Anda di halaman 1dari 6

Sylvia Indriani dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 52-57, September 2014

PENGARUH CARA PEMASAKAN TELUR ASIN AYAM NIAGA PETELUR YANG BERBEDA TERHADAP
KADAR GARAM DAN KESUKAAN

(THE EFFECT OF DIFFERENT WAYS OF COOKING SALTED CHICKEN EGG ON SALINITY AND
PREFERENCE)
*
Sylvia Indriani , Samsu Wasito, Kusuma Widayaka
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
*
e-mail : sylviaindriani7@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan cara pemasakan telur asin
ayam niaga petelur terhadap kadar garam dan kesukaan konsumen. Pengambilan data
dilaksanakan pada tanggal 3 April sampai dengan 26 April 2013 di Laboratorium Teknologi Hasil
Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Materi penelitian yang
digunakan adalah 150 butir telur ayam niaga petelur, 2.700 gram garam, 10.800 gram serbuk bata
merah dan air secukupnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk kadar garam dan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) untuk kesukaan (25 panelis agak terlatih) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang
diberikan yaitu T1 = Pemasakan dengan cara direbus, T2 = Pemasakan dengan cara dikukus, T3=
Pemasakan dengan cara dioven, T4= Pemasakan dengan cara direbus + dioven, T 5 = Pemasakan
dengan cara dikukus + dioven. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi kemudian
dilanjutkan dengan Uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pemasakan yang
berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar garam telur asin dengan cara pemasakan
dioven lebih rendah (5,41%) dibandingkan dengan cara pemasakan direbus (8,52%), dikukus
(6,59%), direbus + dioven (5,58%), dan dikukus + dioven (7,58%), tetapi berpengaruh tidak nyata
(P0,05) terhadap kesukaan. Kesimpulan, pemasakan dengan cara dioven menghasilkan kadar
garam yang lebih rendah dibandingkan dengan cara pemasakan yang lainnya dan cara pemasakan
yang berbeda mempunyai tingkat kesukaan yang relatif sama. Untuk menghasilkan telur asin ayam
niaga petelur yang sangat disukai oleh konsumen dan mempunyai kadar garam yang relatif rendah
dilakukan pemasakan dengan cara direbus dilanjutkan dengan dioven.

Kata Kunci : Telur asin ayam niaga petelur, direbus, dikukus, dioven, kadar garam, kesukaan

ABSTRACT
This study was aimed to determine the effect of different ways of cooking salted chicken eggs
rd th
on salinity and consumer preferences. The experiment was carried out from April 03 to 26 ,
2013 at the Laboratory of Animal Products Technology, Faculty of Animal Science, Jenderal
Soedirman University, Purwokerto. The materials used were 150 chicken eggs, 2.700 grams of salt,
10.800 grams of brick powder and water. The method used was an experimental method using a
Completely Randomized Design (CRD) for salinity and Randomized Block Design (RBD) for
preference (25 semi-trained panels) with 5 treatments and 5 replicates. The treatments were T 1=
cooking by boiling, T2= cooking by steaming, T3= cooking by roasting, T4= cooking by boiling +
cooking by roasting, T5= cooking by steaming + cooking by roasting. The data were analyzed by
analysis of variance followed by Duncant Test. The results showed that different ways of cooking
significant by (P<0.05) affected the salinity of salted egg with way of cooking by roasting was lower
(5.41%) compared to way of cooking by boiling (8.52%), steaming (6.59%), boiling + roasting
(5.58%), and steaming + roasting (7.58%), but the effect was not significant (P 0.05) on the
preference. The conclusion is, way of cooking by roasting produces a lower salinity than the other
way of cooking and different ways of cooking have the relative by similar level of preference. To
52
Sylvia Indriani dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 52-57, September 2014

produce commercial salted chicken eggs that are favored by consumers and has a relatively low
salinity is recommended cooking by boiling followed by roasting.

Keywords : chicken salted eggs, boiling, steaming, roasting, salinity, preference

