HEPATOMA
PEMBIMBING :
PENULIS :
030.12.047
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas kesehatan dan
kemudahan yang dilimpahkan karena berkatNya penulis dapat menyelesaikan tugas
presentasi kasus dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD
Karawang yang berjudul Hepatoma.
Tidak sedikit hambatan yang dihadapi penulis dalam penyusunan referat ini,
namun berkat bantuan berbagai pihak karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih sebesar-besarnya kepada
dr. Irwin, Sp.PD selaku pembimbing atas dukungan dan pengarahannya selama
penulis belajar dalam kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan para
pembaca. Penulis menyadari karya tulis ini masih perlu banyak perbaikan oleh karena
itu kritik dan saran diharapkan dari para pembaca.
BAB I
LAPORAN KASUS
1. Identitas
Nama : Tn. Y
Nomor RM : 00.66.29.xx
Usia : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : JL.swadaya NO.41 KARAWANG
Pendidikan : Tamatan SMP
Pekerjaan : Pedagang sayur
Agama : Islam
Suku : sunda
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 12 desember 2016
BMI : BB/TB : 46/1,62 = 17,5 ( gizi kurang)
2. Anamnesis
Keluhan Tambahan Demam, bab hitam (1x), bak berwarna seperti the, lemas,
nafsu makan turun, penurunan bb 6 kg dalam 2 minggu
Riwayat Penyakit Os datang dengan keluhan nyeri di perut baian kanan atas
Sekarang dan ulu hati sejak 1 minggu SMRS. Nyeri di rasakan tiba
tiba dan terkadang tembus ke punggung kanan. Demam
(+) bersamaan dengan timbulnya nyeri. Pasien lebih
merasa enakan jika berjalan membungkuk atau tidur
terlentang. Pada satu minggu pertama nyeri di rasakan
terus menerus, setelah di rumah sakit nyeri di rasakan
hilang timbul. Mual (-), muntah (-), bab hitam ( + 1 kali),
bak seperti teh (+), nafsu makan menurun, berat badan
turun 6 kg dalam 2 minggu.
Riwayat Penyakit Riwayat penyakit serupa (-) Riwayat hipertensi (-)
Dahulu Riwayat diabetes melitus (-) Riwayat penyakit hati (-)
Riwayat ikterik kuning sebelum masuk SD (+)
Riwayat Penyakit Riwayat penyakit serupa (+) almarhum ibu
Keluarga Riwayat diabetes melitus (-) Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat Kebiasaan Rokok (+) alcohol (-) penggunaan jarum suntik (-)
Vaksin hepatitis (-)
Riwayat Lingkungan Riwayat peyakit serupa di lingkungan sekitar (-)
3. Pemeriksaan Fisik
HEMATOLOGI
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 14,4 g/dl 12,0-16,0
Eritrosit 4,51 x10*6/uL 3,60-5,80
Leukosit 25,2 x10*3/uL 3,80-10,60
Trombosit 342 x10*3/uL 150-440
Hematokrit 39,2 % 35,0-47,0
MCV 87 fL 80-100
MCH 32 Pg 26-34
MCHC 37 g/dl 35-36
RDW-CV 14,1 % 12,0-14,8%
GDS 99 mg/dl <140
Ureum 30,4 mg/dl 15-50
Creatinin 0,87 mg/dl 0,6-,10
SGOT 57,2 U/L s/d 37
SGPT 97,7 U/L s/d 41
USG abdomen
Ginjal kanan kiri : tidak membesar, tak tampak batu system pelviocalyceal
Kesan:
Diagnosis Kerja
Hepatoma
Abses Hepar
Diagnosis Banding
Prognosis
- Ad vitam : Ad malam
- Ad fungsionam : Ad malam
- Ad sanationam : Ad malam
KASUS
Os datang dengan keluhan nyeri di perut baian kanan atas dan ulu hati sejak 1
minggu SMRS. Nyeri di rasakan tiba tiba dan terkadang tembus ke punggung
kanan. Demam (+) bersamaan dengan timbulnya nyeri. Pasien lebih merasa enakan
jika berjalan membungkuk atau tidur terlentang. Pada satu minggu pertama nyeri di
rasakan terus menerus, setelah di rumah sakit nyeri di rasakan hilang timbul. Mual (-),
muntah (-), bab hitam ( + 1 kali), bak seperti teh (+), nafsu makan menurun, berat
badan turun 6 kg dalam 2 minggu.
