Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang
Hati adalah organ sentral dalam metabolisme tubuh. Walaupun hanya
membentuk 2% dari berat tubuh total, hati menerima 1500 ml. Darah permenit,
atau sekitar 28% dari curah jantung, agar dapat melaksanakan fungsinya.
Hati melakukan berbagai proses metabolik terhadap konstituen-konstituen
darah yang mengalir kepadanya sebagai produk sisa atau zat gizi dan sebaliknya
banyak aktifitas hati secara langsung tercermin dalam beberapa zat yang beredar
dalam darah dan juga terdapat dicairan tubuh.
Hati terdiri dari dua jenis sel utama, hepatosit yang aktif secara metabolis
dan berasal dari epitel dan sel kuefer yang bersifat fagositik dan merupakan
bagian dari sistem retikuloendotel. Secara mikroskopis, sel-sel ini tersusun
membentuk suatu anatomink hati yang disebut lobolus, yang terdiri dari genjel-
genjel (cords) hepatosit yang ditunjang oleh kerangka retikulin disekitar
pembuluh vaskular yang disebut sinusad.
Bila hati sakit, maka satu atau lebih fungsi hepar, tetapi tidak perlu
seluruhnya akan melemah, walaupun tidak selalu dalam tingkatan yang sama.
Berbagai tes fungsi hepar merupakan tes bagi kekacauan fungsi hepar itu didalam
tubuh dan dapat tak ada tes untuk fungsi hepar sebagai suatu kesatuan.
Salah satu penyakit hepar yaitu hepatitis disebabkan oleh HAV, HBV,
HCV, HDV, HEV. Dan yang akan dibahas pada praktikum kali ini adalah HBV
yang dapat dideteksi dari adanya antigen HBS Ag dan dapat diuji salah satunya
dengan latex atau rapid.

I.2 Tujuan
Untuk mengetahui adanya antigen virus Hepatitis B Surface (HBs Ag) pada
serum penderita.

I.3 Manfaat

1
Untuk mengetahui cara melakukan uji adanya virus Hepatitis B Surface (HBs
Ag) secara rapid.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Struktur dan Fungsi Hati


Hati berada di kuadran kanan atas rongga abdomen dan merupakan organ
terbesar didalam tubuh. Hati melakukan banyak fungsi penting yang berbeda-beda
dan tergantung pada system aliran darahnya dan sel-sel yang khusus. Hati
terbungkus oleh sebuah kapsul fibrioelastik yang disebut kapsul glison dan secara
kasar dipisahkan menjadi lobus kanan dan kiri. Kapsul Glisson mengandung
pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf. Kedua lobus hati tersusun oleh unit-
unit yang lebih kecil yang disebut lobules. Lobules terdiri dari sel sel hati yang
disebut hepatosit, yang menyatu dalam suatu lempeng-lempeng. Hepatosit dan
jaringan hati mudah mengalami regenerasi. (Corwin, 2000)
Hati memegang peranan penting dalam proses metabolik. Terdapat 3
kategori utama aktivitas hati yaitu sintesis, proses ekskretorik dan fungsi
penyimpanan energy dan zat makanan harus diolah dan kemudian disimpan,
didistribusikan atau diubah oleh hati. Hati menguraikan, mendetoksifikasi atau
mengubah dengan cara lain banyak metabolit primer dan intermediet. Menyiapkan
zat-zat tersebut untuk ekskresi, penyimpanan atau daur ulang. Hati juga
melakukan sintesis asam amino dan tempat penyimpanan primer untuk glikogen.
Serta vitamin larut lemak (A, D, E, K) disimpan di hati. Hati mempertahankan
dan mengolah asam lemak dan trigliserida, sel-sel retikuendotel hati menyimpan
besi, tembaga dan mineral lainyang telah ddibersihkan dari darah.(Sacher, 2004)

II.2 Penyakit yang disebabkan Gangguan Hati


Penyakit yang mempengaruhi hati meliputi kelainan sekunder pada
berbagai penyakit sistemik dan kelainan primer yang lebih spesifik bagi hati itu
sendiri. Ada beberapa penyakit yang ditemukan akibat gangguan hati antara lain
hipertensi porta, pirav vena-porta, sistemik splenomegali,

3
ikterus/jaundice/penyakit kuning, sirosis, dan hepatitis. Dari beberapa contoh ini
yang paling sering dijumpai dalam beberapa kasus adalah hepatitis. (Corwin,
2000)
Hepatitis adalah peradangan pada hati. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
infeksi atau toksin termasuk alcohol, dan dijumpai pada kanker hati. Hepatitis
disebabkan oleh virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menyebabkan
hepatitis. (Corwin, 2000)

