PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut data yang ada, infeksi saluran napas bagian bawah akut dan
tuberkulosis paru masih menduduki lima penyakit terbanyak yang diderita oleh
masyarakat (Boedhi-Darmojo, 1992; DepKes RI/SKRT tahun 1980, 1986, 1992).
B. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini antara lain, yaitu untuk memahami:
a. Pengertian lansia.
b. Fungsi normal dari sistem pernafasan pada manusia.
c. Perubahan struktur dan fungsi sistem pernafasan yang terjadi pada lansia.
d. Perubahan psikososial dan spiritual yang dialami lansia akibat adanya
perubahan struktur dan fungsi sistem pernafasan.
e. Konsep dasar dari penyakit TBC yang mencakup mengenai pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, komplikasi dan penatalaksanaan medis yang
dapat dilakukan.
f. Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada lansia dengan masalah
perubahan sistem pernafasan khususnya dengan penyakit TBC.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Lanjut usia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Menurut Bernice
Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana
orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Sedangkan menurut (Prayitno
dalam Aryo (2002) dalam buku Keperawatan Gerontik edisi 2) mengatakan bahwa
setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56
tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk
keperluan pokok kehidupannya sehari-hari.
Pada Lansia, menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki dari atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang di derita (Nugroho, 2000 dalam buku Keperawatan
Gerontik edisi 2)
1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya
umum terjadi pada setiap orang.
2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan fungsi sel
dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan bukan oleh
faktor luar.
3. Proses menua terjadi secara progresif, berkelanjutan, berangsur Iambat dan tidak
dapat berbalik lagi.
a) Hidung (Nasal)
Merupakan saluran udara yang pertama, yang terdiri dari 2 kavum nasi, dipisah kan
oleh septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring
udara, debu dan kotoran. Bagia luar terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-
otot dan tulang rawan. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, ke
atas rongga hidung berhubungan dengan sinus para nasalis. Adapun fungsi dari nasal
ini sebagai saluran udara pernafasan, penyaring udara pernafasan yang dilakukan
bulu-bulu hidung, dapat menghangatkan udara oleh mukosa serta membunuh kuman
yang masuk bersamaan dengan udara pernapasan oleh leukosit yang terdapat dalam
selaput lendir (mukosa) atau hidung.
b) Faring
c) Laring
d) Trachea
Trachea merupakan lanjutan dari laring, dibentuk oleh cincin tulang rawan yang
berbentuk huruf C. Diantara tulang rawan dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot
polos yang panjangnya 11,2 cm, lebarnya 2cm. Mulai dari bawah laring segitiga
vertebra thorakalis V dan akan bercabang menjadi bronchus kiri dan kanan. Trachea
juga dilapisi oleh selaput lendir (mukosa) yang mempunyai epitel torak yang berbulu
getar. Permukaan mukosa ini selalu basah oleh karena adanya kelenjar mukosa.
Trachea berfungsi untuk menyaring debu-debu yang halus dari udara pernafasan. Otot
polos pada dinding trachea dapat berkontraksi sehingga saluran akan menyempit
sehingga timbul sesak nafas.
e) Bronchus
Bronchus merupakan cabang trachea sehingga vertebra thorakalis V yaitu terdiri dari
bronchus kiri dan brochus kanan. Bronchus ini dibentuk oleh cincin tulang rawan
yang ukurannya lebih kecil dari trachea yang dilapisi oleh selaput lendir. Perbedaan
bronchus kiri dan bronchus kanan adalah: bronchus kiri lebih kecil, horizontal dan
lebih panjang sedangkan bronchus kanan lebih besar, vertikal dan lebih pendek.
f) Bronchiolus
Bronchiolus merupakan cabang dari bronchus yang mana struktur sama dengan
brochus hanya saja ukuran dan letaknya berbeda. Bronchiolus sudah memasuki lobus
paru-paru sedangkan bronchus masih di luar paru-paru. Bronchiolus akan bercabang
lagi menjadi bronchiolus terminalis yang strukturnya sama dengan Bronchiolus dan
letaknya lebih dalam di jaringan paru-paru. Diujungnya baru terdapat rongga udara
yaitu alveolus dan dinding dari alveolus merupakan jaringan paru-paru.
g) Paru-paru
Paru-paru (pulmo) terletak dalam rongga dada yang terdiri dari paru kiri dan kanan,
diantara paru kiri dan kanan terdapat jantung, pembuluh darah besar trachea,
bronchus dan esophagus. Di sebelah depan, belakang dan lateral paru-paru berkontak
dengan dinding dada, sebelah bawah berkontak dengan diafragma dan sebelah medial
adalah tempat masuk bronchus kiri, kanan dan tempat masuk pembuluh darah arteri
dan vena pulmonalis. Bentuk dari paru ini seperti kubah (segitiga) yang puncaknya
disebut apek pulmonum dan alasnya disebut basis pulmonal.
