SKRIPSI
OLEH:
ERNIATI
NIM: 108101000019
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Lanjut Usia
di Pos Pembinaan Terpadu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
Meningkatnya populasi lansia dan juga terjadinya perubahan gaya hidup akibat
pengaruh globalisasi mengakibatkan timbulnya transisi epidemiologi dimana terjadi
pergeseran pola penyakit menular yang diganti oleh penyakit degeneratif. Salah satu
penyakit degeneratif yang menjadi masalah penting pada lansia adalah diabetes melitus
(DM) di mana jenis DM pada lansia umumnya adalah DM tipe 2.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
DM tipe 2 pada lansia di posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. Penelitian ini
merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain cross sectional. Pengambilan
data dilakukan melalui pengukuran gula darah dengan glucosemeter, wawancara dengan
kuesioner dan FFQ semikuantitatif serta pengukuran lingkar pinggang dengan pita meteran.
Responden penelitian ini adalah lansia yang berusia 60 tahun yang dipilih melalui metode
simple random sampling. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari analisis data
univariat, bivariat dengan menggunakan uji chi-square dan uji t independen serta analisis
data multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi DM tipe 2 pada lansia sebesar
21.5%. Berdasarkan hasil uji bivariat dengan tingkat kemaknaan 10% dapat diketahui
bahwa faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 adalah konsumsi serat, konsumsi
magnesium, beban glikemik, aktivitas fisik, dan riwayat keluarga DM. Sedangkan faktor
yang tidak berhubungan terhadap DM tipe 2 adalah konsumsi lemak, merokok, dan lingkar
pinggang. Dan berdasarkan hasil uji multivariat diperoleh bahwa faktor risiko yang paling
dominan terhadap DM tipe 2 adalah riwayat keluarga DM.
Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan upaya pencegahan dan
penanggulangan berupa peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat tentang gaya
hidup sehat dan pola makan yang baik terutama mereka yang sudah memiliki riwayat
keluarga DM melalui penyuluhan ke sekolah sekolah dengan materi penyuluhan yang
spesifik untuk penyakit DM, pengadaan kegiatan jalan kaki sore atau senam lansia yang
dipandu salah satu lansia, pemberian informasi tentang manfaat dan sumber serat yang baik,
serta pembentukan lebih banyak posbindu agar bisa menjangkau semua lansia yang ada
dalam kelurahan tersebut.
The Factors That Associated with Type 2 Diabetes Mellitus in Elderly at Posbindu
Cempaka Putih Village 2012
ABSTRACT
Increased of elderly population and also a change in lifestyle due to the influence of
globalization resulted in epidemiological transition in which a shift in the pattern of
infectious diseases replaced by degenerative diseases. One of degenerative diseases which
is an important problem in elderly is diabetes mellitus (DM) especially type 2 diabetes
mellitus.
This study aims to determine the factors that associated with type 2 diabetes in
elderly at Posbindu Cempaka Putih Village in 2012. This study is an analytic epidemiologic
study with cross-sectional design. Data is collected by measuring blood sugar with
glucosemeter, interviews with questionnaires and semiquantitative FFQ and the
measurement of waist circumference with measuring tape. Respondents of this study were
elderly aged 60 years that were selected through simple random sampling method.
Analysis of the data in this study consists of univariate analysis, bivariate analysis using the
chi-square test and independent t-test and multivariate analysis using multiple logistic
regression.
The results showed that the prevalence of type 2 diabetes in the elderly was 21.5%.
Based on the results of the bivariate test with a significance level of 10% can be known that
the factors that are associated with type 2 diabetes is the consumption of fiber, magnesium
intake, glycemic load, physical activity, and family history of diabetes. While the factors
that are not related to type 2 diabetes is fat consumption, smoking, and waist circumference.
And based on the results of multivariate analysis, it is found that family history of diabetes
is the most dominant factor associated with type 2 diabetes mellitus.
Therefore, it is advisable to carry out prevention and control efforts by increasing
motivation and awareness of a healthy lifestyle and a good diet, especially those who
already have a family history of diabetes through counseling to schools with counseling
materials specific to diabetes, implementing afternoon walk activities or doing gymnastics
which guided by one of the elderly, providing information about the benefits and good
sources of fiber and magnesium, as well as the formation of more posbindu in order to
reach all the elderly in the village.
Nama : Erniati
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
No Telepon/Hp : 085297774831
Email : salsabila.zukhrufa@gmail.com
Riwayat Pendidikan:
UIN Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
yang telah memberikan rahmat, karunia dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat
pada Lanjut Usia di Pos Pembinaan Terpadu Kelurahan Cempaka Putih Tahun
2012. Dalam Penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
1. Orang tua dan Abang yang selalu mendoakan dan memberikan support agar
2. Prof. Dr. (hc).dr. M.K Tadjudin, Sp.And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
3. Ibu Febrianti, M.Si selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dosen
skripsi ini.
4. Ibu Catur Rosidati, SKM. MKM sebagai dosen pembimbing yang telah
6. Staf Puskesmas Ciputat Timur dan Kader Kelurahan Cempaka Putih yang telah
7. Para lansia yang sudah bersedia jadi responden dalam penelitian skripsi ini.
8. Teman seperjuangan (Eka, Rini, dan Titi) yang telah membantu dalam
9. Semua pihak yang terkait dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai
pihak sehingga menjadi sebuah ilmu dan pembelajaran bagi penulis di masa yang
akan datang.
ERNIATI
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL
DAFTAR BAGAN
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
masyarakat. Persaingan ekonomi telah mendorong orang untuk mementingkan karir dan
menunda berkeluarga atau mempunyai anak. Demikian pula, harapan hidup dapat
diperpanjang akibat kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran yang telah dicapai saat ini.
terjadinya transisi demografi di mana awalnya kondisi penduduk ditandai dengan tingkat
fertilitas dan mortalitas yang tinggi yang berubah menjadi keadaan penduduk dengan
population yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia).
30 tahun terakhir dengan populasi 5,3 juta jiwa (4,48 persen dari total keseluruhan
penduduk Indonesia) pada tahun 1971 menjadi 19,3 juta (8,37 persen dari total
keseluruhan penduduk Indonesia) pada tahun 2009 (Komnas Lansia, 2010). Dan
menurut proyeksi Bappenas jumlah penduduk lansia 60 tahun atau lebih akan meningkat
dari 18.1 juta pada 2010 menjadi dua kali lipat (36 juta) pada 2025.
organ dan kegagalan suatu organ atau sistem tubuh tertentu (Fatmah, 2010). Jenis
1
2
penyakit yang sering dikaitkan dengan proses penuaan adalah penyakit degeneratif
(Timmreck, 2004). Meningkatnya populasi lansia dan juga terjadinya perubahan gaya
dimana terjadi pergeseran pola penyakit menular yang diganti oleh penyakit degeneratif.
Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi masalah penting pada lansia adalah
diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak
dalam darah dan baru dirasakan setelah terjadi komplikasi lanjut pada organ tubuh. DM
sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua
organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejala sangat bervariasi
(Misnadiarly, 2006).
kelompok usia lainnya. Hal ini disebabkan karena pada lansia sendiri sudah terjadi
penurunan fungsi sistem organ tubuh yang menjadikan risiko terjadinya komplikasi DM
pada lansia menjadi lebih besar. Misalnya penyakit katarak, penyakit ini biasa terlihat
pada orang usia lanjut akibat adanya pengerasan lensa yang tak terhindarkan. Namun,
3
pada penderita DM penyakit ini bisa muncul sekitar 10 tahun lebih awal daripada non-
DM (Ali, 2010).
diabetes terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, China, dan India dimana posisi
Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan tetap bertahan dalam daftar 4 besar negara
dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia dan diprediksi akan terjadi
kenaikan jumlah pengidap DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
keluarga DM, umur 45 tahun, dan praktik yang buruk dalam mencegah DM.
terdiri dari obesitas, asupan alkohol, merokok, inaktivitas fisik, dan faktor diet seperti
asupan lemak, serat, serta beban glikemik. Selain itu, Lopez-Ridaura (2004)
risiko DM.
bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 55-64 tahun
menduduki ranking ke-2 baik pada laki-laki (10.5%) maupun perempuan (12%) di mana
penyebab kematian ke-1 adalah stroke dengan persentase 22.5% pada laki-laki dan
20.7% pada perempuan. Dan menurut data Dinas Kesehatan Tangerang Selatan (Dinkes
Tangsel) tahun 2011, DM juga merupakan penyakit kedua terbanyak pada lansia.
Dengan demikian, DM masih menjadi masalah kesehatan yang penting pada lansia yang
4
berada di wilayah Tangerang Selatan, termasuk Kelurahan Cempaka Putih yang menjadi
wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur. Itulah sebabnya penulis tertarik untuk
berada di atas prevalensi nasional 1,1%, yaitu sebesar 3,7% pada kelompok usia 55 64
tahun, 3,4% pada kelompok usia 6574 tahun, dan 3,2% pada kelompok usia 75 tahun
ke atas. Hal ini menunjukkan bahwa DM merupakan masalah kesehatan yang penting
bagi lansia. Menurut data Dinkes Tangsel (2011) DM merupakan penyakit kedua
terbanyak pada lansia di wilayah Tangsel. Dan penyakit ini juga termasuk dalam daftar
10 besar penyakit terbanyak pada lansia berdasarkan laporan bulanan (LB1) bulan
Januari Juni tahun 2012 di Puskesmas Ciputat Timur. Berdasarkan hasil studi
yang menderita DM sebanyak 30%. Persentase ini jauh berada di atas prevalensi
nasional 1,1%. Dengan demikian, DM masih menjadi masalah kesehatan bagi lansia
Faktor risiko terjadinya DM tipe 2 terdiri dari faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik terdiri dari riwayat keluarga DM dan etnis/ras. Sedangkan
faktor risiko lingkungan yang utama untuk terjadinya DM meliputi: usia, obesitas dan
obesitas pada bagian perut, faktor makanan/gizi serta jarang melakukan aktivitas fisik
(Gibney, 2008). Faktor diet yang berperan dalam timbulnya DM terdiri dari asupan serat,
5
konsumsi lemak, alkohol, magnesium dan beban glikemik (Bazzano (2005) dan Lopez
Ridaura (2004)). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan diperoleh persentase
lansia yang memiliki tingkat aktivitas fisik kurang sebesar 60%, merokok sebesar 10%,
yang mempunyai riwayat keluarga DM sebesar 30%, dan yang memiliki ukuran lingkar
pinggang berisiko sebesar 60%. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti
Cempaka Putih.
