Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan pada umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari
hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm adalah usia kehamilan antara 38 42
minggu dan ini merupakan periode terjadinya persalinan normal. Namun pada 4
14% kasus, kehamilan dapat bertahan hingga 42 minggu atau lebih.
Hal yang paling sering menyebabkan usia gestasi menjadi lewat waktu adalah
kesalahan dalam menentukan saat terjadinya ovulasi dan konsepsi dengan
menggunakan HPHT. Metode yang paling akurat untuk menentukan usia kehamilan
pada trimester pertama atau kedua adalah USG. Jika sonografi dilakukan pada usia
kehamilan pertengahan trimester kedua, insiden kehamilan postterm adalah 3,1%,
yaitu lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan HPHT dengan rentang
estimasi 3-12%.1,2
Kehamilan postterm merupakan salah satu kehamilan risiko tinggi.2
Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan postterm adalah meningkatnya risiko
morbiditas dan mortalitas perinatal. Hal ini dihubungkan dengan menurunnya fungsi
plasenta. Fungsi plasenta mencapai puncak pada umur kehamilan 38 minggu dan
kemudian menurun terutama setelah 42 minggu. Akibat penuaan plasenta, pemasokan
makanan dan oksigen ke janin menurun akibat berkurangnya sirkulasi uteroplasenter
sekitar 50% yaitu menjadi 250 ml/mnt.1
Risiko morbiditas perinatal pada kehamilan postterm 2-3 kali lebih banyak
daripada kehamilan aterm. Sedangkan mortalitasnya meningkat lebih kurang 3 kali
dibandingkan kehamilan aterm dimana 30% kematian tersebut terjadi sebelum
persalinan, 55% dalam persalinan dan 15% pasca persalinan.6 Wanita dengan
kehamilan postterm cenderung memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami
distosia persalinan, partus lama, pendarahan post partum, dan juga risiko untuk
menjalani seksio sesaria hal ini terutama berhubungan dengan terjadinya
makrosomia, selain itu dapat pula terjadi gawat janin maupun kegagalan dan
komplikasi induksi persalinan.1,3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Istilah postterm, postdates, prolonged dan postmature sering salah digunakan
dalam mengartikan kehamilan yang melebihi waktu dari batas normal. Menurut
American College of Obstetricians ad Gynecologist (1997), postterm adalah
kehamilan 42 minggu penuh (294 hari) atau lebih dihitung dari hari pertama haid
terakhir (HPHT), dengan asumsi ovulasi terjadi 2 minggu setelah haid terakhir.1,2
Umur kehamilan dan perkiraan hari kelahiran ditentukan dengan rumus
Naegele.1,2,3 Meskipun kemungkinannya adalah 10% dari seluruh kehamilan,
sebagian diantaranya mungkin bukan benar-benar postterm karena kekeliruan
menentukan usia kehamilan. Hal ini mungkin disebabkan karena kekeliruan
mengemukakan tanggal haid yang terakhir, siklus haid yang tidak teratur dan siklus
haid yang terlampau panjang.1 Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa postterm
sinonim dengan postdate dan prolonged pregnancy.1,2
Terminologi postmatur digunakan untuk menjelaskan kehamilan lewat waktu
yang disertai penampakan klinis postmatur pada bayi yang dilahirkan. Variasi dalam
siklus menstruasi menjelaskan mengapa pada kehamilan manusia yang mencapai
umur 42 minggu penuh hanya sekitar 5-10% yang menghasilkan bayi dengan
sindroma postmatur yaitu: tidak ada lanugo, rambut lebat, kuku panjang, kulit keriput
dan kering, pewarnaan mekonium pada kulit, verniks tidak ada atau sedikit, wajah
tampak tua, tubuh kurus, dengan tungkai panjang.1,2

2.2 INSIDEN
Secara umum insiden postterm berkisar antara 4 14%.1 Ada kecenderungan
pada beberapa ibu terjadi persalinan postterm berulang. Faktor-faktor lain yang
dinyatakan berhubungan antara lain paritas, sosial ekonomi dan umur ibu. Analisis
dari 27.677 kelahiran pada wanita Norwegia ternyata ditemukan bahwa insiden
kelahiran postterm berikutnya bertambah dari 10% menjadi 27% jika kelahiran

2
pertama postterm dan menjadi 39% apabila mengalami 2 kali berturut-turut
persalinan postterm.1

