Anda di halaman 1dari 35

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Menurut WHO, stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejalagejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler. Menurut Neil F. Gordon, stroke adalah gangguan potensial yang fatal
pada suplai darah bagian otak.

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang
disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan
oksigen di jaringan otak.

B. Klasifikasi
Terdapat dua macam bentuk stroke yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Stroke iskemik merupakan 80% dari penyebab stroke, disebabkan oleh gangguan
pasokan oksigen dan nutrisi ke sel-sel otak akibat bentukan trombus atau emboli.
Stroke iskemik dibagi menjadi aterotrombosis arteri, emboli otak, stroke lakunar, dan
hipoperfusi sistemik. Keadaan ini dapat diperparah oleh terjadinya penurunan perfusi
sistemik yang mengaliri otak. Sedangkan stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah kranial dan dibagi menjadi perdarahan intraserebral, perdarahan
subarakhnoid, dan hematoma subdural/ ekstradural.

Stroke Iskemik
Stroke iskemik mempunyai berbagai etiologi, tetapi pada prinsipnya
disebabkan oleh aterotrombosis atau emboli, yang masing-masing akan mengganggu
atau memutuskan aliran darah otak atau cerebral blood flow (CBF). Nilai normal CBF
adalah 5060 ml/100 mg/menit. Iskemik terjadi jika CBF < 30 ml/100mg/menit. Jika CBF
turun sampai < 10 ml/mg/menit akan terjadi kegagalan homeostasis, yang akan
menyebabkan influks kalsium secara cepat, aktivitas protease, yakni suatu kaskade
atau proses berantai eksitotoksik dan pada akhirnya kematian neuron. Reperfusi yang
terjadi kemudian dapat menyebabkan pelepasan radikal bebas yang akan menambah
kematian sel. Reperfusi juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark
yang mati. Jika gangguan CBF masih antara 1530 ml/100mg/menit, keadaan iskemik
dapat dipulihkan jika terapi dilakukan sejak awal.
\Stroke iskemik akut adalah gejala klinis defisit serebri fokal dengan onset
yang cepat dan berlangsung lebih dari 24 jam dan cenderung menyebabkan
kematian. Oklusi pembuluh darah disebabkan oleh proses trombosis atau emboli yang
menyebabkan iskemia fokal atau global. Oklusi ini mencetuskan serangkaian kaskade
iskemik yang menyebabkan kematian sel neuron atau infark serebri. Aliran darah ke
otak akan menurun sampai mencapai titik tertentu yang seiring dengan gejala
kelainan fungsional, biokimia dan struktural dapat menyebabkan kematian sel neuron
yang irreversible.

Klasifikasi Iskemik Serebral


Perjalanan klinis pasien dengan stroke infark akan sebanding dengan tingkat
penurunan aliran darah ke jaringan otak. Perjalanan klinis ini akan dapat mengklasifikasikan
iskemik serebral menjadi 4, yaitu:
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang gejalanya berlangsung
kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh thrombus atau emboli. TIA sebenarnya
tidak termasuk ke dalam kategori stroke karena durasinya yang kurang dari 24 jam.

2. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)


Seperti juga pada TIA gejala neurologis dari RIND juga akan menghilang,
hanya saja waktu berlangsung lebih lama, yaitu lebih dari 24 jam, bahkan sampai 21
hari. Jika pada TIA dokter jarang melihat sendiri peristiwanya, sehingga pada TIA
diagnosis ditegakkan hanya berdasar keterangan pasien saja, maka pada RIND ini ada
kemungkinan dokter dapat mengamati atau menyaksikan sendiri. Biasanya RIND
membaik dalam waktu 24 - 48 jam. Sedangkan PRIND (Prolonged Reversible
Ischemic Neurological Deficit) akan membaik dalam beberapa hari, maksimal 3 - 4
hari.
3. Stroke In Evolusion (Progressing Stroke)
Pada bentuk ini gejala/ tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48 jam.
Kelainan atau defisit neurologik yang timbul berlangsung secara bertahap dari yang
bersifat ringan menjadi lebih berat. Diagnosis progressing stroke ditegakkan mungkin
karena dokter dapat mengamati sendiri secara langsung atau berdasarkan atas
keterangan pasien bila peristiwa sudah berlalu.
4. Complete Stroke Non-Haemmorhagic
Completed Stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang ada sifatnya
sudah menetap, tidak berkembang lagi. Kelainan neurologi yang muncul bermacam-
macam, tergantung pada daerah otak mana yang mengalami infark.

Setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda,
walaupun patogenesisnya serupa. Klasifikasi modifikasi Marshall, diantaranya :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a. Stroke Iskemik
1) Transient Ischemic Attack (TIA).
2) Trombosis serebri .
3) Embolia serebri .
b. Stroke Haemoragik
1) Perdarahan Intraserebral
2) Perdarahan Subarachnoid
2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu.
a. Transient Ischemic Attack.
b. Stroke In Evolution.
c. Completed Stroke.
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah.
a. Sistem Karotis

b. Sistem Vertebra-Basilar.