II.3 Hepatitis Virus


Banyak agen infeksiosa merusak hati. Terdapat beberapa virus yang
sasaran utama atau satu-satunya adalah hati. Virus-virus tersebut adalah hepatitis
A (HAV), hepatitis B (HBV), ada pula EBV, CMV, atau virus hepatitis non-A,
non-B (NANB). (Sacher, 2004)

a. Virus Hepatitis A
Penyakit yang dahulu disebut hepatitis infeksiosa atau hepatitis inkubasi singkat,
hampir selalu disebabkan oleh ingesti virus hepatitis A (HAV). Penyakit ini
ditularkan terutama melalui kontaminsi oral. Fecal akibat hygiene buruk atau
makanan yang tercemar. Waktu antara pajanan dan awitan gejala untuk HAV
adalah 4-6 minggu. Pengidap penyakit ini dapat menular sampai 2 minggu
sebelum gejala muncul. Antibody terhadap HAV akan muncul saat gejala timbul.
(Corwin, 2000)
b. Virus Hepatitis B
Hepatitis B kadang disebut juga hepatitis serum. Penyakit ini sering ditemukan,
serius dan mudah menular melalui kontak dengan darah yang mengandung virus.
Penyakit ini dapat ditemukan di semen dan cairan tubuh lainnya dan juga dapat
menular melalui hubungan kelamin. Orang yang beresiko terjangkit HBV adalah
pemakai obat-obat terlarang intravena, para pekerja kesehatan dan heteroseks
atau homoseks yang aktif secara seksual. (Corwin, 2000)
c. Hepatitis C
Dahulu disebut hepatitis non-A non-B. virus RNA ini saat ini merupakan
penyebab tersering infeksi hepatitis yang ditularkan melalui suplai darah

4
komersial. HCV ditularkan terutama melalui transfuse darah. Individu
yang terinfeksi HCV beresiko mengalami kanker hati.
d. Hepatitis D
Hepatitis D disebut hepatitis delta yang sebenarnya adalah suatu virus
detektif yang ia sendiri tidak dapat menginfeksi hepatosit untuk
menimbulkan hepatitis. Virus ini koinfeksi dengan HBV sehingga infeksi
HBV semakin parah. Virus Hepatitis D ini meningkatkan resiko timbulnya
hepatitis Fulminan.
e. Hepatitis E
Virus RNA yang terutama ditularkan melalui ingesti akhir yang tercemar.
Virus ini tidak menimbulkan keadaan pembawa (carrier) atau
menyebabkan hepatitis kronik. Namun, dapat terjadi hepatitis fulminan
yang akhirnya menyebabkan kegagalan hati dan kematian.

II.4 Diagnosa Laboratorium untuk Hepatitis B


Diagnosa Hepatitis B seperti juga pada penyakit lainnya memegang
peranan penting dalam pengobatannya. Berbagai macam cara untuk menegakkan
diagnose Hepatitis B seperti pemeriksaan imunologis, klinis dan biopsy hati.
(Gips, 1989)
Pertanda serologi diagnosa hepatitis B salah satunya dengan pemeriksaan
HBsAg yang bertujuan untuk mengetahui apakah seseorang mengidap virus
hepatitis akut atau kronik. Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menetapkan
bahwa hepatitis akut disebabkan oleh virus hepatitis atau superinfeksi dengan
virus lain. (Komala, 2003)

5
BAB II
METODE KERJA

III.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum Pemeriksaan HBsAg dilaksanakan pada hari Sabtu, 23 Oktober
2010, bertempat di Laboratorium Kesehatan Daerah Samarinda.

III.2 Prinsip
Anti HBS dalam strip akan bereaksi dengan antigen yang terdapat dalam
serum membentuk ikatan antigen-antibodi berupa garis berwarna merah.

III.3 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain :
1. Strip test
2. Tabung reaksi

III.4 Bahan
Bahan yang digunakan adalah serum dari :
1. Nama : Ami Yudhita
Umur : 20 tahun

2. Nama : Aniek Rosalita


Umur : 19 tahun

3. Nama : Anisa Ulfah


Umur : 20 tahun

III.5 Cara Kerja


1. Buka strip dari plastik.
2. Dengan mengikuti gambar, dicelupkan strip dengan sisi panah mengarah
ke bawah ke dalam bejana serum selama 10 detik.
3. Jangan menenggelamkannya melampaui garis tanda (marker line).
4. Tunggu selama 10 menit, lalu dibaca hasil test.

6
III.6 Interpretasi Hasil

Control Line

Test Line

max max max max Marker Line

Positif (+) Invalid (?) Negatif (-)

Positif (+) : Jika ada 2 garis berwarna/dadu yang terlihat di areal


control dan test.
Negatif (-) : Jika hanya 1 garis yang terlihat di areal control dan tidak
tampak garis pada bagian test.
Invalid (?) : jika tidak tampak atau tidak ada warna (dadu) pada dua
bagian yang dimaksud. Maka menunjukkan adanya
kekeliruan prosedur dan atau bahan reaksi (reagen test
telah rusak).

