PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Hati adalah organ sentral dalam metabolisme tubuh. Walaupun hanya
membentuk 2% dari berat tubuh total, hati menerima 1500 ml. Darah permenit,
atau sekitar 28% dari curah jantung, agar dapat melaksanakan fungsinya.
Hati melakukan berbagai proses metabolik terhadap konstituen-konstituen
darah yang mengalir kepadanya sebagai produk sisa atau zat gizi dan sebaliknya
banyak aktifitas hati secara langsung tercermin dalam beberapa zat yang beredar
dalam darah dan juga terdapat dicairan tubuh.
Hati terdiri dari dua jenis sel utama, hepatosit yang aktif secara metabolis
dan berasal dari epitel dan sel kuefer yang bersifat fagositik dan merupakan
bagian dari sistem retikuloendotel. Secara mikroskopis, sel-sel ini tersusun
membentuk suatu anatomink hati yang disebut lobolus, yang terdiri dari genjel-
genjel (cords) hepatosit yang ditunjang oleh kerangka retikulin disekitar
pembuluh vaskular yang disebut sinusad.
Bila hati sakit, maka satu atau lebih fungsi hepar, tetapi tidak perlu
seluruhnya akan melemah, walaupun tidak selalu dalam tingkatan yang sama.
Berbagai tes fungsi hepar merupakan tes bagi kekacauan fungsi hepar itu didalam
tubuh dan dapat tak ada tes untuk fungsi hepar sebagai suatu kesatuan.
Salah satu penyakit hepar yaitu hepatitis disebabkan oleh HAV, HBV,
HCV, HDV, HEV. Dan yang akan dibahas pada praktikum kali ini adalah HBV
yang dapat dideteksi dari adanya antigen HBS Ag dan dapat diuji salah satunya
dengan latex atau rapid.
I.2 Tujuan
Untuk mengetahui adanya antigen virus Hepatitis B Surface (HBs Ag) pada
serum penderita.
I.3 Manfaat
1
Untuk mengetahui cara melakukan uji adanya virus Hepatitis B Surface (HBs
Ag) secara rapid.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
ikterus/jaundice/penyakit kuning, sirosis, dan hepatitis. Dari beberapa contoh ini
yang paling sering dijumpai dalam beberapa kasus adalah hepatitis. (Corwin,
2000)
Hepatitis adalah peradangan pada hati. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
infeksi atau toksin termasuk alcohol, dan dijumpai pada kanker hati. Hepatitis
disebabkan oleh virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menyebabkan
hepatitis. (Corwin, 2000)
a. Virus Hepatitis A
Penyakit yang dahulu disebut hepatitis infeksiosa atau hepatitis inkubasi singkat,
hampir selalu disebabkan oleh ingesti virus hepatitis A (HAV). Penyakit ini
ditularkan terutama melalui kontaminsi oral. Fecal akibat hygiene buruk atau
makanan yang tercemar. Waktu antara pajanan dan awitan gejala untuk HAV
adalah 4-6 minggu. Pengidap penyakit ini dapat menular sampai 2 minggu
sebelum gejala muncul. Antibody terhadap HAV akan muncul saat gejala timbul.
(Corwin, 2000)
b. Virus Hepatitis B
Hepatitis B kadang disebut juga hepatitis serum. Penyakit ini sering ditemukan,
serius dan mudah menular melalui kontak dengan darah yang mengandung virus.
Penyakit ini dapat ditemukan di semen dan cairan tubuh lainnya dan juga dapat
menular melalui hubungan kelamin. Orang yang beresiko terjangkit HBV adalah
pemakai obat-obat terlarang intravena, para pekerja kesehatan dan heteroseks
atau homoseks yang aktif secara seksual. (Corwin, 2000)
c. Hepatitis C
Dahulu disebut hepatitis non-A non-B. virus RNA ini saat ini merupakan
penyebab tersering infeksi hepatitis yang ditularkan melalui suplai darah
4
komersial. HCV ditularkan terutama melalui transfuse darah. Individu
yang terinfeksi HCV beresiko mengalami kanker hati.
d. Hepatitis D
Hepatitis D disebut hepatitis delta yang sebenarnya adalah suatu virus
detektif yang ia sendiri tidak dapat menginfeksi hepatosit untuk
menimbulkan hepatitis. Virus ini koinfeksi dengan HBV sehingga infeksi
HBV semakin parah. Virus Hepatitis D ini meningkatkan resiko timbulnya
hepatitis Fulminan.
e. Hepatitis E
Virus RNA yang terutama ditularkan melalui ingesti akhir yang tercemar.
Virus ini tidak menimbulkan keadaan pembawa (carrier) atau
menyebabkan hepatitis kronik. Namun, dapat terjadi hepatitis fulminan
yang akhirnya menyebabkan kegagalan hati dan kematian.
5
BAB II
METODE KERJA
III.2 Prinsip
Anti HBS dalam strip akan bereaksi dengan antigen yang terdapat dalam
serum membentuk ikatan antigen-antibodi berupa garis berwarna merah.
III.3 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain :
1. Strip test
2. Tabung reaksi
III.4 Bahan
Bahan yang digunakan adalah serum dari :
1. Nama : Ami Yudhita
Umur : 20 tahun
6
III.6 Interpretasi Hasil
Control Line
Test Line
7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1 Hasil
Dari praktikum pemeriksaan HBsAg yang dilakukan didapatkan hasil :
No. Nama Umur Hasil
1. Ami Yudhita 20 tahun Negative
2. Aniek Rosalita 19 tahun Negative
3. Anisa Ulfah 20 tahun Negative
V.2 Pembahasan
Dalam preparasi sampel untuk pemeriksaan sampel sangat perlu dilakukan karena
dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Setelah dilakukan pengambilan darah, darah
sebaiknya dibekukan dahulu sebelum disentrifuge. Hal ini untuk mencegah terjadinya
lisis dan pada saat disentrifuge hasilnya adalah lemak.
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan ini dapat juga positif palsu dan negative
palsu. Ada beberapa faktor yang menimbukan hasil ini, antara lain : sampel lisis, adanya
protein atau lemak pengganggu, reagen yang digunakan telah rusak, strip yang digunakan
sudah kadaluarsa, dengan cara latex sampel yang diteteskan terlalu banyak atau terlalu
sedikit.
Pemeriksaan HBsAg secara latex lebih akurat dibandingkan dengan HBsAg
secara rapid, hal ini karena dengan pemeriksaan secara latex akan langsung terjadi reaksi
dari antigen HBsAg pada serum dan antibodi pada reagen, sedangkan cara rapid strip
yang digunakan mengandung kromogen yang dapat berubah karena oksidasi dari udara,
sehingga bila strip sudah dibuka maka harus langsung dicelupkan pada serum karena jika
tidak maka kromogen yang terdapat pada strip test akan rusak dan dapat menimbulkan
hasil yang negtif atau positif palsu.
Test darah awal untuk diagnosis infeksi HBV adalah :
a. Untuk mencari antigen HBsAg
b. Untuk mencari antibodi HBs dan Anti-HBe
Test darah yang digunakan untuk diagnosis infeksi HBV dapat membingungkan,
karena ada berbagai kombinasi mempunyai arti sendiri.
Pemeriksaaan HBsAg secara latex menggunakan suatu alat dengan lingkaran
yang besar dikarenakan agar pada saat merotator alat/slide tersebut maka antigen dan
8
antibodi yang dicampurkan akan benar-benar homogen dan alat tersebut berwarna hitam
agar mudah melihat aglutinasinya.
Bila hasil pemeriksaan fungsi hati normal, pasien tidak perlu khawatir (meskipun
hasil HBsAg atau anti-HBv positif). Biasanya dokter menganjurkan pasien tersebut
untuk melakukan pemeriksaan (fungsi hati) secara berkala setiap 6 bulan untuk
mendeteksi kemungkinan perubahan fungsi hati atau terjadinya serokonversi. Selain itu,
perlu diperhatikan risiko penularan terhadap orang disekitarnya, terutama anggota
keluarga. Bila perlu dilakukan skrining pada anggota keluarga yang lain atau upaya
pencegahan misalnya dengan vaksinasi.
Bila hasil pemeriksaan fungsi hati menunjukkan hasil abnormal maka perlu
diperiksa lebih lanjut penanda virus lainnya yaitu HBeAg dan HBV-DNA (untuk kasus
hepatitis B atau bila HBsAg positif) serta HBV-RNA (untuk kasus hepatitis C atau anti-
HCV positif).
Fungsi pemeriksaan HBsAg adalah mengetahui apakah pasien merupakan
penderita hepatitis B yang ditandai dengan HBsAg positif. Jika pada pemeriksaan selama
> 6 bulan berturut-turut pasien memiliki HBsAg positif, maka pasien dikatagorikan
penderita hepatitis B kronik. Dan jika pada pemeriksaan muncul antibodi HBs atau anti-
HBs, maka artinya pasien sedang dalam masa penyembuhan.
9
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa sampel serum yang
diperiksa dengan metode rapid test adalah Negatif (-).
V.2 Saran
10
11
BAB I
PENDAHULUAN
12
umur 30-39 tahun sebanyak 27,7 %. Sedangkan faktor penyebabnya telah
bergeser dimana kelompok pengguna jarum suntik menjadi penyebab utama (49,1
%), disusul oleh kelompok heteroseksual (42,1 %) dan homoseksual (4,1 %).
Ada beberapa cara/ pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus HIV,
salah satunya yaitu pemeriksaan secara rapid yang relatif mudah, singkat/ cepat,
serta didapatkan hasil yang akurat.
I.2 Tujuan
Praktikum Pemeriksaan HIV ini bertujuan untuk dapat mendeteksi adanya
virus HIV penyebab AIDS di dalam serum yang diperiksa.
I.3 Manfaat
Praktikum Pemeriksaan HIV/ AIDS ini bermanfaat agar praktikan dapat
mengetahui dan melaksanakan pemeriksaan HIV/ AIDS dengan cara rapid test
yang baik dan benar di laboratorium.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 HIV
Tipe Human Immunodeficiency Virus (HIV), berasal dari Lentivirus
primata, merupakan agen penyebab AIDS. Penyakit ini pertama kali ditemukan
pada tahun 1981 dan HIV-1 diisolasi pada akhir tahun 1983. Sejak itu, AIDS telah
menjadi epidemi di seluruh dunia, meluas jangkauannya, dan penting karena
infeksi HIV telah menyerang berbagai populasi serta daerah geografis yang
berbeda. Jutaan orang di seluruh dunia telah terinfeksi; sekali terinfeksi, individu
tersebut tetap terinfeksi sepanjang hidupnya. Dalam satu dekade, apabila tidak
diobati, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV mengalami infeksi oportunistis
yang fatal akibat defisiensi sistem imun yang diinduksi oleh HIV. AIDS
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling penting di dunia
pada awal abad ke-21. (Brooks, 2007)
Human Imunnodeficiency Virus (HIV) adalah salah satu retrovirus yang
dapat menyebabkan AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrom). HIV pertama
kali ditemukan pada 1983. Dikenal dua macam suptipe HIV yaitu HIV-1 yang
menyebar ke seluruh dunia dan HIV-2 yang terutama terdapat di Afrika Barat dan
Portugal. (Hardjoeno, 2003)
Diseluruh dunia, terdapat 40 juta pengidap infeksi HIV atau AIDS, hamper
setengahnya adalah wanita, 30% adalah usia muda 15-24 tahun (data, sampai
2001). Di Indonesia pravalensi HIV ? AIDS sebanyak 212.092 jiwa. Usia 15 tahun
sebanyak 13%, 15-49 tahun 0,11 % (data sampai 2001). (Hardjoeno, 2003)
14
HIV terdiri dari tiga bagian utama yaitu envelope yang merupakan lapisan
terluar, capsid yang meliputi isi virus dan core merupakan isi virus. Lapisan
envelope terdiri dari lemak ganda yang terbentuk dari membrane sel pejamu serta
protein dari sel penjamu. Pada lapisan ini, tertanam glikoprotein gp41. Pada
bagiam luar glikoprotein,ini terikat molekul gp120. Pada elektrroforesis kompleks
antara gp120 dan gp41 membentuk pita gp160. Capsid merupakan lapisan protein
yang dikenal sebagai P17. Pada bagian core terdapat sepasang RNA rantai
tunggal, enzim-enzim yang berperan dalam replikasi seperti reserve transcriptase
(P61), endonuklease (P31) serta protein lainnya terutama P24. (Hardjoeno, 2003)
Lentivirus telah diisolasi dari berbagai spesies, termasuk setidaknya 26
primata selain manusia Afrika yang berbeda. Ada dua tipe virus AIDS manusia
yang berbeda: HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe ini dibedakan berdasarkan organisasi
genom dan hubungan filogenetik (evolisuonar) dengan Lentivirus primata lain.
(Brooks, 2007)
Susunan genom Lentivirus primata (manusia dan simian) sangat mirip.
Satu perbedaan adalah bahwa HIV-1 dan virus simpanse memiliki gen vpu,
sedangkan HIV-2 dan hampir semua SIV mempunyai gen vpx. (Brooks, 2007)
Lentivirus selain primata menimbulkan infeksi persisten yang mengenai
berbagai spesies hewan. Virus ini menyebabkan penyakit kronk yang melemahkan
dan kadang-kadang imunodefisiensi. Agen prototipe, virus visna (disebut juga
virus maedi), menimbulkan gejala neurologis atau pneumonia pada domba di
Iceland. Virus lain menyebabkan anemia infeksius pada kuda dan arthritis serta
ensefalitis pada kambing. Lentivirus kucing dan sapi dapat menyebabkan
imunodefisiensi. Lentivirus selain primata tidak diketahui menimbulkan infeksi
pada primata, termasuk manusia. (Brooks, 2007)
15
Banyak cara yang diduga menjadi ccara peenularan virus HIV, namun
hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
a. Transmisi seksual
Penularan melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun
heteroseksual merupakan penularan infeksi yang paling sering terjadi.
Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serviks.
b. Transmisi transplasental
1) Transmisi parental
a) Akibat penggunaan jarum suntik atau alat tusuk lainnya (alat
tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalahgunaan
narkotik, suntik yang memakai jarum suntik yan tercemar secara
bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melalui jarum suntik
yang dipakai oleeh petugas tanpa disterilkan terlebih dahulu.
Resiko tertular cara transmisi ini kurang dari 1 %.
b) Darah, produk darah, transmisi melalui transfusi atau produk darah
memiliki resiko tertular infeksi HIV lebih dari 90%.
2) Transmisi transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai
resiko sebesar 50 %. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil,
melahirkan dan sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui.
Penularan melaului air susu ibu termasuk penularan dengan resiko
rendah. (www.library.usu.ac.id)
16
virus HIV tidak menunjukka gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan
penularan terjadi pada fase inkubasi ini. (www.library.usu.ac.id)
17
3. Adanya gejala infeksi opportunistic. (www.library.usu.ac.id)
ELISA dari berbagai macam kit yang ada dipasarkan mempunyai cara
kerja hampir sama. Pada dasarnya, diambil virus HIV yang ditumbuhkan pada
biakan sel, kemudian dirusak dan dilekatkan pada biji-biji polisterin atau sumur
microplate, serum atau plasma yang akan diperiksa diinkubasikan dengan antigen
tersebut selama 30 menit atau 2 jam, kemudian di cuci.
(www.cerminduniakedokteran.com)
ELISA terdapat IgG (Immunoglobulin G) yang menempel pada biji-biji
atau sumur microplate tadi maka akan terjadi reaksi pengikatan antigen dan
antibody. Antibody anti-IgG tersebu terlebih dahulu sudah diberi label dengan
enzim (alkali fosfatase, horseradish peroksidase) sehingga setelah kelebihan
enzim dicuci habis, maka enzim yang tinggal akan bereaksi dengan kadar IgG
yang ada, kemudian akan berwarna bila ditambah dengan suatu substrat.
(www.cerminduniakedokteran.com)
Sekarang ada test EIA yang menggunakan ikatan dari heavy dan light
chain dari Human Immunoglobulin sehingga reaksi dengan antibody dapat lebih
spesifik, yaitu mampu mendeteksi IgM maupun IgG. Pada setiap test selalu
diikutkan control positif dan negative untuk dipakai sebagai pedoman, sehingga
kadar ditas cut off value atau diatas absorbance level specimen akan dinyatakan
positif. Biasanya lama pemeriksaan adalah 4 jam. Pemeriksaan ELISA hanya
menunjukkan suatu infeksi HIV dimasa lampau.
(www.cerminduniakedokteran.com)
Test ELISA mulai menunjukkan hasil positif pada bulan ke 2-3 masa sakit
selama fase permulaan penyakit (fase akut) dalam darah penderita dapat
ditemukan virus HIV/partikel HIV dalam penurunan jumlan sel T4 (gratik).
Setelah beberapa hari terkena infeksi AIDS, IgM dapat dideteksi setelah 3 bulan
IgG mulai ditemukan. Pada fase berikutnya yaitu pada waktu gejala major AIDS
menghilang (karena sebagian besar HIV telah masuk kedalam sel tubuh). HIV
sudah tidak dapat ditemukan lagi dari peredaran darah dan jumlah sel T4 akan
kembali normal. (www.cerminduniakedokteran.com)
Hasil pemeriksaan ELISA, harus diinterpretasi dengan hati-hati karena
tergantung dari fase penyakit. Pada umunya, hasil akan positif pada fase timbul
18
gejala pertama AIDS (AIDS phase) dan sebagian kecil akan negatif pada fase dini
AIDS (pre AIDS phase). (www.cerminduniakedokteran.com)
Beberapa hal tentang kebaikan test ELISA adalah nilai sensitifitas tertinggi
98-100 % western blot, memberi nilai spesifik 99,6 %-100%. Walaupun
begitu,.prediktive value hasil test positif tergantung dari prepalensi HIV
dimasyarakat. Pada kelompok penderita AIDS, predictive positif value adalah
100% sedangkan pada donor darah dapat antara 5 %-100% predictive value dari
hasil negatif ELISA dari masyarakat sekitar 99,9 %-76,9% pada kelompok resiko
tinggi. (www.cerminduniakedokteran.com)
Disamping keunggulan, beberapa kendala path test ELISA yang perlu
diperhatikan adalah: (www.cerminduniakedokteran.com)
1. Pemeriksaan ELISA hanya mendeteksi antibody, bukan antigen (akhir-
akhir ini sudah ditemukan test ELISA unutk antigen). Oleh karena itu, test
uji baru akan positif bila penderita akan mengalami serokonversi yang
lamanya 2-3 bulan sejak terinfeksi HIV, bahkan ada yang 5 bulan atau
lebih (pada keadaan immunocompromissed). Kasus dengan infeksi HIV
lateks selama 3-4 bulan.
2. Pemeriksaan ELISA hanya terdapat antigen IgG. Penderita AIDS pada
taraf permulaan hanya mengandung IgM sehingga tidak akan terdeteksi.
Perubahan dari IgM ke IgG membutuhkan waktu sampai 41 minggu.
3. Pada umumnya pemeriksaan ELISA ditujukan untuk HIV-1. Bila test ini
digunakan pada penderita HIV-2, nilai positifnya hanya 24% tetapi HIV-2
paling banyak ditemukan di Afrika.
4. Masalah false positif pada test ELISA. Hasil ini sering ditemukan pada
keadaan positif lemah, jarang ditemukan pada positif kuat. Hal ini
disebabkan karena morfologi HIV hasil biakan jaringan yang digunakan
dalam test kemurniannya berbeda dengan HIV dialam. Oleh karena itu,
test ELISA harus dikonfirmasi dengan test lain.
Test ELISA mempunyai spesifitas dan sensitifitas cukup tinggi, walaupun
hasil negative, test ini tidak dapat menjamin bahwa seseorang bebas 100% dari
HIV terutama pada kelompok resiko tinggi. Akhir-akhir ini test ELISA telah
memakai recombinant antigen yang sangat spesifik terhadap enveloped dan core.
(www.cerminduniakedokteran.com)
19
20
BAB III
METODE KERJA
III.1 WAKTU
Praktikum Pemeriksaan HIV ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal
29, bulan Oktober dan tahun 2010.
III.2 TEMPAT
Praktikum Pemeriksaan HIV ini pelaksanaannya bertempat di Balai
Laboratorium Kesehatan Daerah Samarinda, Kalimantan Timur.
III.3 METODE
Rapid Test.
III.4 PRINSIP
Dengan adanya HIV 1, 2, O yang merupakan 3 garis HIV dengan rapid
test device adalah suatu rapid kromatografi immunoassay untuk mendeteksi
kualitatif dan antibody terhadap HIV 1, 2, O di dalam serum, plasma atau darah
lengkap.
III.5 ALAT
a. Tabung reaksi. d. Mikropipet 50 L.
b. Rak tabung. e. Tip kuning.
c. Sentrifuge. f. Timer.
III.6 BAHAN
Sampel serum dari 5 mL darah vena yang telah disentrifuge pada
kecepatan 3000 RPM selama 15 menit;
a. Sampel 1 b. Sampel 2
Nama : Anita Mandasari Nama : Cahyani Rahayu
Umur : 19 tahun Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan Jenis kelamin : Perempuan
III.7 REAGENSIA
a. Strip HIV merk ONCOPROBE.
b. Buffer HIV merk ONCOPROBE.
21
III.8 CARA KERJA
a. Keluarkan kaset dari referigator.
b. Biarkan kaset dan sampel yang akan digunakan pada suhu ruangan.
c. Keluarkan kaset dari kemasannya.
d. Letakkan pada permukaan datar.
e. Teteskan 1 tetes atau 50 L serum/plasma ke lubang sampel pada kaset.
f. Teteskan 1 tetes (40 L) buffer ke lubang yang sama untuk sampel.
g. Biarkan 10-30 menit baru kemudian baca hasil.
C C C
T1 T1 T1
T2 T2 T2
S S S
b. Negatif c. Invalid
Terbentuk satu garis warna hanya Jika tidak timbul garis warna pada
pada zona garis control. Ini berarti zona control, maka test dinyatakan
pada serum, plasma dan darah tidak gagal. Ulangi test dengan alat baru.
terdapat HIV.
22
Oncoprobe Oncoprobe
HIV HIV
T1 : HIV 1/O T1 : HIV 1/O
T2 : HIV 2 T2 : HIV 2
C C
T1 T1
T2 T2
S S
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 HASIL
Dari Praktikum Pemeriksaan HIV yang telah dilaksanakan dengan metode
Rapid Test, diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Sampel 1 : Non-reaktif (-)
b. Sampel 2 : Non-reaktif (-)
IV.2 PEMBAHASAN
Sebagai penyaring biasanya digunakan teknik ELISA, aglutinasi atau
dotblot immunobinding assay. WHO menganjurkan pemakaian salah satu dari
pemeriksaan antibody terhadap HIV, tergantung pada tujuan penyaringan keadaan
populasi dan keadaan penderita. Strategi tersebut adalah: (Anonim, 2006)
a. Strategi pertama
Dilakukan satu kali pemeriksaan antibody, bila pemeriksaan reaktif, maka
dianggap sebagai kasus infeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan non-reaktif
dianggap tidak terinfeksi HIV. Reagensia yang dipakai untuk pemeriksaan
pada strategi ini harus memiliki sensitivitas yang tinggi (> 99%).
b. Strategi kedua
Menggunakan 2 kali pemeriksaan terhadap serum yang pada pemeriksaan
pertama memberikan hasil reaktif. Perlu diperhatikan bahwa pada
pemeriksaan pertama digunakan reagensia dengan sensitivitas dan pada
pemeriksaan kedua dipakai reagensia yang lebih spesifik serta berbeda
jenis antigen atau tekhniknya dari yang dipakai pada pemeriksaan pertama.