C. Etiologi
Beberapa penyebab stroke, di antaranya:
1. Trombosis
a. Aterosklerosis (tersering)
b. Vaskulitis : arteritis temporalis, poliarteritis nodosa.
c. Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik).
d. Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
2. Embolisme
a. Sumber di jantung : fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit jantung
reumatik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik.
b. Sumber tromboemboli ateroskl erosi s di arteri : bifurkasi o karotiskomunis, arteri
vertebralis distal .
c. Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.
3. Vasokonstriksi
Vasospasma serebrum setelah peradarahan subaraknoid

D. Epidemiologi
Insiden stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda, namun tidak
pada usia tua. Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per
tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta
penderita stroke yang bertahan hidup.
Stroke menduduki posisi ketiga di Indonesia setelah jantung dan kanker. Sebanyak
28.5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian
maupun total hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau
kecacatan. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki ) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000
penduduk Indonesia berumur di atas 65 tahun ditaksir menderita stroke. Kelompok umur
lebih dari 40 tahun merupakan faktor risiko tinggi terjadinya stroke.
Stroke disebabkan oleh banyak faktor, yang sebagian besar sesungguhnya bisa
dikendalikan. Virgil Brown, MD, dari Emory University, Atlanta, menyatakan bahwa
stroke merupakan akibat dari life style (gaya hidup) manusia modern yang tidak
sehat. Hal ini tampak pada perilaku mengonsumsi makanan yang tinggi kolesterol
dan rendah serat, kurang dalam aktivitas fisik serta berolahraga, akibat stres/
kelelahan, konsumsi alkohol berlebihan, kebiasaan merokok. Berbagai faktor risiko
itu selanjutnya akan berakibat pada pengerasan pembuluh arteri (arteriosklerosis),
sebagai pemicu stroke (Diwanto, 2009). Menurut The WHO Task Force on Stroke and
other Cerebrovascular Disorders (1988), faktor risiko stroke iskemik adalah: (1)
hipertensi, (2) diabetes mellitus, (3) penyakit jantung, (4) serangan iskemik sepintas
(TIA), (5) obesitas, (6) hiper-agregasi trombosit, (7) alkoholism, (8) merokok, (9)
peningkatan kadar lemak darah (kolesterol, trigliserida LDL), (10) hiperurisemia, (11)
infeksi, (12) faktor genetik atau keluarga, dan (13) lain lain (migren, suhu dingin,
kontrasepsi tinggi estrogen, status sosio-ekonomi, hematokrit, peningkatan kadar
fibrinogen, proteinuria, dan intake garam berlebih).
Faktor - faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Non Modifiable Risk Factors :
a. Usia
Beberapa penelitian membuktikan bahwa 2/3 serangan stroke terjadi pada usia di atas
65 tahun. Meskipun demikian, bukan berarti usia muda atau produktif akan
terbebas dari serangan stroke
b. Jenis kelamin
Penelitian menunjukkan bahwa pria lebih banyak terkena stroke daripada wanita,
yaitu mencapai kisaran 1,25 kali lebih tinggi. Namun anehnya, justru lebih banyak
wanita yang meninggal dunia karena stroke. Hal ini disebabkan pria umumnya
terkena serangan stroke pada usia muda. Sedangkan, para wanita justru sebaliknya,
yaitu saat usianya sudah tinggi (tua)

c. Keturunan / genetik
Terdapat dugaan bahwa stroke dengan garis keturunan saling berkaitan. Dalam hal
ini, hipertensi, diabetes, dan cacat pada pembuluh darah menjadi faktor genetik yang
berperan. Cadasil, yaitu suatu cacat pada pembuluh darah dimungkinkan merupakan
faktor genetik yang paling berpengaruh. Selain itu, gaya hidup dan pola makan
dalam keluarga yang sudah menjadi kebiasaan yang sulit diubah juga
meningkatkan resiko stroke.
d. Ras
Berdasarkan literatur, bangsa Afrika, Asia, dan keturunan Hispanik lebih rentan
terkena serangan stroke.
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
b. Merokok
c. Tingkat kematian penyakit stroke karena merokok di Amerika Serikat pertahunnya
diperkirakan sekitar 21.400 (tanpa ada penyesuaian untuk faktor resiko) dan 17.800
(setelah ada penyesuaian), ini menunjukkan bahwa rokok memberikan kontribusi
terjadinya stroke yang berakhir dengan kematian sekitar 12% sampai 14%.
d. Unhealthy diet: lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit diet
e. Alkoholik
f. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoaguilansia, antiplatelet, obat kontrasepsi
g. Physiological risk factors
h. Penyakit hipertensi
i. Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe stroke, baik
stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Peningkatan risiko stroke terjadi
seiring dengan peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai pasti
korelasi antara peningkatan tekanan darah dengan risiko stroke, diperkirakan
risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg tekanan darah
sistolik, dan sekitar 50% kejadian stroke dapat dicegah dengan pengendalian tekanan
darah. Beberapa peneliti melaporkan bahwa apabila hipertensi tidak diturunkan
pada saat serangan stroke akut dapat mengakibatkan edema otak, namun berdasarkan
penelitian dari Chamorro menunjukkan bahwa perbaikan sempurna pada stroke
iskemik dipermudah oleh adanya penurunan tekanan darah yang cukup ketika
edema otak berkembang, sehingga menghasilkan tekanan perfusi serebral yang
adekuat

