Anda di halaman 1dari 4

Pengertian Refeeding Syndrome

Refeeding syndrome (RFS) merupakan sekumpulan tanda dan gejala klinis yang umum terdapat
pada pasien gizi buruk dan kakeksia. Gejala RFS terjadi karena ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit akibat asupan yang diberikan melalui oral, enteral atau parenteral setelah masa adaptasi
dari kondisi starvasi atau malnutrisi. Kondisi ini dapat berdampak pada gangguan beberapa
sistem organ seperti jantung, pernapasan, saraf, hematologi hingga kematian. Penyebab kematian
paling umum adalah aritmia jantung. Tanda-tanda khas dari RFS diantaranya hipofosfatemi,
hipokalemi, hipomagnesemia, metabolisme glukosa abnormal, gangguan keseimbangan cairan
dan defisiensi vitamin terutama tiamin (Marino et al., 2007). Gejala RFS dapat terjadi mulai
ringan hingga berat tergantung pada tingkat kekurangan gizi dan penanganan yang dilakukan.

Manifestasi Klinis Dari Refeeding Syndrome

a. Gangguan Distribusi Fluida Pada Tubuh


b. Glukosa Abnormal dan Metabolisme Lipid
c. Defisiensi tiamin
d. Hipophosphatemia
e. Hipomagnesemia
f. Hipokalemia

Patogenesis berguna untuk meninjau beberapa proses fisiologis dasar yang berlangsung selama
kelaparan karena ini akan membantu untuk menjelaskan beberapa manifestasi klinis yang
diamati dalam refeeding syndrome. Konsentrasi insulin menurun sementara glukagon meningkat
selama kelaparan. Ini hasil dalam konversi cepat cadangan glikogen untuk membentuk glukosa
serta glukoneogenesis, sehingga sintesis glukosa melalui lipid dan kerusakan produk protein.
Jaringan adiposa melepaskan sejumlah besar asam lemak dan gliserol dan otot melepaskan asam
amino. Keton tubuh dan asam lemak bebas menggantikan glukosa sebagai sumber energi utama
dalam situasi ini.Secara keseluruhan, ada katabolisme jaringan adiposa dan otot, yang
mengakibatkan hilangnya massa tubuh.
Selama refeeding, terjadi pergeseran dari lemak untuk metabolisme karbohidrat. Sebuah beban
glukosa membangkitkan pelepasan insulin, yang menyebabkan serapan seluler meningkat
glukosa, fosfat, kalium, magnesium, dan air, dan sintesis protein.

Malnutrisi/starvasi sekresi insulin berkurang cadangan lemak dan protein dipecah untuk
menghasilkan energi pemberian makan dengan beban energi tinggi pada tahap stabilisasi
deplesi elektrolit intrasel P, Mg, K (refeeding syndrome) menyebabkan berbagai komplikasi
seperti gangguan respirasi, neuromuskuler, ginjal, hematologi, hati dan pencernaan.

Pedoman pencegahan refeeding syndrome :

Monitoring

Sebelum memulai refeeding melalui rute apapun dan pada hari 3-5 pemberian makan, diperlukan
asesmen berikut :

1. Status gizi dan hidrasi.


2. Serum elektrolit, Glukosa dan albumin (pre albumin), Natrium, kalium, urea, kreatinin,
fosfat, magnesium, kalsium.
3. Cardiac status, Nadi, ECG.

Pemberian asupan melalui oral:

1. Energi
Pada minggu pertama, pasien hanya perlu diberikan 75% dari total kebutuhan sehari yang
dihitung dari berat badan sebenarnya. Tabel Kebutuhan energi pada pasien sindroma
refeeding (Marino et al.,2007).
2. Karbohidrat
Membatasi asupan karbohidrat tinggi (softdrink, jus buah, coklat, permen, jelly) dan
binge eating. Dianjurkan 6 porsi kecil sehari, yaitu 3 kali makan utama dan 3 kali makan
selingan (snack). Mulai memberikan makanan enteral dengan karbohidrat 2-3 gr/kg/hr
untuk meminimalkan respon insulin.
3. Protein
Jika pemberian susu menyebabkan diare, dapat diberikan protein hidrolisat 0,6-
1g/kg/hari. Makanan harus mengandung tinggi asam amino esensial dan secara bertahap
ditingkatkan 1,2-1,5g/kg/hari. Protein sebaiknya tidak diberikan secara berlebihan pada
tahap awal pemberian makan karena dapat mengakibatkan asidosis, azotemia, dehidrasi
hipertonik dan hipernatremi. (Marino et al., 2007).
4. Cairan
Mencegah overhidrasi karena dapat menyebabkan hipofosfatemi dan dekompensasi
jantung.
5. Tiamin
Suplementasi oral untuk anak sebanyak 50 mg sebelum rehidrasi dan refeeding.
6. Natrium
Cegah kelebihan asupan natrium, Gunakan formula rendah natrium seperti Pediasure (1-
18 tahun).

Pedoman treatment refeeding syndrome

Fosfat, kalsium, magnesium, dan kalium harus selalu dimonitor , untuk mengetahui konsentrasi
fosfat bila konsentrasi tersebut melebihi 0,30 mmol/L.84 maka pemantauannya bisa dilihat dari
urinnya selain itu pemauntauan secara output juga penting.Pemantauan secara outpun disini
dengan cara intervensi yakni dengn proses pengobatan Hipofosfatemia dalam range yang berat
karena yang digambarkan pasien mengalami kelebihan fosfat dalam plasmanya berlebih.
Daftar Pustaka

1. M. A. Crook, BSc, MB, BS, PhD, FRCPath, V. Hally, BSc, SRD, and J. V. Panteli, BSc,
SRD. The Importance Of The Refeeding Syndrome. Review Article. Elsevier Science
Inc., 2001.
2. Tina Schade Willis, MD,1 Rae Boswell, MS, RD, LD, CNSD,2 Monte Willis, MD, PhD.
Refeeding Syndrome in a Severely Malnourished Child. Journal of Laboratory Medicine.
2004.
3. L. U. R. Khan, J. Ahmed, S. Khan, and J.MacFie. Refeeding Syndrome: A Literature
Review. Hindawi Publishing Corporation Gastroenterology Research and Practice. 2011

Anda mungkin juga menyukai