DASAR DIAGNOSOS
13 Desember 2016
S Demam , keringat dingin,nyeri perut/ nyeri ulu hati, tampak sesak,
bak seperti teh
O Kes: CM
TD: 120/70 mmHg HR: 100x/menit RR: 32x/menit T: 38,3oC
Mata: CA -/-, SI -/-
Thoraks : SNV +/+, rh -/-, wh -/-
S1S2 reg, m(-), g(-)
Abdomen : BU (+), NT (+ )
Ekstremitas atas : akral hangat +/+, oedem -/-
Ekstremitas bawah: akral hangat +/+, oedem -/-
A Susp Abses hepar
P INF D 5% 20 tpm
Metronidazol 3 x 500 mg
Ceftriaxon 2 x 1 gr
Inj Ranitidin 2x 1 amp
Paracetamol 3 x 500 mg
16 Desember 2016
S Demam , nyeri perut berkurang, sesak (-), bak seperti teh
O Kes: CM
TD: 100/60 mmHg HR: 86x/menit RR: 20x/menit T: 38,0oC
Mata: CA -/-, SI -/-
Thoraks : SNV +/+, rh -/-, wh -/-
S1S2 reg, m(-), g(-)
Abdomen : BU (+), NT (+ )
Ekstremitas atas : akral hangat +/+, oedem -/-
Ekstremitas bawah: akral hangat +/+, oedem -/-
A Susp hepatoma
Abses hepar
P Inf D 5 % 20 tpm
Inj Ketorolac 3x1 amp
Inj Ranitidin 2 x1 amp
Lansoprazol 1x1
Metronidazole 3x1
19 Desember 2016
S Demam , nyeri perut/ulu hat, sesak (-), mual, bak seperti teh
O Kes: CM
TD: 100/60 mmHg HR: 89x/menit RR: 20x/menit T: 39,8oC
Mata: CA -/-, SI -/-
Thoraks : SNV +/+, rh -/-, wh -/-
S1S2 reg, m(-), g(-)
Abdomen : BU (+), NT (+ )
Ekstremitas atas : akral hangat +/+, oedem -/-
Ekstremitas bawah: akral hangat +/+, oedem -/-
A Susp hepatoma
Abses hepar
P Inf D 5% 20 tpm
Inj Ketorolac 3x1 amp
Inj Ranitidin 2x1 amp
Lansoprazol 1x1
Metronidazole 1x1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Epidemiologi
Kanker hati adalah merupakan kanker kelima yang paling umum di dunia.
Suatu kanker yang mematikan, kanker hati akan membunuh hampir semua pasien-
pasien yang menderitanya dalam waktu satu tahun. Pada tahun 1990, organisasi
kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa ada kira-kira 430,000 kasus-kasus
baru dari kanker hati diseluruh dunia, dan suatu jumlah yang serupa dari pasien-
pasien yang meninggal sebagai suatu akibat dari penyakit ini. Sekitar tiga per empat
kasus-kasus kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China, Hong Kong, Taiwan,
Korea, dan Japan). Sekitar 80% dari kasus HCC, didapat pada negara Afrika Sub-
Sahara (Mozambique dan Afrika Selatan). (3)
HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali diwilayah endemik infeksi
HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Pada semua populasi, penderita
HCC banyak pada laki-laki (sua hingga empat kali) dari pada perempuan. Masih
belum jelas apakah ini berhubungan dengan rentannya laki-laki terhadap timbulnya
tumor, atau karena laki-laki banyak terpajan oleh faktor risiko HCC, seperti virus
hepatitis dan alkohol.
Patogenesis
a. Infeksi Hepatitis B
Beberapa bukti menunjukan adanya peran infeksi viris hepatitis B (HBV)
dalam menyebabkan kanker hati, baik secara epidemiologis, klinis maupun
eksperimental. Pasien-pasien dengan virus hepatitis B yang berada pada risiko yang
paling tinggi untuk kanker hati adalah pria-pria dengan sirosis, virus hepatitis B dan
riwayat kanker hati keluarga. Mungkin bukti yang paling meyakinkan, bagaimanapun,
datang dari suatu studi prospektif yang dilakukan pada tahun 1970 di Taiwan yang
melibatkan pegawai-pegawai pemerintah pria yang berumur lebih dari 40 tahun. Pada
studi-studi ini, penyelidik-penyelidik menemukan bahwa risiko mengembangkan
kanker hati adalah 200 kali lebih tinggi diantara pegawai-pegawai yang mempunyai
virus hepatitis B kronis dibandingkan dengan pegawai-pegawai tanpa virus hepatitis
B kronis.