10) Apakah ada hubungan antara konsumsi serat dengan kejadian DM tipe 2 pada
11) Apakah ada hubungan antara konsumsi lemak dengan kejadian DM tipe 2 pada
12) Apakah ada hubungan antara konsumsi magnesium dengan kejadian DM tipe 2
13) Apakah ada hubungan antara beban glikemik dengan kejadian DM tipe 2 pada
14) Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe 2 pada
15) Apakah ada hubungan antara merokok dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di
16) Apakah ada hubungan antara riwayat keluarga DM dengan kejadian DM tipe 2
17) Apakah ada hubungan antara lingkar pinggang dengan kejadian DM tipe 2 pada
18) Apa faktor yang paling dominan berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia di
1.4 Tujuan
1.5 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk
lansia sehingga dapat menumbuhkan kesadaran untuk menerapkan pola hidup sehat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan bagi peneliti lain
untuk meneliti faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia secara lebih
tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. Penelitian ini
pada bulan September 2012 Mei 2013 oleh mahasiswa peminatan Gizi Program
serta pengukuran lingkar pinggang dengan pita meteran. Responden penelitian ini
adalah lansia yang berusia 60 tahun yang dipilih melalui metode simple random
sampling.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Menurut WHO, lansia
2. Usia lanjut dini (senescen): kelompok yan mulai memasuki masa usia lanjut dini
(usia 60 64 tahun).
3. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif: usia di atas
2.2.1 Definisi DM
10
11
insulin oleh pankreas. Kondisi ini mengarah pada hiperglikemia, yang dapat
ginjal dan mata) serta komplikasi neuropati. Diabetes juga berkaitan dengan
2.2.2 Diagnosis DM
Diagnosis harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak
dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan
diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara
adalah pemeriksaaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma
pemantauan kendali mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi
setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler
berupa poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Jika ada keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu
12
200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.
Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang
baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik
kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl
pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan
Infeksi
Bentuk immune-mediated diabetes yang langka
Kadang-kadang sindrom genetik lain yang disertai
diabetes
Diabetes gestasional Bentuk diabetes yang terjadi selama kehamilan.
Kebanyakan, tapi tidak semuanya, akan sembuh setelah
melahirkan
Sumber : (Gibney, 2008)
penyakit tersebut. Sebagian faktor ini dapat dimodifikasi melalui perubahan gaya
yang tinggi pada anak-anak dari orang tua yang menderita diabetes, dan
dengan kejadian DM tipe 2. Risiko untuk terjadi DM tipe 2 pada subyek yang
2) Usia
14
menemukan bahwa lansia yang memiliki berat badan normal juga mengalami
3) Ras
Prevalensi diabetes tipe 2 pada orang dewasa sekitar tiga sampai lima
kali lebih besar pada orang Afrika-Karibia dan Asia Selatan dibandingkan
dengan populasi kulit putih Eropa. Sedangkan prevalensi diabetes pada orang
untuk mengidap diabetes tipe 2 dengan adanya faktor risiko yang sama.
Misalnya, pada orang dewasa Asia Selatan terdapat tingkat obesitas dan
fisik yang lebih rendah juga berperan dalam meningkatkan risiko diabetes
dalam kisaran berat badan yang dapat diterima, namun kenaikan berat badan
yang tinggi di dalam darah yang beredar dan intrasel. Kadar asam lemak
bebas yang tinggi di dalam darah dan sel ini dapat mempengaruhi fungsi
atau berbentuk apel (lingkar pinggang> 40 inci untuk pria > 35 inci untuk
wanita) adalah faktor risiko yang sangat potensial untuk resistensi insulin.
Resistensi insulin mengurangi pasokan glukosa ke dalam sel. Hal ini akan
insulin tambahan. Kadar insulin yang lebih tinggi dari normal umumnya
Namun, sel-sel dalam pankreas akan menjadi lelah, karena terlalu banyak
pekerjaan. Dalam kasus tersebut, produksi insulin semakin lambat atau akan
2005).
2) Aktivitas Fisik
diabetes dan efek protektif aktivitas fisik sudah banyak diteliti. Orang yang
glukosa dan DM tipe 2 lebih jarang daripada mereka yang memiliki gaya
hidup kurang gerak. Helmrich dkk (1991) menguji aktivitas fisik pada waktu
memiliki risiko 35% lebih rendah menderita DM tipe 2 daripada pria kurang
gerak.
dirangsang insulin pada dosis insulin yang ditetapkan. Selain itu, orang yang
terlatih secara fisik mungkin mengalami peningkatan yang lebih kecil dalam
(Parillo, 2004).
dan homeostasis glukosa (Larsson, 2007). Selain itu, menurut Hopping dkk
(2010) asupan serat total dikaitkan dengan penurunan risiko diabetes baik
pada pria dan wanita. Sementara asupan tinggi serat gandum dapat
mengurangi resiko diabetes secara signifikan sebesar 10% pada pria dan
18
wanita. Dan asupan tinggi serat sayuran dapat menurunkan risiko sebesar
makanan. Standar makanan yang digunakan adalah glukosa dan roti putih.
diabetes tipe 2 belum jelas, namun ada 2 jalur utama yang sudah sering
dipaparkan, yaitu:
lebih tinggi dan permintaan insulin yang lebih besar daripada makanan
divalidasi oleh Brand-Miller dan rekan, dihitung sebagai produk dari GI dan
GI (Roberts, 2009).
5) Konsumsi Magnesium
serupa juga dikemukakan oleh Larsson dkk (2007) yang menyatakan bahwa
Larsson, 2007).
6) Konsumsi Lemak
temuan bahwa asupan lemak sangat terkait dengan DM tipe 2 baik diabetes
tipe 2 yang sudah terdiagnosis atau diabetes tipe 2 tidak terdiagnosis. Adanya
hewani yang lebih tinggi. Dengan kata lain, peningkatan konsumsi lemak
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meyer dkk
(2001). Setelah dilakukan adjustmet faktor kovariat diet dan non-diet, Meyer
Selain itu, mereka juga mengungkapkan bahwa mengganti asam lemak jenuh
diabetes.
7) Konsumsi Alkohol
dan memiliki kadar insulin plasma yang lebih rendah dibandingkan yang
bukan peminum .
Penelitian dengan topik yang sama juga dilakukan oleh Wei dkk (2000).
Namun, kriteria sampel yang diteliti pada dua studi tersebut agak berbeda
karena Facchini dkk (1994) hanya meneliti pada peminum alkohol ringan
sampai sedang dan bukan peminum, sedangkan Wei dkk (2000) memiliki
kriteria sampel yang lebih luas, yaitu peminum alkohol ringan, sedang, dan
Facchini dkk (1994) selaras dengan penelitian Wei dkk (2000). Wei dkk
dan bukan peminum dan peminum berat memiliki risiko lebih tinggi.
8) Merokok
dikemukakan oleh Frati dkk (1996) merokok secara akut dapat menyebabkan
Dari hasil studi yang dilakukan oleh Rimm dkk (1993) diketahui bahwa
di antara peserta dari Nurses Health Study, wanita yang merokok lebih dari
25 batang per hari memiliki risiko 42% lebih besar (95% CI, 1,18-1,72)
resistensi insulin, kadar glukosa plasma dan overt diabetes. Oleh karena itu,
Menurut Gibney (2008), faktor risiko terjadinya DM tipe 2 terdiri dari faktor
genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik terdiri dari riwayat keluarga DM dan
etnis/ras di mana menurut Oldroyd (2005) terdapat bukti bahwa kelompok etnis tertentu
memiliki kecenderungan untuk mengidap diabetes tipe 2 dengan adanya faktor risiko
yang sama. Misalnya, pada orang dewasa Asia Selatan terdapat tingkat obesitas dan
distribusi lemak pusat yang lebih tinggi yang mengakibatkan resistensi insulin
dibandingkan dengan populasi kulit putih serta tingkat kebiasaan aktivitas fisik yang
lebih rendah juga berperan dalam meningkatkan risiko diabetes pada populasi ini.
Sedangkan faktor risiko lingkungan yang utama untuk terjadinya DM meliputi: usia,
23
obesitas dan obesitas pada bagian perut, jarang melakukan aktivitas fisik serta faktor
Faktor diet yang berperan dalam timbulnya DM menurut Bazzano (2005) terdiri
dari asupan serat, lemak dan konsumsi alcohol serta beban glikemik. Selain itu, Lopez-
tipe 2. Berdasarkan beberapa teori tersebut, kerangka teori yang digunakan dalam
Ras Konsumsi
Lemak
GI/GL
Genetik/
Riwayat Konsumsi
Keluarga DM Alkohol
Usia Merokok
Bagan 2.1
Kerangka Teori
Sumber: Bazzano (2005), Gibney (2008), Lopez-Ridaura (2004), dan Oldroyd (2005)
24
BAB III
terdiri dari faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor-faktor tersebut tidak semuanya diteliti. Dalam penelitian ini ada 8 faktor yang
1) Konsumsi serat
2) Konsumsi lemak
3) Konsumsi magnesium
intraseluler penting untuk menjaga sensitivitas insulin pada otot rangka atau
jaringan adiposa.
4) Beban glikemik
perubahan kadar CRP dan IL-6 yang merupakan biomarker inflamasi. Inflamasi
24
25
pengiriman insulin dan meningkatkan resistensi insulin pada jaringan aktif secara
metabolik.
5) Aktivitas fisik
insulin.
6) Merokok
7) Riwayat keluarga DM
mana dalam kasus DM tipe 2 persentase yang memiliki riwayat keluarga untuk
8) Lingkar pinggang
Lingkar pinggang berperan dalam DM tipe 2 karena lemak pada organ organ
perut lebih mudah diolah untuk memperoleh energi. Ketika lemak diolah untuk
resistensi terhadap insulin melalui aksinya terhadap hati dan otot otot tubuh.
Sedangkan faktor-faktor yang tidak diteliti terdiri dari: konsumsi alcohol, ras,
dan usia. Faktor konsumsi alkohol tidak diteliti karena berdasarkan data Riskesdas
26
yaitu sebesar 2,3%. Persentase ini masih berada di bawah persentase konsumsi
alkohol secara nasional yaitu 4,6%. Dan faktor ras tidak diteliti karena masyarakat di
Kelurahan Cempaka Putih sebagian besar berasal dari ras yang sama. Sedangkan
faktor usia tidak diteliti karena hasil penelitian Handayani (2003) membuktikan
bahwa faktor yang menjadi risiko terjadinya DM tipe 2 yaitu berusia 45 tahun.
Dalam penelitian ini responden yang diteliti semuanya berusia minimal 60 tahun.
