Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PORTOFOLIO

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

DISUSUN OLEH :
dr. AYU WENING TYAS PUSPITASARI

PENDAMPING :
dr. ALJUNED PRASETYO
dr. JAMALUDIN MALIK

DOKTER INTERNSIP WAHANA RSUD SALATIGA


PERIODE 15 SEPTEMBER 2016 15 SEPTEMBER 2017
KOTA SALATIGA
Borang Portofolio

Nama Peserta: dr. Ayu Wening Tyas Puspitasari


Nama Wahana: RSUD Salatiga
Topik: Neuralgia Post Herpetic
Tanggal (kasus): 9 Februari 2017
Nama Pasien: Sdr. M / 18 tahun No. RM: 17-18-XXXXXX
Nama Pendamping: dr. Aljuned Prasetyo
Tanggal Presentasi : 4 Juli 2017
dr. Jamaludin Malik
Tempat Presentasi: Kafeole
Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi:

Seorang laki-laki, 18 tahun dengan keluhan nyeri pada bekas bintil-bintil berair di perut kiri sampai pinggang kiri
Tujuan:

Menegakkan diagnosis kerja, melakukan penanganan awal serta konsultasi dengan spesialis saraf untuk penanganan lebih lanjut terkait
kasus neuralgia post herpetic serta memberikan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga.
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien: Nama: Sdr. M Nomor Registrasi: 17-18-XXXXXX

Nama klinik: RSUD Salatiga Telp:- Terdaftar sejak: 9 Februari 2017

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:

Keluhan Utama : nyeri pada bekas bintil-bintil berair di perut kiri sampai pinggang kiri
2. Riwayat Kesehatan / Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada bekas bintil-bintil berair di perut kiri sampai pinggang kiri sejak 5 hari SMRS. Nyeri
dirasakan tajam seperti ditusuk-tusuk, nyeri juga dirasakan tiap pasien memakai baju. 9 hari SMRS muncul bintil-bintil
berair, kemerahan di perut kiri sampai pinggang kiri. Demam (-). Keluhan lain (-). Pasien sudah berobat 2 hari SMRS, obat
tidak dibawa.

3. Riwayat Pengobatan: pasien sudah berobat

4. Riwayat Kesehatan/Penyakit:

Riwayat penyakit serupa (-)

Riwayat varisella (+)

Riwayat alergi (-)

5. Riwayat Keluarga : Riwayat keluhan serupa (-)


6. Riwayat Pekerjaan : Pasien belum bekerja. Pasien merupakan pelajar di Pondok Pesantren Miftahul Ulum.

7. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal di pondok pesantren Miftahul Ulum. Pasien berobat dengan menggunakan
fasilitas umum.

8. Riwayat Kebiasaan : -

9. Pemeriksaan fisik

VITAL SIGN

Tekanan darah : 132/85 mmHg

Frekuensi nadi : 89 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu : 36,1 oC

Skor nyeri : 6 (VAS)

PEMERIKSAAN FISIK

a. Kepala : Simetris, mesosefal


b. Mata : Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-)
c. Mulut &Tenggorokan : Mukosa basah, tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring hiperemis (-)
d. Leher : KGB servikal tidak membesar, JVP tidak meningkat
e. Thoraks : tidak tampak jejas
Cor I : ictus cordis tidak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat


P: batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea parasternalis sinistra
batas jantung kiri bawah : spatium intercostale V, linea medioklavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea parasternalis dextra
A: Bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-)

Pulmo I : Pengembangan dada kanan = kiri


P : Fremitus raba kanan = kiri
P : Sonor / sonor
A : SDV (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)

f. Abdomen :

I : DP = DD, Distended (-), lesi (+)

A: Bising usus (+) dalam batas normal

P : Timpani (+)

P: Supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor dalam batas normal.

g. Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri BAK (-)
h. Ekstremitas :
Akral Dingin CRT < 2 Edema

+- +-
- -

-+ +-
- -
10. Status Dermatovenerologis

Letak lesi : setinggi T8-T10

UKK : vesikel berkelompok dengan dasar eritem, sebagian krusta, unilateral

11. Status Neurologis

Fungsi kesadaran : GCS E4 V5 M6

Fungsi luhur : dbn

Fungsi sensorik : dbn

Fungsi motorik : dbn

Reflek fisiologis : dbn

Reflek patologis : dbn

Tonus : dbn

Nystagmus : negative

Tes kalorik : tidak dilakukan

12. Resume

Seorang perempuan 39 tahun datang dengan keluhan pusing berputar sejak 3 hari yang lalu. Pasien merasa benda di sekelilingnya
berputar (terasa akan jatuh), pusing berputar diperparah dengan pergerakan posisi kepala. Mual +, muntah +, pusing berputar
dirasakan dalam hitungan detik hingga menit. Pasien pernah mengeluhkan hal serupa. T ekanan Darah 147/96 mmHg, nadi 78
x/menit, suhu 37 0C, respiratori Rate 20x/menit, SpO2 98%, VAS Score 0.