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1 Hasil
Dari praktikum pemeriksaan HBsAg yang dilakukan didapatkan hasil :
No. Nama Umur Hasil
1. Ami Yudhita 20 tahun Negative
2. Aniek Rosalita 19 tahun Negative
3. Anisa Ulfah 20 tahun Negative

V.2 Pembahasan
Dalam preparasi sampel untuk pemeriksaan sampel sangat perlu dilakukan karena
dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Setelah dilakukan pengambilan darah, darah
sebaiknya dibekukan dahulu sebelum disentrifuge. Hal ini untuk mencegah terjadinya
lisis dan pada saat disentrifuge hasilnya adalah lemak.
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan ini dapat juga positif palsu dan negative
palsu. Ada beberapa faktor yang menimbukan hasil ini, antara lain : sampel lisis, adanya
protein atau lemak pengganggu, reagen yang digunakan telah rusak, strip yang digunakan
sudah kadaluarsa, dengan cara latex sampel yang diteteskan terlalu banyak atau terlalu
sedikit.
Pemeriksaan HBsAg secara latex lebih akurat dibandingkan dengan HBsAg
secara rapid, hal ini karena dengan pemeriksaan secara latex akan langsung terjadi reaksi
dari antigen HBsAg pada serum dan antibodi pada reagen, sedangkan cara rapid strip
yang digunakan mengandung kromogen yang dapat berubah karena oksidasi dari udara,
sehingga bila strip sudah dibuka maka harus langsung dicelupkan pada serum karena jika
tidak maka kromogen yang terdapat pada strip test akan rusak dan dapat menimbulkan
hasil yang negtif atau positif palsu.
Test darah awal untuk diagnosis infeksi HBV adalah :
a. Untuk mencari antigen HBsAg
b. Untuk mencari antibodi HBs dan Anti-HBe

Test darah yang digunakan untuk diagnosis infeksi HBV dapat membingungkan,
karena ada berbagai kombinasi mempunyai arti sendiri.
Pemeriksaaan HBsAg secara latex menggunakan suatu alat dengan lingkaran
yang besar dikarenakan agar pada saat merotator alat/slide tersebut maka antigen dan

8
antibodi yang dicampurkan akan benar-benar homogen dan alat tersebut berwarna hitam
agar mudah melihat aglutinasinya.
Bila hasil pemeriksaan fungsi hati normal, pasien tidak perlu khawatir (meskipun
hasil HBsAg atau anti-HBv positif). Biasanya dokter menganjurkan pasien tersebut
untuk melakukan pemeriksaan (fungsi hati) secara berkala setiap 6 bulan untuk
mendeteksi kemungkinan perubahan fungsi hati atau terjadinya serokonversi. Selain itu,
perlu diperhatikan risiko penularan terhadap orang disekitarnya, terutama anggota
keluarga. Bila perlu dilakukan skrining pada anggota keluarga yang lain atau upaya
pencegahan misalnya dengan vaksinasi.
Bila hasil pemeriksaan fungsi hati menunjukkan hasil abnormal maka perlu
diperiksa lebih lanjut penanda virus lainnya yaitu HBeAg dan HBV-DNA (untuk kasus
hepatitis B atau bila HBsAg positif) serta HBV-RNA (untuk kasus hepatitis C atau anti-
HCV positif).
Fungsi pemeriksaan HBsAg adalah mengetahui apakah pasien merupakan
penderita hepatitis B yang ditandai dengan HBsAg positif. Jika pada pemeriksaan selama
> 6 bulan berturut-turut pasien memiliki HBsAg positif, maka pasien dikatagorikan
penderita hepatitis B kronik. Dan jika pada pemeriksaan muncul antibodi HBs atau anti-
HBs, maka artinya pasien sedang dalam masa penyembuhan.

9
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa sampel serum yang
diperiksa dengan metode rapid test adalah Negatif (-).

V.2 Saran

a. Pada saat pemeriksaan, praktikan sebaiknya menggunakan APD


(handscoon / sarung tangan) agar tidak terkontaminasi dengan sampel.

b Praktikan hendaknya menjaga hygiene pribadi, salah satu caranya dengan


selalu mencuci tangan setelah melakukan pemeriksaan atau kontak dengan
serum.

c Melakukan imunisasi Hepatitis B dianjurkan untuk mencegah


terserangnya HBV/ tertular hepatitis B.