Dengan kata lain, semua responden sudah berisiko terkena DM tipe 2. Hal ini
nantinya akan mempengaruhi hasil analisis data karena data variabel usia tidak
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1
Faktor Diet
1. Lemak
2. Serat
3. Magnesium
4. Beban glikemik
Aktivitas Fisik
Merokok DM tipe 2
Riwayat keluarga DM
Lingkar pinggang
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
27
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Glucosemeter 0. DM, jika: Ordinal
a) Terdiagnosa oleh dokter
atau;
Status penyakit DM yang b) Ada keluhan khas dan
diderita oleh lansia hasil pengukuran kadar
berdasarkan diagnosis gula darah sewaktu 200
dokter atau hasil ukur gula Pengambilan mg/dl atau;
darah kapiler sewaktu spesimen c) Tidak ada keluhan khas
1 DM tipe 2 200 mg/dl dengan ada darah dan 2 kali hasil
tidaknya keluhan khas responden pengukuran kadar gula
berupa poliuri, polidipsi, darah sewaktu 200
polifagi, dan penurunan mg/dl yang diukur pada
berat badan drastis. hari yang berbeda.
1. Non DM, jika tidak sesuai
dengan kriteria DM.
(Soegondo, 2005)
Rata-rata lemak dari Semi-Quantitatif Konsumsi lemak dalam gram Rasio
Konsumsi makanan yang dikonsumsi Wawancara FFQ
2
Lemak lansia dalam sehari
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Rata-rata nilai beban Semi-Quantitatif - Rasio
Beban glikemik dari makanan FFQ
4 Wawancara
glikemik yang dikonsumsi lansia
dalam sehari
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Kuesioner 0. Kurang/rendah, jika: Ordinal
a) Melakukan aktivitas fisik
berat < 20 menit/hari
selama 3 hari.
b) Melakukan aktivitas fisik
sedang < 5 hari atau
Segala aktivitas fisik yang
berjalan < 30 menit/hari.
dilakukan terus menerus
1. Cukup/sedang, jika:
Aktivitas selama 10 menit atau lebih
8 Wawancara a) Melakukan aktivitas fisik
Fisik dalam setiap kali kegiatan
berat minimal 20
dan dikumulasikan selama
menit/hari selama 3 hari
seminggu.
atau lebih, atau
b) Melakukan aktivitas fisik
sedang selama 5 hari atau
lebih atau berjalan paling
sedikit 30 menit/hari.
(Junita S, 2010)
0. Berisiko, jika 80 cm untuk
wanita dan 90 cm untuk laki-
Ukuran keliling pinggang Pengukuran
Lingkar Pita meteran laki.Tidak berisiko, jika <80
9 lansia yang diukur melalui lingkar Ordinal
pinggang cm untuk wanita dan <90 cm
pusar. pinggang
untuk laki-laki.
(Cahyono, 2008)
30
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
variabel dependen dilakukan dalam waktu bersamaan. Penelitian ini bersifat analitik
karena akan melihat hubungan antara varibel independen dan varibel dependen.
Variabel independen yang diteliti adalah konsumsi serat, lemak, magnesium, beban
glikemik, aktivitas fisik, merokok, riwayat keluarga DM, dan lingkar pinggang.
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cempaka Putih pada bulan September 2012
Mei 2013.
Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia yang terdaftar di Pos pembinaan
a. Besar Sampel
30
31
Jumlah sampel pada penelitian ini diperoleh melalui rumus uji hipotesis beda
Keterangan:
Nilai P1 dan P2 diperoleh dari hasil penelitian Handayani (2003) sehingga jumlah
sampel berdasarkan perhitungan dengan rumus uji hipotesis beda proporsi adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Dari hasil perhitungan sampel pada tabel 4.1 dipilih jumlah sampel sebanyak
32 orang dengan tingkat kemaknaan sebesar 10% dan kekuatan uji 80% sehingga
b. Kriteria Sampel
Berusia 60 tahun
1) Menyusun kerangka sampel yang berisi daftar nama lansia yang terdaftar
di posbindu.
a. Data Primer
34
b. Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data penyakit yang
terdapat dalam LB1 Puskesmas Ciputat Timur bulan Januari Juni tahun 2012,
data 10 penyakit terbesar pada lansia di Tangerang Selatan tahun 2011, dan
DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja
35
angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar
glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain (Soegondo,
2005).
Menanyakan apakah
responden menderita DM
berdasarkan hasil diagnosa
dokter
Responden menjawab
Responden menjawab Tidak atau Belum
Ya pernah memeriksakan ke
Dokter
Diperoleh kadar/angka
abnormal
Diabetes Melitus
Bagan 4.1
Tahapan Penentuan Status DM
36
berikut:
penusuk (lancet) dan alat penusuk (lancing device) dan test strip
device). Jarum yang dimasukkan harus masih baru dan steril dan
3) Membersihkan ujung jari yang akan ditusuk dengan kasa atau kapas
b. Data konsumsi zat gizi berupa serat, lemak, dan magnesium serta beban
1. Editing Data
Tahap ini merupakan tahap kegiatan pengecekan data yang telah diisi.
yang terkumpul sudah memenuhi jumlah sampel minimal yang ditentukan dan
lengkap dan jelas. Relevansi dan konsistensi jawaban diperiksa dengan cara
38
melihat apakah ada data yang bertentangan dengan data yang lain. Misal: pada
data usia responden tercantum 65 tahun dan tanggal lahir 14 September 1942.
Data tersebut sudah berarti tidak konsisten karena usia responden berdasarkan
tanggal kelahirannya adalah 70 tahun. Jika ada data yang tidak lengkap dan
2. Coding Data
jawaban tidak diberi kode 0. Berikut pengkodingan yang dilakukan pada tiap
a) DM tipe 2: 0 = DM, jika: Terdiagnosa oleh dokter atau; ada keluhan khas
dan hasil pengukuran kadar gula darah sewaktu 200 mg/dl atau; tidak ada
keluhan khas dan 2 kali hasil pengukuran kadar gula darah sewaktu 200
mg/dl yang diukur pada hari yang berbeda dan 1 = Non DM, jika tidak
menit/hari selama 3 hari atau; melakukan aktivitas fisik sedang < 5 hari
39
aktivitas fisik berat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau lebih, atau
melakukan aktivitas fisik sedang selama 5 hari atau lebih atau berjalan
d) Riwayat keluarga: 0 = Ada, jika ada anggota keluarga sedarah (ayah, ibu,
dan 1 = tidak, jika tidak ada anggota keluarga sedarah yang menderita DM.
untuk laki-laki dan 1 = Tidak berisiko, jika <80 cm untuk wanita dan <90
cm untuk laki-laki.
3. Struktur Data
data tiap variabel berupa nama, tipe data, lebar data dan desimalnya, serta
membuat values. Misalnya, struktur data untuk variabel aktivitas fisik terdiri
dari:
Nama: aktivitas_fisik
4. Entry Data
5. Cleaning
40
Tahap ini merupakan tahapan memeriksa kembali data yang telah masuk dalam
data dapat dilakukan dengan mengamati distribusi frekuensi atau diagram tebar
tiap variabel dan memeriksa apakah ada nilai-nilai yang menyimpang. Misal:
pada variabel lingkar pinggang ada nilai 2, padahal kode untuk variabel lingkar
gambaran atau deskripsi dari variabel dependen dan independen pada penelitian ini,
variabel dependen dan independen. Dalam penelitian ini, ada dua uji yang
digunakan yaitu uji chi square dan uji t independen. Uji chi square merupakan uji
memiliki jenis data numerik dan variabel dependen yang mempunyai jenis data
41
kategorik. Uji chi square digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
Dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0.1 (10%) dengan
menggunakan bahan darah kapiler di mana menurut Ningsih dkk (2008) jika
sebesar 10,1%. Dari uji statistik nantinya akan diperoleh nilai p. Hubungan antara
dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p 0.1 dan dikatakan tidak
independen mana yang paling dominan berpengaruh terhadap pola penyakit pada
lansia dengan menggunakan uji regresi logistik ganda. Uji regresi logistik ganda
yang digunakan dalam penelitian ini adalah model prediksi dengan tujuan untuk
memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap
adalah:
42
a) Memasukkan hasil uji bivariat yang mempunyai nilai Pvalue <0.25 ke dalam
variabel yang hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan Pvalue 0.1.
Untuk variabel yang Pvalue >0.1 dikeluarkan satu persatu secara bertahap
dilihat dari kemaknaan uji statistik (Pvalue 0.1). Bila variabel mempunyai
BAB V
HASIL
yaitu Posbindu Kenanga, Anggrek, dan Cempaka. Ketiga posbindu tersebut terletak
d. Konseling
Tabel 5.1
Jumlah Anggota Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
Jumlah Anggota Usia 60 Tahun
Posbindu
Laki-Laki Perempuan Jumlah
Kenanga 5 21 26
Anggrek 16 54 70
Cempaka 9 31 40
Total 30 106 136
*Sumber: Data Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
43
44
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa jumlah anggota posbindu yang paling banyak
ada di Posbindu Anggrek dan yang paling sedikit ada di Posbindu Kenanga.
Tabel 5.2
Gambaran Karakteristik Responden di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis
mengidap penyakit tersebut selama jangka waktu lebih dari 5 tahun. Dan untuk
responden yang merokok sebagian besar menghisap rokok lebih kecil dari 20 batang.
DM tipe 2
21.5%
Bukan DM
78.5%
Grafik 5.1
Distribusi DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
Grafik 5.1 menunjukkan bahwa lansia yang menderita DM tipe 2 lebih sedikit
Hasil penelitian seperti yang terlihat dalam tabel 5.3 menunjukkan bahwa rata-
rata konsumsi serat pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih berada pada
Tabel 5.3
Gambaran Konsumsi Serat Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih
Tahun 2012
Konsumsi (gr)
Rata-rata pada CI 90% 14.5 16.4
Standar Deviasi 5.5
Nilai Terendah 6.8
Nilai Tertinggi 30.3
Sedangkan distribusi konsumsi serat dapat dilihat pada grafik 5.2 berikut
46
Grafik 5.2
Dari grafik 5.2 dapat diketahui bahwa frekuensi konsumsi serat paling banyak
Tabel 5.4
Gambaran Konsumsi Lemak Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih
Tahun 2012
Konsumsi (gr)
Rata-rata pada CI 90% 63.1 67.5
Standar Deviasi 12.8
Nilai Terendah 41.1
Nilai Tertinggi 95.6
47
Posbindu Kelurahan Cempaka Putih berada pada interval 63.1 67.5 gram. Untuk
lebih jelasnya, sebaran data konsumsi lemak bisa dilihat pada grafik 5.3
Grafik 5.3
Distribusi Frekuensi Konsumsi Lemak Pada Lansia di Posbindu
Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
Dari grafik 5.3 dapat diketahui bahwa frekuensi konsumsi lemak paling banyak
Tabel 5.5
Gambaran Konsumsi Magnesium Pada Lansia
di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
48
Konsumsi (mg)
Rata-rata pada CI 90% 399.3 443.2
Standar Deviasi 127.5
Nilai Terendah 193.3
Nilai Tertinggi 694.3
Posbindu Kelurahan Cempaka Putih berada pada rentang 399.3 443.2 mg. Untuk
lebih jelasnya, distribusi konsumsi lemak bisa dilihat pada grafik 5.4
Grafik 5.4
Dari grafik 5.4 dapat diketahui bahwa frekuensi paling banyak ada pada
Hasil penelitian seperti yang terdapat dalam tabel 5.6 menunjukkan bahwa
rata-rata beban glikemik pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih berada
Tabel 5.6
Gambaran Beban Glikemik Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih
Tahun 2012
Konsumsi
Rata-rata pada CI 90% 92.2 102.8
Standar Deviasi 30.8
Nilai Terendah 47.0
Nilai Tertinggi 195.9
Sedangkan distribusi beban glikemik dapat dilihat pada grafik 5.5 berikut
Grafik 5.5
Grafik 5.5 dapat menunjukkan bahwa frekuensi paling banyak ada pada
rentang 80 90.