13. Diagnosis

Benign Paroxysmal Positional Vertigo

14. Penatalaksanaan

Rawat inap Sp.S


Inf. asering 20 tpm
Inj. ondansetron 1 amp/8 jam
Inj. ranitidine 1 amp/12 jam
Inj. citicoline 500 mg/12 jam
p.o betahistine mesilat 6mg 3 x 1
p.o flunarizine 5mg 2 x 1

15. Prognosis

Ad vitam :dubia et bonam


Ad sanationam : dubia et bonam
Ad fungsionam : dubia et bonam
Daftar Pustaka:

1. Ropper AH, Brown RH. Deafness, Dizziness and Disorders of Equilibrium: Benign Positional Vertigo. Adams & Victors Principles of
Neurology. 8th Edition. New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005. page 261 - 62

2. Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. Disorders of Equilibrium: Benign Positional Vertigo. Clinical Neurology. 7th Edition. New York: Lange
Medical Books/McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2009. page 107 - 09

3. Li JC, Epley J. Vertigo & Dizziness: Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] Updated: Mar 18, 2010 [cited 2010 May 14] Available
from: URL: http://www.emedicine.medscape.com/article/884261-print

4. Simic PJ, Plantz SH. Benign Positional Vertigo (BPV) Symptoms, Causes, Treatments. [online] Updated: Aug, 2005 [cited 2010 May 14]
Available from: URL:

http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?articlekey=590256

5. Bloom JC, David RB. Vertigo and Other Forms of Dizziness: Benign Paroxysmal Positioning Vertigo. Clinical Adult Neurology. 3 rd Edition. New York:
Demos Medical; 2009. page 104 07

6. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Vestibular Disorders Association (VEDA). [online] Updated: Feb , 2003 [cited 2010 May 14] Available
from: URL:

http://www.tchain.com/otoneurology/disorders/bppv/bppv.html

7. Benign Paroxysmal Positioning Vertigo. American Hearing Research Foundation. [online] Updated: Nov , 2007 [cited 2010 May 15] Available from: URL:
http://www.american-hearing.org/disorders/benign-paroxysmal-positional-vertigo bppv/

Hasil Pembelajaran:

1. Penegakkan diagnosis BPPV.

2. Penatalaksanaan awal pada BPPV.

3. Edukasi mobilisasi.

4. Penatalaksanaan farmakologis pada pasien BPPV.

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subyektif

3SMRS pasien mengeluh pusing berputar. pasien merasa benda di sekelilingnya berputar (terasa akan jatuh), pusing berputar diperparah
dengan pergerakan posisi kepala. Mual +, muntah +, pusing berputar dirasakan dalam hitungan detik hingga menit, telinga berdenging -,
penurunan pendengaran -, telinga terasa penuh -. Nyeri kepala -, kelemahan anggota gerak -, bicara pelo -. Pasien belum berobat.
HMRS keluhan menetap. Tidak mau makan.
RPD :
keluhan serupa : + (1 bulan yg lalu)
Hipertensi
DM
Trauma : -
2. Objektif

Status Neurologis :

Status Neurologis :

Fungsi kesadaran : GCS E4 V5 M6

N. Cranialis : dbn

Fungsi luhur : dbn

Fungsi sensorik : dbn

Fungsi motorik : dbn

Reflek fisiologis : dbn

Reflek patologis : dbn

Tonus : dbn

Nystagmus : negative

Tes kalorik : tidak dilakukan

3. Assesment

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan Benign Paroxysmal Positional Vertigo.

4. Plan
Pengobatan: pengobatan diberikan ketika di IGD yaitu Inf. asering 20 tpm, Inj. ondansetron 1 amp/8 jam, Inj. ranitidine 1 amp/12
jam, Inj. citicoline 500 mg/12 jam, p.o betahistine mesilat 6mg 3 x 1, p.o flunarizine 5mg 2 x 1

Pendidikan: Pendidikan dilakukan kepada pasien dan keluarganya untuk membantu proses penyembuhan dan pemulihan,untuk itu
ada tahap awal pasien dan keluarganya diminta datang agar mendapat edukasi yang lengkap. Anjuran pasien dan keluarganya
segera menghubungi dokter terkait hal-hal yang harus ditanyakan. Pendidikan berupa modifikasi aktivitas fisik sehari-hari, tidur
menggunakan 2 bantal, menghindari tidur di tepi tempat tidur, bangun tidur secara perlahan lalu duduk sebentar di tepi tempat
tidur, menghindari membungkukkan badan serta menengadahkan kepala.

Konsultasi: -

Rujukan: -

Kontrol: -

TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi

Neuralgia post herpetik disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster. Herpes Zoster adalah infeksi virus yang terjadi senantiasa pada
anak-anak yang biasa disebut dengan varicella (chicken pox). Tipe Virus yang bersifat patogen pada manusia adalah herpes virus-3 (HHV-3),
biasa juga disebut dengan varisella zoster virus (VZV). Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis
terutama nervus kranialis V (trigeminus) pada ganglion gasseri cabang oftalmik dan vervus kranialis VII (fasialis) pada ganglion genikulatum.
Menurut studi epidemiologi, Insidens penyakit ini 73% terjadi pada usia di atas 70 tahun, 47% di atas 60 tahun, 27% pada usia di atas 55
tahun dan hanya 2% yang berkembang pada usia di bawah 50 tahun. Jenis kelamin yang terbanyak adalah perempuan 1,2. Neuralgia paska
herpetika adalah suatu kondisi nyeri yang menetap dalam jangka waktu yang lama yaitu dapat berbulan-bulan dan bertahun-tahun sebagai
hasil reaktivasi dari infeksi virus Varicella zoster pada penyakit herpes zoster3.

