Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

HEPATOMA

PEMBIMBING :

dr. Irwin, Sp.PD

PENULIS :

Bangun Said Santoso

030.12.047

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Karawang, Desember 2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas kesehatan dan
kemudahan yang dilimpahkan karena berkatNya penulis dapat menyelesaikan tugas
presentasi kasus dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD
Karawang yang berjudul Hepatoma.

Tidak sedikit hambatan yang dihadapi penulis dalam penyusunan referat ini,
namun berkat bantuan berbagai pihak karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih sebesar-besarnya kepada
dr. Irwin, Sp.PD selaku pembimbing atas dukungan dan pengarahannya selama
penulis belajar dalam kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan para
pembaca. Penulis menyadari karya tulis ini masih perlu banyak perbaikan oleh karena
itu kritik dan saran diharapkan dari para pembaca.

Karawang ,Desember 2016


BAB I

LAPORAN KASUS

1. Identitas

Nama : Tn. Y
Nomor RM : 00.66.29.xx
Usia : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : JL.swadaya NO.41 KARAWANG
Pendidikan : Tamatan SMP
Pekerjaan : Pedagang sayur
Agama : Islam
Suku : sunda
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 12 desember 2016
BMI : BB/TB : 46/1,62 = 17,5 ( gizi kurang)

2. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 17 Desember 2016, di


Bangsal Rengasdengklok RSUD Karawang.

Keluhan Utama Nyeri perut bangian kanan atas

Keluhan Tambahan Demam, bab hitam (1x), bak berwarna seperti the, lemas,
nafsu makan turun, penurunan bb 6 kg dalam 2 minggu
Riwayat Penyakit Os datang dengan keluhan nyeri di perut baian kanan atas
Sekarang dan ulu hati sejak 1 minggu SMRS. Nyeri di rasakan tiba
tiba dan terkadang tembus ke punggung kanan. Demam
(+) bersamaan dengan timbulnya nyeri. Pasien lebih
merasa enakan jika berjalan membungkuk atau tidur
terlentang. Pada satu minggu pertama nyeri di rasakan
terus menerus, setelah di rumah sakit nyeri di rasakan
hilang timbul. Mual (-), muntah (-), bab hitam ( + 1 kali),
bak seperti teh (+), nafsu makan menurun, berat badan
turun 6 kg dalam 2 minggu.
Riwayat Penyakit Riwayat penyakit serupa (-) Riwayat hipertensi (-)
Dahulu Riwayat diabetes melitus (-) Riwayat penyakit hati (-)
Riwayat ikterik kuning sebelum masuk SD (+)
Riwayat Penyakit Riwayat penyakit serupa (+) almarhum ibu
Keluarga Riwayat diabetes melitus (-) Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat Pengobatan Baru pertama kali di rawat di RS

Riwayat Kebiasaan Rokok (+) alcohol (-) penggunaan jarum suntik (-)
Vaksin hepatitis (-)
Riwayat Lingkungan Riwayat peyakit serupa di lingkungan sekitar (-)

3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum Kesadaran : Compos Mentis


Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesan Gizi : Gizi Kurang
Tanda Vital Tekanan darah : 110/60 mmHg. Suhu : 36,6 C. Nadi :72
kali /menit. Pernapasan : 20 kali/menit. BB : 46 kg. TB :
162 cm BMI 17,5 : gizi kurang
Kepala Nomocephali. Rambut berwarna hitam, terdistribusi
merata dan tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva Anemis -/- Sklera Ikterik -/- Pupil
Isokor
Hidung : Bentuk normal. Sekret (-) Deviasi septum (-)
Discharge (-) Deformitas (-) Pernapasan cuping hidung(-)
Mulut : Bentuk normal. Pucat (-) Sianosis (-)
Lidah : Normoglossia, warna merah muda, kelainan
bentuk (-)
Leher Bentuk normal. Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid
tidak membesar. JVP normal (5+3 cm H2O)
Toraks Inspeksi : bentuk normal simetris, pergerakan napas
simetris, tipe pernapasan abdominotorakal, sela iga
normal, sternum datar, retraksi sela iga (-)
Palpasi : pernapasan simetris, vocal fremitus simetris,
tidak teraba thrill
Perkusi : Hemitoraks kanan dan kiri sonor, Redup di ics
5, batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3-5 garis
sternalis kanan suara redup, batas paru dan atas jantung
setinggi ICS 3 garis parasternal kiri suara redup, batas
paru dan jantung kiri setinggi ICS 5, 1 jari medial garis
midklavikula kiri suara redup, batas paru dan lambung
sulit dinilai
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-, Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-),
murmur (-).
Abdomen Inspeksi: Bentuk datar, ikterik (-), efloresensi bermakna
(-) pernapasan torakoabdominal, spider navy (-)
Auskultasi: bising usus (+), venous hump (-), arterial
bruit (-)
Perkusi: Timpani 4 kuadran, shifting dullness (-)
Palpasi: Tegang, nyeri tekan (+), nyeri lepas (-), hepar
tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar,
ballottement ginjal (-), undulasi (-).
Nyeri tekan (+)
+ + -
- - -
- - -
Ekstremitas Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri
Turgor kulit baik
Bentuk proporsional
Akral hangat +/+
Oedem -/-
Deformitas -/-
Ptekie -/-
Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri
Turgor kulit baik
Bentuk proporsional
Akral hangat +/+
Oedem -/-
Deformitas -/-
Ptekie -/-
4. Pemeriksaan Penunjang