Bila hasil pemeriksaan yang kedua juga reaktif, maka disimpulkan sebagai
terinfeksi HIV, namun jika hasil pemeriksaan yang kedua adalah non-
reaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan kedua metode. Bila hasil
tidak sama, maka dilaporkan sebagai intermediate.
c. Strategi ketiga
Menggunakan tiga kali pemeriksaan terhadap serum yang pada dua
pemeriksaan pertama memberikan hasil reaktif. Bila hasil pemeriksaan
24
antara ketiga pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil pertama reaktif,
maka keadaan ini disebut sebagai equivocal atau indeterminate bila
penderita yang diperiksa memiliki riwayat pemaparan terhadap HIV atau
tidak beresilo tertular HIV, maka hasil pemeriksaan ketiga dipakai
reagensia yang berbeda asal antigen atau tekhniknya, serta memiliki
spesifisitas yang lebih tinggi.
Pemeriksaan ELISA harus menunjukkan hasil positif (reaktif) dari tiga tes
yang dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi yang
biasanya dengan memakai metode Western Blot. (Lubis, 1992)
Pada setiap tes dilakukan control positif dan negatif untuk dipakai sebagai
pedoman, sehingga kadar di atas cut off value atau di atas absorban level
spesimen akan dinyatakan positif. Biasanya lama pemeriksaan adalah 4 jam.
Pemeriksaan ELISA hanya menunjukkan suatu infeksi HIV dimasa lampau.
Beberapa kendala pada tes ELISA yang harus diperhatikan adalah: (Lubis,
1992)
a. Pemeriksaan ELISA hanya mendeteksi antibody bukan antigen.
b. Pemeriksaan ELISA hanya terdapat antigen jenis IgG.
c. Pada umumnya pemeriksaan ELISA ditujukan untuk HIV-1.
d. Masalah false positif pada tes ELISA, hasil ini sering ditemukan pada
keadaan positif lemah, jarang ditemukan pada positif kuat. Hal ini
disebabkan karena morfologi HIV hasil biakkan jaringan yang digunakan
dalam tes kemurniannya berbeda dengan HIV di alam.
Sampel dengan antibody di bawah gray zone (nilai cut off 15%) dianggap
negatif tidak dapat ditentukan hasilnya dan harus dites ulang duplo menggunakan
sampel yang sama. Apabila tes ulangan positif, sampel dites konfirmasi dengan
metode pelengkap, misalnya: western blot, tes immunofluoresensi dan lain-lain,
terutama untuk menentukan tipe infeksi. (Hardjoeno, 2003)
Beberapa hal tentang kebaikan tes ELISA adalah nilai sensitivitas yang
tinggi : 98-100%. Walaupun begitu, predictive value hasil tes positif tergantung
dari prevalensi HIV di masyarakat. Pada kelompok penderita AIDS, predictive
antara 5-100%. Predictive value dari hasil negative ELISA pada masyarakat
sekitar 59,99%- 76,9% pada kelompok resiko tinggi.
25
Hasil pemeriksaan ELISA harus diinterpretasi dengan hati-hati dari fase
penyakit. Pada umumnya hasil akan positif pada fase timbul gejala pertama AIDS
(AIDS Phase) dan sebagian kecil akan negative pada fase dini AIDS.
(www.cerminduniakedokteran.com)
BAB V
PENUTUP
V.1 KESIMPULAN
Dari hasil Praktikum Pemeriksaan HIV yang telah diperoleh, dapat dibuat
kesimpulan:
a. Sampel 1
Nama : Anita Mandasari
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hasil pemeriksaan : Non-reaktif (-)
b. Sampel 2
Nama : Cahyani Rahayu
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
26
Hasil pemeriksaan : Non-reaktif (-)
bahwa dari kedua hasil di atas tidak terdapat antibody terhadap HIV di dalam
sampel serum yang diperiksa.
V.2 SARAN
a. Sebaiknya pada saat melakukan pemeriksaan HIV/ AIDS mengunakan
sarung tangan.
b. Untuk mendiagnosa pasien HIV/ AIDS harus mengunakan strategi III
dengan tingkat spesifik dan sensitifitas yang baik.
c. Pemeriksaan antibodi terhadap HIV, hendaknya dilakukan dengan
menggunakan 3 merk yang berbeda. Tujuannya adalah agar mendapatkan
hasil yang menyakinkan dan dapat di pertanggung jawabkan
kebenarannya.
d. Pemeriksaan HIV dianjurkan kepada setiap orang yang merasa dirinya
memiliki resiko terinfeksi HIV/ AIDS.
27
28