Pada kasus diatas, pasien mengalami nyeri pada punggung atas dan paha kanan seperti tertusuk-tusuk, hal ini diawali oleh virus herpes
zooster yang kebanyakan memusnahkan sel-sel ganglion yang berukuran besar, dimana yang tersisa adalah sel-sel berukuran kecil, Mereka
tergolong dalam serabut halus yang mengahantarkan impuls nyeri, yaitu serabut A-delta dan C. Sehingga semua impuls yang masuk diterima
oleh serabut penghantar nyeri Pasien mengaku sudah pernah terinfeksi cacar air atau varicella hal ini mendukung perjalanan penyakit dari
herpes zoster, Usia pasien yang sudah lansia dapat memungkinkan pasien lebih rentan terhadap infeksi karena sistem imunnya yang sudah
lemah sehingga mempermudah proses port dentry bakteri ataupun virus pada pasien ini. Lesi yang muncul berupa vesikel dan yang sudah
berubah menjadi krusta juga mendukung manifestasi gejala klinis dari herpes zoster keluhan lain mengatakan, nyeri muncul di tempat atau
sekitar dari lesi vesikel dan krusta. Dari keluhan yang dialami oleh pasien dapat disimpulkan bahwa gejala yang dialaminya mirip dengan
penyakit Post Herpetic Neuralgia.

2. Patofisiologi

Infeksi primer virus varisella zoster dikenal sebagai varicella atau cacar air. Pajanan pertama biasanya terjadi pada usia kanak-kanak.
Virus ini masuk ke tubuh melalui sistem respiratorik. Pada nasofaring, virus varisella zoster bereplikasi dan menyebar melalui aliran darah
sehingga terjadi viremia dengan manifestasi lesi kulit yang tersebar di seluruh tubuh. Periode inkubasi sekitar 14-16 hari setelah paparan awal.
Setelah infeksi primer dilalui, virus ini bersarang di ganglia akar dorsal, hidup secara dorman selama bertahun-tahun.5,6,7
Patogenesis terjadinya herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varisella zoster yang hidup secara dorman di ganglion.
Imunitas seluler berperan dalam pencegahan pemunculan klinis berulang virus varicella zoster dengan mekanisme tidak diketahui. Hilangnya
imunitas seluler terhadap virus dengan bertambahnya usia atau status imunokompromis dihubungkan dengan reaktivasi klinis. Saat terjadi
reaktivasi, virus berjalan di sepanjang akson menuju ke kulit. Pada kulit terjadi proses peradangan dan telah mengalami denervasi secara
parsial. Di sel-sel epidermal, virus ini bereplikasi menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi dan lisis sel sehingga hasil dari proses ini
terbentuk vesikel yang dikenal dengan nama Lipschutz inclusion body.5,6,7

Gambar 1 : Patologi Herpes Zoster7

Neuralgia Post Herpetik memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri herpes zoster akut. NPH, komplikasi dari herpes zoster,
adalah sindrom nyeri neuropatik yang dihasilkan dari kombinasi inflamasi dan kerusakan akibat virus pada serat aferen primer saraf sensorik.
Setelah resolusi infeksi primer varicella, virus tetap aktif di ganglia sensorik. Virus ini diaktifkan kembali atau mengalami reaktivasi,
bermanifestasi sebagai herpes zoster akut, dan berhubungan dengan kerusakan pada ganglion, saraf aferen primer, dan kulit. Studi
histopatologi telah menunjukkan fibrosis dan hilangnya neuron (dalam ganglion dorsal), jaringan parut, serta kehilangan akson dan mielin
(pada saraf perifer yang terlibat), atrofi (dari tanduk dorsal sumsum tulang belakang), dan peradangan (sekitar saraf tulang belakang) dengan
infiltrasi dan akumulasi limfosit. Selain itu, ada pengurangan saraf inhibitor berdiameter besar dan peningkatan neuron eksitasi kecil, pada
saraf perifer.8,9
Mekanisme terjadinya neuralgia pasca herpetika dapat berlainan pada setiap individu sehingga manifestasi nyeri yang berhubungan
dengan neuralgia pascaherpetika juga berlainan. Replikasi virus di dalam ganglion dorsalis menyebabkan respon inflamasi berupa
pembengkakan, perdarahan, nekrosis dan kematian sel neuron. Proses perjalanan virus ini menyebabkan kerusakan pada saraf. Inflamasi pada
saraf perifer dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan dan dapat menimbulkan demielinisasi, degenerasi wallerian dan
proses sklerosis.7,10
Kemudian virus akan menyebar secara sentrifugal sepanjang saraf menuju ke kulit, menyebabkan inflamasi dan kerusakan saraf
perifer. Kadang-kadang virus menyebar secara sentripetal ke arah medula spinalis (mengenai area sensorik dan motorik) serta batang otak.
Hal ini menyebabkan sensitisasi ataupun deaferenisasi elemen saraf perifer dan sentral.11