j. Penyakit jantung
k. Diabetes mellitus
Orang dengan diabetes melitus lebih rentan terhadap aterosklerosis dan peningkatan
prevalensi proaterogenik, terutama hipertensi dan lipid darah yang abnormal. Pada
tahun 2007 sekitar 17,9 juta atau 5,9% orang Amerika menderita diabetes.
Berdasarkan studi case control pada pasien stroke dan studi epidemiologi prospektif
telah menginformasikan bahwa diabetes dapat meningkatkan risiko stroke iskemik
dengan risiko relatif mulai dari 1,8 kali lipat menjadi hampir 6 kali lipat. Berdasarkan
data dari Center for Disease Control and Prevention 1997-2003 menunjukkan
bahwa prevalensi stroke berdasarkan usia sekitar 9 % stroke terjadi pada pasien
dengan penyakit diabetes pada usia lebih dari 35 tahun.
l. Infeksi/lues, arthritis, trauma, AIDS, Lupus
m. Gangguan ginjal
n. Kegemukan (obesitas)
Sebuah penelitian kohort observasional prospektif terhadap 21.144 lakilaki
Amerika Serikat yang di follow-up selama 12,5 tahun (rerata) untuk kejadian 631
stroke iskemik menemukan bahwa BMI 30 kg/mm berhubungan dengan adjusted
relative risk (RR) sroke iskemik sebesar 2,0 (95% CI: hingga 2,7) dibandingkan
dengan lakilaki dengan BMI < 30 kg/mm
o. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan
p. Kelainan anatomi pembuluh darah
q. Dan lain-lain

E. Patogenesis
1. Patogenesis Stroke Secara Umum
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimanasaja di dalam arteri
arteri yang membentuk sirkulus Willisi: arteri karotis interna dan sistem vertebrobasilar
atau semua cabangcabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak
terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Proses
patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di
dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa, (1)
Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti aterosklerosis dan
thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah, atau peradangan; (2) Berkurangnya
perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok hiperviskositas darah; (3)
Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung
atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) Ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau
ruang subaraknoid.
Berdasarkan patogenesis stroke, maka perjalanan sakit akan dijabarkan di
bawah ini menjadi:

a. Stadium Prapatogenesis
Stadium sebelum terjadi gejala stroke. Stadium ini umumnya penderita sudah
mempunyai faktor risiko atau memiliki gaya hidup yang mengakibatkan penderita
menderita penyaki t degeneratif .
b. Stadium Patogenesis
Stadium ini dimulai saat terbentuk lesi patologik sampai saat lesi tersebut menetap.
Gangguan fungsi otak di sini adalah akibat adanya lesi pada otak. Lesi iniumumnya
mengalami pemulihan sampai akhirnya terdapat lesiyang menetap. Secara klinis
defisit neurologi k yang terjadi juga mengalami pemulihan sampai taraf tertentu.
c. Stadium Pascapatogenesis
Stadi um ini secara klinis ditandai dengan defisit neurologik yang cenderung
menetap. Usaha yang dapat dilakukan adalah mengusahakan adaptasi dengan
lingkungan atau sedapat mungkin lingkungan beradaptasi dengan keadaan penderita.
Sehubungan dengan penalataksanaanya maka stadium patogenesis dapat dibagi
menjadi tiga fase, yaitu:
1) Fase hiperakut atau fase emergensi . Fase ini berlangsung selama 0 3 / 12 jam
pasca onset. Penatalaksanaan fase ini lebih di tunjukkan untuk menegakkan
diagnosis dan usaha untukmembatasi lesi patologi k yang terbentuk.
2) Fase akut. Fase ini berlangsung sesudah 12 jam 14 hari pasca onset.
Penatalaksanaan pada fase ini di tujukkan untuk prevensi terjadinya komplikasi,
usaha yang sangat fokus pada restorasi /rehabili tasi dini dan usaha preventif
sekunder.

3) Fase subakut. Fase ini berl angsung sesudah 14 hari kurang dari 180 hari pasca
onset dan kebanyakan penderi ta sudahtidak dirawat di rumah saki t serta
penatalaksanaan lebih di tujukkan untuk usaha preventif sekunder serta usaha
yang fokus pada neuro restorasi / rehabili tasi dan usaha menghindari komplikasi.

2. Patogenesis Stroke Iskemik


Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri besar
pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang
terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal kemudian bekuan
dapat terlepas pada trombus vaskular distal atau mungkin terbentuk di dalam suatu
organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu
embolus. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis komunis bercabang
menjadi arteria karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya
arteriosklerosis.