PENDAHULUAN
Telur merupakan produk ternak unggas yang memberikan sumbangan terbesar bagi
terciptanya kecukupan gizi masyarakat karena mengandung zat makanan yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh manusia seperti vitamin, asam-asam amino yang lengkap dan seimbang serta
mempunyai daya cerna yang tinggi (Sudaryani, 2003). Telur mengandung komponen utama yang
terdiri dari air 73,7%, protein 13%, lemak 11,5 gram, karbohidrat 0,65 gram, abu 0,90 gram, protein
serta mineral sekitar 0,8-1% (Winarno dan Koswara, 2002).
Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun
kerusakan akibat mikroorganisme melalui pori-pori telur. Pencegahan terhadap kerusakan telur
dapat dilakukan dengan cara pengawetan. Pengawetan telur dapat dilakukan dengan cara
pengawetan telur utuh dan pengawetan telur tanpa kulit. Salah satu pengawetan telur utuh yaitu
dengan menggunakan bahan pengawet garam, atau disebut juga pengasinan. Telur asin
merupakan telur yang diawetkan dengan cara diasinkan. Telur asin yang umumnya dibuat oleh
masyarakat adalah telur itik dan sudah banyak berbagai variasi telur asin itik yang ditemui di
masyarakat. Namun telur asin yang berasal dari telur ayam niaga belum banyak ditemui di
masyarakat, padahal telur ayam niaga sangat mudah untuk diperoleh dan harganya lebih murah
bila dibandingkan dengan telur itik.
Berdasarkan proses pengolahannya, pengawetan dengan cara pengasinan ada dua metode
yaitu dengan cara perendaman (larutan garam) dan pembalutan (campuran garam dengan abu
gosok atau serbuk bata merah). Tujuan dari pembuatan telur asin adalah sebagai upaya untuk
pengawetan, selain itu juga untuk meningkatkan cita rasa dari telur (Budiman dkk., 2012). Telur
asin berkualitas baik memiliki ciri-ciri antara lain memiliki rasa asin yang cukup (pemeraman
selama 12-14 hari), memiliki kuning telur yang berwarna kemerah-merahan dan terkesan berpasir
atau masir (Suprapti, 2002). Peningkatan cita rasa dari telur asin didapat dari proses penambahan
garam. Menurut Desroiser (1988), garam merupakan salah satu bahan pembantu bahan pangan
yang penting dalam pengawetan pangan. Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen
terlarut, menghambat kerja enzim dan menurunkan aktivitas air atau kandungan air bebas dalam
bahan pangan (Winarno dan Koswara, 2002).
Cara pemasakan telur asin yang telah umum dilakukan adalah dengan pengukusan atau
perebusan, tetapi cara pemasakan tersebut akan menghasilkan telur asin yang mempunyai
kandungan air yang tinggi. Inovasi cara pemasakan telur asin dengan cara dioven diharapkan dapat
meningkatkan kualitas telur asin (Mustafid, 2007). Proses pengovenan menyebabkan terjadinya
pengeluaran air karena adanya tekanan osmosis. Bersamaan dengan keluarnya air dari telur juga
akan terjadi pengeluaran NaCl yang terbawa bersamaan dengan keluarnya air sehingga akan
berpengaruh terhadap rasa asin (Hidayat, 2007).
Pemasakan dengan pengovenan diduga akan menghasilkan sifat organoleptik produk telur
asin yang khas. Telur asin yang dimasak dengan cara oven akan menghasilkan telur asin yang
bersifat stabil dan dapat disimpan lebih lama. Hal tersebut disebabkan karena pemasakan dengan

53
Sylvia Indriani dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 52-57, September 2014

dioven dapat menguapkan air yang ada dalam telur sehingga kadar air dalam telur berkurang atau
menurun. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian tentang telur asin menggunakan
telur ayam niaga petelur dengan cara pemasakan yang berbeda.

METODE
Materi yang digunakan adalah 150 butir telur ayam niaga petelur, 2.700 gram garam, 10.800
gram serbuk bata merah dan air secukupnya. Peralatan yang digunakan untuk membuat telur asin
meliputi kendil, panci, oven, timbangan, gelas ukur, pipet tetes, nampan, sendok, kompor gas, gas
LPG, pisau, kain lap, tissue, biuret statif, erlenmeyer dan kertas label.
Metode penelitian adalah metode eksperimental untuk kadar garam menggunakan
Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan, kesukaan dengan pengujian
organoleptik (25 panelis agak terlatih) menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan yang
diberikan yaitu pemasakan telur asin ayam niaga dengan cara:
o
T1 = direbus selama 60 menit dengan suhu 100 C
o
T2 = dikukus selama 60 menit dengan suhu 100 C
o
T3 = dioven selama 60 menit dengan suhu 100 C
o
T4= direbus selama 30 menit dengan suhu 100 C + dioven selama 30 menit dengan suhu
o
100 C
o
T5= dikukus selama 30 menit dengan suhu 100 C + dioven selama 30 menit dengan suhu
o
100 C
Peubah yang diukur dalam penelitian adalah (1) kadar garam (2) kesukaan. Data hasil
penelitian dianalisis menggunakan analisis variansi dan diuji lanjut dengan uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kadar Garam (%) Telur Asin Ayam Niaga
Kadar garam merupakan kandungan garam yang diperoleh telur yang telah mengalami
proses pemasakan. Rataan kadar garam (%) telur asin ayam niaga petelur dengan cara pemasakan
yang berbeda berkisar antara 5,41 sampai 8,52% secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan SD Kadar Garam (%) Telur Asin Ayam Niaga Petelur dengan Cara Pemasakan yang
Berbeda
Perlakuan
T1 Pemasakan dengan cara direbus
T2 Pemasakan dengan cara dikukus
T3 Pemasakan dengan cara dioven
T4 Pemasakan dengan cara direbus dan dilanjutkan dengan dioven
T5 Pemasakan dengan cara dikukus dan dilanjutkan dengan dioven
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata
(P0,05)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa cara pemasakan yang berbeda pada telur asin
ayam niaga petelur memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kadar garam.
Berdasarkan Tabel 1. kadar garam telur asin ayam niaga petelur yang dimasak dengan cara direbus