Gambar 2 : Desensitasi dan Deaferenisasi11


Sensitisasi saraf perifer terutama terjadi pada nosiseptor
serabut saraf C yang halus dan tidak bermyelin. Sensitisasi ini
menyebabkan ambang sensoris terhadap suhu menurun,
menimbulkan heat hyperalgesia, yakni nyeri seperti terbakar.
Selain itu juga terjadi letupan ektopik dari nosiseptor C yang
rusak sehingga timbul alodinia, yakni rasa nyeri akibat stimulus
yang pada keadaan normal tidak menimbulkan rasa nyeri. Sebagai
respon atas menghilangnya sebagian besar input serabut
saraf C karena kerusakan tersebut, terbentuk tunas-tunas
serabut saraf A yang menerima rangsang non-noksius
mekanoseptor di lapisan superfisial kornu dorsalis medula spinalis. Pertunasan ini menyebabkan hubungan antara serabut saraf A yang tidak
menghantarkan nyeri dengan serabut saraf C, sehingga stimulus yang tidak menyebabkan nyeri (raba halus) dipersepsikan sebagai nyeri.11
Selain sensitisasi perifer dapat juga terjadi sensitisasi sentral yang menyebabkan terjadinya nyeri spontan maupun nyeri yang
diprovokasi, berupa alodinia dan hiperalgesia. Sensitisasi sentral disebabkan oleh aktivitas ektopik dari serabut saraf aferen. Neurotransmiter
eksitatorik utama di medula spinalis adalah glutamat yang berikatan dengan reseptor N-Metil-D-Aspartat (NMDA). Glutamat diproduksi oleh
serabut saraf aferen primer di kornu dorsalis. Pada keadaan istirahat glutamat akan mengaktivasi reseptor ionotropik -amino-3-hidroksi-5-
metil-4-isoksazol propionat (AMPA), reseptor kainat, dan reseptor metabotropik glutamat (mGluRs), sedangkan reseptor NMDA diblok oleh
ion magnesium sehingga mencegah masuknya ion natrium dan kalsium yang akan terjadi saat glutamat berikatan dengan reseptor NMDA
tersebut. Aktivasi pascasinap yang berulang akan menyebabkan sumasi potensial sinaptik dan depolarisasi membran yang progresif. Hal ini
menyebabkan reseptor NMDA terbebas dari blok ion magnesium yang selanjutnya menyebabkan influks kation-kation ke dalam sel dan
depolarisasi membran makin progresif.8,12
Neuralgia pascaherpetika juga dapat terjadi akibat proses deaferenisasi, yakni hilangnya serabut saraf aferen sensoris baik yang
berdiameter besar maupun kecil. Lesi pada serabut saraf perifer maupun sentral dapat memacu terjadinya remodeling dan hipereksitabilitas
membran sel. Lesi yang masih terhubung dengan badan sel akan membentuk tunas-tunas baru. Tunas-tunas baru ini ada yang mencapai organ
target, sedangkan yang tidak mencapai organ target akan membentuk neuroma, di neuroma ini akan terakumulasi berbagai kanal ion, terutama
kanal ion natrium, molekul-molekul transduser dan reseptor-reseptor baru, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya letupan
ektopik, mekanosensitivitas abnormal, sensitivitas terhadap suhu dan kimia. Letupan ektopik dan sensitisasi berbagai reseptor akan
menyebabkan timbulnya nyeri spontan dan nyeri yang diprovokasi. Letupan spontan pada neuron sentral yang terdeaferenisasi akan
menyebabkan terjadinya nyeri konstan pada area tersebut. 6,8,11,12

Gambar 3 : Mekanisme Sensitisasi Sentral dan Perifer15


Pada otopsi pasien yang pernah mengalami herpes zoster dan neuralgia paska herpetika ditemukan atrofi kornu dorsalis, sedangkan
pada pasien yang mengalami herpes zoster tetapi tidak mengalami neuralgia paska herpetika tidak ditemukan atrofi kornu dorsalis.6,9

3. Manifestasi Klinis
Tanda khas dari herpes zooster pada fase prodromal adalah nyeri dan parasthesia pada daerah dermatom yang terkena. Dworkin
membagi neuralgia post herpetik ke dalam tiga fase: 8,14,15
a. Fase akut: fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanya berlangsung < 4 minggu
b. Fase subakut: fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit tetapi < 4 bulan
c. Neuralgia post herpetik: dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset lesi kulit atau 3 bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster.
Pada umumnya penderita dengan herpes zoster berkunjung ke dokter ahli penyakit kulit oleh karena terdapatnya gelembung-
gelembung herpesnya. Keluhan penderita disertai dengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam kemudian, setelah gejala
prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa unilateral mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah bentuk menjadi lesi
vesikular. Nyeri yang timbul mempunyai intensitas bervariasi dari ringan sampai berat sehingga sentuhan ringan saja menimbulkan nyeri yang
begitu mengganggu penderitanya. Setelah 3-5 hari dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan mulai mengering. Durasi penyakit biasanya 7-10
hari, tetapi biasanya untuk lesi kulit kembali normal dibutuhkan waktu sampai berminggu-minggu. 8,14,15
Penyakit ini dapat sangat mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik yang ditimbulkan diperberat oleh rangsangan pada kulit
dengan hasil hiperestesia, allodinia dan hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat mengacaukan pekerjaan si penderita, tidur bahkan sampai
mood sehingga nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek maupun jangka panjang pasien. Nyeri dapat dirasakan beberapa
hari atau beberapa minggu sebelum timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang paling sering dilaporkan adalah nyeri seperti rasa terbakar, parestesi
yang dapat disertai dengan rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang merupakan respon nyeri berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti
terkena/ tersetrum listrik. Nyeri sendiri dapat diprovokasi antara lain dengan stimulus ringan/ normal (allodinia), rasa gata-gatal yang tidak
tertahankan dan nyeri yang terus bertambah dalam menanggapi rangsang yang berulang. 8,14,15
Pada masa gelembung gelembung herpes menjadi kering, orang sakit mulai menderita karena nyeri hebat yang yang dirasakan pada
daerah kulit yang terkena. Nyeri hebat itu bersifat neuralgik. Di mana nyeri ini sangat panas dan tajam, sifat nyeri neuralgik ini menyerupai
nyeri neuralgik idiopatik, terutama dalam hal serangannya yaitu tiap serangan muncul secara tiba tiba dan tiap serangan terdiri dari
sekelompok serangan serangan kecil dan besar. Orang sakit dengan keluhan sakit kepala di belakang atau di atas telinga dan tidak enak
badan. Tetapi bila penderita datang sebelum gelembung gelembung herpes timbul, untuk meramalkan bahwa nanti akan muncul herpes
adalah sulit sekali. Bedanya dengan neuralgia trigeminus idiopatik ialah adanya gejala defisit sensorik. Dan fenomena paradoksal inilah yang
menjadi ciri khas dari neuralgia post herpatik, yaitu anestesia pada tempat tempat bekas herpes tetapi pada timbulnya serangan neuralgia,
justru tempat tempat bekas herpes yang anestetik itu yang dirasakan sebagai tempat yang paling nyeri. Neuralgia post herpatik sering terjadi
di wajah dan kepala. Jika terdapat di dahi dinamakan neuralgia postherpatikum oftalmikum dan yang di daun telinga neuralgia postherpatikum
otikum. 8,14,15
Manifestasi klinis klasik yang terjadi pada herpes zoster adalah gejala prodromal rasa terbakar, gatal dengan derajat ringan sampai
sedang pada kulit sesuai dengan dermatom yang terkena. Biasanya keluhan penderita disertai dengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah
tubuh. 48-72 jam kemudian, setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa unilateral mengikuti dermatom kulit dan dengan
cepat berubah bentuk menjadi lesi vesikular. Nyeri yang timbul mempunyai intensitas bervariasi dari ringan sampai berat sehingga sentuhan
ringan saja menimbulkan nyeri yang begitu mengganggu penderitanya. Setelah 3-5 hari dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan mulai
mengering. Durasi penyakit biasanya 7-10 hari, tetapi biasanya untuk lesi kulit kembali normal dibutuhkan waktu sampai berminggu-minggu.
Intensitas dan durasi dari erupsi kulit oleh karena infeksi herpes zoster dapat dikurangi dengan pemberian acyclovir (5x800mg/hari) atau
dengan famciclovir atau valacyclovir. Manifestasi klinis neuralgia paska herpetika adalah penyakit yang dapat sangat mengganggu
penderitanya. Gangguan sensorik yang ditimbulkan diperberat oleh rangsangan pada kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia dan
hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat mengacaukan pekerjaan si penderita, tidur bahkan sampai mood sehingga nyeri ini dapat
mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek maupun jangka panjang pasien. Nyeri dapat dirasakan beberapa hari atau beberapa minggu
sebelum timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang paling sering dilaporkan adalah nyeri seperti rasa terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan
rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang merupakan respon nyeri berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum listrik.
Nyeri sendiri dapat diprovokasi antara lain dengan stimulus ringan/ normal (allodinia), rasa gata-gatal yang tidak tertahankan dan nyeri yang
terus bertambah dalam menanggapi rangsang yang berulang. 8,14,15

