengan fase selama 2x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9
bulan.

b. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan


dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat:
Rifampicin.
Isoniazid (INH).
Ethambutol.
Pyridoxin (B6).
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tuberkulosis adalah peradangan paru-paru yang disebabkan oleh masuknya benda


asing ke dlam paru-paru yang disebabkan oleh masuknya benda asing ke dalam
paruparu seperti mucobacterium tuberkulosis, sehingga menimbulkan rasa sesak dan
batuk serta nyeri pada dada.
Pemberian asuhan keperawatan pada pasien akan terlaksana dengan baik bila ada
kerja sama yang baik serta dorongan dari semua pihak terkait, baik dari tim meds,
perawat yang bertugs di ruangan dan keluarga pasien.

B. Saran
Perlu adanya pengetahuan yang lebih baik lagi dalam mengatasi penyakit TB paru ini
agar penyakit ini dapat tuntas sehingga pasien tidak terlalu lama menahan sakit
Dalam penulisan perumusan diagnosa ini tidak bisa hanya berpedoman paa teori,
tetapi harus mempertimbangkan dan mengkaji langsung pada pasien yang mengalami
penyakit Tb paru
Dalam melaksanakan asuhan keperwatan hendaknya dibuat secara sistematis serta
didokumentasi agar pelaksanaan tepat dan efesien. Juga perlu mengembangkan
komunikasi yang akrabdan terbuka sehingga tercipta hubungan saling percaya antara
perawat, pasien dan keluarganya
Hendaknya psien dilengkapi dengan pendidikan kesehatan dan pemulihan kondisi
pasien. Alangkah baiknya bila rumah sakit lebih meningkatkan saran dan prasarana
dalm peningkatan mutu pelayanan dan perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo.2006, buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Departemen Ilmu

penyakit dalam fakultas kedokteran indonesia

Drs. H. Syaifuddin. AMK. Anatomi fisiologi. Jakarta : EGC

Elizabeth J.corwin.2002. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Evelyn C. Pearce.2009. Anatomi dan fisiologi. Jakarta : PT Gramedia medika

Irman Soemantri.2008. Keperawatan medikal bedah. Jakarta : Salemba medika

(Kumar et al, 1992. Di dalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

Marilyn E. Doenges.2000. rencana asuhan keperawtan. Jakarta : Buku kedokteran

(Nugroho, 2000 dalam buku Keperawatan Gerontik edisi 2)

(Prayitno dalam Aryo (2002) dalam buku Keperawatan Gerontik edisi 2)

Widoyono.2008. Penykit tropis, jakarta penerbit Erlangga

(Widjayakusumah, 1992. R Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono.

1999)

Anda mungkin juga menyukai