2.3 ETIOLOGI
Etiologi terjadinya postterm sampai saat ini belum diketahui secara pasti dan hal
ini berkaitan dengan belum jelasnya etiologi proses persalinan. Ada beberapa
hipotesis mengenai proses terjadinya persalinan. Beberapa ahli berpendapat bahwa
timbulnya persalinan akibat dari pertumbuhan janin sehingga terjadi peregangan
dinding uterus bersamaan dengan penurunan fungsi plasenta sehingga merangsang
timbulnya kontraksi uterus. Persalinan juga dapat terjadi akibat peningkatan kepekaan
uterus terhadap oksitosin dan adanya peningkatan prostaglandin.1,2
Teori Sistem Komunikasi Organ mengatakan bahwa janin memberikan isyarat
kepada ibu bila pematangan dari organ-organ janin sudah sempurna. Teori ini
mengemukakan bahwa kortisol fetus menyebabkan plasenta mengurangi produksi
progesteron dan meningkatkan pelepasan estrogen. Hal ini selanjutnya akan
menimbulkan kenaikan prostaglandin dalam amnion yang berguna untuk stimulasi
penipisan serviks dan kontraksi ritmik uterus yang merupakan ciri khas proses
persalinan.1
Pada kasus postterm, penurunan konsentrasi estrogen tidak cukup untuk
menstimulasi pelepasan prostaglandin dan proses persalinan sehingga kehamilan
berlangsung lewat waktu.1
Ada beberapa faktor yang diduga mempunyai hubungan dengan kehamilan
postterm antara lain: 1,2
1. Ketidaktahuan haid terakhir
Paling sering terjadi dan berhubungan dengan pemeriksaan antenatal yang
terlambat atau tidak sama sekali.
2. Ovulasi yang ireguler / fase folikuler yang berlebihan
Jika ovulasi dan fertilisasi dianggap terjadi 2 minggu sebelum HPHT maka
fase folikuler yang bervariasi dapat menyebabkan perkiraan usia kehamilan
yang berlebihan.

3
3. Perbandingan progesteron dan estrogen
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penundaan produksi estrogen yang
akan menyebabkan penundaan persalinan seperti :
o Menurunnya produksi 16--hidroksidehidroisoandrosteron sulfat yang
merupakan prekursor untuk produksi estriol, misalnya pada kasus
anensefalus.
o Hipoplasia adrenal mempunyai efek penurunan produksi prekursor
untuk sintesa estriol.
o Defisiensi sulfatase plasenta, suatu penyakit X-linked herediter yang
dapat mencegah konversi prekursor estrogen sulfat menjadi estrogen
oleh plasenta yang ditandai dengan kadar estriol,yang rendah.
4. Umur ibu
Angka kejadian postterm meningkat pada umur ibu dibawah 19 tahun dan
diatas 30 tahun. Mead dan Marcus (1988) mendapatkan angka kejadian
postterm yang paling tinggi pada umur 21 25 tahun baik pada primi /
multigravida.
5. Paritas
Angka kejadian postterm lebih tinggi pada primigravida dibandingkan dengan
multigravida.
6. Jenis kelamin janin
Janin laki -laki 5% lebih banyak menjadi postterm dibandingkan jika janinnya
perempuan. Kemungkinan terjadinya gawat janin juga lebih besar.
7. Hubungan dengan siklus haid
Angka kejadian postterm pada ibu dengan siklus haid yang panjang 13,2 %
lebih tinggi dibandingkan ibu dengan siklus haid normal.
8. Sosioekonomi
Beberapa peneliti melaporkan bahwa kejadian postterm lebih sering terjadi
pada ibi-ibu dengan sosioekonomi rendah.
9. Kelainan kongenital

4
Kelainan kongenital seperti anensefalus, hidrosefalus, dan kelainan congenital
lainnya berhubungan dengan bertambahnya angka kejadian postterm.

2.4 PATOFISIOLOGI
Pada saat kehamilan terbentuk suatu sirkulasi uteroplasenter yang terdiri dari unit
maternal dan fetal (janin dan plasenta). Plasenta terbentuk saat umur kehamilan 16
minggu, selanjutnya plasenta akan mengalami proses penuaan sampai janin lahir.
Proses penuaan tersebut dikompensasi dengan pertumbuhan villi trofoblas dan
perluasan membran vaskulosinsitial sehingga penyaluran nutrisi dan oksigen ke janin
tetap memadai. Mekanisme kompensasi itu berlangsung sampai usia kehamilan 38
minggu dimana fungsi plasenta mencapai puncaknya dan selama itu proses penuaan
plasenta tidak berpengaruh. Kemudian fungsi plasenta akan mulai menurun secara
bertahap terutama setelah umur kehamilan 42 minggu.1,2,4
Pada kehamilan postterm, sirkulasi uteroplasenter akan berkurang 50% dari 500-
700 ml/menit menjadi 250 ml/menit akibat menurunnya fungsi plasenta sehingga
terjadi hipoksia lokal yang menyebabkan proses degenerasi plasenta berupa edema,
deposit fibrinoid, trombosis intervillus, infark villi dan jaringan fungsional plasenta
akan berkurang.1
Pada kehamilan postterm dijumpai penurunan volume cairan amnion. Volume
cairan amnion pada kehamilan aterm 800 ml dan akan menurun menjadi 480 ml,
250 ml dan 160 ml pada kehamilan 42, 43, 44 minggu1. Penyebab penurunan
volumenya belum diketahui dengan pasti, diduga karena produksi urin fetal yang
menurun. Volume cairan amnion < 200 ml dihubungkan dengan komplikasi pada
janin seperti retardasi pertumbuhan janin, distress pada janin termasuk keluarnya
serta aspirasi mekonium.1,3