4. Diagnosis

a. Anamnesis
Adanya erupsi vesikel berkelompok yang nyeri sesuai dengan distribusi dermatom (khas untuk herpes zoster).
Erupsi dan vesikel menghilang namun nyeri tetap berlangsung selama 3 bulan atau lebih sehingga disebut PHN.
Nyerinya nyata seperti rasa terbakar, tertusuk atau berdenyut.
Infeksi Herpes zoster dapat teraktivasi kembali secara subklinikal disertai nyeri dan mengikuti distribusi dermatom tanpa eritem 16.
Pasien juga dapat mengeluhkan nyeri yang bersifat disestesia, hiperalgesia, anesthesia dan paralgesia yang kontinyu17.
Adanya rasa gatal yang semakin bertambah 18.
Semua hal di atas dapat mengganggu aktivitas dan menimbulkan gangguan tidur, depresi, anoreksia dan kelelahan.

b. Pemeriksaan Fisik
Adanya scar cutaneus di daerah yang pernah terinfeksi Herpes zoster sebelumnya.
Adanya perubahan sensasi yaitu menjadi lebih sensitif (hyperaesthesia) atau kurang sensitif seperti mati rasa/baal (dysaesthesia)
pada daerah yang terlibat infeksi.
Alodinia yaitu nyeri yang disebabkan oleh stimulus non toksik (non noxious) seperti sentuhan ringan oleh sikat, bergesekan
dengan pakaian saat memakai pakaian, aliran angin sepoi-sepoi, hembusan nafas, menyisir rambut, kepanasan). Alodinia dialami
oleh kurang lebih 90% penderita neuralgia post herpetika dan biasanya dirasakan pada daerah yang masih mempunyai sensasi rasa.
Sedangkan nyeri spontan biasanya terjadi pada dermatom yang sensasinya telah terganggu. Adapun perluasan nyeri ini biasanya
mengenai dermatom torakal (50%), kranial, servikal, lumbal (10-20%), dan sakral (2-8%).
Perubahan fungsi autonom seperti keringat bertambah pada daerah yang terlibat infeksi herpes zoster 2,18,20.
c. Pemeriksaan Penunjang4
Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk PHN.
Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF) 61% menunjukkan abnormal. Ditemukan pleocytosis 46%, peningkatan protein 26%, dan
Varicella zozter virus (VZV) DNA 22%. Ini tidak spesifik untuk PHN.
Kultur virus atau pewarnaan imunofluorosen hanya untuk membedakan herpes simpleks dari herpes zozter pada beberapa kasus
yang sulit dibedakan secara klinis.
Radiologi
Menurut penelitian Haanpaa et al :
MRI menunjukkan khas lesi herpes zoster terdapat pada batang otak dan saraf servikal pada 9 pasien (56%).
Pada 3 bulan setelah onset herpes zoster, 5 pasien (56%) dengan MRI yang abnormal berkembang menjadi PHN.
Pada 7 pasien yang tidak menderita herpes zoster namun terdapat gambaran lesi di MRI tidak mengalami nyeri.
Patologi Anatomi (Pemeriksaan histologi)
Walaupun gejala herpes zoster hanya mempengaruhi beberapa sensoris dermatom, namun secara patologikal terdapat
perubahan yang luas yaitu ganglia spinal atau radiks nervus kranialis mengalami pembengkakan dan inflamasi dengan dominan sel
limfosit. Beberapa sel ganglion mengalami pembengkakan sedangkan yang lainnya mengalami degenerasi. Inflamasi yang terjadi
dapat berkembang ke meninges dan daerah keluarnya radix dan bisa sampai ke kornu anterior dan daerah perivaskular medulla
spinalis. Perubahan patologi pada batang otak sama dengan radix spinal dan medula spinalis. Dalam sebulan infeksi, fibrosis
terjadi pada ganglia, nervus perifer dan radiks saraf. Degenerasi terjadi pada cornu posterior ipsilateral.
Diagnosis Post Herpetic Neuralgia umumnya ditentukan oleh adanya kriteria klinis dan beberapa temuan klinis.
5. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa :
Memakai pakaian yang nyaman. Pakaian yang terlalu ketat atau terbuat dari bahan yang kasar atau material sintetik dapat mengiritasi
kulit dan menyebabkan nyeri semakin bertambah. Mengenakan pakaian yang bahan dasar pembuatannya dari kapas akan lebih
mengurangi terjadinya iritasi.
Menutup daerah yang sensitive. Dapat dengan pakaian yang nyaman atau dengan plastic yang melekat pada luka.
Menggunakan es batu untuk mengebalkan atau menghilangkan nyeri sesaat, kecuali bila PHN bertambah buruk pada beberapa kasus
(tergantung stimulus non noxious)21.

Medikamentosa :
a. Antivirus
Untuk menangani neuralgia post herpetika sebenarnya adalah dengan mencegah terjadinya hal tersebut yaitu dengan mengobati infeksi
herpes zoster secara cepat dan tepat. Obat-obatan yang dipakai adalah asiklovir 6 x 800 mg selama 7 sampai 10 hari , famsiklovir 3 x 500
mg per hari selama 7 hari dan ditoleransi dengan baik pada infeksi herpes zoster akut, valasiklovir 3 x 1000 mg selama 7 sampai 14 hari,
mengurangi nyeri secara bermakna daripada pemberian asiklovir. Dalam pemberian antivirus ini, perlu diperhatikan fungsi ginjal pasien.
Pemberian antivirus bertujuan untuk memperpendek gejala klinis, mencegah komplikasi, mencegah perkembangan infeksi laten atau
berulangnya infeksi, menurunkan transmisi virus dan mengeliminasi infeksi laten yang menetap22.
b. Antidepresan
Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin, nortriptilin, imipramin, desipramin dan doksepin) bekerja dengan cara menghambat reuptake
norepinefrin dan serotonin. Dosis amitriptilin, yaitu : Dewasa 30-100mg PO menjelang tidur; anak 0,1/kg/hr ditoleransi hingga 0,5-
2mg/hr menjelang tidur; remaja 25-50mg/hr sampai 100mg/hr PO. Dosis nortriptilin, yaitu: Dewasa 25mg PO 3-4xsehari, tidak melebihi
150mg/hr; anak BB<25kg tidak dianjurkan, BB25-35kg 10-20mg/hr PO, BB35-54kg 25-35mg/hr PO,BB>25kg sama dengan dosis
dewasa.
c. Analgesik
Analgesik yang dipakai adalah analgesik opioid. Tramadol telah terbukti sebagai agonis opioid yang juga bekerja menghambat reuptake
norepinefrin dan serotonin. Dosis tramadol dititrasi hingga maksimum 400 mg/hari dibagi dalam 4 dosis. Ada juga Oxycodone dengan
dosis 60mg/hari. Ada juga penggunaan krim topikal seperti capsaicin. Obat ini berefek pada serat C (C-fiber). Dosis yang dipaki yaitu 3-
4x sehari selama 3-4 minggu.
d . Anti konvulsan
Anti konvulsan digunakan untuk mengatasi spasme otot yang berat dan memberi efek sedasi serta berefek untuk memodulasi nyeri.
Gabapentin biasa digunakan untuk nyeri neuropatik yang tertusuk dengan dosis untuk dewasa 3x100mg PO, dapat mencapai 900-
1800mg PO setiap harinya tapi tidak melebihi 4x900mg PO; dosis anak <12 th tidak direkomendasikan, anak >12th sama
dengan dosis dewasa. Sedangkan obat pregabalin onsetnya lebih cepat, berikatan dengan subunit dari voltage-gated calcium
channel yang mengurangi influks kalsium dan pelepasan neurotransmiter (glutamat, substance P, dan calcitonin gene-related peptide)
pada primary afferent nerve terminals. Didapatkan pula hasil perbaikan dalam hal tidur dan ansietas. Dosis dewasa awal
2x75mg PO, dapat dinaikkan sampai 2x150mg dalam 1minggu, dapat dinaikkan lagi sampai 2x300mg jika perlu.
e. Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan sebagai anti inflamasi yang bekerja dengan menekann migrasi sel leukosi PMN danmeningkatkan permeabilitas
kapiler. Obat yang biasa dipakai adalah dexametason. Dosisnya, d e w a s a 0 , 7 5 - 9 m g / h r P O d a l a m d os i s t e r b a g i s e t i a p 6 - 1 2
j a m : anak 0,08-0,3mg/kg/hr PO dalam dosis terbagi setiap 6-12 jam. Prednison juga dipakai dengan dosis dewasa 5-60mg/hr PO setiap
hari atau terbagi dalam 2-4xsehari,tappering off setelah 2 minggu/gejala membaik; anak 1-2mg/kg/hr PO tappering off setelah 2
minggu/gejala membaik.
f. Terapi topical
Lidokain topical merupakan obat yang diteliti baik untuk mengobati nyeri neuropati. Obat ini bekerja lebih baik jika kerusakan neuron
hanya terjadi sebagian dimana fungsi nosiseptor masih ada, hanya jumlah kanal sodium saja yang meningkat. Hal ini dikarenakan kerja
obat ini adalah menghambat votage gate sodium channel. Lidokain yang biasa dipakai adalah lidokain patch 5%. Obat ini dioleskan pada
tempat yang nyeri dan dibiarkan selama 12 jam kemudian.

