Anda di halaman 1dari 32

MANAJEMEN KASUS

ASPIRASI PNEUMONIA

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Di Stase Anak RSUD Dr. Soedono Madiun

Disusun oleh:
Muhammad Yasir
Alfieckry Ronaldo

Pembimbing:
dr. Meddy Romadhon, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
RSUD DR. SOEDONO MADIUN
2017

1
MANAJEMEN KASUS

ASPIRASI PNEUMONIA

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Di Stase Anak RSUD Dr. Soedono Madiun

Oleh :
Muhammad Yasir
Alfieckry Ronaldo

Telah dipresentasikan tanggal :

Dokter Pembimbing

dr. Meddy Romadhon, Sp.A

2
MANAJEMEN KASUS

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SOEDONO

SMF ILMU KESEHATAN ANAK

LAPORAN KASUS

I. Identitas
Nama : An. K
Tanggal lahir : 11-04-2017
Usia : 2 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Ds Purwosari, RT 11/02, Wonoasri, Madiun
No RM : 6709614
MRS : 23-06-2017
Nama Ibu : Ny. A
Usia : 34 th
Pendidikan Terakhir : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

II. Anamnesis

Keluhan Utama :

Sesak nafas.

RPS :

(Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu dan ayah pasien)

Sesak nafas muncul sore ini disertai kebiruan pada tubuh pasien di rumahnya
kemudian dibawa keluarga ke RS Caruban sebelum akhirnya dirujuk ke RSSM. Sejak
tadi pagi pasien muntah-muntah setelah minum ASI. Sejak tiga hari lalu pasien batuk
pilek dan belum berobat.

Anamnesis Sistem

Sistem Keluhan
Cerebrospinal Demam (-), kejang (-), penurunan kesadaran
(-)
Kardiovaskuler Berdebar-debar (-)

3
Respirasi Batuk (+), pilek (+), sesak (+), menangis
merintih (+)
Gastrointestinal Muntah (+), BAB cair (-), sulit minum ASI
(+)
Urogenital BAK (+) normal
Integumentum Pucat (+), Sianosis (+), Ruam (-), turgor kulit
baik
Muskuloskeletal Lemas (+) nyeri sendi (-) lebam (-)

RPD :

Pasien belum pernah mengalami hal serupa sebelumnya


Pasien pernah batuk pilek kemudian sembuh setelah periksa dan minum obat dari
dokter
Kesan : terdapat riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit pasien
saat ini.

RPK :

Ibu pasien memiliki riwayat asma dan alergi susu.


Kesan : terdapat riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit
pasien.

Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan


a. Sosial
Anak tinggal serumah bersama ayah, ibu, dan 2 saudara kandungnya. Hubungan
dalam keluarga harmonis dan komunikasi antar keluarga terjalin baik.
b. Ekonomi
Ayah seorang pegawai BUMN dan ibu pasien seorang ibu rumah tangga. Biaya
pengobatan ditanggung BPJS.
c. Lingkungan
Keluarga tinggal di rumah yang dihuni oleh 5 orang anggota keluarga yaitu ayah, ibu,
2 saudara kandung, dan pasien. Pasien tinggal di daerah pedesaan. Tidak ada yang merokok
di dalam rumah.
Kesan : sosial, ekonomi, dan lingkungan baik.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


a. Riwayat Kehamilan
Pasien adalah anak ke empat.
Kehamilan anak sangat diinginkan.
Ibu tidak pernah keguguran sebelumnya.
Keluhan selama hamil: mual (+), diabetes (-), darah tinggi (-), demam (-)

4
Kebiasaan selama hamil: minum jamu/obat-obatan (-), minum susu hamil jarang,
konsumsi alkohol (-), merokok (-), kerja berat (-). Kondisi psikologi ibu selama hamil
baik.

b. Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan secara normal di rumah sakit bersalin dengan usia kehamilan 39
minggu. BBL: 2800 gram, spontan.
Keadaan bayi saat lahir: bayi langsung menangis keras dan gerak aktif.

c. Riwayat Paska Persalinan


Keadaan setelah persalinan ibu dan bayi baik.

Riwayat Imunisasi :

Pasien hingga saat ini belum melakukan imunisasi karena orang tua pasien tidak
menginginkannya.

Riwayat tumbuh kembang

Motorik kasar : memiringkan tubuh


Bahasa : hanya bisa 1 kata au au
Motorik halus : menggenggam jari atau tangan
Personal sosial : menatap muka (+)

Kesan : Riwayat tumbuh kembang sesuai dengan umur.

III. PEMERIKSAAN FISIK

KU/kesadaran : lemas, compos mentis

Status Gizi :

a. Klinis : pasien tampak lemas, menangis merintih

b. Antropometri :

BB : 5 kg

PB : 54 cm

BB/U : Z score 0 SD, interpretasi : Gizi baik

5
PB/U : Z score 0 SD, interpretasi : Normal

BB/PB : Z score +1 SD, interpretasi : Normal

Kesimpulan status gizi : gizi buruk secara antopometri.

Vital Sign : HR = 178 x/mnt, reguler, kuat angkat

RR = 24 x/mnt

S = 36,5OC

a) Kepala/Leher :

Conjungtiva Anemis (-/-)

Conjungtiva Ikterik (-/-)

Napas cuping hidung (-/-)

Sianosis (-/-)

b) Thorax :

Cor : I : Ictus cordis tidak terlihat

P : tidak dilakukan

P : tidak dilakukan

A : S1 S2 tunggal, reguler

Pulmo: I : dada kanan dan dada kiri simetris (+), retraksi (-)

P : tidak dilakukan

P : tidak dilakukan

A : suara dasar vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing +/+

c) Abdomen: I : perut membuncit (-)

A : bunyi usus (+)

P : tidak dilakukan
6
P : supel, turgor baik

d) Genital : tidak dilakukan

e) Ekstremitas : oedem (-/-) , akral hangat (+/+), CRT < 2 detik

f) Integumentum : normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan foto thoraks tanggal 23/06/2017