F. Patofisiologi
Pada stroke iskemik berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia
daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantai yang berakhir dengan
kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya. Secara umum daerah regional
otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan
berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada
reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel-sel otak
dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi-
fungsinya dan juga dapat menyebabkan defisit neurologik. Tingkat iskemik makin ke
perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu
daerah hyperemic akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah
penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat
direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor
waktu dan jika tak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur
mengalami kematian.
Dipandang dari segi biologi molekuler, ada dua mekanisme kematian sel otak.
Pertama proses nekrosis, suatu kematian berupa ledakan sel akut akibat penghancuran
sitoskeleton sel, yang berakibat timbulnya reaksi inflamasi dan proses fagositosis
debris nekrotik. Proses kematian kedua adalah proses apoptosis atau silent death,
sitoskeleton sel neuron mengalami penciutan atau shrinkage tanpa adanya reaksi
inflamasi seluler. Nekrosis seluler dipicu oleh exitotoxic injury dan free radical injury
akibat bocornya neurotransmitter glutamate dan aspartat yang sangat toksik terhadap
struktur sitoskeleton otak. Demikian pula lepasnya radikal bebas membakar membran
lipid sel dengan segala akibatnya. Kematian Apoptotic mungkin lebih berkaitan
dengan reaksi rantai kaskade iskemik yang berlangsung lebih lambat melalui proses
kelumpuhan pompa ion Natrium dan Kalium, yang diikuti proses depolarisasi
membran sel yang berakibat hilangnya kontrol terhadap metabolisme Kalsium dan
Natrium intraseluler. Ini memicu mitokondria untuk melepaskan enzim caspase-
apoptosis.
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuro otak secara bertahap:
1. Penurunan Aliran Darah Otak
Terdapat dua mekanisme patofisiologi dari iskemik otak, yaitu hilang atau
berkurangnya suplai oksigen, dan glukosa yang terjadi sekunder akibat oklusi
vaskuler serta adanya perubahan pada metabolism seluler akibat gangguan proses
produksi energi akibat oklusi sebelumnya. Akibat oklusi akan terjadi gangguan
hemodinamik aliran darah otak yang secara bertahap dikenal beberapa critical level
berdasarkan beratnya oklusi, yaitu:
a. Tingkat Kritikal Pertama
Terjadi bila aliran darah otak menurun 70-80% (< 50-55 ml/100 gr otak/menit).
Menurut Hossman, pada keadaan ini respon otak adalah terhambatnya sintesa
protein karena adanya disagregarsi ribosom.
b. Tingkat Kritikal Kedua
Terjadi bila aliran darah otak berkurang hingga 50% (hinga 35 ml/100 gr
otak/menit). Akan terjadi aktivasi glikosisis anaerob dan peningkatan konsentrasi
laktat yang selanjutnya berkembang menjadi asidosis laktar dan edema sitotoksik.
c. Tingkat Kritikal Ketiga
Terjadi bila aliran darah otak berkurang hingga 30% (hingga 20 ml/100
gr/otak/menit). Pada keadaan ini akan terjadi berkurangnya produksi adenosine
triphosphate (ATP), defisit energi serta adanya gangguan transport aktif ion,
instabilitas membrane sel serta dilepaskannya neurotransmitter eksitatorik yang
berlebihan.
Pada saat aliran darah otak mencapai hanya 20% dari nilai normal 10-15 ml/100
gr otak/menit), maka neuro-neuro otak mengalami hilangnya gradient ion dan
selanjutnya terjadi depolarisasi anoksi dari membran.
Jaringan otak mendapat aliran darah < 10 ml/100 gr jaringan otak per menit akan
terjadi kerusakan neuron yang ireversibel secara cepat dalam waktu 6-8 menit.
Daerah ini disebut ischemic core (inti infark).

2. Pengurangan Oksigen
3. Kegagalan Energi

4. Peranan Neurotransmiter Glutamat Pada Stroke Iskemik


5. Perana Ca dan Radikal Bebas Pada Stroke Iskemik
G. Manifestasi Klinis
Pada stroke iskemik, gejala lateralisasi (fokal) lebih menonjol:
1. Kelemahan gerak satu sisi
2. Afasia
3. Gangguan memori
4. Kelumpuhan nervus cranial (bicara pelo, mulut mencong, baal sesisi wajah, kesulitan
menelan)

Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Stroke Iskemik

Trombosis Serebri Emboli Serebri


Gejala akut/subakut dan sering didahului Gejala mendadak (paling cepat di antara
gejala prodormal TIA semua jenis stroke)
Sering terjadi waktu istirahat dan saat Sering terjadi waktu bergiat, kadang waktu
bangun pagi istirahat
Biasanya kesadaran bagus Umumnya kesadaran bagus, namun dapat
juga menurun bila emboli besar
Sering mengenai usia dekade 6-8 Harus ada sumber emboli (umumnya dari
jantung akibat gangguan irama dan katup)