Obat-obatan yang digunakan untuk terapi PHN 23


No. Golongan Obat Penjelasan singkat Jenis Obat Cara kerja Obat
1. Tricyclic Kompleks obat Amitritylin Menghambat
antidepressants yang memiliki efek (Elavil) pengambilan kembali
antikolinergik serotonin/norepinefrin
sentral dan perifer oleh membrane
seperti efek neuronal presinaptik
sedative. Memiliki sehingga
efek sentral pada meningkatkan
transmisi nyeri dan konsentrasi sinaptik
memblok SSP.
pengambilan Sebagai analgesic
kembali secara tertentu untuk kronik
aktif norepinefrin dan neuropatic pain
dan serotonin Nortriptylin Terbukti efektif untuk
(Pamelor, nyeri kronik
Aventyl HCl) Mekanisme kerja
sama dengan
amitiptylin
Efek farmakodinamik
seperti desensitisasi
adenilat siklase dan
mengatur reseptor
beta adrenegik dan
serotonin.
2. Analgesik Capsaicin Bahan kimia alami
topical yang terbuat dari
(Dolorac, tanaman family
Capsin, Solanaceae
Zostrix) Bekerja dengan
menghilangkan dan
mencegah akumulasi
kembali substansi P di
neuron sensoris
perifer sehingga kulit
dan sendi menjadi
tidak sensitive
terhadap nyeri
Substansi P menjadi
kemomediator
terhadap transmisi
nyeri dari perifer ke
SSP
Capsaicin 8% Sebagai TRPV1
transdermal agonist
patch Menghambat ekspresi
(qutenza) kompleks ion channel
reseptor pada serabut
saraf nosiseptif di
kulit yang dapat
menyebabkan nyeri
3. Corticosteroid Sebagai agent anti Dexamethason Untuk mengobati
inflamasi. (Decadron, berbagai penyakit
Alba-dex, alergi dan inflamasi
Dalalone) Mengurangi inflamasi
dengan menekan
migrasi PMN dan
membalikkan
peningkatan
permeabilitas kapiler
Prednisone Sama dengan
(Deltason, dexamethasone
Orasone,
Sterapred)
Methylprednis Sama dengan
olone (Solu- dexamethasone
medrol,
Adlone,
Duralone)
4. Antiviral agent Tujuan antivirus Famcyclovir Menghambat sintesis
untuk (Famvir) dan replikasi DNA virus
memperpendek
masa klinis,
mencegah
komplikasi,
berlanjut menjadi
masa latent &
mencegah kejadian
berulang, serta
mengurangi
transmisi
5. Anesthetic Agent ini Lidocain
menstabilkan anesthetic
membrane neuron (DermaFlex
sehingga neuron gel, Lidoderm
menjadi kurang 5% patch)
permeable terhadap
ion dan mencegah
inisiasi dan
transmisi impuls
saraf dengan
demikian
menyebabkan
terjadinya anastesi
local.
6. Anticonvulsant Agent ini Pregabalin Mengurangi eksitasi
digunakan untuk (lyrica) neurotransmitter dengan
mengatasi spasme cara mengikat subunit
otot yang berat dan alpha2-delta dari
menyebabkan gerbang voltase channel
sedasi pada kalsium.
neuralgia serta
mempunyai efek Gabapentin Sama dengan Pregabalin
sentral terhadap (Neurontin,
nyeri. Gralise)
Gabapentin Sama dengan pregabalin
anacarbil
(Horizant)
7. Vaccine Digunakan untuk Zoster Vaccine
mencegah Life
penularan Herpes (Zostavax)
zoster

Neuropatic pain tidak berespon baik pada analgetik biasa seperti aspirin, parasetamol, ibuprofen. Analgetik yang lebih kuat
seperti codein dan tramadol lebih disarankan untuk digunakan. Adapun obat-obat yang dapat digunakan untuk menenangkan dan
menahan nyeri seperti obat-obat golongan tricyclic, anti-epileptic seperti gabapentin, dan golongan opioid pain seperti morphine,
codein, tramadol.
Terapi awal yang direkomendasikan untuk mengobati neuropatic pain seperti PHN adalah Amitriptyline dan Pregabalin. Kedua obat
ini dapat mengobati nyeri secara signifikan namun tidak dapat menghilangkan nyeri sepenuhnya. Kedua obat ini dapat dikonsumsi
dalam bentuk tablet atau sirup.
Amitriptyline
Merupakan antidepresan tricyclic yang terbukti efektif untuk mengobati neuropatic pain seperti mengobati depresi. Obat ini
bekerja dengan mempengaruhi reaksi kimia di otak dan medulla spinalis untuk bereaksi terhadap nyeri dan membuat reseptor nyeri
menjadi kurang sensitive. Dosis amitriptyline dapat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan selama beberapa minggu tergantung
keuntungan dan efek sampingnya. Sekitar 2-3 minggu untuk memperoleh efek penuh dengan dosis yang tepat. Efek samping
amitriptyline sebagai berikut : mulut kering, berkeringat, penglihatan kabur, mengantuk, konsentrasi berkurang, masalah buang air
kecil. Apabila amitriptyline mampu mengurangi nyeri namun tidak dapat menahan efek sampingnya makan dapat diganti dengan
anti depresan lainnya seperti imipramine, nortriptyline.
Pregabalin
Merupakan obat anti epilepsy (anti konvulsan) yang digunakan utnuk mengobati epilepsy. Sama halnya dengan
amitriptyline, pregabalin juga efektif untuk mengobati neuropatic pain. Obat ini bekerja dengan membantu
mengurangi/menghentikan impuls saraf. Terapi dengan pregabalin dapt dimulai dengan dosis rendah kemudian dinaikkan sampai
memperoleh efek maksimal. Efek samping pregabalin yang paling sering adalah pusing dan mengantuk. Efek samping lain adalah
kurang koordinasi/keseimbangan, berat badan bertambah, retensi cairan, gangguan memori sementara 21.

6. Prognosis
PHN tidak dapat disembuhkan. Tetapi jika diterapi lebih awal maka perbaikannya akan lebih besar. Banyak pasien dengan PHN
mengalami perbaikan nyeri dari waktu ke waktu. Hal ini tergantung dari durasi nyeri yang terjadi. Apabila PHN tetap berlangsung selama 6
bulan setelah infeksi herpes zoster maka kesempatan untuk mengalami perbaikan selama 12 bulan ke depan sebesar 60%. Jika nyeri
berlangsung lebih dari 1 tahun maka hanya sedikit perbaikan yang dapat terjadi dan apabila setelah 3 tahun nyeri masih menetap maka
secara praktis tidak dapat disembuhkan 18.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sumaryo Sugastiasri. Prevention and Treatment of Post Herpetic Neuralgia to be Travelling. Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Diponegoro. RSUP dr.Karyadi. Semarang.2011
2. Gharibo Christofer MD, Kim Caroline MD. Neuropathic Pain of Post Neuropathic Neuralgia. Pain Medicine News Special Edition.
December 2011.
3. Roxas M. Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia:Diagnosis and Therapuetic Considerations. Alternative Medicine Review Vol.11.
2006;102.

4. McElveen W Alvin. Postherpetic Neuralgia Workup. (http://emedicine.medscape.com/article/1143066-overview). Updated: July 3, 2012.


5. Turk D, Ronald M. Handbook of Pain Assessment. Edisi 2. 2001. London: The Guilford Press

6. Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook of Clinical Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3.
2006. Canada: Elsevier. p654-674

7. Jericho B. Postherpetic Neuralgia: A Review. Volume 16. 2010. Chicago: The Internet Journal of Orthopedic Surgery

8. Panlilio L, Paul J, Srinivasa N. Current Management of Postherpetic Neuralgia; dalam The Neurologist. Volume 8. 2002. Baltimore.
p339-350

9. Regina, Lorettha W. Neuralgia Pascaherpetika. Volume 39. 2012. Jakarta. p416-419

10. Roxas M. Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia: Diagnosis and Therapeutic Considerations. Volume 11. 2006. Alternative Medicine
Review. p102-111

11. Gharibo C, Carolyn K. Neuropathic Pain of Postherpetic Neuralgia. 2011. New York: Pain Medicine News. p84-91
12. Alvin W. Postherpetic Neuralgia; dalam Medscape Reference. Editor: Robert A. 2012

13. Dubinsky R, et al. Practice Parameter: Treatment of Postherpetic Neuralgia. 2004. American Academy of Neurology. p959-965

14. Rabey M, M. Manip. Post-herpetic Neuralgia: Possible Mechanisms for Pain Relief with Manual Therapy. 2003. London: Science
Direct. p180-184

15. Bowsher D. The Management of Postherpetic Neuralgia. 1997. Liverpool: The Fellowship of Postgraduate Medicine. p623-629

16. McElveen W Alvin. Postherpetic Neuralgia Clinical Presentation. (http://emedicine.medscape.com/article/1143066-overview). Updated:


July 3, 2012
17. Sumaryo Sugastiasri. Prevention and Treatment of Post Herpetic Neuralgia to be Travelling. Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Diponegoro. RSUP dr.Karyadi. Semarang.2011 (11)
18. Staff of the Pain Relief Foundation, Walton Centre Pain Team, Walton Center for Neurology and Neurosurgery. Herpes zoster and
Postherpetic Neuralgia. Dealing with pain series 2003: Herpes zoster & PHN. Clinical Sciences Centre, University Hospital Aintree,
Lower line, Liver Pool L9 7LJ,UK : 1. (www.painrelieffoundation.org.uk)
19. Wahyudi H, Selvarasan S. Patofisiologi dan Faktor Resiko Neuralgia Paska Herpetika. Bagian.SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Udayana. 2012.

20. Symptom of PostHerpetic Neuralgia. (http://www.nhs.uk/Conditions/postherpetic-neuralgia/Pages/symptoms.aspx). Last reviewed:


01/08/2012.

21. Treating PostHerpetic Neuralgia. (http://www.nhs.uk/Conditions/postherpetic-neuralgia/Pages/treatment.aspx). Last reviewed:


01/08/2012.
22. Mardani Agil Zulfah. Terapi Post Herpetic Neuralgia/PHN atau Nyeri Paskah Herpes/NPH.2009. ( diunduh dari www.scribd.com,
februari 2017)
23. McElveen W Alvin. Postherpetic Neuralgia Medication. (http://emedicine.medscape.com/article/1143066-overview). Updated: July 3,
2012.

Anda mungkin juga menyukai