Pemeriksaan hasil laboratorium tanggal 24/06/17 pukul 13.06

Nama test Hasil Nilai normal


Hb 10,4 g/dL* 12,5-20,5 g/dL
Hematokrit 28,3%* 39-59%
Leukosit 6,20 103/L 5.0-21.0 103/L
Trombosit 289 ribu/uL 142-424 ribu/uL
Eritrosit 3,25 106/L* 4,0-6,0 106/L
MCV 87,2 fL* 98-112 fL
MCH 32,0 pg 30-36 pg
MCHC 36,7 g/dL* 32-36 g/dL
Hitung jenis Leukosit
Limfosit (%) 44,4 41-71
MID (%) 6,0 0-14
Granulosit (%) 49,60* 40-70
Kimia klinik
Albumin 4.22 g/dL 3,5-5
SGOT 53 U/L* 8-31
SGPT 37 U/L* 6-31
BUN 7,8 mg/dL * 10-20
Creatinin 0,40 mg/dL 0,6-1,1
Gula Darah Sewaktu 129 mg/dL < 140
Natrium darah 133 mmol/L* 136-145
Kalium darah 4,50 mmol/L 3,5-5,1
Chloride / Cl darah 104 mmol/L 97-111

V. ASSESMENT
Aspirasi Pneumonia

VI. PENATALAKSANAAN
1. Planning Terapi Cairan
a. Infus D5 25 tpm

7
2. Planning Medikamentosa
a. Headbox
b. Meropenem 3x75 mg
c. Dexamethasone 3x cc
d. Nebulizer 2x1
3. Planning Penunjang
a. Darah Lengkap
4. Planning Monitoring
a. Pengawasan terhadap tanda vital dan keadaan umum
b. Pemantauan terhadap asupan nutrisi dan intake cairan
5. Planning Edukasi
a. Hindari kontak dengan anak kecil lain yang sedang sakit.

VII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Sanam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam

SOAP TERINTEGRASI

Tanggal Assesment Planning

23/06/17 S : pasien datang dari IRD Pneumonia Head box


rujukan dari RSUD Caruban
(?) Inf. D 25 tpm
dengan pneumonia, keluhan
sesak nafas (+), muntah (+) Meropenem 3x75 mg

O: Dexamethasone 2x1

Keadaan umum : baik , CM Nebulizer 2x1

Nadi : 175 x/mnt

Laju napas: 34x/mnt

Suhu : 360C

Kepala-Leher

Konjungtiva anemis (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

Sianosis (-/-)

8
Dypsneu (+/+)

Nafas cuping hidung (+)

Thorax

S1-S2 reguler, bising (+)

Murmur.

SDV (+/+), Rhonki (+/+),


Whz (+/+)

Retraksi dinding dada (+)

Abdomen

Flat, BU (+), Timpani, Supel

Ekstremitas

Akral hangat, edem (-/-),

CRT< 2detik

24/06/17 S : sesak nafas (-), batuk Aspirasi pneumonia Head box


berdahak (+), diare (+), BAK
(06.00) Inf. D 25 tpm
lancar
Meropenem 3x75 mg
O:
Dexamethasone 2 x cc
Keadaan umum : baik , CM
Nebulizer 2x1
Nadi : 115 x/mnt

Laju napas : 36x/mnt

Suhu : 36,60C

Kepala-Leher

Konjungtiva anemis (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

9
Sianosis (-/-)

Dypsneu (-/-)

Thorax

S1 S2 tunggal reguler

SDV (+/+), Rhonki (+/+),


Whz (-/-)

Abdomen

Flat, BU (+), Timpani, Supel

Ekstremitas

Akral hangat, edem (-/-),

CRT< 2detik

25/06/17 S : sesak nafas (-), batuk Aspirasi pneumonia Head box


berdahak (+), menangis kuat
(06.00) Inf. D 25 tpm
(+), BAB (-), BAK (+).
ASI(+) Meropenem 3x75 mg

O: Dexamethasone 2x1

Keadaan umum : cukup, CM Nebulizer 2x1

Nadi : 130 x/mnt dr. meddy 3x1

Laju napas : 33x/mnt dr. fina puyer 3x1

Suhu : 36,70C

Kepala-Leher

Konjungtiva anemis (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

Sianosis (-/-)

10
Dypsneu (-/-)

Thorax

S1 S2 reguler tunggal.

SDV (+/+), Rhonki (+/+),


Whz (-/-)

Abdomen

Flat, BU (+), Timpani, Supel

Ekstremitas

Akral hangat, Edem (-/-),

CRT< 2detik

26/06/17 S : sesak nafas (+), batuk Aspirasi pneumonia Head box


berdahak (+), pilek (+), rewel
Inf .D5 25 tpm
(+), BAB cair (+) sehari 2x,
hypersalivasi (+) Meropenem 3x75 mg

O: Dexamethasone 2x1

Keadaan umum : lemah Nebulizer 2x1

Nadi : 130 x/mnt dr. meddy 3x1

Laju napas : 30x/mnt dr. fina puyer 3x1

Suhu : 36,40C

Kepala-Leher

Konjungtiva anemis (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

Sianosis (-/-)

Dypsneu (-/-)

11
Sklera ikterik (-/-)

Sianosis (-/-)

Dypsneu (-/-)

Thorax

S1-S2 reguler tunggal

SDV (+/+), Rhonki (+/+),


Whz (-/-)

Abdomen

Flat, BU (+), Timpani, Supel

Ekstremitas

Akral hangat, Edem (-/-),

CRT< 2detik

27/06/17 S : batuk berdahak (+), pilek Aspirasi pneumonia Head box


(+), demam (-), menggigil(+),
(06.00) Inf. D5 25 tpm
BAB cair (+), ASI (+)
Meropenem 3x75 mg

Dexamethasone 2x1
O:
Nebulizer 2x1
Keadaan umum : baik, CM
dr. meddy puyer 3x1
Nadi : 130 x/m
dr. fina puyer 3x1
Laju napas : 30x/m

Suhu : 37,10C

Kepala-Leher

Konjungtiva anemis (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

12
Sianosis (-/-)

Dyspnea (-/-)

Thorax

S1-S2 reguler tunggal

SDV (+/+), Rhonki (+/+),


Whz (-/-)