H. Diagnosis
1. Anamnesis
Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut
mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini
timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang bekerja ataupun sewaktu
istirahat.
2. Pemeriksaan Fisik
Penentuan keadaan kardi ovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan darah
kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika
kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow agar pemantauan
selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat kerusakan
neurologis yang terj adi, disertaipemeriksaan saraf saraf otak dan motorik apakah
fungsikomunikasi masih baik atau adakah disfasia. Ji ka kesadaran menurun dan nilai
skala koma glasglow telah ditentukan, setelah itu lakukan pemeriksaan refleks refleks
batang otak yaitu :
a. Reaksi pupil terhadap cahaya
b. Refleks kornea
c. Refleks okulosefalik
d. Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan Cheyne Stoke, hiperventilasi
neurogen, kluster, apneustik dan ataksik. Setelah itu tentukan kelumpuhan yang
terjadi pada saraf saraf otak dan anggota gerak. Kegawatan kehidupan sangat erat
hubungannya dengan kesadaran menurun, karena makin dalam penurunan
kesadaran, makin kurang baik prognosis neurologis maupun kehidupan.
Kemungkinan perdarahan intraserebral dapat luas sekali jika terjadi perdarahan
perdarahan retina atau preretina pada pemeriksaan funduskopi
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan
neurokardiologi, pemeriksaan radiologi.
a. Laboratorium.
1) Pemeriksaan darah rutin.
2) Pemeriksaan kimia darah lengkap.
3) Gula darah sewaktu
Stroke akut terj adi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat mencapai 250 mg
dalam serum dan kemudian berangsur angsur kembali turun.
4) Kolesterol , ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT/SGPT/CPK,
dan profil lipid (trigliseri d, LDH-HDL kolesterol serta total lipid)
5) Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap)
a) Waktu protrombin.
b) Kadar fibrinogen
c) Viskositas plasma.
d) Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi: Homosistein.
b. Pemeriksaan Neurokardiologi
Sebagian kecil penderi ta stroke terdapat perubahan elektrokardiografi. Perubahan
ini dapat berarti kemungkinanmendapat serangan infark jantung, atau pada stroke
dapat terjadi perubahan perubahan elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan
otak yang menyerupai suatu infark miokard.
Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow up nya akan memast i
kan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik mengarah kepada
kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli (PSCE), maka pemeriksaan
echocardiografi terutama transesofagial echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk
visualisasi emboli kardial
c. Pemeriksaan Radiologi
1) CT-Scan Otak
Semua pasien yang diduga stroke harus menjalani pemeriksaan MRI atau
CT scan tanpa kontras untuk membedakan antara stroke iskemik dan hemoragik
serta mengidentifikasi adanya efek tumor atau massa (kecurigaan stroke
luas).
Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan pemeriksaan ini sangat
penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark otak. Pada
infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak memperlihatkan gambaran
jelas jika dikerjakan pada harihari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam
serangan jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik. Perdarahan/infark di
batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena itu perlu dilakukan
pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologik di batang otak.
Stroke iskemik adalah diagnosis yang paling mungkin bila CT scan
tidak menunjukkan perdarahan, tumor, atau infeksi fokal, dan bila temuan
klinis tidak menunjukkan migren, hipoglikemia, ensefalitis, atau perdarahan
subarachnoid.
Hasil CT scan perlu diketahui terlebih dahulu sebelum dilakukan terapi
dengan obat antikoagulan atau antiagregasi platelet. CT scan dibedakan menjadi
dua yaitu, CT scan non kontras yang digunakan untuk membedakan antara
stroke hemoragik dengan stroke iskemik yang harus dilakukan untuk
mengantisipasi kemungkinan penyebab lain yang memberikan gambaran klinis
menyerupai gejala infark atau perdarahan di otak, misalnya adanya tumor.
Sedangkan yang kedua adalah CT scan kontras yang digunakan untuk
mendeteksi malformasi vaskular dan aneurisme.
2) Pemeriksaan Foto Thoraks
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel
kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke dan
adakah kelainan lain pada jantung. Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang
potensial mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.

I. Tata Laksana

Perawatan stroke terdiri dari perawatan medis dan nonmedis. Perawatan medis
pada awal serangan bertujuan menghindari kematian dan mencegah kecacatan. Setelah
itu, perawatan medis ditujukan untuk mengatasi keadaan darurat medis pada stroke
akut, mencegah stroke berulang, terapi rehabilitatif untuk stroke kronis, dan mengatasi
gejala sisa akibat stroke. Terapi stroke secara medis antara lain dengan pemberian
obat-obatan, fisioterapi, dan latihan fisik untuk mengembalikan kemampuan gerak sehari-
hari

1. Terapi Non Farmakologi


a. Perubahan Gaya Hidup Terapeutik
Modifikasi diet, pengendalian berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik
merupakan perubahan gaya hidup terapeutik yang penting untuk semua pasien
yang berisiko aterotrombosis. Pada pasien yang membutuhkan terapi obat untuk
hipertensi atau dislipidemia, obat tersebut harus diberikan, bukannya digantikan oleh
modifikasi diet dan perubahan gaya hidup lainnya. Diet tinggi buah-buahan sitrus
dan sayuran hijau berbunga terbukti memberikan perlindungan terhadap stroke
iskemik pada studi Framingham dan studi Nurses Health setiap peningkatan
konsumsi per kali per hari mengurangi risiko stroke iskemik sebesar 6%. Diet
rendah lemak trans dan jenuh serta tinggi lemak omega-3 juga
direkomendasikan. Konsumsi alkohol ringan-sedang (1 kali per minggu hingga 1
kali per hari) dapat mengurangi risiko stroke iskemik pada laki-laki hingga 20%
dalam 12 tahun (N Engl J Med 1999;341:1557), namun konsumsi alkohol berat (> 5
kali/ hari) meningkatkan risiko stroke.
b. Aktivitas fisik
Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke setara dengan
merokok, dan lebih dari 70% orang dewasa hanya melakukan sedikit latihan
fisik atau bahkan tidak sama sekali, semua pasien harus diberitahu untuk melakukan
aktivitas aerobik sekitar 30-45 menit setiap hari. Latihan fisik rutin, seperti
olahraga dapat meningkatkan metabolisme karbohidrat, sensitivitas insulin dan
fungsi kardiovaskular (jantung). Latihan juga merupakan komponen yang
berguna dalam memaksimalkan program penurunan berat badan, meskipun
pengaturan pola makan lebih efektif dalam menurunkan berat badan dan
pengendalian metabolisme
2. Terapi Farmakologi
Outcome/goal penatalaksanaan terapi stroke akut, antara lain: (1) mengurangi
progesivitas kerusakan neurologi dan mengurangi angka kematian, (2) mencegah
komplikasi sekunder yaitu disfungsi neurologi dan imobilitas permanen, (3) mencegah
stroke ulangan. Terapi yang diberikan tergantung pada jenis stroke yang dialami
(iskemik atau hemoragik) dan berdasarkan pada rentang waktu terapi (terapi pada
fase akut dan terapi pencegahan sekunder atau rehabilitasi). Strategi pengobatan
stroke iskemik ada dua, yang pertama reperfusi yaitu memperbaiki aliran darah
ke otak yang bertujuan untuk memperbaiki iskemik dengan obat-obat
antitrombotik (antikoagulan, antiplatelet, trombolitik). Kedua dengan neuroproteksi
yaitu pencegahan kerusakan otak agar tidak berkembang lebih berat akibat adanya
area iskemik.
Berdasarkan guidelines American Stroke Association (ASA), untuk
pengurangan stroke iskemik secara umum ada dua terapi farmakologi yang
direkomendasikan dengan grade A yaitu t-PA dengan onset 3 jam dan aspirin
dengan onset 48 jam (Fagan and Hess, 2008).
a. Aktivator Plasminogen (Tissue Plasminogen Activator/ tPA)
Obat ini dapat melarutkan gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah,
melalui enzim plasmin yang mencerna fibrin (komponen pembekuan darah). Akan
tetapi, obat ini mempunyai risiko, yaitu perdarahan. Hal ini disebabkan
kandungan terlarut tidak hanya fibrin yang menyumbat pembuluh darah, tetapi
juga fibrin cadangan yang ada dalam pembuluh darah. Selain itu, tPA hanya
bermanfaat jika diberikan sebelum 3 jam dimulainya gejala stroke. Pasien juga
harus menjalani pemeriksaan lain, seperti CT scan, MRI, jumlah trombosit, dan
tidak sedang minum obat pembekuan darah