10
11
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Kasus AIDS pertama ditemukan di AS pada 1981, tetapi kasus tersebut
hanya sedikit memberi informasi tentang penyakit ini. Sekarang ada bukti jelas
bahwa AIDS disebabkan oleh virus yang dikenal dengan HIV. (Kanabus, 1999)
Kita mungkin tidak akan pernah tahu secara pasti kapan dan dimana virus
ini muncul pertama kali, tetapi yang jelas pada waktu di pertengahan abad 20-an
ini, infeksi HIV pada manusia berkembang menjadi epidemi penyakit di seluruh
dunia yang saat ini lebih dikenal sebagai AIDS. (Kanabus, 1999)
Seperti diketahui bersama, permasalahan HIV dan AIDS bukan saja
menjadi masalah nasional akan tetapi sudah menjadi masalah global karena lebih
dari 40 juta jiwa manusia hidup dengan HIV.
Hampir 12 juta laki-laki dan perempuan di bawah usia 24 tahun positif
HIV di seluruh dunia. Dengan peningkatan jumlah setiap harinya.
Di seluruh dunia terdapat 40 juta pengidap infeksi HIV atau AIDS, hamper
setengahnya dalah wanita, 30 % adalah usia muda 15-24 tahun (data sampai
2001). Di Indonesia prevalensi HIV/ AIDS sebanyak 212.092 jiwa, usia 15 tahun
sebanyak 13 %, 15-49 tahun 0,11 % (data sampai 2001). (Hardjoeno, 2003)
Di Indonesia, penggunaan jarum suntik untuk obat bius merupakan
epidemi terbesar dari wabah tersebut. Lebih dari 90 persen dari penggunaan jarum
suntik diketahui tidak bersih, terutama di tiga kota besar. Di salah satu kota besar
tersebut, sebanyak 70 persen pekerja seks dilaporkan tidak menggunakan alat
pelindung seks, hanya sepuluh persen yang menggunakan kondom secara tetap.
(Kompas, 2003)
Berdasarkan data resmi dari Departemen RI pada akhir Juni 2007, secara
komulatif jumlah orang dengan HIV dan AIDS tercatat sebanyak 14.628 kasus
yang terdiri dari 5.813 kasus HIV dan 9.689 kasus AIDS. Dilihat dari kelompok
umur 20-29 tahun, yaitu sebanyak 53,9 %. Kemudian disusul dengan kelompok

12
umur 30-39 tahun sebanyak 27,7 %. Sedangkan faktor penyebabnya telah
bergeser dimana kelompok pengguna jarum suntik menjadi penyebab utama (49,1
%), disusul oleh kelompok heteroseksual (42,1 %) dan homoseksual (4,1 %).
Ada beberapa cara/ pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus HIV,
salah satunya yaitu pemeriksaan secara rapid yang relatif mudah, singkat/ cepat,
serta didapatkan hasil yang akurat.

I.2 Tujuan
Praktikum Pemeriksaan HIV ini bertujuan untuk dapat mendeteksi adanya
virus HIV penyebab AIDS di dalam serum yang diperiksa.

I.3 Manfaat
Praktikum Pemeriksaan HIV/ AIDS ini bermanfaat agar praktikan dapat
mengetahui dan melaksanakan pemeriksaan HIV/ AIDS dengan cara rapid test
yang baik dan benar di laboratorium.

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 HIV
Tipe Human Immunodeficiency Virus (HIV), berasal dari Lentivirus
primata, merupakan agen penyebab AIDS. Penyakit ini pertama kali ditemukan
pada tahun 1981 dan HIV-1 diisolasi pada akhir tahun 1983. Sejak itu, AIDS telah
menjadi epidemi di seluruh dunia, meluas jangkauannya, dan penting karena
infeksi HIV telah menyerang berbagai populasi serta daerah geografis yang
berbeda. Jutaan orang di seluruh dunia telah terinfeksi; sekali terinfeksi, individu
tersebut tetap terinfeksi sepanjang hidupnya. Dalam satu dekade, apabila tidak
diobati, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV mengalami infeksi oportunistis
yang fatal akibat defisiensi sistem imun yang diinduksi oleh HIV. AIDS
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling penting di dunia
pada awal abad ke-21. (Brooks, 2007)
Human Imunnodeficiency Virus (HIV) adalah salah satu retrovirus yang
dapat menyebabkan AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrom). HIV pertama
kali ditemukan pada 1983. Dikenal dua macam suptipe HIV yaitu HIV-1 yang
menyebar ke seluruh dunia dan HIV-2 yang terutama terdapat di Afrika Barat dan
Portugal. (Hardjoeno, 2003)
Diseluruh dunia, terdapat 40 juta pengidap infeksi HIV atau AIDS, hamper
setengahnya adalah wanita, 30% adalah usia muda 15-24 tahun (data, sampai
2001). Di Indonesia pravalensi HIV ? AIDS sebanyak 212.092 jiwa. Usia 15 tahun
sebanyak 13%, 15-49 tahun 0,11 % (data sampai 2001). (Hardjoeno, 2003)

II.2 SIFAT LENTIVIRUS


HIV adalah Retrovirus, anggota genus Lentivirus, dan menunjukkan
banyak gambaran fisikokimia yang merupakan ciri khas family. Karakteristik
morfologi HIV yang unik adalah nukleoid berbentuk silinder di dalam virion yang
matur. Nukleoid berbentuk batang yang merupakan tanda diagnostik terlihat
dengan menggunakan mikroskop electron di dalam partikel ekstraselular yang
dipotong pada sudut yang sesuai. (Brooks, 2007)