Abdomen

Flat, BU (+), Timpani, Supel

Ekstremitas

Akral hangat, Edem (-/-),

CRT< 2detik

28/06/17 S : batuk (+) berdahak (+), Aspirasi pneumonia Head box


sesak (+),BAB cair (+), ASI
Inf. D5 25 tpm
(+)
Meropenem 3x75 mg
O:
Dexamethasone 2x1
Keadaan umum : baik, CM
Nebulizer 2x1
Nadi : 160 x/m
Kotrimoxazol 2x 2,5 mg
Laju napas : 60x/m

Suhu : 36,50C

Kepala-Leher

Konjungtiva anemis (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

13
Sianosis (-/-)

Dyspnea (-/-)

Thorax

S1-S2 reguler tunggal

SDV (+/+), Rhonki (+/+),


Whz (-/-)

Abdomen

Flat, BU (+), Timpani, Supel

Ekstremitas

Akral hangat, Edem (-/-),

CRT< 2detik

14
TINJAUAN PUSTAKA
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

Jantung merupakan organ vital yang memegang peran penting pada kehidupan setiap
insan, termasuk bayi dan anak yang sedang mengalami tumbuh kembang. Struktur dan fungsi
jantung yang normal sangat dibutuhkan untuk mempertahankan peredaran darah yang stabil
guna mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh seorang anak. Sayangnya, 7 hingga 8
bayi per 1000 kelahiran hidup dilahirkan dengan penyakit jantung bawaan (PJB). Tingginya
angka kejadian PJB menyebabkan kelainan ini merupakan kelainan bawaan tersering di
antara kelainan bawaan jenis lain.

DEFINISI
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur
jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya
gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan
janin. Anak dengan PJB memiliki kelainan struktur jantung yang dapat berupa lubang atau
defek pada sekat ruang-ruang jantung, penyempitan atau sumbatan katup atau pembuluh
darah yang berasal atau bermuara ke jantung, ataupun abnormalitas konfigurasi jantung serta
pembuluh darah. Kelainan struktur tersebut dapat bersifat tunggal ataupun berkombinasi
sehingga menimbulkan PJB kompleks (Roebiono, 2003).

HEMODINAMIK
Jantung sebagai pompa, berfungsi memompakan darah ke seluruh tubuh untuk
memenuhi tubuh akan kebutuhan metabolisme. Sebagai pompa darah, kinerja jantung
dipengaruhi oleh beban diastolik (preload), beban sistolik (afterload), kontraktilitas dan laju
jantung. Secara anatomis jantung terdiri dari 4 ruang yang terpisah oleh sekat yaitu 2 serambi
(atrium) dan 2 bilik (ventrikel). Pembuluh nadi utama (aorta) keluar dari bilik kiri, sedangkan
pembuluh nadi paru (arteri pulmonal) keluar dari bilik kanan jantung. Pembuluh balik besar
(vena cava) yang menampung darah dari seluruh tubuh, masuk ke dalam atrium kanan
sedangkan pembuluh balik paru (vena pulmonalis) masuk ke dalam atrium kiri.
Darah yang mengandung oksigen tinggi dipompakan ke seluruh tubuh untuk
memenuhi metabolisme tubuh. Selanjutnya darah dengan saturasi rendah yang berasal dari
seluruh tubuh melalui vena kava masuk ke dalam atrium kanan yang kemudian masuk ke
dalam ventrikel kanan untuk selanjutnya dipompakan ke paru melalui arteri pulmonal untuk

15
dibersihkan di paru. Darah yang mengandung oksigen tinggi dari paru, melalui vena
pulmonalis dialirkan ke atrium kiri, kemudian dialirkan ke ventrikel kiri untuk selanjutnya
dipompakan ke seluruh tubuh.
Penyakit jantung bawaan dapat berupa defek pada sekat yang membatasi ke dua
atrium atau ventrikel sehingga terjadi percampuran darah pada tingkat atrium atau ventrikel,
misalnya defek septum ventrikel atau defek septum atrium. Dapat juga terjadi pada pembuluh
darah yang tetap terbuka yang seharusnya menutup setelah lahir seperti pada dutus arteriosus
persisten. Kelainan lain berupa kelainan yang lebih kompleks seperti tertukarnya posisi aorta
dan arteri pulmonalis atau kelainan muara vena pulmonalis (Djer & Madiyono, 2000).

KLASIFIKASI
Secara garis besar PJB dapat dikelompokkan menjadi dua tipe. Tipe pertama disebut
PJB biru (sianotik), yaitu jenis PJB yang menyebabkan warna kebiruan (sianosis) pada kulit
dan mukosa terutama di daerah lidah atau bibir dan ujung-ujung anggota gerak akibat
kurangnya kadar oksigen di dalam darah. Tipe kedua disebut dengan PJB non-sianotik, yaitu
PJB yang tidak menimbulkan warna kebiruan pada anak. PJB non-sianotik umumnya
menimbulkan gejala gagal jantung yang ditandai dengan sesak yang memberat saat
menetek/beraktivitas, bengkak pada wajah, anggota gerak, serta perut, dan gangguan
pertumbuhan yang menyebabkan kekurangan gizi.

1. Penyakit Jantung Bawaan Non Sianotik


Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi
jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat
jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan
penyempitan jalur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat
jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan
sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru.

Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan pirau dari kiri ke kanan
Masalah yang ditemukan pada kelompok ini adalah adanya pirau dari kiri ke kanan
melalui defek atau lubung di jantung yang menyebabkan aliran darah ke paru berlebihan.
Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari yang asimptomatik sampai simptomatik seperti
kesulitan mengisap susu, sesak nafas, sering terserang infeksi paru, gagal tumbuh kembang
dan gagal jantung kongestif.