Pada pasien-pasien dengan keduanya virus hepatitis B kronis dan kanker hati,
material genetik dari virus hepatitis B seringkali ditemukan menjadi bagian dari
material genetik sel-sel kanker. Diperkirakan, oleh karenanya, bahwa daerah-daerah
tertentu dari genom virus hepatitis B (kode genetik) masuk ke material genetik dari
sel-sel hati. Material genetik virus hepatitis B ini mungkin kemudian
mengacaukan/mengganggu material genetik yang normal dalam sel-sel hati, dengan
demikian menyebabkan sel-sel hati menjadi bersifat kanker(4).
b. Infeksi Hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan
kanker hati. Di Jepang, virus hepatitis C hadir pada sampai dengan 75% dari kasus-
kasus kanker hati. Seperti dengan virus hepatitis B, kebanyakan dari pasien-pasien
virus hepatitis C dengan kanker hati mempunyai sirosis yang berkaitan dengannya.
Pada beberapa studi-studi retrospektif-retrospektif (melihat kebelakang dan kedepan
dalam waktu) dari sejarah alami hepatitis C, waktu rata-rata untuk mengembangkan
kanker hati setelah paparan pada virus hepatitis C adalah kira-kira 28 tahun. Kanker
hati terjadi kira-kira 8 sampai 10 tahun setelah perkembangan sirosis pada pasien-
pasien ini dengan hepatitis C. Beberapa studi-studi prospektif Eropa melaporkan
bahwa kejadian tahunan kanker hati pada pasien-pasien virus hepatitis C yang
menjadi sirosis berkisar dari 1.4 sampai 2.5% per tahun.
Pada pasien-pasien virus hepatitis C, faktor-faktor risiko mengembangkan
kanker hati termasuk kehadiran sirosis, umur yang lebih tua, jenis kelamin laki,
kenaikkan tingkat dasar alpha-fetoprotein (suatu penanda tumor darah), penggunaan
alkohol, dan infeksi berbarengan dengan virus hepatitis B. Beberapa studi-studi yang
lebih awal menyarankan bahwa genotype 1b (suatu genotype yang umum di Amerika)
virus hepatitis C mungkin adalah suatu faktor risiko, namun studi-studi yang lebih
akhir ini tidak mendukung penemuan ini.
Caranya virus hepatitis C menyebabkan kanker hati tidak dimengerti dengan
baik. Tidak seperti virus hepatitis B, material genetik virus hepatitis C tidak
dimasukkan secara langsung kedalam material genetik sel-sel hati. Diketahui,
bagaimanapun, bahwa sirosis dari segala penyebab adalah suatu faktor risiko
mengembangkan kanker hati. Telah diargumentasikan, oleh karenanya, bahwa virus
hepatitis C, yang menyebabkan sirosis hati, adalah suatu penyebab yang tidak
langsung dari kanker hati.
Pada sisi lain, ada beberapa individu-individu yang terinfeksi virus hepatitis C
kronis yang menderita kanker hati tanpa sirosis. Jadi, telah disarankan bahwa protein
inti (pusat) dari virus hepatitis C adalah tertuduh pada pengembangan kanker hati.
Protein inti sendiri (suatu bagian dari virus hepatitis C) diperkirakan menghalangi
proses alami kematian sel atau mengganggu fungsi dari suatu gen (gen p53) penekan
tumor yang normal. Akibat dari aksi-aksi ini adalah bahwa sel-sel hati terus berlanjut
hidup dan reproduksi tanpa pengendalian-pengendalian normal, yang adalah apa yang
terjadi pada kanker(4).
c. Sirosis
Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada risiko
yang meningkat mengembangkan kanker hati. Sebagai tambahan pada kondisi-
kondisi yang digambarkan diatas (hepatitis B, hepatitis C, alkohol, dan
hemochromatosis), kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu kondisi yang
diturunkan/diwariskan yang dapat menyebabkan emphysema dan sirosis, mungkin
menjurus pada kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat erat dengan
tyrosinemia keturunan, suatu kelainan biokimia pada masa kanak-kanak yang
berakibat pada sirosis dini.
Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan dengan kanker
hati daripada penyebab-penyebab lainnya. Contohnya, kanker hati jarang terlihat
dengan sirosis pada penyakit Wilson (metabolisme tembaga yang abnormal) atau
primary sclerosing cholangitis (luka parut dan penyempitan pembuluh-pembuluh
empedu yang kronis). Begitu juga biasanya diperkirakan bahwa kanker hati adalah
jarang ditemukan pada primary biliary cirrhosis (PBC). Studi-studi akhir ini,
bagaimanapun, menunjukan bahwa frekwensi kanker hati pada PBC adalah sebanding
dengan yang pada bentuk-bentuk lain sirosis(4).
d. Alkohol
Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alcohol (>50-70gr/hari dan
berlangsung lama) yang kronis adalah hubungan yang paling umum dari kanker hati
di dunia (negara-negara) yang telah berkembang. Adalah selama regenerasi yang aktif
ini bahwa suatu perubahan genetik (mutasi) yang menghasilkan kanker dapat terjadi,
yang menerangkan kejadian kanker hati setelah minum alkohol dihentikan. Alkohol
menambah pada risiko mengembangkan kanker hati pada pasien-pasien dengan
infeksi-infeksi virus hepatitis C atau virus hepatitis B yang kronis.
e. Aflatoxin B1
Aflatoxin B1 adalah kimia yang diketahui paling berpotensi membentuk
kanker hati. Ia adalah suatu produk dari suatu jamur yang disebut Aspergillus flavus,
yang ditemukan dalam makanan yang telah tersimpan dalam suatu lingkungan yang
panas dan lembab. Jamur ini ditemukan pada makanan seperti kacang-kacang tanah,
beras, kacang-kacang kedelai, jagung, dan gandum. Aflatoxin B1 telah dilibatkan
pada perkembangan kanker hati di China Selatan dan Afrika Sub-Sahara. Ia
diperkirakan menyebabkan kanker dengan menghasilkan perubahan-perubahan
(mutasi-mutasi) pada gen p53. Mutasi-mutasi ini bekerja dengan mengganggu fungsi-
fungsi penekan tumor yang penting dari gen.
h. Idiopatik
Antara 15-40% hepatoma ternyata tidak diketahui penyebabnya walaupun
sudah dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh. Beberapa penjelasan akhir-akhir ini
menyebutkan peranan perlemakan hati (fatty liver disease) yang bukan disebabkan
oleh alkohol (NASH = Non Alcohol Steato Hepatitis), dipercaya dapat menyebabkan
kerusakan sel hati yang luas yang pada akhirnya menimbulkan sirosis dan hepatoma.
i. Obesitas
Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di
Amerika Serikat dengan masa pengamatan selama 16 tahun menunjukan terjadinya
peningkatan angka mortalitas sebesar 5 kali akibat hepatoma pada kelompok individu
dengan berat badan tertinggi (IMT 35-40) dibandingkan dengan kelompok individu
yang IMT-nya normal. Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor resiko utama
untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya non-alcoholic
steatoheptitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan dapat
berlanjut menjadi hepatoma.
j. Alkohol
Konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sirosis hati.
Penggunaan alkohol sebagai minuman, saat ini sangat meningkat di masyarakat.
Peminum berat alkohol (>50-70 gr/ hari dan berlangsung lama) berisiko untuk
menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik. Mekanisme penyakit hati akibat
konsumsi alkohol masih belum pasti, diperkirakan mekanismenya yaitu sel hati
mengalami fibrosis dan destruksi protein yang berkepanjangan akibat metabolisme
alkohol yang menghasilkan acetaldehyde. Fibrosis yang terjadi merangsang
pembentukan kolagen. Regenenerasi sel tetap terjadi tetapi tidak dapat mengimbangi
kerusakan sel. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-
benjol dan mengeras sehingga terjadi sirosis hati. Konsumsi dalam jangka waktu yang
lama ternyata tidak hanya meningkatkan risiko terbentuknya sirosis hati namun juga
mempercepat terjadinya sirosis pada penderita hepatitis C dan hepatoma.