Tabel 2.2 Karakteristik Pasien Stroke yang Mungkin Sesuai Untuk Terapi Tissue
Plasminogen aktivator intravena
b. Antiplatelet
The American Heart Association/ American Stroke Association
(AHA/ASA) merekomendasikan pemberian terapi antitrombotik digunakan sebagai
terapi pencegahan stroke iskemik sekunder. Aspirin, klopidogrel maupun
extended-release dipiridamol-aspirin (ERDP-ASA) merupakan terapi antiplatelet
yang direkomendasikan (Fagan and Hess, 2008). Berbagai obat antiplatelet, seperti
asetosal, sulfinpirazol, dipiridamol, tiklopidin, dan klopidogrel telah dicoba
untuk mencegah stroke iskemik. Agen ini umumnya bekerja baik dengan
mencegah pembentukan tromboksan A2 atau meningkatkan konsetrasi prostasiklin.
Proses ini dapat membangun kembali keseimbangan yang tepat antara dua zat,
sehingga mencegah adesi dan agregasi trombosit.

Belum ada data penelitian yang merekomendasikan obat golongan


antiplatelet selain dari aspirin. Aspirin merupakan antiplatelet yang lebih murah,
sehingga akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan jangka panjang. Bagi pasien
yang tidak tahan terhadap aspirin karena alergi atau efek samping pada saluran
cerna yaitu mengiritasi lambung, dapat direkomendasikan dengan penggunaan
klopidogrel. Klopidogrel sedikit lebih efektif dibandingkan asetosal dengan
penurunan resiko serangan berulang 7,3% lebih tinggi dibandingkan dengan
pemberian asetosal. Kombinasi asetosal dan klopidogrel tidak dianjurkan karena
dapat meningkatkan resiko perdarahan dan tidak menunjukkan hasil yang
signifikan dengan pemberian tunggal klopidogrel
c. Pemberian Neuroprotektan
Pada stroke iskemik akut, dalam batasbatas waktu tertentu sebagian
besar jaringan neuron dapat dipulihkan. Mempertahankan fungsi jaringan adalah
tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif. Cara kerja metode
ini adalah menurunkan aktivitas metabolisme dan tentu saja kebutuhan oksigen
selsel neuron. Dengan demikian neuron terlindungi dari kerusakan lebih lanjut
akibat hipoksia berkepanjangan atau eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat
jenjang glutamat yang biasanya timbul setelah cedera sel neuron.
Suatu obat neuroprotektif yang menjanjikan, serebrolisin (CERE) memiliki
efek pada metabolisme kalsium neuron dan juga memperlihatkan efek
neurotrofik. Beberapa diantaranya adalah golongan penghambat kanal kalsium
(nimodipin, flunarisin), antagonis reseptor glutamat (aptiganel, gavestinel,
selfotel), agonis GABA (klokmethiazol), penghambat peroksidasi lipid
(tirilazad), antibody anti-ICAM-1 (enlimobab), dan aktivator metabolik
(sitikolin). Pemberian obat golongan neuroprotektan sangat diharapkan dapat
menurunkan angka kecacatan dan kematian.
d. Pemberian Antikoagulan
Warfarin merupakan pengobatan yang paling efektif untuk pencegahan stroke
pada pasien dengan fibrilasi atrial. Pada pasien dengan fibrilasi atrial dan sejarah
stroke atau TIA, resiko kekambuhan pasien merupakan salah satu resiko
tertinggi yang diketahui. Pada percobaan yang dilakukan Eropa Atrial Fibrilasi
Trial (EAFT), dengan sampel sebanyak 669 pasien yang mengalami fibrilasi
atrial nonvalvular dan sebelumnya pernah mengalami stroke atau TIA. Pasien
pada kelompok plasebo, mengalami stroke, infark miokardium atau kematian
vaskular sebesar 17% per tahun, 8% per tahun pada kelompok warfarin, dan 15%
per tahun pada kelompok asetosal. Ini menunjukan pengurangan sebesar 53%
risiko pada penggunaan antikoagulan. Secara umum pemberian heparin, LMWH
atau Heparinoid setelah stroke iskemik tidak direkomendasikan karena
pemberian antikoagulan (heparin, LMWH, atau heparinoid) secara parenteral
meningkatkan komplikasi perdarahan yang serius. Penggunaan warfarin
direkomendasikan baik untuk pencegahan primer maupun sekunder pada pasien
dengan atrial fibrilasi. Penggunaan warfarin harus hati-hati karena dapat
meningkatkan risiko perdarahan. Pemberian antikoagulan rutin terhadap pasien
stroke iskemik akut dengan tujuan untuk memperbaiki outcome neurologic atau
sebagai pencegahan dini terjadinya stroke ulang tidak direkomendasi.
3. Rehabilitasi Pasca Stroke