HEMATOLOGI
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 14,4 g/dl 12,0-16,0
Eritrosit 4,51 x10*6/uL 3,60-5,80
Leukosit 25,2 x10*3/uL 3,80-10,60
Trombosit 342 x10*3/uL 150-440
Hematokrit 39,2 % 35,0-47,0
MCV 87 fL 80-100
MCH 32 Pg 26-34
MCHC 37 g/dl 35-36
RDW-CV 14,1 % 12,0-14,8%
GDS 99 mg/dl <140
Ureum 30,4 mg/dl 15-50
Creatinin 0,87 mg/dl 0,6-,10
SGOT 57,2 U/L s/d 37
SGPT 97,7 U/L s/d 41
USG abdomen

Hepar : membesar, echoparenchym homogen, tampak nodul mixdensity uk.8,1


x 7,7 cm

Lien, pancreas, gall bladder : tidak membesar, tak tampak nodul/batu

Ginjal kanan kiri : tidak membesar, tak tampak batu system pelviocalyceal

Buli buli : kesan normal

Abd kiri : tak tampak gamb massa maupun infiltrat

Kesan:

Menyokong abses hepar

Diagnosis Kerja

Hepatoma

Abses Hepar

Diagnosis Banding

Tumpor intra abdomen

Prognosis

- Ad vitam : Ad malam

- Ad fungsionam : Ad malam

- Ad sanationam : Ad malam
KASUS

Os datang dengan keluhan nyeri di perut baian kanan atas dan ulu hati sejak 1
minggu SMRS. Nyeri di rasakan tiba tiba dan terkadang tembus ke punggung
kanan. Demam (+) bersamaan dengan timbulnya nyeri. Pasien lebih merasa enakan
jika berjalan membungkuk atau tidur terlentang. Pada satu minggu pertama nyeri di
rasakan terus menerus, setelah di rumah sakit nyeri di rasakan hilang timbul. Mual (-),
muntah (-), bab hitam ( + 1 kali), bak seperti teh (+), nafsu makan menurun, berat
badan turun 6 kg dalam 2 minggu.

DASAR DIAGNOSOS

Nyeri perut kana atas dan ulu hati 1 minggu SMRS.


Anoreksia
Penurunan BB 6 kg dalam 2 minggu
Malaise
Bab hitam (+)
Bak seperti the
Pemeriksaan fisik :
Nyeri tekan epi gastrium, dari gambaran USG menunjukan adanya pembesaran
hepar
Pemeriksaan laboratorium
Leukosit 25,200 ul
SGOT 57,2 u/L
SGPT 97,7 u/L
Pemeriksaan USG
hepar tampak membesar, echoparenchym homogeny, tampak nodul mixdensity,
uk.8,1x7,3 cm , kesan menyokong abses hepar
Folow up

13 Desember 2016
S Demam , keringat dingin,nyeri perut/ nyeri ulu hati, tampak sesak,
bak seperti teh

O Kes: CM
TD: 120/70 mmHg HR: 100x/menit RR: 32x/menit T: 38,3oC
Mata: CA -/-, SI -/-
Thoraks : SNV +/+, rh -/-, wh -/-
S1S2 reg, m(-), g(-)
Abdomen : BU (+), NT (+ )
Ekstremitas atas : akral hangat +/+, oedem -/-
Ekstremitas bawah: akral hangat +/+, oedem -/-
A Susp Abses hepar
P INF D 5% 20 tpm
Metronidazol 3 x 500 mg
Ceftriaxon 2 x 1 gr
Inj Ranitidin 2x 1 amp
Paracetamol 3 x 500 mg
16 Desember 2016
S Demam , nyeri perut berkurang, sesak (-), bak seperti teh