50
Cukup
44.1% Kurang
55.9%
Grafik 5.6
Distribusi Aktivitas Fisik Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih
Tahun 2012
Dari grafik 5.6 dapat diketahui bahwa persentase lansia yang memiliki aktivitas fisik
kurang lebih besar daripada lansia yang memiliki aktivitas fisik cukup.
100 84.9
50
15.1
Persentase
0
Merokok
Tidak Merokok
Grafik 5.7
Distribusi Merokok Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih
Tahun 2012
51
Dari grafik 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia yang menjadi
100
0
Persentase
Ada
Tidak Ada
Grafik 5.8
Distribusi Riwayat Keluarga DM Pada Lansia Posbindu
di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
Grafik 5.8 menunjukkan bahwa prevalensi lansia yang memiliki riwayat keluarga
menderita DM lebih kecil daripada lansia yang tidak memiliki riwayat keluarga DM.
Tidak Berisiko
Berisiko
35.5%
64.5%
Grafik 5.9
Distribusi Lingkar Pinggang Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih
Tahun 2012
52
Grafik 5.9 menunjukkan bahwa sebagian besar lansia yang menjadi responden
Dari hasil analisis didapatkan ratarata konsumsi serat lansia lebih rendah pada
hasil uji statistik seperti tercantum dalam tabel 5.7 dapat diketahui bahwa ada
hubungan signifikan antara konsumsi serat dengan DM Tipe 2 pada lansia karena p
Tabel 5.7 Distribusi Rata-rata Konsumsi Serat Berdasarkan DM Tipe 2 Pada Lansia di
Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
Status DM n (93) Mean SD Pvalue
DM Tipe 2 20 13.64 4.893 0.094
Bukan DM 73 15.98 5.631
Salah satu syarat uji t adalah data berdistribusi normal. Data konsumsi lemak
tidak memenuhi syarat tersebut sehingga tidak bisa dilakukan uji t. Untuk
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa ratarata konsumsi lemak lansia yang menderita
DM tipe 2 lebih kecil dibandingkan lansia yang bukan DM tipe 2. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara konsumsi lemak dengan
DM Tipe 2 pada lansia karena p = 0.815, yang berarti nilai p > 0.1.
Dari hasil analisis dalam tabel 5.9 dapat diketahui bahwa ratarata konsumsi
magnesium lansia yang menderita DM tipe 2 lebih rendah daripada lansia yang
bukan DM tipe 2. Dari hasil uji statistik dapat diketahui bahwa pada alpha 10% ada
glikemik dengan DM tipe 2 adalah uji Mann-whitney karena data beban glikemik
tidak memiliki distribusi data normal sehingga uji yang digunakan bukanlah uji t.
menderita DM tipe 2 lebih rendah daripada rata-rata beban glikemik pada lansia
54
yang bukan DM tipe 2. Berdasarkan hasil uji statistik dalam tabel 5.10 dapat terlihat
bahwa pada alpha 10% terdapat hubungan signifikan antara beban glikemik dengan
Tabel 5.11 Distribusi Responden Menurut Aktivitas Fisik dengan DM Tipe 2 Pada
Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
Status DM
Aktivitas Fisik DM Tipe 2 Bukan DM Pvalue
n % n %
Kurang 15 75 37 50.7
Cukup 5 25 36 49.3 0.092
Jumlah 20 100 73 100
Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui bahwa lansia yang menderita DM tipe 2
lebih banyak yang memiliki aktivitas fisik yang kurang. Berdasarkan hasil uji
statistik diperoleh nilai p value < 0.1 yang berarti ada hubungan signifikan antara
bukan DM tipe 2 lebih banyak yang memiliki status tidak merokok. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p = 1, berarti pada alpha 10% terlihat tidak ada hubungan signifikan
Status DM
Kebiasaan
DM Tipe 2 Bukan DM Pvalue
Merokok
n % n %
Merokok 3 15 11 15.1
Tidak Merokok 17 85 62 84.9 1
Jumlah 20 100 73 100
Tabel 5.13 menunjukkan bahwa lansia yang tidak menderita DM tipe 2 lebih
banyak yang tidak memiliki riwayat keluarga DM. Pada penderita DM tipe 2 juga
ditemukan bahwa lebih banyak yang tidak memiliki riwayat keluarga DM. Namun,
jika dibandingkan antara penderita DM tipe 2 dengan yang bukan DM tipe 2 bisa
dilihat bahwa selisih perbedaan frekuensi dan persentase antara lansia yang memiliki
riwayat keluarga DM dan yang tidak memiliki riwayat keluarga DM lebih besar pada
lansia yang bukan DM tipe 2. Dari hasil uji statistik dapat diketahui bahwa ada
< 0.1.
Status DM
Lingkar
DM Tipe 2 Bukan DM Pvalue
Pinggang
n % n %
Berisiko 14 70.0 46 63.0
0.753
Tidak Berisiko 6 30.0 27 37.0
Jumlah 20 100 73 100
Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui bahwa masing-masing pada penderita
DM tipe 2 dan bukan DM tipe 2 lebih banyak yang memiliki ukuran lingkar
pinggang yang berisiko. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.753, berarti pada
alpha 10% terlihat tidak ada hubungan signifikan antara lingkar pinggang dengan
DM Tipe 2.
Untuk dapat mengetahui faktor risiko yang paling dominan terhadap DM tipe 2
dengan menggunakan uji regresi logistik ganda dengan model prediksi. Tahap yang
dilakukan dalam analisis multivariat dengan model prediksi adalah sebagai berikut:
Dalam penelitian ini terdapat 8 variabel yang diduga menjadi faktor risiko
aktivitas fisik, kebiasaan merokok, riwayat keluarga DM, dan lingkar pinggang.
Untuk pemilihan kandidat variabel yang akan dimasukkan dalam model prediksi
uji regresi logistik ganda, maka 8 variabel tersebut terlebih dahulu dilakukan
analisis bivariat, variabel dengan nilai Pvalue < 0.25 dijadikan variabel kandidat
57
antara variabel independen dengan variabel dependen dapat dilihat pada tabel
5.15.
Tabel 5.15 Hasil Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan DM Tipe 2
Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
No Variabel Pvalue
1 Konsumsi Serat 0.094
2 Konsumsi Lemak 0.815
3 Konsumsi Magnesium 0.033
4 Beban Glikemik 0.048
5 Aktivitas Fisik 0.092
6 Kebiasaan Merokok 1.000
7 Riwayat Keluarga DM 0.017
8 Lingkar Pinggang 0.753
Dari tabel 5.15 dapat diketahui ada 5 variabel yang memiliki nilai P value <
0.25 yaitu konsumsi serat, konsumsi magnesium, beban glikemik, aktivitas fisik,
memiliki Pvalue 0.1. Sedangkan variabel yang memiliki nilai Pvalue > 0.1
dari variabel yang memililki nilai Pvalue yang paling besar. Secara keseluruhan
hasil pembuatan model faktor penentu dapat dilihat pada tabel 5.16
Tabel 5.16 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Konsumsi Serat,
Konsumsi Magnesium, Beban Glikemik, Aktivitas Fisik, dan Riwayat Keluarga DM
dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih
Tahun 2012
58
terdapat 3 variabel yang tersisa yang memiliki Pvalue 0.1. Hal ini menunjukkan
Tabel 5.17 Hasil Analisis Multivariat antara Konsumsi Serat, Aktivitas Fisik, dan
Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 pada Lansia di Posbindu
Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
No Variabel B P OR 90% CI
1 Konsumsi Serat 0.105 0.007 1.11 1.006 - 1.225
2 Aktivitas Fisik 1.31 0.034 3.705 1.338 - 10.264
3 Riwayat Keluarga DM 1.594 0.081 4.922 1.851 - 13.088
Constant -1.823
-2 Log Likelihood = 82.400
Negelkelke R Square = 0.222
Dari tabel 5.17 dapat diketahui bahwa variabel riwayat keluarga memiliki
nilai koefisien B dan nilai OR yang paling besar yang berarti di antara ketiga
22.2% dan selebihnya dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar penelitian ini.
59
BAB VI
PEMBAHASAN
a) Pada penelitian ini metode penentuan status DM pada responden yang belum
glucosemeter dengan bahan darah kapiler yang memiliki sensitivitas 70% dan
spesifisitas 90% yang berarti kemampuan alat untuk mendiagnosis secara benar
secara benar bahwa responden benar tidak menderita penyakit sebesar 90%.
