Anda di halaman 1dari 7

KONSEP DASAR THALASEMIA

Pengertian
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif.
Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. Dimana terjadi kerusakan sel darah
merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia).
Secara molekuler, talasemia dibedakan menjadi talasemia alfa dan beta, secara klinis thalasemia
dibedakan menjadi thalasemia mayor dan thalasemia minor.

B. Etiologi
Penyebab Thalasemia adalah kelainan genetik antara lain :
1. Struktur pembentukan hemoglobin yang abnormal
2. Transkripsi gen
3. Tidak adanya gen
Thalasemia menyebabkan ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, karena gen cacat yang diturunkan secara resesif dari
kedua orang tua.

Ada banyak kombinasi genetik yang mungkin menyebabkan berbagai variasi dari talasemia.
Penderita dengan keadaan talasemia sedang sampai berat. Ada banyak kombinasi genetik yang
mungkin menyebabkan berbagai variasi dari talasemia. Penderita dengan keadaan talasemia
sedang sampai berat menerima variasi gen ini dari kedua orang tuanya. Seseorang yang
memvariasi gen talasemia dari salah satu orang tua dan gen normal dan orang tua yang lain
adalah seorang pembawa.

C. Patofisiologi
Penyebab anemia pada telesemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah kekurangannya
sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel sel eritrosit
intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya
volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem
retikuloendotelial dalam limpa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai
alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Terjadinya hemosederosis merupakan hasil kombinasi antara tranfusi berulang, peningkatan
absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses
hemolisis.
D. Klasifikasi
Secara molekuler, talasemia dibedakan atas :
1. Talasemia alfa ( gangguan pembentukan rantai alfa )
2. Talasemia beta ( gangguan pembentukan rantai beta )
3. Talasemia beta delta ( gangguan pembentukkan rantai beta dan delta )
4. Talasemia delta ( gangguan pembentukan rantai delta )
Secara klinis di bagi dalam 2 golongan, yaitu :
1. Talasemia mayor ( bentuk homozigot ) memiliki 2 gen cacat, memberikan gejala klinis yang
jelas.
2. Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya tidak memberikan gejala
klinis.

E. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak
jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat
terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik,
tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare,
kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan
lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang
menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif.
Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis.
Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan
pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu
empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum
usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat
timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat
seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran,
gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1. Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun,
yaitu:
a. Lemah
b. Pucat
c. Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
d. Berat badan kurang
e. Tidak dapat hidup tanpa transfusi
2. Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
3. Thalasemia minor/thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk
homozigot.

Pada anak yang sudah besar sering dijumpai adanya:


1. Gizi buruk
2. Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
3. Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali ), Limpa yang besar
ini mudah ruptur karena trauma ringan saja.

Gejala khas adalah:


1. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata
lebar dan tulang dahi juga lebar.
2. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena
penimbunan besi.

F. Komplikasi
Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat. Sedangkan
pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga harus
mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Transfusi darah pun bukan tanpa risiko. Risikonya
terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima, misalnya, penyakit Hepatitis B,
Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat penderita menggigil dan panas.

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfuse darah yang berulang-
ulang dalam proses hemolisis menyebabkan kadar zat besi dalam darah sangat tinggi, sehingga
ditimbun di dalam berbagai jaringan tubuh seperti: hepar, limpa, kulit, jantung, dll. Hal ini dapat
mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatis). Limpa yang besar mudah rupture
akibat trauma yang ringan saja. Kadang-kadang thalasemia disertai tanda hipersplenisme seperti
leucopenia dan trombositopenia. Kematia terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak. Pada orang dewasa
menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif kolelikiasis sering dijumpai,
komplikasi lain :

1. Infark tulang

2. Nekrosis

3. Aseptic kapur femoralis

4. Asteomilitis (terutama salmonella)

5. Hematuria sering berulang-ulang

G. Pemeriksaan dan Diagnosa


1. Darah tepi :
a. Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
b. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan
makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly,
poikilositosis dan sel target.
c. Retikulosit meningkat.

2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :


a. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
b. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

3. Pemeriksaan khusus :Hb F meningkat : 20%-90% Hb total


a. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
b. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier)
dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).

4. Pemeriksaan lain :
a. Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan
trabekula tegak lurus pada korteks.
b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula
tampak jelas.

H. Penatalaksanaan
Anemia diatasi dengan tranfusi PRC (packed red cell). Tranfusi hanya dilakukan jika saat
diagnosis ditegakan Hb < 8 g/dl. Selanjutnya sekali diputuskan untuk tranfusi darah. Hb harus
dipertahankan di atas 12 g/dl dan tidak melebihi 15,5 g/dl. Bila tidak ada tanda gagal jantung
dan Hb sebelum tranfusi di atas5 gr/dl, diberikan 10-15 minggu/ KgBB per satu kali pemberian
selama 2 jam atau 20 ml/ kgBB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 ml/kgBB/jam. Penderita
dengan gagal jantung harus dirawat dan diberikan oksigen dengan kecepatan 2-4 liter/ menit.
Tranfusi darah dan diuretika. Kemudian bila masih diperlukan, diberikan digitalisasi setelah Hb
> 8 g/dl bersama-sama dengan tranfusi darah secara perlahan sampai kadar Hb > 12 g/dl. Setiap
selesai pemberian 1 seri tranfusi, kadar Hb pasca tranfusi diperiksa 30 menit setelah pemberian
tranfusi berakhir.
Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kalesi besi yaitu desferal secara
intramuskular atau intravena.
Splenektomi diindikasikan bila terjadi hiperplenisme atau limfe terlalu besar sehingga membatsi
gerak pasien dan menimbulkan tekanan intraabdominal yang mengganggu nafas dan berisiko
mengalami ruptur. Hiperplenisme ditndai dengan jumlah tranfusi melebihi 250 ml/kgBB dalam 1
tahun terakhir dan adanya penurunan Hb yang drastis. Hiperplenisme lanjut ditandai dengan
plansitopenia. Splenektomi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas saat fungsi limfe
dalam sistem imun tubuh telah dapat diambil alih oleh organ limfoid lain.
Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegahinfeksi virus tersebut
melalui tranfusi darah.
Transplantasi tulang belakang perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru dengan thalasemia
mayor. Obat pendukung seperti vitamin C dianjurkan diberi dalam dosis kecil (100-250 mg)
pada saat dimulainya pemberian kalesi besi dan dihentikan saat pemberian kalesi selesai (vitamin
C dapat meningkatkan efek desferoksamin) diberikan asam folat 2-5 mg/ hari untuk memenuhi
kebutuhan yang meningkat pada pasien thalasemia khususnya pada yang jarang mendapat
tranfusi darah.
Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ seperti jantung, paru, hati, endokrin termasuk
kadar glukosa darah, gigi, telinga, mata dan tulang.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta :
penerbit Aesculapius
Anonim. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Thalasemia. Tersedia di :
http://aningadeputri.wordpress.com/2012/10/17/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-
thalasemia/ Diakses Tanggal 20 Oktober 2013 Pukul 11. 00 Wita

Anda mungkin juga menyukai