Jaringan paru-paru ini bersifat elastis sehingga dapat mengembang dan mengempis
pada waktu bernafas. Didalam paru-paru terdapat kantong-kantong udara (alveolus),
alveolus ini mempunyai dinding yang tipis sekali dan pada dindingnya terdapat
kapiler-kalpiler pembuluh darah yang halus sekali dimana terjadi difusi oksigen dan
CO2. Jumlah alveolus ini 700 juta banyaknya dengan diameter 100 micron.
Luasnya permukaan dari seluruh membran respirasi ini kalau direntang adalah 90 m2
atau 100 kali luas tubuh, akan tetapi hanya 70 m2 yang dipergunakan untuk
pernafasan selebihnya tidak mengembang.
Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa rangkap dua yaitu pleura. Selaput ini
merupakan jaringan ikat yang terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseral yang
langsung melengket pada dinding paru-paru, masuk kedalam fisura dan memisahkan
lobus satu dengan yang lainnya, membran ini kemudian dilipat kembali sebelah
tampuk paru-paru dan membentuk pleura parietalis dan melapisi bagian dalam
dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga adalah pleura kostalis, bagian yang
menutupi diafragmatika dan bagian yang terletak dileher adalah pleura servicalis.
Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat yang disebut dengan membran supra
renalis (fasia gison) dan diatas membran ini terletak arteri subklavia.
Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat eksudat untuk melicinkan permukaannya
dan menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu bernafas.
Dalam keadaan normal kedua lapisan ini satu dengan yang lain erat bersentuhan.
Ruang atau rongga pleura itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan
tidak normal udara atau cairan akan memisahlkan kedua pleura dan ruangan
diantaranya akan menjadi lebih jelas.
1. Pernafasan luar (eksternal) adalah: Absorbsi O2 dari luar masuk kedalam paru-
paru dan pembuangan CO2 dari paru-paru keluar.
3. Perubahan Fungsi Dan Struktur Sistem Pernafasan Yang Terjadi Pada Lansia
3. Saluran nafas: akibat kelemahan otot berkurangnya jaringan elastis bronkus dan
alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil, cincin-cincin tulang rawan bronkus
mengalami pengapuran.
1. Gerak pernafasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun rongga dada
akan merubah mekanika pernafasan, amplitudo pernafasan menjadi dangkal
sehingga akan timbul keluhan sesak bernafas.
4. Gangguan transport gas: pada usia lanjut terjadi penurunan PaO2 secara bertahap,
yang penyebabnya terutama disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi. Selain itu diketahui bahwa pengambilan O2 dalam darah dari alveoli
(difusi) dan transport O2 ke jaringan-jaringan berkurang, terutama saat melakukan
olahraga.
1. Pengertian
2. Etiologi
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. Bovis
1. M. Kansaii
2. M. Avium
3. M. intra cellular
4. M. Scrofulaceum
5. M. Malmacerse
6. M. Xenopi
Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit TB Paru, antara lain:
a. Batuk disertai dahak lebih dari 3 minggu.
b. Sesak napas dan nyeri dada.
c. Badan lemah, kurang enak badan.
d. Berkeringat pada malam hari walau tanpa kegiatan berat badan menurun.
(Penyakit infeksi TB paru dan ekstra paru, Misnadiarly).
4. Manifestasi Klinik
a. Demam (panas)
Demam ini mungkin hanya sedikit peningkatan suhu tubuh pada malam hari.
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tapi kadang-kadang panas
dapat mencapai 40-41 0C. Serangan demam ini sifatnya hilang timbul yang
berlangsung terus-menerus sehingga penderita tidak pernah merasa terbebas dari
demam ini. Hal ini juga tergantung dari daya tahan tubuh penderita dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkulosis.
b. Batuk dan sputum
Gejala batuk ini banyak ditemukan. Hal ini terjadi karena adanya iritasi pada
bronchus yang diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Batuk
ini timbul setelah penyakit telah berkembang dalam jaringan paru setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermual. Sifat batuk ini
dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum) keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi
batuk darah (hemaptoe) karena terdapatnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak nafas
Sesak nafas yang terjadi pada tuberkulosis berkaitan dengan penyakit yang sudah
terjadi infiltrasi yang luas di dalam paru atau telah terjadi komplikasi beripa efusi
pleura. Sesak nafas akan akan ditemukan pada penyakit tuberkulosis yang sudah
lanjut.
d. Nyeri dada
e. Malaise
5. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru jika tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi di bagi atas 2 yaitu:
1. Pleurtis
2. Efusi pleura
3. Empiema
4. Laringitis
5. Menjalar ke organ lain yaitu usus
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis
obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin,
INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan
adalah Kanamisin, Kulnolon, Makvolide, dan Amoksilin ditambah dengan asam
klavulanat, derivat rifampisin atau INH.
a. Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens tuberculosis garis
depan pada individu yang sebelumnya belum mendapatkan pengobatan.
b. Resiten obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau lebih
agens anti tuberculosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.
c. Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja, INH dan
RIF Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberculosis yang baru
didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam termasuk INH, RIF dan PZA
selama 4 bulan, dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan
(totalnya 6 bulan).
Sekarang ini, setiap agens di buat dalam pil terpisah. Pil anti tuberculosis baru
three in-one yang terdiri atas INH, RIF dan PZA telah dikembangkan, yang akan
memberikan dampak besar dalam meningkatkan kepatuhan terhadap regimen
pengobatan. Pada awalnya etambutol dan streptomycin disertakan dalam terapi awal
sampai sampai pemeriksaan resisten obat didapatkan. Regimen pengobatan,
bagaimanapun tetap dilanjutkan selama 12 bulan.
1. Kategori-1
Tahap intensif terdiri dari Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol (E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yag terdiri dari Inosiasid
(H) dan Rifampicin (R), diberikan dalam tiga kali dalam seminggu selama empat
bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
Penderita TBC Paru BTA negative, Rontgen Positif yang sakit berat
Penderita TBC Ekstra Paru berat
2. Kategori-2
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan
streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan Inosiasid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan H RE yang
diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin
diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk:
3. Kategori-3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
OAT sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru
BTA positif dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif,
diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
6.1 Efek samping dari obat-obatan TBC:
a. Rifampisin
Sindrom flu: demam, muntah, mual, diare, kulit gatal dan merah SGOT/SGPT
meningkat (gangguan hati).
b. INH
Nyeri syaraf
Hepatitis (radang hati)
Alergi, demam, ruam kulit
Pyrazinamid: muntah, mual, diare
Kulit merah dan gatal
Kadar asam urat meningkat
Gangguan fungsi hati
c. Streptomisin
Alergi, demam, ruam kulit, kerusakan vestibuler, vertigo (pusing) dan
kerusakan pendengaran.
d. Ethambutol
Gangguan syaraf mata.
6.2 Penatalaksanaan
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian:
a. Jangka Pendek
Dengan tata cara pengobatan: setiap hari dengan jangka waktu 1-3 bulan.
INH.
Rifampicin.
Ethambutol.
Dengan fase selama 2x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9
bulan.
A. Kesimpulan
B. Saran
Perlu adanya pengetahuan yang lebih baik lagi dalam mengatasi penyakit TB paru ini
agar penyakit ini dapat tuntas sehingga pasien tidak terlalu lama menahan sakit
Dalam penulisan perumusan diagnosa ini tidak bisa hanya berpedoman paa teori,
tetapi harus mempertimbangkan dan mengkaji langsung pada pasien yang mengalami
penyakit Tb paru
Dalam melaksanakan asuhan keperwatan hendaknya dibuat secara sistematis serta
didokumentasi agar pelaksanaan tepat dan efesien. Juga perlu mengembangkan
komunikasi yang akrabdan terbuka sehingga tercipta hubungan saling percaya antara
perawat, pasien dan keluarganya
Hendaknya psien dilengkapi dengan pendidikan kesehatan dan pemulihan kondisi
pasien. Alangkah baiknya bila rumah sakit lebih meningkatkan saran dan prasarana
dalm peningkatan mutu pelayanan dan perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo.2006, buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Departemen Ilmu
(Kumar et al, 1992. Di dalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
1999)