Menurut Ningsih dkk (2008), hasil pengukuran dengan glucosemeter masih akan
yang diperoleh.
glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Dan untuk
kendali mutu secara teratur (Soegondo, 2005). Oleh karena itu, diharapkan untuk
59
60
beberapa kekurangan yaitu dibutuhkan ingatan yang bagus tentang pola makan
6.2 Gambaran DM Tipe 2 pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun
2012
Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih sebesar 21.5%. Prevalensi ini sudah
melebihi prevalensi DM pada lansia secara nasional menurut data Riskesdas 2007,
yaitu sebesar 3,7% pada kelompok usia 55 64 tahun, 3,4% pada kelompok usia 65
74 tahun, dan 3,2% pada kelompok usia 75 tahun ke atas. Prevalensi DM tipe 2 yang
cukup tinggi di kelurahan ini bisa disebabkan karena rata-rata konsumsi serat
lansianya yang masih kurang di bawah angka kebutuhan gizi yang dianjurkan dan
aktivitas fisik yang kurang di mana kedua hal tersebut merupakan faktor-faktor
menimbulkan gangguan pada ginjal, retina, dan sistem saraf perifer termasuk neuron
sensorik dan motorik somatik serta mengganggu reaksi imun dan inflamasi (Corwin,
61
bahaya dari penyakit DM ini maka perlu segera diadakan upaya pencegahan dan
sudah terkena DM untuk selalu kontrol gula darah (pemeriksaan teratur) ke Posbindu
Penderita DM tipe 2 yang tidak memakai insulin perlu memeriksa darah agar
glukosa darah selalu terkontrol dengan baik. Ada yang memeriksanya setiap hari,
ada pula yang dua kali seminggu. Biasanya yang melakukan diet ketat dan
berolahraga secara teratur, serta minum obat rutin tidak perlu memeriksa glukosa
darah terlalu sering. Untuk pemastian kapan dan seberapa sering dilakukan
pemeriksaan gluksoa darah tergantung pada tipe diabetes dan rencana pengobatan
dari dokter. Dari pemeriksaan tersebut, lansia bisa mengetahui kadar glukosanya
sehingga lebih berhati-hati dalam menjaga pola makannya dan bisa memperoleh obat
antidiabetes yang dapat menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi sehingga dapat
penyuluhan atau penyebaran leaflet kepada masyarakat dari kalangan usia remaja,
dewasa, dan lansia untuk menerapkan pola hidup sehat. Penggunaan leaflet sebagai
melihat isinya pada saat santai, dapat belajar mandiri dan informasi yang ada bisa
dibagi dengan keluarga dan teman. Oleh karena itu, diharapkan kepada Dinkes
sekolah sekolah karena pencegahan dari usia remaja tentu akan lebih baik hasilnya.
lebih besar terkena DM pada remaja yang memiliki riwayat keluarga DM sehingga
remaja tersebut semakin termotivasi untuk menerapkan pola hidup sehat. Selain itu,
diharapkan untuk membentuk posbindu yang lebih banyak karena posbindu yang ada
pelayanan belum bisa menjangkau semua lansia yang ada dalam kelurahan.
Serat adalah komponen dinding sel pada tumbuhan yang tidak dapat dicerna
atau diserap oleh tubuh. Serat banyak terdapat dalam sayuran, kacang-kacangan,
buah-buahan, biji-bijian, dan produk gandum (Lau, 2009). Dari hasil penelitian
diperoleh bahwa rata-rata konsumsi serat lansia di Kelurahan Cempaka Putih berada
pada interval 14.5 16.4 gram. Nilai ini masih kurang dari angka kebutuhan yang
dianjurkan yaitu 25 gram. Rendahnya konsumsi serat ini disebabkan karena sebagian
besar lansianya jarang mengkonsumsi sayur dan buah yang merupakan sumber serat
yang utama. Padahal menurut Pedoman Gizi Seimbang (PGS) konsumsi sayur yang
dianjurkan adalah sebanyak 3 5 porsi dan buah sebanyak 2 3 porsi per hari.
63
Selain frekuensi yang jarang, porsi sayuran yang sering dikonsumsi oleh lansia
jumlahnya sedikit. Kebanyakan lansia mengkonsumsi jenis sayur seperti sayur asem
dan sop dimana jumlah sayur dalam makanan memang bervariasi tapi jumlahnya
sedikit sehingga menyebabkan serat yang dikonsumsi juga sedikit. Oleh karena itu,
perlu adanya upaya meningkatkan konsumsi serat pada masyarakat terutama lansia
yang memiliki risiko lebih untuk terkena DM tipe 2. Upaya tersebut dapat dilakukan
melalui penyebaran leaflet atau penyuluhan mengenai sumber serat yang baik dan
Berdasarkan hasil uji statistik dapat diketahui bahwa ada hubungan signifikan
antara konsumsi serat dengan DM Tipe 2 pada lansia di mana ratarata konsumsi
serat lansia yang menderita DM tipe 2 lebih rendah dibandingkan ratarata konsumsi
serat lansia yang tidak menderita DM tipe 2. Hal ini selaras dengan hasil studi
Hopping dkk (2010) yang menemukan bahwa asupan serat total berhubungan
dengan penurunan risiko diabetes baik pada pria dan wanita. Penelitian Meyer dkk
(2000) juga menemukan hasil yang sama bahwa terdapat hubungan berbanding
terbalik antara konsumsi serat dengan perkembangan diabetes pada wanita yang
lebih tua.
darah dan indeks insulin sehingga menurunkan risiko terkena penyakit tersebut.
Serat makanan dapat mempercepat rasa kenyang. Hal ini disebabkan karena orang
akan mengunyah lebih lama bila dalam makanan yang mengandung kadar serat yang
tinggi, ketika proses makan melambat, hal ini akan memberikan perasaan kenyang,
dan pada gilirannya membantu mencegah makan secara berlebihan dan berat badan
64
berlebih. Oleh sebab itu, kecenderungan menjadi gemuk yang merupakan salah satu
faktor risiko penyakit DM tipe 2 pada orang yang mengkonsumsi serat dalam jumlah
cukup akan lebih rendah daripada orang-orang yang makanannya mengandung kadar
serat yang rendah. Di dalam usus halus, serat dapat memperlambat penyerapan
glukosa dan meningkatkan kekentalan isi usus yang secara tidak langsung dapat
menurunkan kecepatan difusi permukosa usus halus. Akibat kondisi tersebut, kadar
Salah satu komponen lemak adalah asam lemak yang terdiri dari asam lemak
jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap
(ganda) atom karbon. Asam lemak tidak jenuh terdiri dari asam lemak dengan ikatan
tidak jenuh tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acid) dan mempunyai ikatan
rangkap banyak (PUFA = polyunsaturated fatty acid). Asam lemak PUFA dikenal
dengan asam lemak esensial, yaitu asam lemak yang dibutuhkan oleh tubuh namun
tubuh tidak dapat mensintesisnya. Oleh sebab itu, PUFA harus didatangkan dari luar,
Lemak merupakan salah satu unsur penting yang terdapat di dalam makanan.
Tanpa lemak tubuh kita tidak dapat berfungsi dengan normal, namun lemak yang
dkk (1981), kualitas lemak dari makanan terutama mempengaruhi komposisi asam
lemak membran sel yang diperkirakan dapat mengubah fungsi seluler, termasuk
65
tubuh secara keseluruhan. Temuan tersebut diperkuat dengan hasil studi Riserus dkk
(2009) yang juga mengemukakan bahwa konsumsi lemak berperan dalam DM tipe 2
fungsi membran sel, aktivitas enzim, sinyal insulin, dan ekspresi gen. Penggantian
lemak jenuh dan asam lemak trans dengan lemak tak jenuh (polyunsaturated
dan kemungkinan akan mengurangi risiko diabetes tipe 2. Di antara lemak tak jenuh
ganda, asam linoleat dari seri n-6 dapat meningkatkan sensitivitas insulin. Di sisi lain,
asam lemak rantai panjang n-3 tidak terbukti dapat meningkatkan sensitivitas insulin
atau metabolisme glukosa. Oleh karena itu, dalam praktek diet agar dapat mencegah
DM tipe 2, makanan yang kaya lemak jenuh dari daging dan produk susu yang kaya
lemak harus diganti dengan makanan kaya minyak nabati, termasuk margarin non-
parsial/lemak trans juga harus diminimalkan. Lemak trans ini biasanya terdapat
dalam margarin, kentang goreng, donat, dan makanan yang dipanggang seperti
Dari hasil studi diperoleh nilai p = 0.815, yang berarti tidak ada hubungan
signifikan antara konsumsi lemak dengan DM Tipe 2 pada lansia. Hasil penelitian ini
tidak selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Thanopoulou dkk (2003)
yang memperoleh temuan bahwa asupan lemak sangat terkait dengan DM tipe 2 baik
diabetes tipe 2 yang sudah terdiagnosis atau diabetes tipe 2 tidak terdiagnosis.
66
Adanya diabetes tipe 2 ini terutama dikaitkan dengan asupan lemak hewani. Selain
itu, Meyer dkk (2001) juga menemukan bahwa lemak nabati memiliki hubungan
berbanding terbalik dengan insidens diabetes pada populasi lansia perempuan Iowa.