2.5 DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis kehamilan postterm bukan merupakan hal yang mudah.
Banyak metode pemeriksaan umur kehamilan dan kesejahteraan janin yang diajukan
tapi belum ada hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan yang

5
berkali-kali tidak praktis, mahal, terkadang subjektif, mempunyai nilai positif dan
negatif palsu serta memerlukan kehandalan pemeriksa. Namun nilai diagnosisnya
akan lebih baik jika pemeriksaan itu dilakukan bersama-sama.
Diagnosis kehamilan postterm ditegakkan apabila kehamilan sudah berlangsung
melebihi 42 minggu (294 hari). Syarat-syarat yang harus dipenuhi antara lain: HPHT
jelas yang dihitung dengan menggunakan rumus Naegele jika siklus haid teratur,
dirasakan gerak janin pada umur kehamilan 16-18 minggu, terdengar denyut jantung
janin (djj) (normal 10-12 minggu dengan Doppler dan 19-20 minggu dengan
fetoskop), umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan USG, dan pada umur
kehamilan kurang atau sama dengan 20 minggu, tes kehamilan (urine) sudah positif
dalam 6 minggu pertama dari HPHT.1,2,3

2.5.1 Menilai umur kehamilan


a. Berdasarkan haid terakhir
Menilai umur kehamilan postterm kadang sulit karena kebanyakan wanita
tidak mengetahui hari pertama haid terakhir (HPHT) dan siklus haid yang
tidak teratur. Umur kehamilan berdasar HPHT dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Naegele (tanggal +7 / bulan 3 / tahun +1) jika siklus
haid teratur.1,2,3
b. Denyut jantung janin
Denyut jantung janin mulai terdengar pada umur kehamilan 19-20 minggu
dengan stetoskop Laenec sementara dengan Doppler denyut jantung janin
mulai didengar pada umur kehamil;an 12 minggu.1,3
c. Gerakan janin
Gerakan janin pertama kali dapat dirasakan pada umur kehamilan 18-20
minggu. Gerakan ini akan bertambah intensitasnya secara bertahap.1,3
d. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG usia kehamilan dapat ditentukan secara dini.
Ukuran biparietal distance (BPD) dan lingkar abdomen (abdominal
perimeter / AP atau abdominal sircumference / AC) janin yang tidak

6
bertambah atau malah mengecil sangat bernilai untuk mendiagnosa
kehamilan postterm. USG menjadi gold standard untuk menetapkan umur
kehamilan terutama jika dilakukan pada trimester pertama. Sampai umur
kehamilan 12 minggu, pengukuran crown-to-rump length (CRL)
memberikan ketepatan taksiran persalinan 4 hari. Melewati umur
kehamilan 12 minggu, CRL tidak reliabel lagi dijadikan patokan. Pada umur
kehamilan 14-20 minggu digunakan patokan pengukuran diameter biparietal
(BPD) dan femur length yang mempunyai ketepatan taksiran persalinan 7
hari.1,2,3
2.5.2 Pemeriksaan sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina pada kehamilan aterm akan dijumpai sel
superfisial, intermedier dan sel parabasal. Sedangkan gambaran sitologi vagina pada
kehamilan postterm hanya akan ditemukan sel superfisial dan parabasal tanpa sel
intermedier. Indikasi insufisiensi plasenta dan gawat janin perlu dipikirkan jika pada
pemeriksaan ini hanya dijumpai sel parabasal dan indek piknotik > 20%. 1

2.6 GAMBARAN KLINIS BAYI POSTTERM


Hanya sekitar 5-10% dari kehamilan postterm yang menghasilkan bayi dengan
sindroma postmatur.1,2 Pada kehamilan postterm terjadi perubahan fisiologis yang
dapat dilihat sebagai tanda-tanda postmatur. Pertama hilangnya verniks kaseosa dan
efeknya pada otot. Dengan bertambah tuanya kehamilan, verniks kaseosa makin tipis
karena larut dalam cairan amnion. Sementara pada kehamilan postterm tidak terdapat
lagi verniks kaseosa. Hal ini menyebabkan terjadinya pengelupasan lapisan epidermis
kulit. Pada saat lahir lapisan epidermis tetap utuh karena daya kohesi dari kulit yang
basah oleh cairan amnion. Tetapi ketika permukaan kulit mulai kering maka lapisan
epidermis ini akan mengeras seperti kertas perkamen, pecah-pecah dan
mengelupas.1,2
Perubahan kedua adalah akibat penuaan plasenta. Hal ini dihubungkan dengan
pertumbuhan dan berat badan janin. Dari penelitian diketahui bahwa janin tumbuh
pesat sampai umur kehamilan 260 280 hari, selanjutnya pertumbuhan akan berjalan