O Kes: CM
TD: 100/60 mmHg HR: 86x/menit RR: 20x/menit T: 38,0oC
Mata: CA -/-, SI -/-
Thoraks : SNV +/+, rh -/-, wh -/-
S1S2 reg, m(-), g(-)
Abdomen : BU (+), NT (+ )
Ekstremitas atas : akral hangat +/+, oedem -/-
Ekstremitas bawah: akral hangat +/+, oedem -/-

A Susp hepatoma
Abses hepar

P Inf D 5 % 20 tpm
Inj Ketorolac 3x1 amp
Inj Ranitidin 2 x1 amp
Lansoprazol 1x1
Metronidazole 3x1
19 Desember 2016
S Demam , nyeri perut/ulu hat, sesak (-), mual, bak seperti teh

O Kes: CM
TD: 100/60 mmHg HR: 89x/menit RR: 20x/menit T: 39,8oC
Mata: CA -/-, SI -/-
Thoraks : SNV +/+, rh -/-, wh -/-
S1S2 reg, m(-), g(-)
Abdomen : BU (+), NT (+ )
Ekstremitas atas : akral hangat +/+, oedem -/-
Ekstremitas bawah: akral hangat +/+, oedem -/-

A Susp hepatoma
Abses hepar

P Inf D 5% 20 tpm
Inj Ketorolac 3x1 amp
Inj Ranitidin 2x1 amp
Lansoprazol 1x1
Metronidazole 1x1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Faal Hati


Hepar adalah organ terbesar di tubuh dengan berat rata-rata pada orang
dewasa mencapai 1,2-1.5 kg atau 1.5-2.5% dari total berat badan. Posisi organ hati
sebagian besar terletak di perut bagian kanan atas dibawah diaphragma. Hepar
memiliki dua suplai darah, 20% merupakan darah kaya oksigen berasal dari arteri
hepatika, dan 80% darah kaya nutrisi (seperti asam amino, monosakarida, vitamin
yang larut dalam air & mineral) berasal dari vena porta yang merupakan muara dari
vena-vena lambung, usus, pancreas dan lien. Total darah yang menuju hepar baik dari
vena porta ( 1050 ml) dan arteri hepatika ( 300 ml) mencapai 27% dari curah
jantung. Walaupun demikian gradien tekanan pre dan post hepatik relatif rendah,
yaitu sekitar 9 mmHg.(1)
Hepar adalah organ metabolik terpenting dan terbesar di tubuh dan dianggap
sebagai pabrik biometabolik utama tubuh. Fungsi hepar meliputi banyak aspek yang
saling berkaitan satu sama lain.diantaranya: (1) metabolisme nutrisi-nutrisi utama
(karbohidrat, lemak dan protein) dari pencernaan, dan metabolisme serta detoksifikasi
hormon maupun zat asing yang masuk ke tubuh (contohnya : obat & toksin); (2)
Pembentukan empedu dan sekresi bilirubin; (3) Penyimpanan cadangan-cadangan
glikogen, lemak, vitamin (vitamin A, D, E, dan K), dan mineral (Cu, Fe); (4) Sintesis
protein-protein plasma termasuk faktor-faktor koagulasi; (5) Sekresi trombopoietin
dan insulin growth faktor. (6) Fagositosis mikroorganisme, eritrosit, dan leukosit yang
sudah tua atau rusak. (1)
Hepar mensekresi kurang lebih satu liter cairan empedu ke dalam saluran empedu
yang terdiri dari pigmen empedu (bilirubin dan biliverdin) yang memberi warna
tertentu pada feses dan asam empedu yang di bentuk dari kolesterol membantu
pencernaan lemak. Hepar juga merupakan produsen sebagian besar substansi darah
untuk koagulasi. Substansi-substansi yang diproduksi di hepar antara lain fibrinogen,
protrombin, accelerator globulin, faktor VII, IX, X dan beberapa faktor-faktor
penting lainnya. Vitamin K dibutuhkan oleh hepar untuk proses metabolik
pembentukan beberapa substansi tersebut, diantaranya protrombin, faktor VII, IX, dan
X. Trombopoeietin yang disekresi hepar merangsang produksi megakariosit di
sumsum tulang dan juga menstimulasi megakariosit untuk memproduksi lebih banyak
trombosit. Selain di hemoglobin, hepar juga merupakan tempat penyimpanan besi
yang disimpan dalam bentuk ferritin.(1)

Definisi

Kanker hati (hepatocellular carcinoma/HCC) adalah suatu kanker yang timbul


dari hati. Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk
dari tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-
pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati
(hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-
kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan disebut
kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau Karsinoma (carcinoma). Hepatoma
(karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati. Hepatoma
merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini merupakan
tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran
empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya(2).