14
HIV terdiri dari tiga bagian utama yaitu envelope yang merupakan lapisan
terluar, capsid yang meliputi isi virus dan core merupakan isi virus. Lapisan
envelope terdiri dari lemak ganda yang terbentuk dari membrane sel pejamu serta
protein dari sel penjamu. Pada lapisan ini, tertanam glikoprotein gp41. Pada
bagiam luar glikoprotein,ini terikat molekul gp120. Pada elektrroforesis kompleks
antara gp120 dan gp41 membentuk pita gp160. Capsid merupakan lapisan protein
yang dikenal sebagai P17. Pada bagian core terdapat sepasang RNA rantai
tunggal, enzim-enzim yang berperan dalam replikasi seperti reserve transcriptase
(P61), endonuklease (P31) serta protein lainnya terutama P24. (Hardjoeno, 2003)
Lentivirus telah diisolasi dari berbagai spesies, termasuk setidaknya 26
primata selain manusia Afrika yang berbeda. Ada dua tipe virus AIDS manusia
yang berbeda: HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe ini dibedakan berdasarkan organisasi
genom dan hubungan filogenetik (evolisuonar) dengan Lentivirus primata lain.
(Brooks, 2007)
Susunan genom Lentivirus primata (manusia dan simian) sangat mirip.
Satu perbedaan adalah bahwa HIV-1 dan virus simpanse memiliki gen vpu,
sedangkan HIV-2 dan hampir semua SIV mempunyai gen vpx. (Brooks, 2007)
Lentivirus selain primata menimbulkan infeksi persisten yang mengenai
berbagai spesies hewan. Virus ini menyebabkan penyakit kronk yang melemahkan
dan kadang-kadang imunodefisiensi. Agen prototipe, virus visna (disebut juga
virus maedi), menimbulkan gejala neurologis atau pneumonia pada domba di
Iceland. Virus lain menyebabkan anemia infeksius pada kuda dan arthritis serta
ensefalitis pada kambing. Lentivirus kucing dan sapi dapat menyebabkan
imunodefisiensi. Lentivirus selain primata tidak diketahui menimbulkan infeksi
pada primata, termasuk manusia. (Brooks, 2007)

II.3 CARA PENULARAN


Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu
penyakit yaitu sumber infeksi, verikulum yang membawa agent, host yang rentan,
tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (portaentre).

15
Banyak cara yang diduga menjadi ccara peenularan virus HIV, namun
hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
a. Transmisi seksual
Penularan melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun
heteroseksual merupakan penularan infeksi yang paling sering terjadi.
Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serviks.
b. Transmisi transplasental
1) Transmisi parental
a) Akibat penggunaan jarum suntik atau alat tusuk lainnya (alat
tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalahgunaan
narkotik, suntik yang memakai jarum suntik yan tercemar secara
bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melalui jarum suntik
yang dipakai oleeh petugas tanpa disterilkan terlebih dahulu.
Resiko tertular cara transmisi ini kurang dari 1 %.
b) Darah, produk darah, transmisi melalui transfusi atau produk darah
memiliki resiko tertular infeksi HIV lebih dari 90%.
2) Transmisi transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai
resiko sebesar 50 %. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil,
melahirkan dan sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui.
Penularan melaului air susu ibu termasuk penularan dengan resiko
rendah. (www.library.usu.ac.id)

II.4 MASA INKUBASI HIV


Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar
virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang
dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai 12 tahun dan selama
inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala sakit. (www.library.usu.ac.id)
Selama masa inkubasi ini, penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini
terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan
laboratorium 3 bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan masa
window periode.
Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi unutk menularkan
virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai dengan pola transmisi

16
virus HIV tidak menunjukka gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan
penularan terjadi pada fase inkubasi ini. (www.library.usu.ac.id)

II.5 DIAGNOSTIK LABORATORIUM


Pada awal infeksi, umumnya belum memberikan gejala yang nyata,
sehingga diagnostis infeksi oleh HIV. Pada stadium awal, umumnya berdasarkan
hasil test laboratorium. (Hardjoeno, 2003)
a. Pemeriksaan penunjang hematologi yang hasilnya secara umum meliputi :
1. Jumlah limfosit lebih kecil dari 1.000/mm3
2. Trombosit lebih kecil dari 100.000/mm3
3. Hemoglobin lebih kecil dari 12 % (Anonim, 2006)
b. Pemeriksaan kultur virus dengan menggunakan bahan dari biopsy jaringan
yang menggunakan mikroskop electron.
c. Pemeriksaan serologi dengan memeriksa darah (serum) dari penderita baik
antigen (protein virus) maupun antibody yang meliputi pemeriksaan-
pemeriksaan. (Depkes RI, 1993).
1. Western Blot. Pemeriksaannya cukup sulit, mahal, interpretasinya
membutuhkan pengalaman dan lama pemeriksaan sekitar 24 jam.
2. Radio Immuno Presipitasion Assay (RIPA). Test konfirmasi yang
jarang dipakai.
3. Radio Immuno Assay (RIA). Teknik RIA dipakai untuk mendeteksi
antigen maupun antibody yang kadarnya rendah.
4. Immunoflouresensi (IF) sulit dikerjakan, mahal, lama dan masih
ddapat memberikan hasil yang tidak benar, false positif, false negatif,
intermediet.
5. Passive Hemaglutination (PHA)
6. Rapid test
7. Enzyme Linked ImmunoSorbent Assay (ELISA)
Pemeriksaan antibody HIV paling banyak menggunakan metode ini.
ELISA pada mulanya digunakan untuk screening darah donor dan pemeriksaan
darah kelompok resiko tinggi/ tersangka AIDS. Pemeriksaan ELISA harus
menunjukkan hasil positif 2 kali (reaktif) dari 3 test yang dilakukan, kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi yang biasanya dengan metode
Western Blot.
Dasar dalam menegakkan diagnose AIDS adalah :
1. Adanya HIV sebagai etiologi (melalui pemeriksaan laboratorium)
2. Adanya tanda-tanda immunodeficiency