7
relatif lambat. Pada kehamilan postterm pertumbuhan hanya terbatas pada beberapa
organ tertentu seperti kuku dan rambut.1,2
Tanda-tanda kehamilan postterm dibagi dalam tiga stadium: 1,2
1. Stadium I
Kulit menunjukkan gambaran akibat kehilangan verniks kaseosa sehingga
menjadi kering, rapuh, keriput dan mengelupas. Tidak ada pewarnaan
mekonium. Keadaan umum menunjukkan adanya kegagalan plasenta untuk
menunjang pertumbuhan yang normal sehingga bayi terlihat kurang gizi,
wajah tua dan selalu waspada.
2. Stadium II
Semua gejala stadium I ditambah pewarnaan mekonium pada kulit. Selaput
ketuban dan tali pusat berwarna kehijauan.
3. Stadium III
Semua gejala stadium I dan II disertai pewarnaan mekonium yang kuning
terang pada kuku dan kulit, serta kuning kehijauan pada tali pusat.

2.7 EFEK KEHAMILAN POSTTERM PADA JANIN DAN IBU


2.7.1 Efek pada janin
Kehamilan postterm yang tidak terdapat gangguan fungsi plasenta, janin akan
tumbuh terus menjadi bayi besar (makrosomia). Hal tersebut akan menyebabkan
distosia bahu dan disproporsi fetopelvik yang dapat menyulitkan proses persalinan.1
Insufisiensi plasenta merupakan salah satu efek kehamilan postterm. Pada
keadaan ini, pasokan nutrisi dan oksigen ke janin menurun sehingga dapat terjadi
gangguan pertumbuhan dan hipoksia. Sehingga saat lahir, bayi kehilangan berat
badan yang cukup banyak. Pada kasus yang berat ekstremitas tampak kurus dan
panjang, deskuamasi epidermis yang berat, kuku dan amnion mendapat pewarnaan
empedu. Risiko gawat janin meningkat tiga kali pada fungsi plasenta yang menurun.
Turunnya saturasi oksigen dibawah 10 % tidak akan dapat dikompensasi lagi
sehingga dapat menyebabkan kematian janin.1

8
Janin pada kehamilan postterm berisiko tinggi untuk terjadinya aspirasi
mekonium. Pengeluaran mekonium pada masa persalinan adalah suatu tahap
kompensasi gawat janin. Pengeluaran mekonium terjadi kalau saturasi oksigen pada
vena umbilikalis menurun mencapai 30% ( saturasi minimal 40% ) sehingga
menyebabkan hipoksia otot polos saluran gastrointestinal yang mengakibatkan
peristaltik dan relaksasi sfingter ani janin.1
Oligohidramnion sering dijumpai pada kehamilan postterm. Beberapa peneliti
menemukan bahwa penyebab gawat janin terbanyak pada kehamilan postterm adalah
oligohidramnion, dibandingkan dengan insufisiensi uteroplasenta.1 Penurunan jumlah
cairan amnion dapat disertai dengan penekanan tali pusat sehingga menimbulkan
gawat janin. Janin dengan cairan amnion yang sedikit dan mengandung mekonium
akan mengalami risiko asfiksia 33%.1,4 Cairan amnion yang pekat karena
mengandung mekonium meningkatkan kemungkinan terjadinya meconium aspiration
syndrome.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa bayi yang dilahirkan dalam keadaan postterm
mempunyai risiko morbiditas dan mortalitas perinatal yang lebih tinggi daripada bayi
aterm.

2.7.2 Efek pada ibu


Efek kehamilan postterm pada ibu berhubungan dengan meningkatnya persalinan
secara operatif, baik seksio sesaria maupun tindakan operatif pervaginam. Hal ini
terjadi karena makrosomia, oligohidramnion berat sehingga induksi persalinan tidak
dapat dilakukan, gagal drip dan gawat janin.1,3
Tindakan operatif pervaginam meningkatkan risiko laserasi jalan lahir. Seksio
sesaria sangat meningkatkan risiko infeksi post partum, perdarahan, komplikasi luka
operasi, emboli pulmonal, dan mortalitas ibu.1 Morbiditas ibu tidak saja pada
kehamilan sekarang tetapi juga pada kehamilan yang berikutnya.1,3

9
2.8 PENATALAKSANAAN
Kematian neonatal pada postterm dapat terjadi selama kehamilan, persalinan
maupun setelah lahir. Mengingat bahwa angka morbiditas dan mortalitas perinatal
pada postterm cenderung meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan,
diperlukan penanganan yang serius dan cermat meliputi pengawasan kesejahteraan
janin, penanganan intrapartum dan penanganan post partum.1,3
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan kesejahteraan
janin (fetal survaillance) yang mana hal ini perlu dilakukan untuk menentukan
penatalaksanaan lebih lanjut kehamilan postterm.
a. Gerakan janin
Gerakan janin dapat mencerminkan kesejahteraan janin. Gerakan janin dapat
ditentukan secara subjektif ( normal rata- rata 7 kali / 20 menit ) atau objektif
dengan tokografi NST ( normal rata rata 10 kali / 20 menit ). Janin masih
dianggap baik bila dirasakan sedikitnya 10 gerakan / 12 jam. Hasil non reaktif
apabila tidak terdapat gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan atau tidak
terdapat akselerasi gerakan janin.Gerakan janin akan berkurang 12 48 jam
sebelum janin meninggal.1,2
b.Volume cairan amnion
Penilaian volume cairan amnion yang dilakukan dengan ultrasonografi pada
berbagai penelitian menunjukan bahwa kehamilan postterm dengan
oligohidramion mempunyai risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kehamilan tanpa oligohidramion. Hal ini disebabkan adanya penekanan tali
pusat akibat berkurangnya efek bantalan cairan amnion pada oligohidramion.
Oligohidramion didefinisikan sebagai:
1. Pengukuran kedalaman kantung cairan amnion terbesar <2 cm (normal 2-
8 cm).
2. Indeks cairan amnion < 5 cm ( normal 5 20 cm).
Penentuan volume cairan amnion berdasarkan indeks cairan amnion dianggap
lebih baik dibandingkan teknik pengukuran 1 kantung amnion.1
c. Pewarnaan mekonium pada cairan amnion

10
Pelepasan mekonium ke dalam cairan amnion oleh janin masih dipakai sebagai
indikator keadaan insufisiensi plasenta dan hipoksia janin. Pewarnaan
mekonium pada cairan amnion dapat dinilai dengan pemeriksaan amnioskopi
dan amniosentesis. Tetapi tidak tepat menggunakan pemeriksaan ini sebagai
skrining karena tidak semua kasus postterm dengan pewarnaan mekonium
berarti mengalami hipoksia. Hanya 30 40% kasus posttermdengan
pewarnaan mekonium pada cairan amnion mengalami hipoksia. Selain itu
pemeriksaan ini sulit dilakukan pada pembukaan kurang dari 2 cm, sering
terjadi false negatif dan memerlukan pengalaman dari pemeriksa.1,2
d.Penilaian denyut jantung janin (fetal heart rate)
Penilaian denyut jantung janin dapat dilakukan dengan dua cara :
1) Non Stress Test (NST)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan merekam terus menerus denyut jantung
janin menggunakan alat KTG selama 30 menit. Keadaan yang reaktif ditandai
dengan akselerasi denyut jantung janin > 15 dpm, sekurang kurangnya 2
kali/15 menit. Normalnya djj aterm 120 160 dpm. Denyut jantung janin
yang ireguler sering menunjukkan insufisiensi plasenta dan janin dalam
keadaan asfiksia. Bradikardi dimana denyut jantung janin < 110 dpm,
merupakan keadaan yang berbahaya dan berhubungan dengan hipoksia
intrauterin sedangkan pada takikardi djj > 160 dpm disamping merupakan
tanda hipoksia, juga merupakan adanya infeksi atau reaksi simpatis. NST
merupakan pemeriksaan yang popular karena mudah dikerjakan tetapi tidak
efektif untuk pengawasaan intrauterin karena besarnya nilai negatif palsu ( 3,2
/ 1000 ) dan positif palsu ( 80 / 100 ). 1,3
2) Stress Test
Dasar pemeriksaan ini adalah pencatatan frekuensi denyut jantung janin untuk
mendeteksi asfiksia janin akibat kontraksi uterus sebagai rangsangan
intermiten terhadap janin. Pada tahap hipoksia akan timbul deselerasi selama
kontraksi dan takikardi diluar kontraksi. Dimana setiap kontraksi akan timbul
reduksi sementara aliran darah pada ruang interviler. Apabila cadangan

11
oksigen fetoplasenter tidak cukup lagi akan ditemukan denyut jantung janin
yang patologis berupa takikardi persisten, deselerasi variabel, deselerasi
lambat dan deselerasi memanjang. Tes ini dapat dilakukan dengan oxytocin
challenge test ( OCT ) dan niplple stimulation contraction stress test (
NSCST). OCT disebut negatif jika tidak dijumpai deselerasi lambat, positif
jika ada deselerasi lambat pada 3 kontraksi uterus yang berturut-turut dan
meragukan jika sekali-sekali timbul deselerasi lambat / hanya terjadi bila ada
kontraksi yang hipertonus atau dalam pemantauan 10 menit meragukan ke
arah positif atau negatif dan takikardi positif. OCT meragukan maka harus
dilakukan pemeriksaan ulangan 1 2 hari kemudian. OCT dapat menunjukan
keadaan gawat janin karena gangguan respirasi dengan angka ketepatan 50
70%. NSCST lebih praktis dan kurang invasif dibandingkan OCT tetapi
mempunyai kekurangan berupa kontraksi uterus yang berlebihan akibat
hiperstimulasi. Untuk mencegah hal ini stimulasi hanya dilakukan pada satu
puting susu saja. Akurasi NSCST ini sama dengan OCT.1,2,3

Penatalaksanaan intrapartum tergantung dari hasil pengawasan kesejahteraan janin (


fetal surveillance ) dan penilaian pelvic score ( PS )3:
a. Bila kesejahteraan janin baik ( USG dan NST baik ):
PS 5 dilakukan oksitosin drip
PS < 5 dilakukan pemantauan serial NST dan USG setiap 1
minggu sampai umur kehamilan 44 minggu atau PS 5.
b. Bila kesejahteraan janin mencurigakan.
PS 5 dilakukan oksitosin drip dengan pemantauan KTG. Bila
terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan diakhiri dengan
seksio sesarea (SC).
PS < 5 dilakukan pemeriksaan ulangan keesokan harinya
Bila hasilnya tetap mencurigakan dilakukan OCT
- hasil OCT (+) dilakukan SC

12
- hasil OCT (-) dilakukan pemeriksaan serial sampai 44
minggu / PS 5
- hasil OCT meragukan dilakukan pemeriksaan OCT
ulangan keesokan harinya.
Bila hasilnya baik dilakukan pemeriksaan serial sampai 44 minggu
/ PS 5.
b.Bila kesejahteraan janin jelek (terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta),
dilakukan seksio sesarea.

Tabel.2.1 Penilaian Pelvic Score (Bishop Score)3


Faktor serviks Pelvic Score
0 1 2 3
Dilatasi 0 12 34 5+
Penipisan (%) 0 30 40 50 60 70 80 - 100
Penurunan -3 -2 -1 +1,+2
Konsistensi Kaku Sedang lunak
Posisi Posterior Medial Anterior
Sumber : Pedoman Diagnosis Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. Lab. / SMF Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran UNUD / RS Sanglah. Denpasar.2003

2.9 KOMPLIKASI
Janin dengan kehamilan postterm berisiko terhadap hipoksia intrapartum, cedera
berat akibat proses persalinan pada distosia bahu dan aspirasi mekonium. Karena itu
pada penatalaksanaan persalinan postterm perlu diperhatikan hal- hal tersebut.1,2
a) Hipoksia intrapartum
Janin postterm berisiko untuk mengalami distress selama persalinan karena
penekanan tali pusat akibat oligohidramnion maupun insufisiensi plasenta.
Yang menarik, menurut Leveno dkk (1984) patofisiologi distress lebih
disebabkan karena penekanan tali pusat daripada insufisiensi plasenta. Pola

13
denyut jantung janin yang abnormal selama persalinan atau hipoksia neonatal
dijumpai pada 12 - 30% kasus kehamilan postterm dimana pemeriksaan
antenatalnya normal. Untuk itu janin perlu diawasi secara ketat selama
persalinan.. Amnioinfusi berguna untuk mengurangi deselerasi variabel dan
deselerasi memanjang yang umumnya diakibatkan oleh kompresi tali pusat.
Hal ini mungkin karena pulihnya bantalan cairan amnion. Mengubah posisi
ibu menjadi tidur miring dan pemberian oksigen pada ibu dapat memperbaiki
oksigenasi pada janin.
b) Distosia bahu
Jika janin tumbuh terus selama masa kehamilan postterm dapat tejadi
makrosomia. Perbedaan antara sirkumferensia dada dan diameter biparietal
lebih besar 14 mm berhubungan risiko 3 - 13% distosia bahu. Diketahui
bahwa kesalahan dalam memprediksi berat badan janin dengan USG sekitar
10 15% maka perlu dipertimbangkan unuk melakukan seksio sesaria elektif
jika berat badan janin 4000 gram karena persalinan disfungsional dan
distosia bahu akan terjadi pada keadaan ini. Seksio sesaria dilakukan untuk
meminimalkan morbiditas perinatal sehubungan dengan distosia bahu pada
kasus yang dicurigai.
c) Aspirasi mekonium
Frekuensi pewarnaan mekonium pada cairan amnion berkisar antara 22 44%
pada kehamilan postterm. Mekonium cenderung menjadi pekat pada
kehamilan postterm karena sering bersamaan dengan oligohidramnion.
Deteksi intrapartum terhadap mekonium yang pekat berguna untuk
mengurangi morbiditas akibat sindrom aspirasi mekonium. Penyedotan
mekonium dari nasofaring dan orofaring sebelum dada lahir dan penyedotan
mekonium pada endotrakea dibawah pita suara janin segera setelah lahir
efektif dapat menurunkan morbiditas sehubungan dengan sindrom aspirasi
mekonium. Dewasa ini tindakan amnioinfusi untuk mengencerkan mekonium
dalam cairan amnion juga disarankan untuk mengurangi morbiditas tersebut.

14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama :R
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 21 tahun
Status : Menikah
MRS : 18 Agustus 2014 pkl. 14.30 WIB

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang dengan kehamilan lewat waktu.
Anamnesis Umum
Pasien mengaku hamil 9 bulan lebih, dirujuk dari PKM Jati Neegara karena kehamilan
lewat waktu. HPHT: 25/10/13 TP 1/8/14 ~ H42 minggu. ANC teratur di PKM Jati
Negara . USG 4x terakhir pada usia kehamilan 7 bulan. USG dikatakan baik. Hasil lab
dikatakan Hb 10, keputihan -, karies gigi -, keluar air-air + 7 hari SMRS, gerakan
janin aktif, mulas +, keluar lendir darah -.

Riwayat Penyakit Dahulu


Penderita menyangkal memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan
kehamilan saat ini (seperti penyakit asma, penyakit jantung, kencing manis, dan
tekanan darah tinggi).

Riwayat Penyakit di Keluarga


Hipertensi dialami ibu pasien dan penyakit jantung dialami ayah pasien.

Anamnesis Khusus
Riwayat Menstruasi

15
Menarche pada umur 12 tahun, lama haid 5-7 hari, teratur, GP 3-4x/hari,
dismenore +
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali selama 3 tahun.

Riwayat Persalinan
1. Laki-laki BBL: 3400gram, SC di RS tahun 2012
2. Ini

Riwayat KB -

3.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : (Compos Mentis)
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 100x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu tubuh aksila : 36,5C
Berat Badan : 75 kg
Status General
Kepala : Mata : anemis -/-, ikterik -/-
Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas: Akral hangat: ekstremitas atas +/+
ekstremitas bawah +/+
Oedem : ekstremitas atas -/-
ekstremitas bawah -/-

16
Status Obstetri
TFU: 30 cm, 4/5, DJJ: + 144 dpm
I: v/u tenang
Io: portio licin, fluor -, fluxus
VT: portio kenyal, posterior, t: 3 cm, pembukaan tidak ada
USG
JPKTH, plasenta korpus anterior maturasi grade III
BPD: 9,34
HC: 30,39
AC: 33,40
FL: 7,10
HL: 5,92
TBJ: 3264
ICA: 7,49
DJJ + 152 dpm

3.4. Pemeriksaan Laboratorium


Tanggal 19 Agustus 2014
Hb : 9,6 g/dL (12-16)
Ht : 31 (35-47)
WBC : 8,72 103/L (4-11)
PLT : 190 103/L (150-450)
BT : 4 (1-5)
CT : 9 (5-15)

3.5. Diagnosis
G2P1 41- 42 minggu, janin presentasi kepala tunggal hidup, air ketuban
berkurang, belum inpartu, BSC 1x, ketuban pecah 7 hari.
3.6. Penatalaksanaan
Dx : observasi TTV, His, DJJ/jam

17
Observasi tanda IIU, tanda kompresi tali pusat
CTG
Cek DPL, UL, GDS, PT/APTT

Rth/ SC Cito
Ceftriaxone 1x2 gram IV

3.7. Perkembangan Perjalanan Penyakit


tanggal 19 Agustus 2014 15.00
S : mules negatif, gerakan janin aktif.
O : TD: 110/70 mmHg
HR: 84 bpm
RR: 16 bpm
T: 36,5
Status generalis dalam batas normal
Status obstetrik
I: v/u tenang
Io: portio kenyal, psterior, t: 3cm, pembukaan tidak ada
A : G2P1 hamil 41-42 minggu janin presentasi kepala tunggal idup, air ketuban
berkurang, belum inpartu,, BSC 1X, ketuban pecah 7 hari
P : hemodinamik stabil, observasi tanda vital.kontraksi dan DJJ/jam
Observasi tanda IIU
Cegah infeksi dengan ceftriaxone 1x2gram
Rencana SC Cito

Tanggal 14 Agustus 2014 20.55-21.55


Berlangsung SCTPP + IC TC, SBU bebas perlengketan
Lahir bayi perempuan 3400 gram AS 8/9
Perdarahan 300 cc urin 150 cc jenuh

18
Instruksi Post op:
- Observasi tanda vital, kontraksi, perdarahan
- Cek DPL post op
- Realikensi dini
- Mobilisasi bertahap
- GV kr ke 3
- Moturi ASI
- Medikamentosa
a. Ceftriaxone 1x2gram IV (2hari)
b. Profenid supp 3x1
- FC 1X24 jam
- IVFD RL + oksitosin 20IU/8jam habis, ganti RL/8jam
- Rawat ruang