Epidemiologi

Kanker hati adalah merupakan kanker kelima yang paling umum di dunia.
Suatu kanker yang mematikan, kanker hati akan membunuh hampir semua pasien-
pasien yang menderitanya dalam waktu satu tahun. Pada tahun 1990, organisasi
kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa ada kira-kira 430,000 kasus-kasus
baru dari kanker hati diseluruh dunia, dan suatu jumlah yang serupa dari pasien-
pasien yang meninggal sebagai suatu akibat dari penyakit ini. Sekitar tiga per empat
kasus-kasus kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China, Hong Kong, Taiwan,
Korea, dan Japan). Sekitar 80% dari kasus HCC, didapat pada negara Afrika Sub-
Sahara (Mozambique dan Afrika Selatan). (3)
HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali diwilayah endemik infeksi
HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Pada semua populasi, penderita
HCC banyak pada laki-laki (sua hingga empat kali) dari pada perempuan. Masih
belum jelas apakah ini berhubungan dengan rentannya laki-laki terhadap timbulnya
tumor, atau karena laki-laki banyak terpajan oleh faktor risiko HCC, seperti virus
hepatitis dan alkohol.

Patogenesis

Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui, apapun


agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan
perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi
kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat
menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi oksigen
sellular atau inaktivasi gen suppressor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang
baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor
pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati
metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa1, mungkin
menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan
sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen suppressor tumor p53 dan ini
menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk
berlangsungnya proses hepatogenesis.
Faktor Resiko

a. Infeksi Hepatitis B
Beberapa bukti menunjukan adanya peran infeksi viris hepatitis B (HBV)
dalam menyebabkan kanker hati, baik secara epidemiologis, klinis maupun
eksperimental. Pasien-pasien dengan virus hepatitis B yang berada pada risiko yang
paling tinggi untuk kanker hati adalah pria-pria dengan sirosis, virus hepatitis B dan
riwayat kanker hati keluarga. Mungkin bukti yang paling meyakinkan, bagaimanapun,
datang dari suatu studi prospektif yang dilakukan pada tahun 1970 di Taiwan yang
melibatkan pegawai-pegawai pemerintah pria yang berumur lebih dari 40 tahun. Pada
studi-studi ini, penyelidik-penyelidik menemukan bahwa risiko mengembangkan
kanker hati adalah 200 kali lebih tinggi diantara pegawai-pegawai yang mempunyai
virus hepatitis B kronis dibandingkan dengan pegawai-pegawai tanpa virus hepatitis
B kronis.
Pada pasien-pasien dengan keduanya virus hepatitis B kronis dan kanker hati,
material genetik dari virus hepatitis B seringkali ditemukan menjadi bagian dari
material genetik sel-sel kanker. Diperkirakan, oleh karenanya, bahwa daerah-daerah
tertentu dari genom virus hepatitis B (kode genetik) masuk ke material genetik dari
sel-sel hati. Material genetik virus hepatitis B ini mungkin kemudian
mengacaukan/mengganggu material genetik yang normal dalam sel-sel hati, dengan
demikian menyebabkan sel-sel hati menjadi bersifat kanker(4).