17
3. Adanya gejala infeksi opportunistic. (www.library.usu.ac.id)
ELISA dari berbagai macam kit yang ada dipasarkan mempunyai cara
kerja hampir sama. Pada dasarnya, diambil virus HIV yang ditumbuhkan pada
biakan sel, kemudian dirusak dan dilekatkan pada biji-biji polisterin atau sumur
microplate, serum atau plasma yang akan diperiksa diinkubasikan dengan antigen
tersebut selama 30 menit atau 2 jam, kemudian di cuci.
(www.cerminduniakedokteran.com)
ELISA terdapat IgG (Immunoglobulin G) yang menempel pada biji-biji
atau sumur microplate tadi maka akan terjadi reaksi pengikatan antigen dan
antibody. Antibody anti-IgG tersebu terlebih dahulu sudah diberi label dengan
enzim (alkali fosfatase, horseradish peroksidase) sehingga setelah kelebihan
enzim dicuci habis, maka enzim yang tinggal akan bereaksi dengan kadar IgG
yang ada, kemudian akan berwarna bila ditambah dengan suatu substrat.
(www.cerminduniakedokteran.com)
Sekarang ada test EIA yang menggunakan ikatan dari heavy dan light
chain dari Human Immunoglobulin sehingga reaksi dengan antibody dapat lebih
spesifik, yaitu mampu mendeteksi IgM maupun IgG. Pada setiap test selalu
diikutkan control positif dan negative untuk dipakai sebagai pedoman, sehingga
kadar ditas cut off value atau diatas absorbance level specimen akan dinyatakan
positif. Biasanya lama pemeriksaan adalah 4 jam. Pemeriksaan ELISA hanya
menunjukkan suatu infeksi HIV dimasa lampau.
(www.cerminduniakedokteran.com)
Test ELISA mulai menunjukkan hasil positif pada bulan ke 2-3 masa sakit
selama fase permulaan penyakit (fase akut) dalam darah penderita dapat
ditemukan virus HIV/partikel HIV dalam penurunan jumlan sel T4 (gratik).
Setelah beberapa hari terkena infeksi AIDS, IgM dapat dideteksi setelah 3 bulan
IgG mulai ditemukan. Pada fase berikutnya yaitu pada waktu gejala major AIDS
menghilang (karena sebagian besar HIV telah masuk kedalam sel tubuh). HIV
sudah tidak dapat ditemukan lagi dari peredaran darah dan jumlah sel T4 akan
kembali normal. (www.cerminduniakedokteran.com)
Hasil pemeriksaan ELISA, harus diinterpretasi dengan hati-hati karena
tergantung dari fase penyakit. Pada umunya, hasil akan positif pada fase timbul

18
gejala pertama AIDS (AIDS phase) dan sebagian kecil akan negatif pada fase dini
AIDS (pre AIDS phase). (www.cerminduniakedokteran.com)
Beberapa hal tentang kebaikan test ELISA adalah nilai sensitifitas tertinggi
98-100 % western blot, memberi nilai spesifik 99,6 %-100%. Walaupun
begitu,.prediktive value hasil test positif tergantung dari prepalensi HIV
dimasyarakat. Pada kelompok penderita AIDS, predictive positif value adalah
100% sedangkan pada donor darah dapat antara 5 %-100% predictive value dari
hasil negatif ELISA dari masyarakat sekitar 99,9 %-76,9% pada kelompok resiko
tinggi. (www.cerminduniakedokteran.com)
Disamping keunggulan, beberapa kendala path test ELISA yang perlu
diperhatikan adalah: (www.cerminduniakedokteran.com)
1. Pemeriksaan ELISA hanya mendeteksi antibody, bukan antigen (akhir-
akhir ini sudah ditemukan test ELISA unutk antigen). Oleh karena itu, test
uji baru akan positif bila penderita akan mengalami serokonversi yang
lamanya 2-3 bulan sejak terinfeksi HIV, bahkan ada yang 5 bulan atau
lebih (pada keadaan immunocompromissed). Kasus dengan infeksi HIV
lateks selama 3-4 bulan.
2. Pemeriksaan ELISA hanya terdapat antigen IgG. Penderita AIDS pada
taraf permulaan hanya mengandung IgM sehingga tidak akan terdeteksi.
Perubahan dari IgM ke IgG membutuhkan waktu sampai 41 minggu.
3. Pada umumnya pemeriksaan ELISA ditujukan untuk HIV-1. Bila test ini
digunakan pada penderita HIV-2, nilai positifnya hanya 24% tetapi HIV-2
paling banyak ditemukan di Afrika.
4. Masalah false positif pada test ELISA. Hasil ini sering ditemukan pada
keadaan positif lemah, jarang ditemukan pada positif kuat. Hal ini
disebabkan karena morfologi HIV hasil biakan jaringan yang digunakan
dalam test kemurniannya berbeda dengan HIV dialam. Oleh karena itu,
test ELISA harus dikonfirmasi dengan test lain.
Test ELISA mempunyai spesifitas dan sensitifitas cukup tinggi, walaupun
hasil negative, test ini tidak dapat menjamin bahwa seseorang bebas 100% dari
HIV terutama pada kelompok resiko tinggi. Akhir-akhir ini test ELISA telah
memakai recombinant antigen yang sangat spesifik terhadap enveloped dan core.
(www.cerminduniakedokteran.com)