19
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis
Menegakkan diagnosis kehamilan postterm bukan merupakan hal yang mudah
dan sangat bervariasi tergantung kriteria tanggal yang digunakan. Standar
internasional (American College of Obstetricians and Gynecologists,1997)
merekomendasikan definisi kehamilan postterm sebagai kehamilan penuh dalam 42
minggu (294 hari) atau lebih dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Kehamilan
antara 41 minggu 1 hari dan 41 minggu 6 hari, meskipun termasuk 42 minggu adalah
bukan 42 minggu penuh sampai hari ke-7 terlewati.7
Pada kasus ini diagnosa kehamilan postterm ditegakkan berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesa
didapatkan bahwa HPHT: 25/10/13 TP 1/8/14 ~ H42 minggu.dengan siklus
menstruasi teratur setiap bulannya (setiap 28 hari). Menurut rumus Naegle, yaitu
tanggal+7, bulan-3, dan tahun +1, maka taksiran partus (TP)-nya adalah tanggal
4/8/14. Saat itu, pasien memeriksakan diri ke RSUP Persahabatan pada tanggal
18/8/14, sehingga berdasarkan HPHT tersebut didapatkan umur kehamilan pasien ini
adalah 42 minggu 3 hari.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus uteri adalah 30 cm
dan tidak dirasakan adanya his, sedangkan berdasarkan auskultasi didapatkan denyut
jantung janin (DJJ) + 144 x/menit.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini adalah pemeriksaan
ultrasonografi dan didapatkan hasil janin presentasi kepala tunggal hidup. dari hasil
ICA (Indeks Cairan Amnion) didapatkan hasil 7,49 yang berarti air ketuban
berkurang, hal ini dapat disebabkan karena pecahnya ketuban, penurunan ICA ini
juga dapat disebabkan karena produksi urin fetal yang menurun yang terjadi pada
janin dalam keadaan distress.
Hasil USG (Ultrasonograpy), nilai dari BPD (Biparietal Distance) dan AC
(Abdominal Circumference) sangat bernilai untuk menilai kehamilan post term,

20
berdasarkan hasil USG pasien, didapatkan hasil BPD: 9,34 (~36w1d21d) dan AC:
33,40 (~37w3d30d).
Jadi, berdasarkan data-data diatas dapat disimpulkan bahwa pasien ini
didiagnosa G2P1 41- 42 minggu, janin presentasi kepala tunggal hidup, air ketuban
berkurang, belum inpartu, BSC 1x, ketuban pecah 7 hari berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan USG.
4.2 Penatalaksanaan
Angka morbiditas dan mortalitas perinatal pada kehamilan postterm cenderung
meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan, sehingga diperlukan
penanganan yang serius dan cermat, yaitu meliputi: pengawasan kesejahteraan janin,
pengawasan intrapartum dan pengawasan postpartum.
Pada pasien ini dilakukan observasi tanda vital.kontraksi dan DJJ/jam, observasi
tanda IIU, Cegah infeksi dengan ceftriaxone 1x2gram, Rencana SC Cito.
SC cito dilakukan karena pada kehamilan post term merpakan resiko tinggi
terhadap keadaaan janin karena keadaan plasenta yang semakin menurun
fungsionalnya, selain itu juga pasien sudah mengalami ketuban pecah 7 hari, dan
BSC 1 x dan belum inpartu.

21
BAB V

RINGKASAN

Pasien perempuan berusia 21 tahun mengeluh karena belum melahirkan padahal


sudah lewat 14 hari dari perkiraan partus. Sakit perut hilang timbul tidak dirasakan.
Lendir bercampur darah juga tidak ada. Riwayat keluar air ada. Gerak janin dirasakan
masih baik. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bagian terbawah janin masih
belum masuk pintu atas panggul. Pasien didiagnosis dengan G1P usia kehamilan 42
minggu pada tanggal 18 Agustus 2014.
Dilakukan observasi keadaan umum, tanda vital, his, DJJ./jam, observasi tanda
IIU dan kompresi tali pusat, pemeriksaan CTG, USG, pemeriksaan lab DPL, UL,
GDS, PT/APTT, Ur/Cr dan pasien langsung direncanakan menjalani Sectio Caesarea
(cito) pada tanggal karena bagian terbawah janin masih belum masuk pintu atas
panggul pada usia kehamilan 42 minggu, ketuban pecah 7 hari, BSC 1x dan belum
inpartu.. SC dimulai pada pukul 20.55 dan pada pukul 21.55 lahir bayi perempuan
yang langsung menangis, dengan berat 3400 gram, A/S 8/9.
Instruksi post op yang dilakukan adalah observasi tanda vital, kontraksi,
perdarahan, cek DPL post op, realikensi dini, mobilisasi bertahap, GV kr ke 3, moturi
ASI dan pemberian obat ceftriaxone 1x2gram IV (2hari), profenid supp 3x1, FC
1X24 jam, IVFD RL + oksitosin 20IU/8jam sampai habis, ganti RL/8jam dan pasien
dipindahkan ke ruang rawat.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Mochtar AB, Kristanto H. Kehamilan Postterm. Dalam: Ilmu Kebidanan


Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2009. p:685-95.

2. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy. dalam:
William Obstetrics. 21st Edition. New York: The Mc Graw Hill
Companies.2001. p:729-42.

3. Caughey AB. Postterm Pregnancy. Avaiable at:


http://emedicine.medscape.com/article/261369-overview#aw2aab6b6. Acces
at: 18 july 2012.

4. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fk Unud/Rs. Sanglah. Prosedur tetap


Bagian/Smf Obstetri dan Ginekologi Fk Unud/Rs.Sanglah Denpasar. 2004.

23

Anda mungkin juga menyukai