Selain itu, mereka juga mengungkapkan bahwa mengganti asam lemak jenuh dengan
Ketidaksesuaian hasil penelitian ini dengan studi yang dilakukan oleh Meyer dkk
penelitian ini, peneliti tidak memperhatikan jenis lemak yang dikonsumsi oleh
memperhatikan jenis lemak yang dikonsumsi, bisa mempengaruhi hasil penelitian ini
karena bisa saja responden dalam dietnya sehari-hari lebih banyak mengkonsumsi
lemak tidak jenuh dan sedikit mengkonsumsi lemak jenuh dimana hal tersebut bisa
Selain itu, tidak adanya hubungan antara konsumsi lemak dengan DM tipe 2
bisa disebabkan karena sampel minimal variabel ini dari perhitungan besar sampel
penelitian Handayani (2003) sebesar 162 orang dan setelah dimasukkan ke dalam
rumus n = P2 x n adalah sebanyak 285 orang. Dalam penelitian ini jumlah sampel
yang diambil adalah 93 orang, jumlah tersebut lebih kecil daripada jumlah sampel
minimal konsumsi lemak sebanyak 285 orang. Hal ini tentunya bisa mempengaruhi
hasil analisis data karena jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini mungkin
lemak dengan DM tipe 2 karena untuk variabel ini dibutuhkan sampel minimal
mempengaruhi resistensi insulin masih belum dipahami dengan baik. Kelainan pada
intraseluler mungkin penting untuk menjaga sensitivitas insulin pada otot rangka
tirosin kinase pada reseptor insulin dan meningkatkan kadar kalsium intraseluler,
dapat mempengaruhi sekresi insulin yang dirangsang glukosa dalam sel pankreas
melalui pengubahan metabolisme ion seluler atau jalur lain yang terkait dengan stres
Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada alpha 10% ada hubungan
signifikan antara konsumsi magnesium dengan DM Tipe 2. Hasil studi ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh LopezRidaura dkk (2004) dan Larsson
Oleh karena itu, perlu adanya upaya promotif dan preventif dengan cara memberikan
informasi tentang makanan yang kaya magnesium seperti: biji - bijian, kacang
kacangan, dan sayuran hijau. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui penyuluhan,
rentang 92.2 102.8. Rata-rata ini termasuk dalam kategori sedang karena masih
berada dalam rentang 80 120. Nilai beban glikemik dikategorikan rendah jika
berada dalam rentang 0 80 dan dikelompokkan tinggi jika berada di atas 120 (Bean,
2007). Nilai beban glikemik (GL) lansia di kelurahan ini sebagian besar berada
dalam kelompok sedang dan rendah. Hal ini disebabkan porsi makan pada lansia
sudah berkurang atau lebih sedikit dibandingkan kelompok usia lainnya termasuk
jenis makanan yang mengandung karbohidrat seperti nasi, roti, ubi, singkong dan
Berdasarkan hasil uji statistik dapat diketahui bahwa pada alpha 10% terdapat
hubungan signifikan antara GL dengan DM Tipe 2 pada lansia. Hasil studi ini selaras
dengan hasil temuan Willet dkk (2002), yaitu beban glikemik dari keseluruhan
konsumsi makanan memiliki hubungan dengan besarnya risiko DM tipe 2 baik pada
metode konvensional diet pembatasan energi dan rendah lemak, diet rendah GL
menyebabkan pengurangan kecil pada RMR (resting metabolic rate) dan rasa lapar,
69
pengurangan lebih besar dalam resistensi insulin, TG, C-reactive protein (CRP), dan
rata-rata tekanan arteri, dan perubahan komposisi tubuh. Selain itu, Liu dkk (2002)
plasma CRP, setelah dilakukan adjustment pada BMI, asupan energi total, dan faktor
risiko koroner lainnya yang diketahui, dan asosiasi itu lebih kuat pada wanita dengan
BMI > 25 kg/m2. Dalam Womens Health Initiative, diet rendah GL juga dikaitkan
dengan kadar plasma interleukin-6 (IL-6) dan tumor necrosis factor-alpha reseptor-2
Pradhan dan rekan (2001) menemukan hasil studi berupa 2 tanda peradangan
sistemik, CRP dan IL-6, menjadi penentu risiko DM tipe 2 terutama CRP merupakan
prediktor independen yang kuat setelah penyesuaian untuk obesitas, faktor risiko
klinis, dan kadar insulin puasa. Asosiasi paralel juga ditemukan untuk IL-6,
meskipun lebih rendah dalam besarnya dan dari batas signifikansi statistik setelah
sebelumnya yang dikemukakan oleh Pickup dan Crook bahwa DM tipe 2 dapat
merupakan manifestasi dari respon fase akut dimediasi sitokin yang diprakarsai oleh
peningkatan sistemik dari kedua biomarker tersebut. Sitokin utama yang terlibat
dalam sintesis hati CRP adalah IL-6, yang juga merupakan molekul penting sinyal
adiposit yang dikeluarkan dari simpanan lemak visceral dan subkutan. Sekitar 25%
IL-6 sistemik in vivo berasal dari jaringan adiposa subkutan dan diperkirakan dapat
70
Pradhan dkk (2001) juga mengemukakan bahwa mekanisme lain yang dapat
menjelaskan hasil temuan mereka adalah hubungan antara inflamasi dan disfungsi
Mekanisme lainnya adalah peningkatan IL-6 dan CRP sebagian besar mungkin
mencerminkan aktivasi adiposit. Misalnya, IL-6 dan produksi hilir CRP mungkin
terkait dengan pelepasan zat patogen lain yang timbul dari adiposit yang
dari simpanan adiposa adalah tumor necrosis factor , leptin, asam lemak bebas, dan
resisten (Pradhan, 2001). Dengan demikian, diet rendah GL dapat menurunkan kadar
CRP dan IL-6 di mana dengan rendahnya kedua biomarker tersebut dapat
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya promotif dan preventif melalui
tomat, wortel, labu), buah buahan (buah beri, pir, melon, semangka, buah ceri),
kacang kacangan (kacang hijau, kacang tanah, kacang kedelai, kacang polong), dan
gandum.
71
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia memiliki
aktivitas fisik yang kurang, yaitu sebanyak 52 orang (55.9%). Penurunan aktivitas
fisik ini bisa disebabkan karena lansia sudah tidak bekerja lagi dan terjadinya
penurunan kondisi fisik tubuh akibat adanya proses menua seperti penurunan fungsi
dkk (2009) penurunan fungsi musculoskeletal pada lansia berupa menurunnya massa
waktu reaksi, dan koordinasi pada lansia yang disebabkan oleh penurunan konduksi
tangga seperti mencuci dan menyapu halaman serta jalan kaki ke tempat pengajian
sehingga persentase antara lansia perempuan yang melaksanakan aktivitas fisik yang
cukup dan kurang tidak jauh berbeda. Namun, untuk lansia laki-laki sebagian besar
sudah tidak melakukan kegiatan fisik apapun, bahkan jalan kaki yang merupakan
jenis aktivitas fisik ringan jarang yang menerapkannya. Oleh karena itu, perlu upaya
terutama lansia agar melaksanakan aktivitas fisik secara teratur minimal total 30
menit per hari selama 5 hari dalam seminggu harus digalakkan. Aktivitas fisik yang
dilakukan dapat berupa pekerjaan rumah tangga, bercocok tanam, atau berjalan kaki
yang harus dilakukan minimal 10 menit dalam satu kali pelaksanaan kegiatan dan
total waktu pelaksanaan satu jenis kegiatan per harinya minimal 30 menit. Upaya
tersebut dapat dilakukan dengan cara penyebaran pamflet atau poster, penyuluhan,
72
atau pengadaan kegiatan jalan kaki sore atau senam lansia yang dipandu salah satu
lansia.
aktivitas fisik dengan DM Tipe 2 pada lansia, di mana lansia yang menderita DM
tipe 2 lebih banyak yang memiliki aktivitas fisik yang kurang. Hasil penelitian ini
selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Helmrich dkk (1991) yang
menemukan bahwa pria yang berolahraga secara teratur, dengan intensitas sedang
atau berat, memiliki risiko 35% lebih rendah menderita DM tipe 2 daripada pria
kurang gerak. Wiardani (2009) juga menemukan hasil yang sama bahwa aktivitas
fisik rendah memiliki risiko DM tipe 2 tiga kali lebih besar dibandingkan dengan
aktivitas fisik tinggi. Temuan tersebut diperkuat juga dengan hasil penelitian
antara antara aktivitas fisik dengan resistensi insulin di mana hubungan tersebut
bagaimana aktivitas fisik dapat mempengaruhi resistensi insulin. Aktivitas fisik rutin
dapat mempengaruhi aksi insulin dalam metabolisme glukosa dan lemak pada otot
rangka. Aktivitas fisik yang giat menghasilkan adaptasi fisiologis sel otot rangka
kapiler ke otot skeletal, peningkatan aktivitas enzim dari rantai transpor elektron
mitokondria. Secara tidak langsung, aktivitas fisik yang teratur dapat berperan dalam
73
mencegah risiko DM dengan meningkatkan massa tubuh tanpa lemak dan secara
glukosa. Akibatnya terjadi gangguan transfer glukosa ke dalam sel dan berkurangnya
merokok dan 15.1% adalah perokok. Prevalensi yang tidak merokok lebih besar
berjenis kelamin perempuan. Bagi masyarakat Indonesia yang masih menganut adat
ketimuran, merokok bagi wanita merupakan hal yang tabu karena hal ini pastinya
2013). Dan hal itu memang terbukti dari persentase yang merokok hampir semuanya
adalah lansia laki-laki dan hanya 1 orang yang berjenis kelamin perempuan.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pada alpha 10% terlihat tidak ada
hubungan antara merokok dengan DM Tipe 2 pada lansia. Hasil penelitian ini selaras
dengan pernyataan Qiao dkk (1999) yang mengungkapkan bahwa merokok memang
meningkatkan risiko diabetes dan TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada laki-
laki di mana mereka menjadi rentan untuk mengalami kematian dini, tetapi merokok
dikaitkan dengan penurunan risiko diabetes pada pria yang bisa bertahan hidup
sampai usia yang jauh lebih tua. Hal ini disebabkan karena orang-orang merokok
74
yang telah selamat sampai usia tua pasti memiliki kemampuan khusus untuk
Selain itu, Qiao dkk (1999) juga menambahkan bahwa sebagian besar bukti
yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko diabetes berasal dari studi
pada populasi setengah baya atau bahkan dari kelompok usia yang lebih muda.
Walaupun pada tahun 2004, Sairenchi dkk (2004) mempublikasikan bahwa studi
hubungan yang signifikan antara merokok dan risiko diabetes di kalangan usia lanjut
pria dan wanita. Namun, penelitian Sairenchi dkk (2004) memiliki keterbatasan yaitu
mereka tidak meneliti faktor aktivitas fisik dan diet di mana kedua faktor tersebut
bisa menjadi faktor confounding dalam hubungan antara merokok dan diabetes. Oleh
karena itu, diperlukan studi lebih lanjut pada populasi lansia untuk memperjelas
Selain itu, tidak ditemukannya hubungan antara merokok dan DM tipe 2 bisa
disebabkan karena data variabel merokok yang relatif homogen. Seperti yang terlihat
pada tabel 5.12 menunjukkan bahwa prevalensi yang tidak merokok sebesar 85%
baik pada kelompok penderita DM tipe 2 dan bukan DM tipe 2. Data yang homogen
Dalam penelitian ini, yang dianggap keluarga hanyalah kerabat dekat seperti
ayah, ibu, saudara laki-laki dan saudara perempuan sekandung. Jika riwayat DM
pada salah satu anggota keluarga tersebut, maka seseorang memiliki risiko kategori
75
sedang untuk terkena DM tipe 2 dan jika banyak anggota keluarga tersebut yang
memiliki riwayat DM, maka seseorang memiliki risiko yang paling besar untuk
terkena DM tipe 2. Dari hasil uji statistik dapat diketahui bahwa ada hubungan
signifikan antara riwayat keluarga DM dengan DM Tipe 2. Hasil ini sesuai dengan
bermakna dengan DM Tipe 2 di mana risiko untuk terjadi DM tipe 2 pada subyek
yang memiliki riwayat keluarga DM tipe 2 sebesar 5,9 kali dibandingkan dengan
mereka yang tidak tahu keluarganya menderita DM tipe 2. Hasil ini selaras juga
dengan hasil penelitian Fajarwati dan Kiki Korneliani (2010) yang menemukan
pada wanita.
mana dalam kasus DM tipe 2 persentase yang memiliki riwayat keluarga menderita
DM sebesar 30% (Soegondo, 2005). Bukti adanya komponen genetik pada DM tipe
kembar monozigot, prevalensi DM yang tinggi pada anak-anak dari orang tua yang
menderita diabetes, dan prevalensi DM yang tinggi pada kelompok etnis tertentu.
populasi, tetapi tidak ada gen yang terlihat sebagai gen utama di dalam proses
memiliki hubungan yang jelas dengan gen human leucocytes antigen (HLA).