19
20
BAB III
METODE KERJA

III.1 WAKTU
Praktikum Pemeriksaan HIV ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal
29, bulan Oktober dan tahun 2010.

III.2 TEMPAT
Praktikum Pemeriksaan HIV ini pelaksanaannya bertempat di Balai
Laboratorium Kesehatan Daerah Samarinda, Kalimantan Timur.

III.3 METODE
Rapid Test.

III.4 PRINSIP
Dengan adanya HIV 1, 2, O yang merupakan 3 garis HIV dengan rapid
test device adalah suatu rapid kromatografi immunoassay untuk mendeteksi
kualitatif dan antibody terhadap HIV 1, 2, O di dalam serum, plasma atau darah
lengkap.

III.5 ALAT
a. Tabung reaksi. d. Mikropipet 50 L.
b. Rak tabung. e. Tip kuning.
c. Sentrifuge. f. Timer.

III.6 BAHAN
Sampel serum dari 5 mL darah vena yang telah disentrifuge pada
kecepatan 3000 RPM selama 15 menit;
a. Sampel 1 b. Sampel 2
Nama : Anita Mandasari Nama : Cahyani Rahayu
Umur : 19 tahun Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan Jenis kelamin : Perempuan

III.7 REAGENSIA
a. Strip HIV merk ONCOPROBE.
b. Buffer HIV merk ONCOPROBE.

21
III.8 CARA KERJA
a. Keluarkan kaset dari referigator.
b. Biarkan kaset dan sampel yang akan digunakan pada suhu ruangan.
c. Keluarkan kaset dari kemasannya.
d. Letakkan pada permukaan datar.
e. Teteskan 1 tetes atau 50 L serum/plasma ke lubang sampel pada kaset.
f. Teteskan 1 tetes (40 L) buffer ke lubang yang sama untuk sampel.
g. Biarkan 10-30 menit baru kemudian baca hasil.

III.9 INTERPRETASI HASIL


a. Positif
Terbentuk 2/3 garis berwarna, satu pada zona garis test 1 atau 2 (atau 1 dan
2) dan satu pada zona garis control. Hal ini berarti pada serum, plasma dan
darah terdapat antibody HIV -1/. Garis warna pada zona 1 medapatkan
infeksi HIV-1 dan garis pada zona 2 menandakan infeksi HIV-2.
Oncoprobe Oncoprobe Oncoprobe
HIV HIV HIV
T1 : HIV 1/O T1 : HIV 1/O T1 : HIV 1/O
T2 : HIV 2 T2 : HIV 2 T2 : HIV 2

C C C
T1 T1 T1
T2 T2 T2

S S S

b. Negatif c. Invalid
Terbentuk satu garis warna hanya Jika tidak timbul garis warna pada
pada zona garis control. Ini berarti zona control, maka test dinyatakan
pada serum, plasma dan darah tidak gagal. Ulangi test dengan alat baru.
terdapat HIV.

22
Oncoprobe Oncoprobe
HIV HIV
T1 : HIV 1/O T1 : HIV 1/O
T2 : HIV 2 T2 : HIV 2

C C
T1 T1
T2 T2

S S

23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 HASIL
Dari Praktikum Pemeriksaan HIV yang telah dilaksanakan dengan metode
Rapid Test, diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Sampel 1 : Non-reaktif (-)
b. Sampel 2 : Non-reaktif (-)

IV.2 PEMBAHASAN
Sebagai penyaring biasanya digunakan teknik ELISA, aglutinasi atau
dotblot immunobinding assay. WHO menganjurkan pemakaian salah satu dari
pemeriksaan antibody terhadap HIV, tergantung pada tujuan penyaringan keadaan
populasi dan keadaan penderita. Strategi tersebut adalah: (Anonim, 2006)
a. Strategi pertama
Dilakukan satu kali pemeriksaan antibody, bila pemeriksaan reaktif, maka
dianggap sebagai kasus infeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan non-reaktif
dianggap tidak terinfeksi HIV. Reagensia yang dipakai untuk pemeriksaan
pada strategi ini harus memiliki sensitivitas yang tinggi (> 99%).
b. Strategi kedua
Menggunakan 2 kali pemeriksaan terhadap serum yang pada pemeriksaan
pertama memberikan hasil reaktif. Perlu diperhatikan bahwa pada
pemeriksaan pertama digunakan reagensia dengan sensitivitas dan pada
pemeriksaan kedua dipakai reagensia yang lebih spesifik serta berbeda
jenis antigen atau tekhniknya dari yang dipakai pada pemeriksaan pertama.
Bila hasil pemeriksaan yang kedua juga reaktif, maka disimpulkan sebagai
terinfeksi HIV, namun jika hasil pemeriksaan yang kedua adalah non-
reaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan kedua metode. Bila hasil
tidak sama, maka dilaporkan sebagai intermediate.