16
Ventricular Septal Defect (VSD)
VSD merupakan PJB yang sering ditemukan, yaitu sekitar 30% dari semua PJB. VSD
adalah kelainan jantung berupa lubang pada sekat antar bilik jantung, menyebabkan
kebocoran aliran darah pada bilik kiri dan kanan jantung. Hal ini mengakibatkan sebagian
darah kaya oksigen kembali ke paru-paru, sehingga menghalangi darah rendah oksigen
memasuki paru-paru (Maramis et al., 2014).
Pada VSD yang kecil umumnya asimptomatik dengan riwayat pertumbuhan dan
perkembangan yang normal, sehingga adanya PJB ini sering ditemukan secara kebetulan saat
pemeriksaan rutin, yaitu terdengarnya bising pansistolik di parasternal sel iga 3-4 kiri. Pada
VSD yang besar, gejala akan timbul lebih awal dan lebih berat. Kesulitan mengisap susu,
sesak nafas dan kardiomegali sering sudah terlihat pada minggu ke 2-3 kehidupan yang akan
bertambah berat secara progresif bila tidak cepat diatasi (Roebiono, 2003).
Atrial Septal Defect (ASD)
Atrial Septal Defect (ASD) adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan
kanan. Hal tersebut menyebabkan aliran ke paru berlebihan dan beban volum pada jantung
kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar,
dan keluhan baru timbul saat usia dewasa. Secara anatomis defek ini dibagi menjadi defek
septum atrium primum, sekundum, tipe sinus venosus, dan tipe sinus koronarius (Maramis et
al., 2014; Roebiono, 2003).
Patent Ductus Arteriosus (PDA)
PDA adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir. Sering dijumpai
pada bayi prematur, insidennya bertambah dengan berkurangnya masa gestasi. Penutupan
PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak terjadi pada bayi prematur karena otot
polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif vasokontriksi terhadap
oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi (Roebiono, 2003).

Penyakit Jantung Bawaan Non Sianotik Dengan Lesi Obstruktif Tanpa Pirau
Stenosis Pulmonal
Pada stenosis pulmonalis (SP) terjadi obstruksi aliran keluar ventrikel kanan atau
arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya. Bayi dan anak dengan stenosis ringan umumnya
asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan stenosis berat akan terlihat
takipneu dan sianosis.
Stenosis Aorta

17
Stenosis Aorta merupakan penyempitan aorta yang dapat terjadi pada tingkat
subvalvular, valvular, atau supravalvular. Kelainan ini mungkin tidak terdiagnosis pada masa
anak-anak karena katub berfungsi normal. Bayi dengan stenosis aorta derajat berat akan
timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu-minggu pertama atau bulan-bulan pertama
kehidupannya.
Koartasio Aorta (CoA)
Koartasio aorta adalah penyempitan terlokalisasi pada aorta yang umumnya terjadi
pada daerah duktus arteriosus. CoA pada anak yang lebih besar umumnya asimptomatik
walaupun derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit
kepala atau epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat aktivitas. Tanda yang klasik
pada kelainan ini adalah tidak terabanya nadi femoralis serta dorsalis pedis sedangkan nadi
brakialis teraba normal. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai
(Maramis et al., 2014; Roebiono, 2003).

2. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik


Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa
sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung darah rendah
oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau
terdapat percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis pada mukosa
bibir dan mulut serta kuku jari tangan-kaki adalah penampilan utama pada golongan PJB ini
dan akan terlihat bila reduce haemoglobin yang beredar dalam darah lebih dari 5 gram %
(Roebiono, 2003).

Penyakit Jantung Bawaan Sianotik dengan Aliran Darah ke Paru Berkurang


Tetralogi of Fallot
Tetralogi of Fallot (ToF) merupakan kombinasi 4 komponen, yaitu defek septum
ventrikel, over-riding aorta, stenosis pulmonal serta hipertrofi ventrikel kanan. Komponen
yang paling penting yang menentukan derajat beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal
bahkan dapat berupa atresia pulmonal.

Penyakit Jantung Bawaan Sianotik dengan Gejala Aliran ke Paru yang Bertambah
Kondisi ini disebut admixture lesions karena terdapatnya pirau dari kiri ke kanan serta
sebaliknya. Sehingga, terdapat suatu ruang tempat alir balik paru dan alir balik sistemik yang
bercampur yang kemudian diteruskan ke pembuluh darah besar.

18
Transposition of the Great Arteries
TGA adalah kelainan dimana kedua pembuluh darah arteri besar tertukar letaknya,
yaitu aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Pada kelainan
ini sirkulasi darah sistemik dan sirkulasi darah paru terpisah dan berjalan paralel.
Kelangsungan hidup bayi yang lahir dengan kelainan ini sangat bergantung dengan adanya
percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis yang baik, melalui pirau baik di
tingkat atrium (ASD), ventrikel (VSD) ataupun arterial (PDA).

FAKTOR RISIKO
Sejauh ini, penyebab PJB belum diketahui secara pasti, tetapi bedasarkan penelitian,
diduga bersifat multifaktorial, yaitu melibatkan kerentanan genetik (bawaan) dan faktor
lingkungan. Paparan rokok saat kehamilan (baik ibu perokok aktif maupun pasif), konsumsi
obat-obatan tertentu, infeksi pada kehamilan, diabetes melitus, dan sindrom atau kelainan
genetik tertentu, seperti sindrom Down, dilaporkan meningkatkan risiko kelainan jantung
bawaan pada bayi.

MANIFESTASI KLINIS
Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan gejala yang
menggambarkan derajat kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan, sianosis, berkurangnya
toleransi latihan, kekerapan infeksi saluran napas berulang, dan terdengarnya bising jantung,
dapat merupakan petunjuk awal terdapatnya kelainan jantung pada seorang bayi atau anak.
a. Gangguan Pertumbuhan
Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan pertumbuhan timbul
akibat berkurangnya curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan pertumbuhan timbul akibat
hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat timbul akibat gagal jantung kronis
pada pasien PJB.
b. Sianosis
Sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah. Sianosis mudah
dilihat pada selaput lendir mulut, bukan di sekitar mulut. Sianosis akibat kelainan jantung ini
(sianosis sentral) perlu dibedakan pada sianosis perifer yang sering didapatkan pada anak
yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas terlihat pada ujung jari.
c. Toleransi latihan
Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuh menggambarkan status
kompensasi jantung ataupun derajat kalainan jantung. Pasien gagal jantung selalu