b. Infeksi Hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan
kanker hati. Di Jepang, virus hepatitis C hadir pada sampai dengan 75% dari kasus-
kasus kanker hati. Seperti dengan virus hepatitis B, kebanyakan dari pasien-pasien
virus hepatitis C dengan kanker hati mempunyai sirosis yang berkaitan dengannya.
Pada beberapa studi-studi retrospektif-retrospektif (melihat kebelakang dan kedepan
dalam waktu) dari sejarah alami hepatitis C, waktu rata-rata untuk mengembangkan
kanker hati setelah paparan pada virus hepatitis C adalah kira-kira 28 tahun. Kanker
hati terjadi kira-kira 8 sampai 10 tahun setelah perkembangan sirosis pada pasien-
pasien ini dengan hepatitis C. Beberapa studi-studi prospektif Eropa melaporkan
bahwa kejadian tahunan kanker hati pada pasien-pasien virus hepatitis C yang
menjadi sirosis berkisar dari 1.4 sampai 2.5% per tahun.
Pada pasien-pasien virus hepatitis C, faktor-faktor risiko mengembangkan
kanker hati termasuk kehadiran sirosis, umur yang lebih tua, jenis kelamin laki,
kenaikkan tingkat dasar alpha-fetoprotein (suatu penanda tumor darah), penggunaan
alkohol, dan infeksi berbarengan dengan virus hepatitis B. Beberapa studi-studi yang
lebih awal menyarankan bahwa genotype 1b (suatu genotype yang umum di Amerika)
virus hepatitis C mungkin adalah suatu faktor risiko, namun studi-studi yang lebih
akhir ini tidak mendukung penemuan ini.
Caranya virus hepatitis C menyebabkan kanker hati tidak dimengerti dengan
baik. Tidak seperti virus hepatitis B, material genetik virus hepatitis C tidak
dimasukkan secara langsung kedalam material genetik sel-sel hati. Diketahui,
bagaimanapun, bahwa sirosis dari segala penyebab adalah suatu faktor risiko
mengembangkan kanker hati. Telah diargumentasikan, oleh karenanya, bahwa virus
hepatitis C, yang menyebabkan sirosis hati, adalah suatu penyebab yang tidak
langsung dari kanker hati.
Pada sisi lain, ada beberapa individu-individu yang terinfeksi virus hepatitis C
kronis yang menderita kanker hati tanpa sirosis. Jadi, telah disarankan bahwa protein
inti (pusat) dari virus hepatitis C adalah tertuduh pada pengembangan kanker hati.
Protein inti sendiri (suatu bagian dari virus hepatitis C) diperkirakan menghalangi
proses alami kematian sel atau mengganggu fungsi dari suatu gen (gen p53) penekan
tumor yang normal. Akibat dari aksi-aksi ini adalah bahwa sel-sel hati terus berlanjut
hidup dan reproduksi tanpa pengendalian-pengendalian normal, yang adalah apa yang
terjadi pada kanker(4).
c. Sirosis
Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada risiko
yang meningkat mengembangkan kanker hati. Sebagai tambahan pada kondisi-
kondisi yang digambarkan diatas (hepatitis B, hepatitis C, alkohol, dan
hemochromatosis), kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu kondisi yang
diturunkan/diwariskan yang dapat menyebabkan emphysema dan sirosis, mungkin
menjurus pada kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat erat dengan
tyrosinemia keturunan, suatu kelainan biokimia pada masa kanak-kanak yang
berakibat pada sirosis dini.
Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan dengan kanker
hati daripada penyebab-penyebab lainnya. Contohnya, kanker hati jarang terlihat
dengan sirosis pada penyakit Wilson (metabolisme tembaga yang abnormal) atau
primary sclerosing cholangitis (luka parut dan penyempitan pembuluh-pembuluh
empedu yang kronis). Begitu juga biasanya diperkirakan bahwa kanker hati adalah
jarang ditemukan pada primary biliary cirrhosis (PBC). Studi-studi akhir ini,
bagaimanapun, menunjukan bahwa frekwensi kanker hati pada PBC adalah sebanding
dengan yang pada bentuk-bentuk lain sirosis(4).

d. Alkohol
Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alcohol (>50-70gr/hari dan
berlangsung lama) yang kronis adalah hubungan yang paling umum dari kanker hati
di dunia (negara-negara) yang telah berkembang. Adalah selama regenerasi yang aktif
ini bahwa suatu perubahan genetik (mutasi) yang menghasilkan kanker dapat terjadi,
yang menerangkan kejadian kanker hati setelah minum alkohol dihentikan. Alkohol
menambah pada risiko mengembangkan kanker hati pada pasien-pasien dengan
infeksi-infeksi virus hepatitis C atau virus hepatitis B yang kronis.
e. Aflatoxin B1
Aflatoxin B1 adalah kimia yang diketahui paling berpotensi membentuk
kanker hati. Ia adalah suatu produk dari suatu jamur yang disebut Aspergillus flavus,
yang ditemukan dalam makanan yang telah tersimpan dalam suatu lingkungan yang
panas dan lembab. Jamur ini ditemukan pada makanan seperti kacang-kacang tanah,
beras, kacang-kacang kedelai, jagung, dan gandum. Aflatoxin B1 telah dilibatkan
pada perkembangan kanker hati di China Selatan dan Afrika Sub-Sahara. Ia
diperkirakan menyebabkan kanker dengan menghasilkan perubahan-perubahan
(mutasi-mutasi) pada gen p53. Mutasi-mutasi ini bekerja dengan mengganggu fungsi-
fungsi penekan tumor yang penting dari gen.

f. Diabetes Melitus (DM)


Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan faktor risiko baik untuk penyakit
hati kronik maupun hepatoma melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis
non-alkoholik (NASH). Disamping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar
insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan factor promotif
potensial untuk kanker. Indikasi kuat asosiasi antara DM dan hepatoma terlihat dari
banyak penelitian, antara lain penelitian kasus-kelola oleh hasan dkk yang
melaporkan bahwa dari 115 kasus hepatoma dan 230 pasien non-hepatoma, rasio odd
dari DM adalah 4.3, meskipun diakui bahwa sebagian dari kasus DM sebelumnya
sudah menderita sirosis hati. Penelitian kohort besar oleh El Serag dkk yang
melibatkan 173.643 pasien DM dan 650,620 pasien bukan-DM menemukan bahwa
insidens hepatoma pada kelompok DM lebih dari 2 kali lipat dibandingkan dengan
insidens hepatoma kelompok bukan-DM. Insidens juga semakin tinggi seiring dengan
lamanya pengamatan (kurang dari 5 tahun hingga lebih dari 10 tahun). DM
merupakan faktor risiko HCC tanpa memandang umur, jenis kelamin dan ras. (5)
g. Hemokromatosis
Hemokromatosis adalah kelainan genetik yang diturunkan yaitu
kecenderungan untuk menyerap jumlah besi yang berlebihan dari makanan di mana
unsur-unsur beracun tersebut akan terakumulasi dalam hati sehingga menyebabkan
kerusakan hati termasuk hepatoma. Hepatoma akan berkembang sampai dengan 30%
pada pasien hemokromatis. Pasien yang mempunyai risiko yang paling besar adalah
hemokromatosis yang disertai dengan sirosis hati. Pengangkatan efektif kelebihan
besi (perawatan hemokromatosis) tidak akan mengurangi risiko menderita hepatoma
jika sudah disertai sirosis hati.

h. Idiopatik
Antara 15-40% hepatoma ternyata tidak diketahui penyebabnya walaupun
sudah dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh. Beberapa penjelasan akhir-akhir ini
menyebutkan peranan perlemakan hati (fatty liver disease) yang bukan disebabkan
oleh alkohol (NASH = Non Alcohol Steato Hepatitis), dipercaya dapat menyebabkan
kerusakan sel hati yang luas yang pada akhirnya menimbulkan sirosis dan hepatoma.