(Gibney, 2008)
76
Dari hasil analisis multivariat dapat diketahui bahwa faktor risiko yang paling
preventif dengan cara memberikan informasi atau penyuluhan tentang gaya hidup
sehat kepada para lansia terutama lansia yang sudah memiliki riwayat keluarga DM
mengingat mereka merupakan kelompok yang memiliki risiko yang lebih besar
untuk terkena DM dibandingkan dengan lansia lainnya yang tidak memiliki riwayat
DM.
pinggang yang berisiko yaitu sebesar 64.5% (60 orang). Hal ini selaras dengan
banyaknya lansia di kelurahan ini yang memiliki aktivitas fisik yang kurang.
termasuk akumulasi lemak pada sekitar daerah abdominal yang ditandai dengan
besarnya ukuran lingkar pinggang. Oleh karena itu, perlu adanya upaya promotif dan
melalui penyebaran leaflet atau penyuluhan tentang manfaat dan jenis aktivitas fisik
yang dapat dilakukan oleh lansia di setiap kegiatan posbindu atau majelis taklim.
pinggang dengan DM Tipe 2. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Soetiarto dkk (2010) yang menemukan bahwa
77
asupan glukosa sebagai sumber energi. Pada orang DM, tubuhnya gagal mengelola
membutuhkan energi, maka tubuh akan mencari sumber energi lain yaitu dengan
cara memecah simpanan lemak menjadi energi. Lemak pada organ perut lebih
mudah diolah untuk memperoleh energi (Ramaiah, 2008). Dan jika simpanan lemak
ternyata tidak mencukupi kebutuhan energi tubuh, maka protein atau otot yang
dipecah sehingga lama-lama berat badan akan menurun dan ukuran lingkar pinggang
juga akan menyusut. Hal ini selaras dengan hasil wawancara terhadap para
mereka memang mengalami penurunan berat badan yang drastis serta gejala DM
Dari tabel 5.14 dapat diketahui bahwa sebagian besar penderita DM tipe 2
memiliki ukuran lingkar pinggang berisiko. Tapi hasil uji statistik menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara lingkar pinggang dengan DM tipe 2. Hal ini bisa
terjadi karena saat pengumpulan data dilakukan 90% dari 20 responden yang
mereka menderita DM. Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar lansia
penderita DM tipe 2 sudah menderita DM dalam jangka waktu lebih dari 5 tahun.
Tentunya dalam jangka waktu tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa berat
78
badan dan ukuran lingkar responden yang menyusut bisa meningkat kembali karena
dalam masa tersebut mereka bisa mengubah gaya hidup dan pola makan mereka
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
tahun 2012 pada CI 90% sebesar 14.5 16.4 gr, yang berarti masih kurang dari
tahun 2012 pada CI 90% sebesar 63.1 67.5 gr, yang berarti masih berada di
bawah ambang batas konsumsi lemak pada lansia laki-laki dan sudah melebihi
Putih tahun 2012 pada CI 90% sebesar 399.3 443.2 mg, yang berarti sudah
tahun 2012 pada CI 90% sebesar 92.2 102.8, yang berarti masih termasuk
g) Sebagian besar lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012 tidak
79
80
i) Sebagian besar lansia (64.5%) di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012,
j) Ada hubungan antara konsumsi serat dengan DM Tipe 2 pada lansia di Posbindu
k) Tidak ada hubungan antara konsumsi lemak dengan DM Tipe 2 pada lansia di
m) Ada hubungan antara beban glikemik dengan DM Tipe 2 pada lansia di Posbindu
n) Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan DM Tipe 2 pada lansia di Posbindu
o) Tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan DM Tipe 2 pada lansia di
q) Tidak ada hubungan antara lingkar pinggang dengan DM Tipe 2 pada lansia di
keluarga DM.
81
7.2 Saran
banyak posbindu agar bisa menjangkau semua lansia yang ada dalam kelurahan
tersebut.
yang spesifik untuk penyakit DM, misalnya informasi tentang resiko lebih
melaksanakan aktivitas fisik secara teratur yaitu minimal 30 menit per hari
selama 5 hari dalam seminggu. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara
kaki sore atau senam lansia yang dipandu salah satu lansia.
manfaat dan sumber serat yang baik serta batasan dan jenis lemak yang baik
untuk dikonsumsi kepada para lansia terutama lansia yang sudah memiliki
(brokoli, kangkung, buncis, tomat, wortel, labu), buah buahan (buah beri,
pir, melon, semangka, buah ceri), kacang kacangan (kacang hijau, kacang
2. Meneliti faktor faktor lain yang tidak diteliti dalam studi ini.
83
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Iskandar. Khasiat & Manfaat Kitoloid Penakluk Gangguan Mata. Jakarta:
Agromedia Pustaka. 2010
Bazzano LA, Serdula M, dan Liu S. Prevention of Type 2 Diabetes by Diet and Lifestyle
Modification. J. Am. Coll. Nutr. 2005 24:(5) 310-319.
Bean, Anita. Food for Fitness. London: A & C Black Publishers Ltd. 2007
Brown, Judith E dkk. Nutrition and The Elderly: Conditions and Intervention in U.
Beate Krinkle dan Lori Roth-Yousey. USA: Thomson Wadsworth. 2005
Cahyono, Suharjo B. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
2008
Facchini F, Chen YD, Reaven GM. Light-to-Moderate Alkohol Intake is Associated with
Enhanced Insulin Sensitivity. Diabetes Care 17:115119, 1994.
Fajarwati dan Kiki Korneliani. Beberapa Faktor Risiko yang Berhubungan dengan
Kejadian Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 pada Wanita di Rumah Sakit Umum
Daerah 45 Kuningan. Kesehatan Komunitas Indonesia 2010;6 (1):225-234.
Frati AC, Iniestra F, Ariza CR. Acute Effect of Cigarette Smoking on Glucose Tolerance
and Other Cardiovascular Risk Factors. Diabetes Care 1996;19:11218.
83
84
Foy CG, Bell RA, Farmer DF, Goff DC, dan Wagenknecht LE. Smoking and Incidence
of Diabetes Among US Adults. Diabetes Care 2005;28:25012507.
Gibney, Michael J dkk. Diabetes Melitus In Ambady Ramachandan dkk. Gizi Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: EGC. 2008
Handayani, Sri Ani. Tesis Faktor-Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Semarang
dan Sekitarnya. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
2003
Helmrich SP, Ragland DR, Leung RW, dan Paffenbarger RS. Physical Activity and
Reduced Occurrence of Non-Insulin-Dependet DM. N Engl J Med 1991; 325:
147-152.
Higgins JA, Brand Miller JC, Denyer GS. Development of Insulin Resistance in The Rat
is Dependent on The Rate of Glucose Absorption from The Diet. J Nutr
1996;126:596602.
Junita S, Putri. Gambaran Pengetahuan dan Tindakan Penderita Diabetes Melitus Tipe
2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik di RSUP H. Adam Malik. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatra Utara Medan. 2010.
Khomsan, Ali dan Faisal Anwar. Sehat itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat dengan
Makanan Tepat. Jakarta: Penerbit Hikmah. 2008
Komnas Lansia. Profil Penduduk Lansia 2009. Jakarta: Komisi Nasional Lansia. 2010
Kozier, Barbara dkk. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Jakarta:
EGC. 2009
Larsson SC dan Wolk A. Magnesium Intake and Risk of Type 2 Diabetes: A Meta-
Analysis. J Intern Med 2007; 262: 208-214.
Lau, Edwin. Healthy Express Super Sehat dalam 2 Minggu. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. 2009
Lopez-Ridaura R, Willet WC, Rimm EB, Liu S, Stampfer MJ, Manson JE, and Hu FB.
Magnesium Intake and Risk of Type 2 Diabetes in Men and Women. Diabetes
Care ;27: 134-140. 2004
Meyer KA, Kushi LH, Jacobs DR dan Folsom AR. Dietary Fat and Incidence of Type 2
Diabetes in Older Iowa Women. Diabetes Care 2001; 1528-1535.
85
Nadimin, Ayu SD, dan Sadariah. Pengaruh Pemberian Diit DM Tinggi Serat Terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah Pasien DM Tipe 2 di RSUD Salewangang
Kab Maros. Media Gizi Pangan 2009; Vol VII, Edisi 1; 29-34.
Ningsih, Nusrah dkk. Uji Diagnostik Pengukuran Glukosa Vena dan Kapiler dan Faktor
yang Mempengaruhi untuk Pengkajian Masalah Gizi Karbohidrat dalam
Proses Asuhan Gizi Klinik. RSUP dr. Wahidin Sudiro Husodo Makassar
Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar. 2008
Nix, Staci. Williams basic nutrition and diet therapy. Missouri: Mosby, Inc. 2005
Pereira MA, Swain J, Goldfine AB, Rifai N, dan Ludwig DS. Effects of A Low-Glycemic
Load Diet on Resting Energy Expenditure and Heart Disease Risk Factors
During Weight loss. JAMA 2004; 292 : 2482-2490.
Pradhan AD, Manson JE, Rifai N, Buring JE, and Ridker PM. C-Reactive Protein,
Interleukin 6, and Risk of Developing Type 2 Diabetes Mellitus. JAMA 2001;
286 :327-334.
Qiao Q, Valle T, Nissinen A, dan Tuomilehto J. Smoking and The Risk of Diabetes in
Elderly Finnish Men. Diabetes Care 22 :18211826, 1999.
Ramaiah, Savitri. Diabetes: Cara mengetahui Gejala Diabetes dan Mendeteksinya Sejak
Dini. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. 2008
Rimm EB, Manson JE, Stampfer MJ, Colditz GA, Willett WC, Rosner B, Hennekens
CH, Speizer FE. Cigarette Smoking and the Risk of Diabetes in Women. Am
J Public Health 83:211214, 1993.
Rimm EB, Chan J, Stampfer MJ, Colditz GA, dan Willet WC. Prospective Study of
Cigarette Smoking, Alcohol Use, and The Risk of Diabetes in Men. BMJ
310:555559, 1995.
Riserus U, Willet WC, dan Hu FB. Dietary Fats and Prevention of Type 2 Diabetes.
Prog Lipid Res 2009; 48 (1):44 51.
86
Rizzo NS, Ruiz JR, Oja L, Veidebaum T, dan Sjostrom M. Associations Between
Physiscal Activity, Body Fat, and Insulin Resistance (Homeostasis Model
Assesment) in Adolescents: The European Youth Heart Study. Am J Clin Nutr
2008;87:586 92.
Roberts CK, Liu S. Effects of Glycemic Load on Metabolic Health and Type 2 DM. J
Diabetes Sci Technol 2009 3(4): 697 704.
Sendih, Skolastika dan Gunawan. Keajaiban Teripang Penyembuh Mujarab dari Laut.
Jakarta: AgroMedia Pustaka. 2006
Song Y, Manson JE, Buring JE, dan Liu S. Dietary Magnesium Intake in Relation to
Plasma Insulin Levels and Risk of Type 2 Diabetes in Women. Diabetes Care
27:5965, 2004.
Sriyana, Jaka. Dampak Transisi Demografi Terhadap Defisit Fiskal di Indonesia. Jurnal
Ekonomi Pembangunan Vol. 13 No 3, Desember 2008 Hal 175 189.
Syamsiah, Ranita. Citra Diri Perempuan Perokok Aktif Berfokus pada Self-Idea.
Universitas Pendidikan Indonesia. 2013
Thanopoulou dkk. Dietary Fat Intake as Risk Factor for the Development of Diabetes.
Diabetes Care. 2003; 26:302-307.
Wei M, Gibbons LW, Mitchell TL, Kampert JB, Blair SN. Alcohol Intake and Incidence
of Type 2 Diabetes in Men. Diabetes Care 23:1822, 2000.
Wiardani NK. Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Kejadian Diabetes Melitus (DM)
Tipe 2. Jurnal Skala Husada 2009; Vol 6 (1):59 64.
87
Willett W, Manson J, Liu S. Glycemc Index, Glycemic Load and Risk of Type 2 Diabetes.
Am J Clin Nutr 2002;76(suppl):274S280S.
Zhang L, Curhan GC, Hu FB, Rimm EB, dan Forman JP. Association Between Passive
and Active Smoking and Incident Type 2 Diabetes in Women. Diabetes Care
34:892897, 2011.
88
LAMPIRAN
89
Dalam penelitian ini, responden akan diperiksa gula darah, diukur lingkar pinggang dan
ditanyakan mengenai beberapa hal terkait keluhan khas DM, riwayat keluarga DM,
aktivitas fisik, kebiasaan merokok, dan informasi mengenai konsumsi makanan sehari
hari.
Setelah membaca pernyataan di atas dan mendengar penjelasan peneliti, saya telah
memahami maksud dan tujuan penelitian serta penjaminan kerahasiaan informasi dalam
penelitian ini. Saya menyatakan bahwa saya setuju untuk menjadi responden dalam
penelitian ini dengan sukarela, tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan akan
memberikan informasi yang sejujurnya.
(..) ()
Peneliti Responden
90
Kode Responden :
Hari/Tanggal :
A. Karakteristik Responden
1 Nama
2 Alamat
3 No Hp/Telp
B. Diagnosis DM
B1 Kadar gula darah mg/dl
B2 Apakah Bapak/Ibu mengalami:
a. Poliuri/banyak kencing terutama malam hari 0.Ya 1.Tidak
b.Polidipsi/banyak minum dan selalu merasa haus0.Ya 1. Tidak
c. Polifagi/banyak makan dan sering merasa lapar 0. Ya 1. Tidak
d.Berat badan turun drastis tanpa penyebab yang jelas 0.Ya 1. Tidak
E Merokok
E2 Apakah sekarang ini Bapak/Ibu merokok? 0. Ya
0. 1. Tidak ke E6
E3 Sejak kapan bapak/ibu merokok (tahun berapa)? 0. 1 thn
1. < 1 thn
E4 Berapa batang rokok yang Bapak/Ibu hisap dalam batang
1 hari?
E5 Jenis rokok yang biasa Bapak/Ibu hisap? a. Filter selesai
b. kretek - selesai
0. Lainnya,
sebutkan..selesai
E6 Apakah dulu Bapak/Ibu pernah merokok? 0.Ya
91
1.Tidak - selesai
E7 Sejak kapan bapak/ibu mulai merokok? Sejak tahun yang lalu
E8 Sejak kapan bapak/ibu berhenti merokok? 0. 1 thn
1. < 1 thn
E9 Berapa batang rokok dulu yang Bapak/Ibu hisap batang
dalam 1 hari?
E10 Jenis rokok yang dulu biasa Bapak/Ibu hisap? c. Filter selesai
d. kretek - selesai
1. Lainnya,
sebutkan..selesai
Jenis Aktivitas Fisik
F Aktivitas Fisik
F11 Apakah Bapak/Ibu biasa melakukan aktivitas fisik berat, yang 0.Ya
dilakukan terus menerus paling sedikit 10 1.Tidak
menit setiap kali melakukannya? F14
92
2 Protein Hewani
Ayam
Ikan
Telur
Daging sapi
Hati ayam
Hati sapi
Udang
Cumi-cumi
3 Protein Nabati
Tempe
Tahu
Kacang merah
Kacang polong
Kacang hijau
Kacang tanah
Kacang kedele
94
5 Buah
Pisang
Apel
Jeruk
Mangga
Strawberi
Alpukat
Semangka
Jambu biji
Sawo
Duku
6 Susu
Susu sapi
Susu kental manis
95
Lampiran 4
HASIL ANALISIS DATA
Analisis Univariat
DM Tipe 2
Aktivitas Fisik
Merokok
Riwayat Keluarga
Lingkar Pinggang
Descriptives
97
Range 501.0
Interquartile Range 188.3
Skewness .251 .250
Kurtosis -.636 .495
Beban Glikemik Mean 97.498 3.1950
90% Confidence Interval for Lower Bound 92.189
Mean
Upper Bound 102.807
5% Trimmed Mean 95.495
Median 89.300
Variance 949.345
Std. Deviation 30.8114
Minimum 47.0
Maximum 195.9
Range 148.9
Interquartile Range 38.2
Skewness 1.038 .250
Kurtosis .483 .495
Analisis Bivariat
Hubungan Konsumsi Serat dengan DM Tipe 2
Group Statistics
a
Test Statistics
Knsmsi_lemak
Mann-Whitney U 705.000
Wilcoxon W 915.000
Z -.234
Asymp. Sig. (2-tailed) .815
a. Grouping Variable: Status_DM
a
Test Statistics
Beban_glike
Mann-Whitney U 518.500
Wilcoxon W 728.500
Z -1.978
Asymp. Sig. (2-tailed) .048
a. Grouping Variable: Status_DM
Status_DM
Ya tidak Total
Aktvtas_fsik Kurang Count 15 37 52
Expected Count 11.2 40.8 52.0
% within Status_DM 75.0% 50.7% 55.9%
Cukup Count 5 36 41
Expected Count 8.8 32.2 41.0
% within Status_DM 25.0% 49.3% 44.1%
Total Count 20 73 93
Expected Count 20.0 73.0 93.0
% within Status_DM 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square a
3.765 1 .052
b
Continuity Correction 2.843 1 .092
Likelihood Ratio 3.942 1 .047
Fisher's Exact Test .075 .044
Linear-by-Linear Association 3.725 1 .054
b
N of Valid Cases 93
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.82.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Status_DM
Ya tidak Total
new_rokok merokok Count 3 11 14
Expected Count 3.0 11.0 14.0
% within Status_DM 15.0% 15.1% 15.1%
mantan dan tidak Count 17 62 79
merokok
Expected Count 17.0 62.0 79.0
% within Status_DM 85.0% 84.9% 84.9%
Total Count 20 73 93
Expected Count 20.0 73.0 93.0
% within Status_DM 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
.000 1 .994
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .000 1 .994
Fisher's Exact Test 1.000 .650
Linear-by-Linear Association .000 1 .994
b
N of Valid Cases 93
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.01.
b. Computed only for a 2x2 table
Status_DM
Ya tidak Total
Rwyat_Kluarga Ada Count 9 13 22
Expected Count 4.7 17.3 22.0
102
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square a
6.427 1 .011
b
Continuity Correction 5.010 1 .025
Likelihood Ratio 5.834 1 .016
Fisher's Exact Test .017 .015
Linear-by-Linear Association 6.358 1 .012
b
N of Valid Cases 93
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.73.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Status_DM
Ya tidak Total
Lingkr_pinggang Berisiko Count 14 46 60
Expected Count 12.9 47.1 60.0
% within Status_DM 70.0% 63.0% 64.5%
103
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
.335 1 .563
b
Continuity Correction .099 1 .753
Likelihood Ratio .341 1 .559
Fisher's Exact Test .610 .382
Linear-by-Linear Association .331 1 .565
b
N of Valid Cases 93
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.10.
b. Computed only for a 2x2 table
Analisis Multivariat
Logistic Regression
Case Processing Summary
a
Unweighted Cases N Percent
Selected Cases Included in Analysis 93 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 93 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 93 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.
Observed Predicted
104
Status_DM
Score df Sig.
Step 0 Variables Rwyat_Kluarga 6.427 1 .011
Aktvtas_fsik 3.765 1 .052
Knsmsi_mgnesium 4.566 1 .033
Beban_glike 2.148 1 .143
Knsmsi_serat 2.845 1 .092
Overall Statistics 14.025 5 .015
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 15.404 5 .009
Block 15.404 5 .009
Model 15.404 5 .009
Model Summary
Cox & Snell R Nagelkerke R
Step -2 Log likelihood Square Square
a
1 81.423 .153 .236
a. Estimation terminated at iteration number 6 because
parameter estimates changed by less than .001.
a
Classification Table
Observed Predicted
105
Status_DM
Percentage
Ya tidak Correct
Step 1 Status_DM Ya 4 16 20.0
tidak 4 69 94.5
Overall Percentage 78.5
a. The cut value is .500
Logistic Regression
Case Processing Summary
a
Unweighted Cases N Percent
Selected Cases Included in Analysis 93 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 93 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 93 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.
Predicted
Status_DM
Percentage
Observed Ya tidak Correct
106
Step 0 Status_DM Ya 0 20 .0
tidak 0 73 100.0
Overall Percentage 78.5
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Score df Sig.
Step 0 Variables Rwyat_Kluarga 6.427 1 .011
Aktvtas_fsik 3.765 1 .052
Beban_glike 2.148 1 .143
Knsmsi_serat 2.845 1 .092
Overall Statistics 14.014 4 .007
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 15.351 4 .004
Block 15.351 4 .004
Model 15.351 4 .004
Model Summary
Cox & Snell R Nagelkerke R
Step -2 Log likelihood Square Square
a
1 81.476 .152 .235
a. Estimation terminated at iteration number 6 because
parameter estimates changed by less than .001.
a
Classification Table
Observed Predicted
107
Status_DM
Percentage
Ya tidak Correct
Step 1 Status_DM Ya 4 16 20.0
tidak 4 69 94.5
Overall Percentage 78.5
a. The cut value is .500
Logistic Regression
Dependent Variable
Encoding
Original
Value Internal Value
Ya 0
tidak 1
Observed Predicted
108
Status_DM
Percentage
Ya tidak Correct
Step 0 Status_DM Ya 0 20 .0
tidak 0 73 100.0
Overall Percentage 78.5
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Score df Sig.
Step 0 Variables Rwyat_Kluarga 6.427 1 .011
Aktvtas_fsik 3.765 1 .052
Knsmsi_serat 2.845 1 .092
Overall Statistics 13.711 3 .003
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 14.428 3 .002
Block 14.428 3 .002
Model 14.428 3 .002
Model Summary
Cox & Snell R Nagelkerke R
Step -2 Log likelihood Square Square
a
1 82.400 .144 .222
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than .001.
a
Classification Table
Predicted
Status_DM
Percentage
Observed Ya tidak Correct
109