Diagnosis
Diagnosis hepatoma dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
1). Anamnesis
Sebagian besar penderita yang datang berobat sudah dalam fase lanjut dengan
keluhan nyeri perut kanan atas. Sifat nyeri ialah nyeri tumpul, terus-menerus, kadang-
kadang terasa hebat apabila bergerak. Di samping keluhan nyeri perut ada pula
keluhan seperti benjolan di perut kanan atas tanpa atau dengan nyeri, perut
membuncit karena adanya asites. Dan keluhan yang paling umum yaitu merasa badan
semakin lemah, anoreksia, perasaan cepat kenyang. (6)
2). Pemeriksaan fisik
Bila pada palpasi abdomen teraba hati membesar, keras yang berbenjol-benjol,
tepi tumpul lebih diperkuat, bila pada auskultasi terdengar bising pembuluh darah
maka dapat diduga sebagai hepatoma. Akan tetapi, pada pasien-pasien dengan ascites
masif hal ini sulit untuk dilakukan.(6)
3). Pemeriksaan penunjang
a). Pemeriksaan Alfa-fetoprotein (AFP)
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan Alfa-fetoprotein
(AFP) yaitu protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal. Rentang normal
AFP serum adalah 0-20 ng/ml. Pasca partus 2 minggu, AFP dalam serum hampir
menghilang, dalam serum orang normal hanya terdapat sedikit sekali (< 25 ng/L).
Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. Selain pada hepatoma,
kandungan AFP dalam serum juga dapat meningkat pada penyakit diantaranya,
beberapa tumor lain (seperti teratoma testis atau ovarium, karsinoma gaster, paru),
wanita hamil dan sebagian pasien hepatitis akut. (6)
AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular. Kadar
AFP meningkat pada 60%-70% pada penderita hepatoma. Jika AFP > 500 ng/L
bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L bertahan 2 bulan; tanpa bukti penyakit hati aktif;
serta dapat disingkirkannya kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi,
maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari
timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi.
Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5
hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika
belum dapat turun hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda
terjadi residif atau rekurensi tumor.
b). Ultrasonografi (USG) Abdomen
Dengan USG, hati yang normal tampak warna keabu-abuan dan tekstur merata.
Bila ada kanker akan terlihat jelas berupa benjolan berwarna kehitaman, atau
berwarna putih campur kehitaman dan jumlahnya bervariasi pada tiap pasien,
benjolan dapat terdeteksi dengan diameter 2-3 cm Untuk meminimalkan kesalahan
hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis hati dianjurkan pemeriksaan USG setiap tiga
bulan.
c). Computed Tomography Scanning (CT Scan)
CT Scan adalah pemeriksaan kanker dengan menggunakan prinsip daya tembus
sinar-X digunakan untuk mendeteksi ukuran, jumlah tumor, lokasi dan sifat hepatoma
dengan tepat. Pemeriksaan dengan CT scan letak kanker dengan jaringan tubuh
sekitarnya terlihat jelas, dan kanker yang paling kecil pun sudah dapat terdeteksi.(18,19)
d). Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah pemeriksaan kanker dengan menggunakan gelombang magnet
(nonradiasi). Pemeriksaan dengan MRI dilakukan bila ada gambaran CT scan yang
masih meragukan atau pada penderita ada risiko bahaya radiasi sinar-X. MRI dapat
menampilkan dan membuat peta pembuluh darah hepatoma serta menampilkan
saluran empedu dalam hati, memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan
hepatoma.
e). AJH (aspirasi jarum halus)
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama
ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan
radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma. Tindakan
biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi anatomi ini juga diawasi oleh
seorang ahli radiologi dengan menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT scan-
fluoroscopy sehingga hasil yang diperoleh akurat.
f). Angiography
Dilakukan untuk penderita yang dari hasil pemeriksaan USG dan CT scan
diperkirakan masih ada tindakan terapi bedah atau non-bedah yang mungkin
dilakukan untuk menyelamatkan penderita. Pada setiap pasien yang akan menjalani
operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan angiografi.
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan
Peneliti Hati Indonesia), yaitu: (7)
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT
Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron
Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu
yaitu kriteria empat atau lima.
Stadium Penyakit(7,8)
Stadium I : Satu fokal tumor berdiameter < 3cm yang terbatas hanya pada salah
satu segment tetapi bukan di segment I hati.
Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3cm. Tumor terbatas pada segement I
atau multi-fokal terbatas pada lobus kanan/kiri
Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke
lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral
ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (billiary
duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
Stadium IV : Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus
kiri hati.
1. BCLC stadium 0 ( very early) didefinisikan sebagai single tumor dengan ukuran <
2 cm, tanpa invasi vaskuler dengan performance status (ECOG) yang baik yaitu
ECOG 0, denga fungsi hati yang baik ( kelas Child Pugh A). Belum ada terapi
yang jelas terhadap HCC kelas ini, beberapa studi yang ada menunjukkan angka 5
tahun survival rate yang tinggi yaitu 80-90% pada pasien stadium ini yang
menjalani reseksi dan transplantasi hati atau ablasi local.