i. Obesitas
Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di
Amerika Serikat dengan masa pengamatan selama 16 tahun menunjukan terjadinya
peningkatan angka mortalitas sebesar 5 kali akibat hepatoma pada kelompok individu
dengan berat badan tertinggi (IMT 35-40) dibandingkan dengan kelompok individu
yang IMT-nya normal. Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor resiko utama
untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya non-alcoholic
steatoheptitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan dapat
berlanjut menjadi hepatoma.
j. Alkohol
Konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sirosis hati.
Penggunaan alkohol sebagai minuman, saat ini sangat meningkat di masyarakat.
Peminum berat alkohol (>50-70 gr/ hari dan berlangsung lama) berisiko untuk
menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik. Mekanisme penyakit hati akibat
konsumsi alkohol masih belum pasti, diperkirakan mekanismenya yaitu sel hati
mengalami fibrosis dan destruksi protein yang berkepanjangan akibat metabolisme
alkohol yang menghasilkan acetaldehyde. Fibrosis yang terjadi merangsang
pembentukan kolagen. Regenenerasi sel tetap terjadi tetapi tidak dapat mengimbangi
kerusakan sel. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-
benjol dan mengeras sehingga terjadi sirosis hati. Konsumsi dalam jangka waktu yang
lama ternyata tidak hanya meningkatkan risiko terbentuknya sirosis hati namun juga
mempercepat terjadinya sirosis pada penderita hepatitis C dan hepatoma.
Diagnosis
Diagnosis hepatoma dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
1). Anamnesis
Sebagian besar penderita yang datang berobat sudah dalam fase lanjut dengan
keluhan nyeri perut kanan atas. Sifat nyeri ialah nyeri tumpul, terus-menerus, kadang-
kadang terasa hebat apabila bergerak. Di samping keluhan nyeri perut ada pula
keluhan seperti benjolan di perut kanan atas tanpa atau dengan nyeri, perut
membuncit karena adanya asites. Dan keluhan yang paling umum yaitu merasa badan
semakin lemah, anoreksia, perasaan cepat kenyang. (6)
2). Pemeriksaan fisik
Bila pada palpasi abdomen teraba hati membesar, keras yang berbenjol-benjol,
tepi tumpul lebih diperkuat, bila pada auskultasi terdengar bising pembuluh darah
maka dapat diduga sebagai hepatoma. Akan tetapi, pada pasien-pasien dengan ascites
masif hal ini sulit untuk dilakukan.(6)
3). Pemeriksaan penunjang
a). Pemeriksaan Alfa-fetoprotein (AFP)
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan Alfa-fetoprotein
(AFP) yaitu protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal. Rentang normal
AFP serum adalah 0-20 ng/ml. Pasca partus 2 minggu, AFP dalam serum hampir
menghilang, dalam serum orang normal hanya terdapat sedikit sekali (< 25 ng/L).
Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. Selain pada hepatoma,
kandungan AFP dalam serum juga dapat meningkat pada penyakit diantaranya,
beberapa tumor lain (seperti teratoma testis atau ovarium, karsinoma gaster, paru),
wanita hamil dan sebagian pasien hepatitis akut. (6)
AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular. Kadar
AFP meningkat pada 60%-70% pada penderita hepatoma. Jika AFP > 500 ng/L
bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L bertahan 2 bulan; tanpa bukti penyakit hati aktif;
serta dapat disingkirkannya kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi,
maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari
timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi.
Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5
hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika
belum dapat turun hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda
terjadi residif atau rekurensi tumor.
b). Ultrasonografi (USG) Abdomen
Dengan USG, hati yang normal tampak warna keabu-abuan dan tekstur merata.
Bila ada kanker akan terlihat jelas berupa benjolan berwarna kehitaman, atau
berwarna putih campur kehitaman dan jumlahnya bervariasi pada tiap pasien,
benjolan dapat terdeteksi dengan diameter 2-3 cm Untuk meminimalkan kesalahan
hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis hati dianjurkan pemeriksaan USG setiap tiga
bulan.
c). Computed Tomography Scanning (CT Scan)
CT Scan adalah pemeriksaan kanker dengan menggunakan prinsip daya tembus
sinar-X digunakan untuk mendeteksi ukuran, jumlah tumor, lokasi dan sifat hepatoma
dengan tepat. Pemeriksaan dengan CT scan letak kanker dengan jaringan tubuh
sekitarnya terlihat jelas, dan kanker yang paling kecil pun sudah dapat terdeteksi.(18,19)
d). Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah pemeriksaan kanker dengan menggunakan gelombang magnet
(nonradiasi). Pemeriksaan dengan MRI dilakukan bila ada gambaran CT scan yang
masih meragukan atau pada penderita ada risiko bahaya radiasi sinar-X. MRI dapat
menampilkan dan membuat peta pembuluh darah hepatoma serta menampilkan
saluran empedu dalam hati, memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan
hepatoma.
e). AJH (aspirasi jarum halus)
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama
ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan
radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma. Tindakan
biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi anatomi ini juga diawasi oleh
seorang ahli radiologi dengan menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT scan-
fluoroscopy sehingga hasil yang diperoleh akurat.
f). Angiography
Dilakukan untuk penderita yang dari hasil pemeriksaan USG dan CT scan
diperkirakan masih ada tindakan terapi bedah atau non-bedah yang mungkin
dilakukan untuk menyelamatkan penderita. Pada setiap pasien yang akan menjalani
operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan angiografi.
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan
Peneliti Hati Indonesia), yaitu: (7)
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT
Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron
Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu
yaitu kriteria empat atau lima.
Stadium Penyakit(7,8)
Stadium I : Satu fokal tumor berdiameter < 3cm yang terbatas hanya pada salah
satu segment tetapi bukan di segment I hati.

Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3cm. Tumor terbatas pada segement I
atau multi-fokal terbatas pada lobus kanan/kiri
Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke
lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral
ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (billiary
duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
Stadium IV : Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus
kiri hati.

Klasifikasi Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC)

Klasifikasi BCLC membagi pasien HCC menjadi 5 kelas yaitu 0, A,B,C,D.(9,10)

1. BCLC stadium 0 ( very early) didefinisikan sebagai single tumor dengan ukuran <
2 cm, tanpa invasi vaskuler dengan performance status (ECOG) yang baik yaitu
ECOG 0, denga fungsi hati yang baik ( kelas Child Pugh A). Belum ada terapi
yang jelas terhadap HCC kelas ini, beberapa studi yang ada menunjukkan angka 5
tahun survival rate yang tinggi yaitu 80-90% pada pasien stadium ini yang
menjalani reseksi dan transplantasi hati atau ablasi local.

2. BCLC kelas A ( Early HCC) didefinisikan sebagai tumor tunggal (single) dengan
ukuran > 2 cm atau 3 nodul dengan ukuran < 3 cm, ECOG 0, ( Child Pugh kelas A
atau B). Terapi yang disarankan pada lesi nodul tunggal dengan diameter kurang
dari 5 cm dengan status penampilan yang baik serta fungsi hati yang juga baik
adalah reseksi massa tumor.
3. BCLC kelas B ( Intermediate HCC) didefinisikan sebagai Untreated yaitu
multinodul, asimptomatik, tanpa invasi vaskuler. Median survival pada kelas ini
adalah 16 bulan. Terapi yang disarankan adalah kemoembolisasi (TACE)

4. BCLC kelas C ( Advanced HCC) didefinisikan sebagai pasien HCC dengan disertai
gejala karena tumor ( simptomatik tumor) dengan ECOG 1-2, invasi
makrovaskuler, ( invasi segmental atau portal), atau metastase ekstra hepatik.
Median survival pada kelas ini adalah 6 bulan. Terapi yang diberikan pada kelas ini
adalah Sorafenib (suatu inhibitor tirosin kinase).

5. End stage HCC didefinisikan sebagai tumor HCC pada pasien dengan status
penampilan yang buruk, (ECOG 3-4), sebagai akibat adanya disabilitas yang
berhubungan dengan tumor. Median survival pada kelas ini berkisar antara 3-4
bulan.
Terapi karsinoma hepatoseluler tergantung dari stadium penyakit dan fungsi hati.
Pembedahan merupakan satu-satunya terapi yang mempunyai potensi sembuh. Pada
kasus yang terseleksi dengan baik, angka ketahanan hidup dapat mencapai 70%.
Reseksi merupakan terapi pilihan bagi penderita karsinoma hepatoseluler tanpa
sirosis. Transplantasi hati merupakan pilihan bagi penderita karsinoma hepatoseluler
stadium awal yang tidak cocok untuk reseksi (tumor multifocal, sirosis yang disertai
disfungsi hati berat).5 Ablasi lokal atau ablasi radiofrekuensi biasanya diberikan pada
penderita karsinoma hepatoseluler stadium awal yang tidak cocok untuk tindakan
pembedahan. Kemudian transarterial chemoembolization (TACE) merupakan terapi
pilihan bagi penderita karsinoma hepatoseluler stadium menengah yang tidak dapat
dilakukan reseksi, tidak ditemukan adanya invasi vascular maupun penyebaran
ekstrahepatik.

Prognosis

Sistem BCLC menghubungkan antara stadium dan rekomendasi strategi terapi


serta prognosis. Angka ketahanan hidup 3 tahun untuk stadium A (60-75%), stadium
B (50%), stadium C (10%) dan stadium D (0%).5 Survival terbaik tanpa pengobatan
adalah sekitar 65% pada 3 tahun untuk pasien kelas Child-Pugh A dengan tumor
tunggal, sedangkan setelah terapi 32 radikal, survival mencapai 70% pada 5 tahun.
Pada perjalanan alami karsinoma hepatoseluler stadium lanjut lebih diketahui. Pada
survival rate 1 tahun dan 2 tahun pada pasien yang tidak diobati secara random dalam
25 percobaan terkontrol secara acak (RCTs) adalah sekitar 10-72% dan 8-50%. Pasien
dalam penelitian ini, merupakan bagian terbaik dari pasien karsinoma hepatosleuler
yang tidak dioperasi. Ini menjelaskan adanya perbedaan dibandingkan dengan hasil
yang dilaporkan dalam seri retrospektif atau dibandingkan dengan perkiraan survival
dikumpulkan dari pendaftar kanker berbasis populasi. Pasien pada tahap terminal
memiliki survival kurang dari 6 bulan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW , Waspadji S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007;Hal. 1922-29.
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
VI. Jakarta: EGC Buku Kedokteran; 2006.
3. Kuntz, Erwin. Kuntz, Hans Dieter. 2006. Hepatology Principles and Practice. 2nd
Edition. Germany: Springer.
4. Lindseth GN. 2005. Gangguan hati, kandung empedu dan pancreas. Dalam:
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit volume 1 edisi 6. Jakarta : EGC
5. Waller LP, Deshpande V, Pyrsopoulos N. Hepatocellular carcinoma: A
comprehensive review. World Journal of Hepatology. 2015;7(26):2648-2663.
doi:10.4254/wjh.v7.i26.2648.
6. Cho E-S, Choi J-Y. MRI Features of Hepatocellular Carcinoma Related to
Biologic Behavior. Korean Journal of Radiology. 2015;16(3):449-464.
doi:10.3348/kjr.2015.16.3.449.
7. Rifai A., 1996. Karsinoma Hati. dalam Soeparman (ed). Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 1 edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
8. Bruno S, Savojardo D, Almasio PL, Mondelli MU. Critical reappraisal of risk
factors for occurrence of hepatocellular carcinoma in patients with hepatitis C
virus. Hepatic Medicine: Evidence and Research. 2011;3:21-28.
doi:10.2147/HMER.S16991
9. Asian Pacific Association for the study of the Liver Consensus .
Recommendations on Hepatocellular Carcinoma. 2010
10. European Association for the Study of the Liver. EASL-EORTCClinical Practice
Guideline: Management of Hepatocellular Carcinoma, Journal of Hepatology
2012: 56:908-43

Anda mungkin juga menyukai