c. Strategi ketiga
Menggunakan tiga kali pemeriksaan terhadap serum yang pada dua
pemeriksaan pertama memberikan hasil reaktif. Bila hasil pemeriksaan

24
antara ketiga pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil pertama reaktif,
maka keadaan ini disebut sebagai equivocal atau indeterminate bila
penderita yang diperiksa memiliki riwayat pemaparan terhadap HIV atau
tidak beresilo tertular HIV, maka hasil pemeriksaan ketiga dipakai
reagensia yang berbeda asal antigen atau tekhniknya, serta memiliki
spesifisitas yang lebih tinggi.
Pemeriksaan ELISA harus menunjukkan hasil positif (reaktif) dari tiga tes
yang dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi yang
biasanya dengan memakai metode Western Blot. (Lubis, 1992)
Pada setiap tes dilakukan control positif dan negatif untuk dipakai sebagai
pedoman, sehingga kadar di atas cut off value atau di atas absorban level
spesimen akan dinyatakan positif. Biasanya lama pemeriksaan adalah 4 jam.
Pemeriksaan ELISA hanya menunjukkan suatu infeksi HIV dimasa lampau.
Beberapa kendala pada tes ELISA yang harus diperhatikan adalah: (Lubis,
1992)
a. Pemeriksaan ELISA hanya mendeteksi antibody bukan antigen.
b. Pemeriksaan ELISA hanya terdapat antigen jenis IgG.
c. Pada umumnya pemeriksaan ELISA ditujukan untuk HIV-1.
d. Masalah false positif pada tes ELISA, hasil ini sering ditemukan pada
keadaan positif lemah, jarang ditemukan pada positif kuat. Hal ini
disebabkan karena morfologi HIV hasil biakkan jaringan yang digunakan
dalam tes kemurniannya berbeda dengan HIV di alam.
Sampel dengan antibody di bawah gray zone (nilai cut off 15%) dianggap
negatif tidak dapat ditentukan hasilnya dan harus dites ulang duplo menggunakan
sampel yang sama. Apabila tes ulangan positif, sampel dites konfirmasi dengan
metode pelengkap, misalnya: western blot, tes immunofluoresensi dan lain-lain,
terutama untuk menentukan tipe infeksi. (Hardjoeno, 2003)
Beberapa hal tentang kebaikan tes ELISA adalah nilai sensitivitas yang
tinggi : 98-100%. Walaupun begitu, predictive value hasil tes positif tergantung
dari prevalensi HIV di masyarakat. Pada kelompok penderita AIDS, predictive
antara 5-100%. Predictive value dari hasil negative ELISA pada masyarakat
sekitar 59,99%- 76,9% pada kelompok resiko tinggi.

25
Hasil pemeriksaan ELISA harus diinterpretasi dengan hati-hati dari fase
penyakit. Pada umumnya hasil akan positif pada fase timbul gejala pertama AIDS
(AIDS Phase) dan sebagian kecil akan negative pada fase dini AIDS.
(www.cerminduniakedokteran.com)

BAB V
PENUTUP

V.1 KESIMPULAN
Dari hasil Praktikum Pemeriksaan HIV yang telah diperoleh, dapat dibuat
kesimpulan:
a. Sampel 1
Nama : Anita Mandasari
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hasil pemeriksaan : Non-reaktif (-)
b. Sampel 2
Nama : Cahyani Rahayu
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan

26
Hasil pemeriksaan : Non-reaktif (-)
bahwa dari kedua hasil di atas tidak terdapat antibody terhadap HIV di dalam
sampel serum yang diperiksa.

V.2 SARAN
a. Sebaiknya pada saat melakukan pemeriksaan HIV/ AIDS mengunakan
sarung tangan.
b. Untuk mendiagnosa pasien HIV/ AIDS harus mengunakan strategi III
dengan tingkat spesifik dan sensitifitas yang baik.
c. Pemeriksaan antibodi terhadap HIV, hendaknya dilakukan dengan
menggunakan 3 merk yang berbeda. Tujuannya adalah agar mendapatkan
hasil yang menyakinkan dan dapat di pertanggung jawabkan
kebenarannya.
d. Pemeriksaan HIV dianjurkan kepada setiap orang yang merasa dirinya
memiliki resiko terinfeksi HIV/ AIDS.

27
28

Anda mungkin juga menyukai