19
menunjukkan toleransi latihan berkurang. Gangguan toleransi latihan dapat ditanyakan pada
orangtua dengan membandingkan pasien dengan anak sebaya, apakah pasien cepat lelah,
napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa, atau sesak napas dalam keadaan
istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat bayi menetek. Apakah ia hanya mampu minum
dalam jumlah sedikit, sering beristirahat, sesak waktu mengisap, dan berkeringat banyak.
Pada anak yang lebih besar ditanyakan kemampuannya berjalan, berlari atau naik tangga.
Pada pasien tertentu seperti pada ToF anak sering jongkok setelah lelah berjalan.
d. Infeksi saluran napas berulang
Gejala timbul akibat meningkatnya aliran darah ke paru sehingga mengganggu sistem
pertahanan paru. Sering pasien dirujuk ke ahli jantung anak karena anak sering menderita
demam, batuk, pilek.
e. Bising jantung
Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam menentukan penyakit
jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang merupakan alasan anak dirujuk untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising, derajat serta penjalarannya dapat
menentukan jenis kelainan jantung. Namun tidak terdengarnya bising jantung pada
pemeriksaan fisik, tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan.

20
PEMBAHASAN

1. Hubungan PJB dan Infeksi Saluran Pernapasan


Perubahan dalam sirkulasi paru menyebabkan perubahan sistem pernapasan disertai
penurunan kekebalan seluler setempat yang memudahkan pasien terutama anak-anak
terserang infeksi saluran pernapasan. PJB asianotik mengalami peningkatan beban volume
dan beban tekanan pada jantung membuat aliran darah ke jantung menjadi bertambah.
Bertambahnya volume darah dalam paru-paru menurunkan kelenturan pulmonal dan
menaikkan kerja pernafasan. Peningkatan tekanan intravaskuler pada kapiler paru
menyebabkan edema paru. Edema paru ini yang menyebabkan gejala ISPA pada anak (Wilar
& Wantania, 2006).
Pada PJB sianotik dengan pirau kanan ke kiri sering ditemukan hipoksemia karena
derajat stenosis pulmonalnya bertambah setiap waktu sehingga meningkatkan risiko serangan
hipersianotik. Pasien juga akan mengalami penurunan volume paru, hipoplasia jalan napas
serta gangguan ventilasi perfusi. Semuanya ini akan menyebabkan kerusakan mukosa saluran
napas, gangguan imunitas dan pada akhirnya meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan
(Cabalka, 2004).
Infeksi saluran pernapasan sering dialami pada 3 tahun pertama kehidupan, khususnya
pada tahun pertama. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan status imunitas dan ukuran
jalan napas yang kecil pada anak-anak yang lebih muda. Setelah usia 3 tahun insidensi infeksi
saluran pernapasan akan menurun (Wilar & Wantania, 2006).
Penelitian oleh Duppenthaler dkk serta Boyce dkk mendapatkan bahwa anak PJB
mempunyai risiko tinggi untuk mengalami infeksi respiratory syncytial virus (RSV) terutama
pada tahun pertama kehidupannya. Gangguan gizi juga akan mempengaruhi sistem imunitas,
saluran napas dan sistem organ yang lain sehingga selanjutnya akan meningkatkan risiko
infeksi dan memperlambat penyembuhan penyakit (Cabalka, 2004).
Anak PJB seringkali mengalami infeksi saluran napas dan bila terkena lebih lama
sembuh dibanding anak yang normal, gagal jantung memperburuk keadaan tersebut. Faktor
yang dianggap menyebabkan lamanya infeksi tersebut adalah adanya kompresi bronkus besar
oleh atrium kiri atau arteri pulmonalis yang membesar akibat hipertensi pulmonal, terjadinya
atelektasis atau edema paru akibat hiperperfusi paru, hipoksemia pulmonal dan hipoplasia
jalan napas (Wilar & Wantania, 2006).
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2005 mengenai ISPA pada anak dengan
penyakit jantung bawaan memberikan hasil bahwa didapatkan rerata episode ISPA pada PJB

21
asianotik 9-10 kali/tahun dan pada PJB sianotik 15-16 kali/tahun. Hal ini membuktikan
bahwa anak PJB baik asianotik maupun sianotik seringkali mengalami infeksi saluran nafas
dan bila terkena lebih lama sembuh dibanding anak yang normal (Rahajoe et al., 2012).

2. Sesak Napas

Sesak napas yang dialami oleh pasien dapat disebabkan oleh dua hal yaitu ISPA yang
dialami pasien atau dari penyakit jantung bawaan. Dari hasil anamnesis pasien sejak
ditegakkannya diagnosis PJB non sianotik (atrial ventricular septal defect / AVSD), pasien
tidak pernah mengalami sesak atau badan terlihat biru. Pada pasien dengan PJB non sianotik
umumnya dapat menimbulkan gejala gagal jantung yang ditandai dengan sesak yang
memberat saat menyusui/beraktivitas. Sehingga sebagian besar sesak napas yang dialami oleh
pasien akibat ISPA yang dialami, akibat produksi mucus yang meningkat sehingga
menyebabkan tersumbat jalan pernapasan.

3. Rhonki

Rhonki yang terjadi pada pasien disebabkan oleh ISPA yang dialami oleh pasien.
Rhonki juga dapat terjadi akibat PJB yang dialami yaitu ketika pasien telah mengalami gagal
jantung. Dan rhonki yang disebabkan oleh PJB adalah rhonki daerah basal paru. Sedangkan
pada pasien rhonki terdengar hampir diseluruh lapang paru.

4. Bising jantung

Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam menentukan penyakit


jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang merupakan alasan anak dirujuk untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising, derajat serta penjalarannya dapat
menentukan jenis kelainan jantung. Namun tidak terdengarnya bising jantung pada
pemeriksaan fisis, tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga
menderita kelainan jantung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan
diagnosis. Bising jantung yang dialami oleh pasien disebabkan oleh adanya aliran balik dari
atrium kiri ke atrium kanan dan dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Aliran balik ini terjadi
dari kiri ke kanan karena tekanan pada atrium kiri lebih kuat dibandingkan atrium kanan dan
tekanan pada ventrikel kiri lebih kuat dari ventrikel kanan.

22
5. Batuk, Pilek dan Demam

Gejala demam, batuk dan pilek yang dialami oleh pasien mengarah ke tanda dan
gejala ISPA. ISPA yang dialami oleh pasien berhubungan dengan PJB pasien. Pasien dengan
PJB mengalami peningkatan aliran darah ke paru yang menyebabkan sistem pertahanan paru
terganggu. Infeksi berulang sering merupakan masalah besar pada pasien PJB. Lingkaran
antara infeksi dan malnutrisi jelas berdampak negatif pada pertumbuhan anak dengan PJB.
Pasien PJB yang mengalami infeksi akut misalnya infeksi saluran pernapasan akan
menyebabkan anoreksia, malabsorbsi dan gangguan metabolisme. Anoreksia dan sesak napas
dapat menyebabkan problem makan pada anak-anak. Pada anak tidak cukupnya konsumsi
makanan akan menyebabkan turunnya berat badan, pertumbuhan terhambat, menurunnya
imunitas dan kerusakan mukosa. Perubahan dalam sirkulasi paru menyebabkan perubahan
sistem pernapasan disertai penurunan kekebalan seluler setempat yang memudahkan pasien
terserang infeksi saluran pernapasan

Penelitian oleh Duppenthaler dkk serta Boyce dkk mendapatkan bahwa anak PJB
mempunyai risiko tinggi untuk mengalami infeksi respiratory syncytial virus (RSV) terutama
pada tahun pertama kehidupannya. Gangguan gizi juga akan mempengaruhi sistem imunitas,
saluran napas dan sistem organ yang lain sehingga selanjutnya meningkatkan risiko infeksi
dan memperlambat penyembuhan penyakit

Infeksi saluran pernapasan sering dialami pada 3 tahun pertama kehidupan, khususnya
pada tahun pertama. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan status imunitas dan ukuran
jalan napas yang kecil pada anak-anak yang lebih muda. Setelah usia 3 tahun insiden infeksi
saluran pernapasan akan menurun

Anak dengan PJB seringkali mengalami infeksi saluran napas dan bila terkena lebih
lama sembuh dibanding anak yang normal, gagal jantung memperburuk keadaan tersebut.
Faktor yang dianggap menyebabkan lamanya infeksi tersebut adalah adanya kompresi
bronkus besar oleh atrium kiri atau arteri pulmonalis yang membesar akibat hipertensi
pulmonal, terjadinya atelektasis atau edema paru akibat hiperperfusi paru, hipoksemia
pulmonal dan hipoplasia jalan napas

23
6. Gizi buruk

Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan pertumbuhan timbul
akibat berkurangnya curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan pertumbuhan timbul akibat
hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat timbul akibat gagal jantung kronis
pada pasien PJB. Dari hasil anamnesis, anak diberi ASI eksklusif dan anak

mau minum ASI cukup banyak. Gizi buruk yang dialami oleh pasien berhubungan
dengan gangguan pertumbuhan akibat berkurangnya curah jantung.

7. Down Syndrome dengan Penyakit Jantung Bawaan

Penyakit dengan kelainan kromosom ini bisa menyebabkan gangguan atau bahkan
kerusakan pada sistim organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital
heart disease. Kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan
cepat. Masalah jantung yang paling sering terjadi ialah jantung berlubang seperti Ventricular
Septal Defect (VSD) yaitu jantung berlubang diantara bilik jantung kiri dan kanan atau Atrial
Septal Defect (ASD) yaitu jantung berlubang diantara atria kiri dan kanan. Masalah lain
adalah termasuk salur ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA). Bagi anak
dengan down syndrom boleh mengalami masalah jantung berlubang jenis kebiruan (cynotic
spell) dan susah bernafas.

8. Konsumsi Ponstan Saat Hamil Trimester Pertama

Asam Mefenamat termasuk dalam golongan Obat Kategori C. Kategori C berarti pada
saat dilakukan studi penelitian terhadap obat pada hewan percobaan menunjukkan adanya
efek samping terhadap kesehatan janin. Sedangkan pada wanita hamil sendiri belum ada studi
terkontrol (belum dilakukan uji coba langsung). Sehingga, obat Kategori C hanya digunakan
jika manfaat penggunaannya lebih besar dibandingkan dengan risiko bahaya
terhadap perkembangan janin.

Meski belum ada studi khusus yang menjelaskan tentang bahaya dari penggunaan
Asam Mefenamat selama kehamilan. Namun konsumsi obat ini tidak dianjurkan terutama
pada 3 bulan terakhir masa kehamilan (trimester ketiga), terkecuali apabila diperbolehkan

24
sesuai dengan anjuran dokter. Sebab penggunaan Asam Mefenamaf terbilang berbahaya
mengingat obat ini masuk dalam golongan NSAD Kategori C, disebutkan bahwa
risiko penyebab keguguran dan cacat saat lahir bisa terjadi akibat konsumsi obat golongan
ini.

Duktus arterosus merupakan pembuluh darah yang menghubungkan aorta dengan


arteri pulmonalis, yang memungkinkan darah untuk tidak melewati paru-paru. Pada janin, hal
ini sangat penting karena janin tidak menghirup udara secara langsung untuk mendapatkan
oksigen melainkan dari ibu melalui tali pusat. Normalnya, duktus arteriosus akan menutup
sendirinya ketika bayi lahir (saat bayi mulai mengambil napas sendiri setelah tali pusat
dipotong) dan paru-paru membutuhkan oksigen. Penggunaan NSAID pada usia kehamilan
trimester ketiga menyebabkan duktus arteosus yang seharusnya masih terbuka, justru
menutup, dan ini sangat berbahaya untuk janin hingga menyebabkan bayi kemungkinan harus
segera dilahirkan (prematur). Sehingga kemungkinan besar penyebab dari PJB (AVSD)
pasien bukanlah dari akibat mengkonsumsi asam mefenamat namun melainkan akibat dari
syndrome down yang dialami oleh pasien.

25
MANAJEMEN

1. Penyakit Jantung Bawaan Atrium Ventrikular Septal Defek

Dengan berkembangnya ilmu kardiologi anak, banyak pasien dengan penyakit jantung
bawaan dapat diselamatkan dan mempunyai nilai harapan hidup yang lebih panjang.
Umumnya tata laksana penyakit jantung bawaan meliputi tata laksana non-bedah dan tata
laksana bedah. Tata laksana non-bedah meliputi tata laksana medikamentosa dan kardiologi
intervens.

Tata laksana medikamentosa umumnya bersifat sekunder sebagai akibat komplikasi


dari penyakit jantungnya sendiri atau akibat adanya kelainan lain yang menyertai. Dalam hal
ini tujuan terapi medikamentosa untuk menghilangkan gejala dan tanda di samping untuk
mempersiapkan operasi. Lama dan cara pemberian obat-obatan tergantung pada jenis
penyakit yang dihadapi.

Masalah yang ditemukan pada PJB AVSD adalah adanya aliran pirau dari kiri ke
kanan melalui defek atau lubang di jantung yang menyebabkan aliran darah ke paru
berlebihan. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari yang asimptomatik sampai
simptomatik seperti kesulitan mengisap susu, sesak nafas, sering terserang infeksi paru, gagal
tumbuh kembang dan gagal jantung kongestif.

Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium
dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan
juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan
keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa.
Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya
sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah
diuraikan diatas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar
dan menetap tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area
pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal
sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru
umumnya baru timbul saat usia dekade 30 40 sehingga pada keadaan ini mungkin sudah
terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru. Seperti pada VSD indikasi operasi penutupan ASD

26
adalah bila rasio aliran darah ke paru dan sistemik lebih dari 1,5. Operasi dilakukan secara
elektif pada usia pra sekolah (34 tahun) kecuali bila sebelum usia tersebut sudah timbul
gejala gagal jantung kongestif yang tidak teratasi secara medikamentosa. Seperti pada PDA
dalam dekade terakhir ini penutupan ASD juga dapat dilakukan tanpa bedah yaitu dengan
memasang alat berbentuk seperti clam (kerang) bila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Tindakan penutupan ASD tidak dianjurkan lagi bila sudah terjadi hipertensi pulmonal dengan
penyakit obstruktif vaskuler paru.

Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya lubang,
juga sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah tahanan vaskuler
paru makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru
belum sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau
dari kiri ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 23
bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler
paru dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan
beban volum langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung.

Pada VSD yang kecil umumnya asimptomatik dengan riwayat pertumbuhan dan
perkembangan yang normal, sehingga adanya PJB ini sering ditemukan secara kebetulan saat
pemeriksaan rutin, yaitu terdengarnya bising pansistolik di parasternal sela iga 3 4 kiri. Bila
lubangnya sedang maka keluhan akan timbul saat tahanan vaskuler paru menurun, yaitu
sekitar usia 23 bulan. Gejalanya antara lain penurunan toleransi aktivitas fisik yang pada
bayi akan terlihat sebagai tidak mampu mengisap susu dengan kuat dan banyak, pertambahan
berat badan yang lambat, cenderung terserang infeksi paru berulang dan mungkin timbul
gagal jantung yang biasanya masih dapat diatasi secara medikamentosa. Dengan
bertambahnya usia dan berat badan, maka lubang menjadi relatif kecil sehingga keluhan akan
berkurang dan kondisi secara umum membaik walaupun pertumbuhan masih lebih lambat
dibandingkan dengan anak yang normal. VSD tipe perimembranus dan muskuler akan
mengecil dan bahkan menutup spontan pada usia dibawah 810 tahun.

Pada VSD yang besar, gejala akan timbul lebih awal dan lebih berat. Kesulitan
mengisap susu, sesak nafas dan kardiomegali sering sudah terlihat pada minggu ke 23
kehidupan yang akan bertambah berat secara progresif bila tidak cepat diatasi. Gagal jantung
timbul pada usia sekitar 812 minggu dan biasanya infeksi paru yang menjadi pencetusnya

27
yang ditandai dengan sesak nafas, takikardi, keringat banyak dan hepatomegali. Bila kondisi
bertambah berat dapat timbul gagal nafas yang membutuhkan bantuan pernafasan mekanik.
Pada beberapa keadaan kadang terlihat kondisinya membaik setelah usia 6 bulan, mungkin
karena pirau dari kiri ke kanan berkurang akibat lubang mengecil spontan, timbul hipertrofi
infundibuler ventrikel kanan atau sudah terjadi hipertensi paru. Pada VSD yang besar dengan
pirau dari kiri ke kanan yang besar ini akan timbul hipertensi paru yang kemudian diikuti
dengan peningkatan tahanan vaskuler paru dan penyakit obstruktif vaskuler paru. Selanjutnya
penderita mungkin menjadi sianosis akibat aliran pirau terbalik dari kanan ke kiri, bunyi
jantung dua komponen pulmonal keras dan bising jantung melemah atau menghilang karena
aliran pirau yang berkurang. Kondisi ini disebut sindroma Eisenmengerisasi.

Bayi dengan VSD perlu dievaluasi secara periodik sebulan sekali selama setahun
mengingat besarnya aliran pirau dapat berubah akibat resistensi paru yang menurun. Bila
terjadi gagal jantung kongestif harus diberikan obat-obat anti gagal jantung yaitu digitalis,
diuretika dan vasodilator. Bila medikamentosa gagal dan tetap terlihat gagal tumbuh kembang
atau gagal jantung maka sebaiknya dilakukan tindakan operasi penutupan VSD secepatnya
sebelum terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru. Indikasi operasi penutupan VSD adalah
bila rasio aliran darah yang ke paru dan sistemik lebih dari 1,5. Operasi paliatif Pulmonary
Artery Banding (PAB) dengan tujuan mengurangi aliran ke paru hanya dilakukan pada bayi
dengan VSD multipel atau dengan berat badan yang belum mengijinkan untuk tindakan
operasi jantung terbuka.

2. Hubungan Penyakit jantung bawaan dengan status gizi


Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi pada bayi dan anak dengan PJB. Status
gizi penderita penyakit jantung bawaan dipengaruhi masukan nutrien, kebutuhan energi,
komponen diet.
Anak dengan penyakit jantung bawaan dapat menunjukkan gangguan pertumbuhan.
Gagal tumbuh terjadi sudah sejak masa awal bayi. Beberapa keadaan yang dapat
menerangkan gagal tumbuh pada anak dengan penyakit jantung bawaan adalah keadaan
hipoksia dan kesulitan bernapas yang menyebabkan persoalan makan pada anak. Anoksia dan
kongesti vena pada saluran cerna dapat menyebabkan malabsorpsi makanan, anoksia perifer
dan asidosis menyebabkan ketidakcukupan nutrisi serta peningkatan laju metabolik
menunjukkan ketidak cukupan masukan makanan untuk pertumbuhan (Samudro, 2012).

28
Mekanisme malnutrisi pada Penyakit Jantung Bawaan
Berat badan bayi baru lahir dengan penyakit jantung bawaan umumnya normal sesuai
masa kehamilan. Toleransi makan bayi dengan PJB pada awal pemberian makan pada
umumnya masih cukup baik, tetapi sesak dan nafas yang cepat membuat anak/bayi kelelahan
dan kemudian menyebabkan bayi menghentikan makan atau minumnya. Terdapat beberapa
faktor penyebab pertumbuhan pada anak dengan PJB tidak optimal. Misalnya ketidak
cukupan masukan kalori, malabsorpsi, dan peningkatan kebutuhan energi. Ketidak cukupan
masukan kalori merupakan penyebab gagal tumbuh yang paling banyak (Samudro, 2012).

Strategi Pemberian Nutrisi pada Anak dengan PJB dan Malnutrisi


Untuk mengembalikan keadaan nutrisi anak yang mengalami penurunan masukan
kalori dan peningkatan kebutuhan energi, perlu dicapai tumbuh kejar sebagai tujuan akhir
pemberian nutrisi pada anak dengan penyakit jantung bawaan dan mengalami gagal tumbuh
(Samudro, 2012).
Cara pemberian makanan pada anak dengan penyakit jantung bawaan dan malnutrisi
bermacam-macam tergantung dari derajat malnutrisi dan usia pasien. Pemberian oral lebih
disukai apabila keadaan memungkinkan, akan tetapi pemberian makanan secara enteral dan
atau total parenteral mungkin diperlukan apabila ada indikasi. Pemberian makanan padat
secara oral dapat diberikan pada bayi berusia 4 sampai 6 bulan. Apabila makanan diberikan
melalui pipa nasogastrik, dapat dimulai dengan memberikan makanan dengan densitas
24kcal/30 ml dengan kecepatan 1 mg/kgBB/jam secara kontinu. Kemudian densitas makanan
dapat ditingkatkan 3-4 kkal/30 ml/hari secara bertahap sehingga didapatkan jumlah kalori
yang ingin dicapai. Oleh karena bayi atau anak dengan penyakit jantung bawaan yang
mengalami malnutrisi dan gagal tumbuh seringkali terdapat gangguan pada saluran
pencernaannya, maka perlu diperhatikan makanan yang diberikan sebagai sumber kalori.
Karbohidrat yang diberikan mengandung glukosa polimer oleh karena mempunyai
osmolaritas yang rendah dan menghasilkan lebih banyak kalori. Glukosa polimer tersebut
banyak terdapat pada tepung beras, terigu, kentang, jagung, ubi, dan sagu. Lemak yang
diberikan sebaiknya adalah MCT (medium chain trygliceride), oleh karena sebagian dapat
langsung diserap di usus halus. Pemberian lemak MCT paling sedikit mengandung 4% asam
lemak esensial, banyak didapatkan dalam lemak nabati seperti minyak kelapa, minyak
jagung, dan minyak kacang. Protein yang diberikan sebaiknya adalah protein hidrolisat, oleh
karena terdiri dari molekul peptida rantai pendek dan asam amino yang mudah dicerna dan
diserap usus halus. Keseluruhan kandungan makanan tersebut dapat diperoleh dalam bentuk

29
makanan yang sudah jadi antara lain susu formula khusus Pregestimil, Pepti-Junior, dan lain-
lain (Parrish, 2011).
Tabel 1. Strategi Pemberian Nutrisi pada anak dengan Kelainan Jantung Kongenital

kebutuhan kalori dan protein untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat pada anak
dengan penyakit jantung bawaan pada umumnya lebih tinggi dari yang dianjurkan pada
recommended dietary allowences (RDA). Kebutuhan nutrisi yang lebih tinggi tersebut
disebabkan keadaan nutrisi anak yang buruk dan untuk tumbuh kejar (Parrish, 2011).

Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Anak dengan Kelainan Jantung Kongenital pada Saat Perawatan
Kritis dan Akut.

30
31
DAFTAR PUSTAKA

Cabalka AK. 2004. Physiologic risk factor for respiratory viral infections and
immunoprophylaxis for respiratory syncytial virus in young childrem with
congenital heart disease. Pediatr Infect Dis J 2004; 23:41-5.
Djer Mulyadi M., Madiyono B. 2000. Petunjuk Praktis: Tatalaksana Penyakit Jantung
Bawaan. Sari Pediatri, Vol.2, No. 3, Desember 2000: 155-162.
Maramis et al., 2014. Hubungan Penyakit Jantung Bawaan Dengan Status Gizi pada Anak di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Tahun 2009-2013. Journal e-Clinic (eCl),
Vol.2, No. 2, Juli 2014.
Parrish CR. 2011. Nourishing Little Hearts: Nutritional Implications for Congenital Heart
Disease. Practical Gastroenterology. Agustus 2011; 98:11-34
Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak 1 st ed. Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Roebiono, Poppy S. 2003. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Bagian
Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI, Jakarta.
Samudro H. 2012. Tumbuh Kembang pada Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan. Majalah
Kedokteran FK UKI 2012, Vol XXVIII No.1.
Wilar R., Wantania J. M. 2006. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Episode Infeksi
Saluran Pernapasan Akut pada Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan. Sari Pediatri,
Vo. 8, No. 2, September 2006: 154-158.

32

Anda mungkin juga menyukai