Tujuan utama rehabilitasi adalah untuk mencegah komplikasi, meminimalkan


gangguan, dan memaksimalkan fungsi organ. Prioritas rehabilitasi stroke dini adalah
pencegahan stroke sekunder, managemen dan pencegahan penyakit penyerta dan
komplikasi. Pada dasarnya rehabilitasi pada pasien stroke iskemik maupun stroke
hemoragik memilki prinsip yang sama. Rehabilitasi tersebut meliputi terapi berbicara,
terapi fisik, dan terapi occupasional.

Menurut PERDOSSI 2011, penatalaksanaan pada stroke iskemik adalah sebagai berikut:
1. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut
2. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan
diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik
1. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia
2. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah secara
karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak direkomendasikan
3. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut
4. Pemberian antikoagulan
a. Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya stroke ulang
awal, menghentikan perburukan deficit neurologi, atau memperbaiki keluaran
setelah stroke iskemik akut tidak direkomendasikan sebagai pengobatan untuk
pasien dengan stroke iskemik akut
b. Antikoagulasi urgent tidak drekomendasikan pada penderita dengan stroke akut
sedang sampai berat karena meningkatnya risiko komplikasi perdarahan intrakranial
c. Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dlam jangka waktu 24 jam bersamaan dengan
pemberian intravena rtPA tidak direkomendasikan
d. Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah stroke
iskemik akut tidak bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih merekomendasikan
heparin dosis penuh pada penderita stroke iskemik akut dengan risiko tinggi
terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis berat arteri karotis sebelum
pembedahan. Kontraindikasi pemberian heparin juga termasuk infark besar
>50%, hipertensi yang tidak dapat terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak
yang luas.
e. Pemberian antiplatelet
1) Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dlam 24 sampai 48 jam
setelah awitan stroke dianjurkan untuk seiap stroke iskemik akut
2) Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut
pada stroke, seperti pemberian rtPA intravena
3) Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan
4) Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah
pemberian obat trombolitik tidak direkomendasikan
5) Pemberian klopidrogel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke
iskemikakut, tidak dianjurkan, kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik,
misalnya angina pectoris tidak stabil, non-Q-wave MI, atau recent stenting,
pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian
6) Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa
tidak dianjurkan
f. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak dianjurkan
dalam terapi stroke iskemik akut
g. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi stroke
iskemik akut
h. Dalam keadaan tertentu, vasopressor terkadang digunakan untuk memperbaiki
aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan tersebut, pemantauan
kondisi neurologis dan jantung harus dilakukan secara ketat
i. Tindakan endarterektomi carotid pada stroke iskemik akut akut dapat mengakibatkan
risiko serius dan keluaran yang tidak menyenangkan. Tindakan endovascular belum
menunjukkan hasil yang bermanfaat, sehingga tidak dianjurkan
j. Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang efekif,
sehingga sampai saat ini belum dianjurkan Namun, citicolin sampai saat ini masih
memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan citicolin pada stroke iskemik
akut dengan dosis 2x1000 mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral
2x1000 mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS (International
Citicholin Trial in Acute Stroke). Selain itu, pada penelitian yang dilakukan
oleh PERDOSSI secara multisenter, pemberian Plasmin oral 3x500 mg pada
66 pasien di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan efek positif
pada penderita strke akut berupa perbaikan motoric, score MRS dan Barthel index.
k. Cerebral Venous Sinus Thrombosis (CVST)
Diagnosa CVST tetap sulit. Faktor risiko yang mendasari baru diketahui sebesar
80%. Beberapa faktor risiko sering dijumpai bersamaan. Penelitian The
International Study On Cerebral Vein And Dural Sinus Thrombosis (ISCVT)
mendapatkan 10 faktor risiko terbanyak, antara lain:
1) Kontrasepsi oral (54,3%)
2) Trombofilia (34,1%)
3) Masa nifas (13,8%)
4) Infeksi
dapat berupa infeksi SSP, infeksi organ-organ wajah, dan infeksi lainnya
(12,3%)
5) Gangguan hematologi seperti anemia, trombositemia, polisitemia (12%), obat-
obatan (7,5%), keganasan (7,4%), kehamilan (6,3%), presipitasi mekanik
termasuk cedera kepala (4,5%), dan vaskulitis (3%). Penatalaksanaan CVST
diberikan secara komprehensif, yaitu dengan terapi antitrombotik, terapi
simptomatik, dan terapi penyakit dasar. Pemberian terapi UFH atau LMWH
direkomendasikan untuk diberikan, walaupun terdapat infark hemoragik
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). Terapi dilanjutkan dengan
antikoagulan oral diberikan selama 3-6 bulan, diikuti dengan terapi antiplatelet.