54
Sylvia Indriani dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 52-57, September 2014

sebesar 8,52%, dikukus sebesar 6,59%, dioven sebesar 5,41%, direbus dilanjutkan dengan dioven
sebesar 5,58% dan dikukus dilanjutkan dengan dioven sebesar 7,58%.
Uji lanjut Duncan terhadap cara pemasakan yang berbeda diperoleh bahwa cara pemasakan
dengan cara direbus (T1) dan cara pemasakan dengan cara dioven (T 3), cara pemasakan dengan
cara direbus (T1) dan cara pemasakan dengan cara direbus dilanjutkan dengan dioven (T 4)
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata0,05)(P dengan rataan masing -masing secara
berurutan 8,52 1,75 dan 5,41 0,48, 8,52 1,75 dan 5,58 1,68. Rataan kadar garam yang
dimasak dengan cara dioven lebih rendah dibandingkan dengan cara pemasakan yang lain. Hal ini
disebabkan karena terjadinya pengeluaran cairan garam dari kerabang telur pada saat proses
0
pengovenan dengan suhu 100 C selama 1 jam. Asterida (2007) menyatakan bahwa telur asin yang
0
dioven dengan suhu 75 C akan meningkatkan kadar NaCl. Kadar NaCl dalam telur meningkat ketika
dilakukan pengovenan selama 5 menit, ini dikarenakan kadar air dalam telur menurun sehingga
NaCl bertambah, namun ketika dilakukan pengovenan selanjutnya yaitu selama 10, 15 dan 20
-
menit, NaCl cenderung turun. Hal ini diduga ion Cl dalam telur asin pecah dan ikut menguap
bersamaan dengan menguapnya air seiring lamanya waktu pengovenan.
Menurut Sukendra yang disitasi dari Kastaman dkk., (2005), kadar NaCl telur asin dipengaruhi
+ -
oleh seberapa besarnya penetrasi NaCl ke dalam telur. Penetrasi atau masuknya ion Na dan Cl ke
dalam telur asin dipengaruhi ukuran kristal garam, konsentrasi garam yang digunakan dan lamanya
pemeraman telur asin, juga besar dan jumlah pori-pori telur serta tingkat kemurnian NaCl yang
digunakan. Semakin lama perendaman menyebabkan konsentrasi NaCl larutan garam menurun,
tetapi meningkatkan konsentrasi NaCl dalam telur (Kautsar, 2005). Meningkatnya konsentrasi
garam pada telur berarti terjadi penurunan gaya penggerak laju difusi air dari telur menuju larutan
garam, sehingga nilai kehilangan air telur pun menurun (Lachish, 2007). Proses pengasinan terlihat
dengan keluarnya air dari dalam telur bersamaan dengan masuknya larutan garam ke dalam telur.
Proses masuknya NaCl ke dalam telur tersebut memerlukan waktu (Sukendra, 1976).

Kesukaan (Skor) Telur Asin Ayam Niaga Petelur


Pengujian kesukaan bertujuan untuk mengetahui penerimaan konsumen dari produk telur
asin ayam niaga petelur yang diberi perlakuan cara pemasakan yang berbeda berdasarkan skor dari
panelis. Berdasarkan hasil pengujian mutu hedonik terhadap kesukaan telur asin ayam niaga
petelur dengan cara pemasakan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan SD dan Mutu Hedonik Kesukaan (Skor) Telur Asin Ayam Niaga Petelur dengan
Metode Pemasakan yang Berbeda
Perlakuan
T1 Direbus
T2 Dikukus
T3 Dioven
T4 Direbus + Dioven
T5 Dikukus + Dioven
Total
Keterangan : Cara pemasakan yang berbeda berpengaruh tidak nyata terhadap kesukaan telur asin
ayam niaga petelur (P>0,05).

55
Sylvia Indriani dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 52-57, September 2014

Pada Tabel 2. memperlihatkan bahwa skor kesukaan telur asin ayam niaga petelur dengan
cara pemasakan yang berbeda yaitu sekitar 3,04 - 3,28 dengan kriteria agak disukai. Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata (P0,05) terhadap kesukaan telur
asin ayam niaga petelur. Hal ini menunjukkan cara pemasakan yang berbeda tidak mempengaruhi
kesukaan konsumen terhadap telur asin ayam niaga petelur atau mempunyai tingkat kesukaan
yang relatif sama. Penerimaan panelis terhadap kesukaan telur asin ayam niaga petelur yang
diasinkan dengan cara pemasakan yang berbeda relatif tidak berbeda, yaitu antara agak disukai
sampai disukai. Menurut Soekarto (1995), dalam uji kesukaan, panelis diminta tanggapan
pribadinya tentang suka atau ketidaksukaannya dan juga mengemukakan tingkat kesukaannya yang
mana uji kesukaan selalu berkaitan dengan eksistensi produk dan daya terima terhadap produk
tersebut.
Faktor yang menyebabkan cara pemasakan yang berbeda tidak berpengaruh terhadap
kesukaan adalah penilaian panelis dinyatakan berdasarkan selera individu sehingga panelis bebas
untuk menentukan dasar penilaian. Hal tersebut mengakibatkan sebagian panelis memilih untuk
menyatakan kesukaan dengan menekankan penilaian pada salah satu faktor organoleptik saja baik
dari warna, aroma, dan cita rasa sesuai kehendak panelis. Dari hasil pengujian oleh 25 orang
panelis agak terlatih ternyata nilai kesukaan terdistribusi yaitu panelis menyatakan kesukaan dari
rasa sebanyak 14 orang (56%) dan menyatakan kesukaan dari warna sebanyak 11 orang (44%) dari
25 orang panelis. Keadaan ini menjadikan kesukaan relatif tidak berbeda. Menurut Winarno
(1997), satu hal yang penting mempengaruhi penerimaan suatu produk adalah latar belakang dan
selera masing-masing individu yang memberikan penilaian.

SIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah 1) pemasakan dengan cara dioven menghasilkan kadar
garam telur asin ayam niaga petelur yang lebih rendah dibandingkan dengan cara pemasakan yang
lainnya, 2) pemasakan dengan cara direbus, dikukus, dioven, direbus kemudian dilanjutkan dengan
dioven, dikukus kemudian dilanjutkan dengan dioven menghasilkan tingkat kesukaan terhadap
telur asin ayam niaga petelur yang relatif sama.

DAFTAR PUSTAKA
Asterida, Y. 2007. Pengaruh Metode Pemasakan terhadap Kadar Air, Kadar NaCl dan Jumlah Bakteri
Telur Asin. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Budiman, A., A. Hintono, dan Kusrahayu. 2012. Pengaruh Lama Penyangraian Telur Asin setelah
Perebusan terhadap Kadar NaCl, Tingkat Keasinan dan Tingkat Kekenyalan. Universitas
Diponegoro. Semarang. Animal Agriculture Journal. Vol. 1 (2) : 219-227.
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi Ketiga. Universitas Indonesia. Jakarta.
Hidayat, A. 2007. Pengaruh Perbedaan Cara dan Lama Pemasakan Telur Asin terhadap Sifat
Organoleptik. Skripsi. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Kastaman, R., Sudaryanto, dan B. H. Nopianto. 2005. Kajian Proses Pengasinan Telur Metode
Reverse Osmosis pada Berbagai Lama Perendaman. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Vol.
19 (1) : 30-39.

56
Sylvia Indriani dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 52-57, September 2014

Kautsar, I. 2005. Pengaruh Lama Perendaman dalam Larutan Asam Asetat 7% dan Lama
Perendaman terhadap Beberapa Karakteristik Telur Asin. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Padjajaran. Jatinangor.
Lachish, U. 2007. Osmosis and Thermodynamics. American Journal of Physics. Vol. 75 (11) : 997-
998.
Mustafid. 2007. Kajian Lama Penyimpanan dalam Cara Pemasakan yang Berbeda terhadap Kadar
Air dan Jumlah Mikroba Telur Asin. Skripsi. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Soekarto, S. T. 1995. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharatara
Karya Aksara. Jakarta.
Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sukendra, L. 1976. Pengaruh Cara Pengasinan Telur Bebek Muscovy sp dengan Menggunakan
Adonan Campuran Garam dan Bata terhadap Mutu Telur Asin Selama Penyimpanan. Skripsi.
Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. IPB. Bogor.
Suprapti, L. M. 2002. Pengawetan Telur : Telur Asin, Tepung Telur dan Telur Beku. Kanisius.
Yogyakarta.
Winarno, F. G. 1997. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan, dan Pengolahannya. M. Bio
Press. Bogor.

57

Anda mungkin juga menyukai