2. BCLC kelas A ( Early HCC) didefinisikan sebagai tumor tunggal (single) dengan
ukuran > 2 cm atau 3 nodul dengan ukuran < 3 cm, ECOG 0, ( Child Pugh kelas A
atau B). Terapi yang disarankan pada lesi nodul tunggal dengan diameter kurang
dari 5 cm dengan status penampilan yang baik serta fungsi hati yang juga baik
adalah reseksi massa tumor.
3. BCLC kelas B ( Intermediate HCC) didefinisikan sebagai Untreated yaitu
multinodul, asimptomatik, tanpa invasi vaskuler. Median survival pada kelas ini
adalah 16 bulan. Terapi yang disarankan adalah kemoembolisasi (TACE)
4. BCLC kelas C ( Advanced HCC) didefinisikan sebagai pasien HCC dengan disertai
gejala karena tumor ( simptomatik tumor) dengan ECOG 1-2, invasi
makrovaskuler, ( invasi segmental atau portal), atau metastase ekstra hepatik.
Median survival pada kelas ini adalah 6 bulan. Terapi yang diberikan pada kelas ini
adalah Sorafenib (suatu inhibitor tirosin kinase).
5. End stage HCC didefinisikan sebagai tumor HCC pada pasien dengan status
penampilan yang buruk, (ECOG 3-4), sebagai akibat adanya disabilitas yang
berhubungan dengan tumor. Median survival pada kelas ini berkisar antara 3-4
bulan.
Terapi karsinoma hepatoseluler tergantung dari stadium penyakit dan fungsi hati.
Pembedahan merupakan satu-satunya terapi yang mempunyai potensi sembuh. Pada
kasus yang terseleksi dengan baik, angka ketahanan hidup dapat mencapai 70%.
Reseksi merupakan terapi pilihan bagi penderita karsinoma hepatoseluler tanpa
sirosis. Transplantasi hati merupakan pilihan bagi penderita karsinoma hepatoseluler
stadium awal yang tidak cocok untuk reseksi (tumor multifocal, sirosis yang disertai
disfungsi hati berat).5 Ablasi lokal atau ablasi radiofrekuensi biasanya diberikan pada
penderita karsinoma hepatoseluler stadium awal yang tidak cocok untuk tindakan
pembedahan. Kemudian transarterial chemoembolization (TACE) merupakan terapi
pilihan bagi penderita karsinoma hepatoseluler stadium menengah yang tidak dapat
dilakukan reseksi, tidak ditemukan adanya invasi vascular maupun penyebaran
ekstrahepatik.
Prognosis
1. Sudoyo AW , Waspadji S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007;Hal. 1922-29.
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
VI. Jakarta: EGC Buku Kedokteran; 2006.
3. Kuntz, Erwin. Kuntz, Hans Dieter. 2006. Hepatology Principles and Practice. 2nd
Edition. Germany: Springer.
4. Lindseth GN. 2005. Gangguan hati, kandung empedu dan pancreas. Dalam:
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit volume 1 edisi 6. Jakarta : EGC
5. Waller LP, Deshpande V, Pyrsopoulos N. Hepatocellular carcinoma: A
comprehensive review. World Journal of Hepatology. 2015;7(26):2648-2663.
doi:10.4254/wjh.v7.i26.2648.
6. Cho E-S, Choi J-Y. MRI Features of Hepatocellular Carcinoma Related to
Biologic Behavior. Korean Journal of Radiology. 2015;16(3):449-464.
doi:10.3348/kjr.2015.16.3.449.
7. Rifai A., 1996. Karsinoma Hati. dalam Soeparman (ed). Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 1 edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
8. Bruno S, Savojardo D, Almasio PL, Mondelli MU. Critical reappraisal of risk
factors for occurrence of hepatocellular carcinoma in patients with hepatitis C
virus. Hepatic Medicine: Evidence and Research. 2011;3:21-28.
doi:10.2147/HMER.S16991
9. Asian Pacific Association for the study of the Liver Consensus .
Recommendations on Hepatocellular Carcinoma. 2010
10. European Association for the Study of the Liver. EASL-EORTCClinical Practice
Guideline: Management of Hepatocellular Carcinoma, Journal of Hepatology
2012: 56:908-43