J. Komplikasi
Komplikasi Stroke menurut PERDOSSI 2011 adalah sebagai berikut:
a. ISK
b. Bronkopneumonia
c. Stress Ulcer
d. Ulkus dekubitus
e. Hiponatremia
f. Trombosis vena dalam
g. Spastisitas
h. Disfagia
i. Disfungsi Kandung Kemih dan Pencernaan
1) Inkontinesia urin
2) Retensi Urin
3) Konstipasi
4) Inkontinensia Alvi
j. Depresi
k. Aspirasi
l. Malnutrisi
m. Emboli paru
n. Komplikasi ortopedi
o. Kontraktur

K. Pencegahan
Pencegahan menurut PERDOSSI 2011 adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan Primer
a. Mengatur Pola Makan yang Sehat
Makanan kolesterol yang membantu menurunkan kadar kolesterol:
1) Serat larut yang terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, bulgur,
jagung dan gandum
2) Oat (beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL,
menurunkan tekanan darah, dan menekan nafsu makan bila dimakan
dipagi hari (memperlambat pengosongan usus).
3) Kacang kedelai beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid
serum, menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida
tetapi tidak mempengaruhi kadar kolesterol HDL.
4) Kacang-kacangan termasuk biji kenari dan kacang mede menurunkan
kolesterol LDL dan mencegah aterosklerosis.
5) Makanan/zat yang membantu mencegah peningkatan homosistein seperti
asam folat,vitamin B6, B12, dan riboflavin.
6) Susu yang mengandung protein, kalsium, seng(Zn), dan B12,
mempunyai efek proteksi terhadap stroke.
b. Penanganan Stres dan Beristirahat yang Cukup
1) Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari
2) Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif sesuai dengan jiwa
sehat menurut WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap
ramah dan mendekatkan diri pada Tuhan yang maha esa dan
mensyukuri hidup yang ada.
3) Stres kronis dapat meningkatkan tekanan darah
4) Penanganan stress menghasilkan respon relaksasi yang menurunkan denyut
jantung dan tekanan darah.
c. Pemeriksaan Kesehatan Secara Teratur dan Taat Anjuran Dokter dalam
Hal Diet dan Obat
1) Faktor-faktor resiko seperti penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia,
diabetes mellitus (DM) harus dipantau secara teratur.
2) Faktor-faktor resiko ini dapat dikoreksi dengan pengobatan teratur, diet dan
gaya hidup sehat
3) Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan darah ,140/90
mmHg. Jika menderita diabetes mellitus atau penyakit ginjal kronis, target
tekanan darah 130/80 mmHg.
4) Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus dengan
target HbA1C <7%.
5) Pengendalian kadar kolesterol pada penderita dislipidemia dengan diet
dan obat penurun lemak. Target kadar kolesterol LDL <100 mg/Dl penderita
yang bersiko tinggi stroke sebaiknya target kolesterol LDL sebaiknya <70
mg/Dl.
6) Terdapat bukti-bukti tentang faktor resiko yang bersifat infeksi/inflamasi
misalnya infeksi gigi. Kesehatan gigi dan mulut sebaiknya diperhatikan
secara teratur.
2. Pencegahan Sekunder
a. Pengendalian Faktor Risiko
1) Hipertensi
a) mengurangi tekanan darah dengan modifikasi gaya hidup: pembatasan
asupan garam; penurunan berat badan; diit dengan kaya buah-
buahan, sayuran dan low fat dairy products; senam aerobik yang
regular; dan pembatasan konsumsi alkohol.
b) Mengurangi tekanan darah dengan obat
Pemberian obat dengan dosis yang optimal untuk mencapai tingkat
tekanan darah yang direkomendasikan masih tidak pasti. Diuretika atau
kombinasi diuretika dengan ACE menunjukkan manfaat dalam
mengurangi tekanan darah.
2) Diabetes Mellitus
3) Lipid
4) Sindrom Metabolik
b. Modifikasi Gaya Hidup
1) Merokok
a) Penyedia pelayanan kesehatan sebaiknya memberikan nasehat kepada
pasien dengan stroke atau TIA dengan riwayat merokok untuk segera
berhenti merokok.
b) Memberikan nasehat untuk menghindari lingkungan perokok (perokok
pasif).
c) Konseling mengenai produk nikotin dan dapat memberikan obat
orang untuk menghentikan kebiasaan merokok sebagai upaya efektif
untuk membantu perokok berhenti merokok.
2) Konsumsi alkohol
d) Pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang menjadi peminum alkohol
berat harus mengurangi atau menghentikan mengkonsumsi alkohol.
e) Konsumsi alcohol tidak dianjurkan.
c. Aktivitas Fisik
1) Untuk pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang masih dapat melakukan
aktifitas fisik setidaknya 30 menut latuhan fisik dengan intensitas
sedang (berjalan cepat, menggunakan sepeda statis) dapat
dipertimbangkan menurunkan faktor risiko dan kondisi komorbid yang
memungkinkan stroke berulang intensitas sedang didefinisikan sebagai
aktifitas fisik yang cukup berarti hingga berkeringat atau meningkatkan
frekuensi denyut jantung, 1-3 kali perminggu.
2) Bagi individu dengan disabilitas setelah stroke iskemik, pengawasan
oleh tenaga kesehatan professional seperti terapis atau rehabilitasi
kardiovaskuler berupa paket latihan fisik dapat dipertimbangkan.

L. Prognosis
Tabel 2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Peningkatan Risiko Kematian dan
Buruknya Outcome Sesudah Stroke
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai