Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN KASUS

STRUMA NODUSA NON TOKSIK SINISTRA

Oleh:

A.A.A. Lie Lhianna M.P.

H1A013001

Pembimbing:
dr. M. Farizka Firdaus, Sp.B

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN/SMF BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM PROVISI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2017
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Nn. SH

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 21 tahun

Agama : Islam

Alamat : Pemenang

Pekerjaan : Mahasiswi

Masuk Rumah Sakit : 27 Maret 2017

Tanggal Periksa : 29 Maret 2017

II. SUBJEKTIF
Keluhan Utama
Benjolan di leher
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Bedah RSUP NTB dengan keluhan muncul benjolan di leher
depan sebelah kiri sejak 3 tahun yang lalu, yang dirasakan semakin lama semakin
membesar. Benjolan dirasakan muncul tiba-tiba dan tidak ada riwayat muncul benjolan di
tempat yang sama atau bagian tubuh lainnya. Benjolan tersebut dirasakan tidak
menimbulkan nyeri dan ikut bergerak saat pasien menelan. Pasien tidak pernah mengeluh
demam, BAB dan BAK normal, nafsu makan tidak menurun, tidak pernah sesak, dan tidak
ada gangguan menelan. Riwayat dada berdebar-debar (-), berkeringat (-), tangan sering
basah (-), gemetar pada tangan dan kaki (-), sering merasa gugup (-). Nafsu makan pasien
masih baik. Pasien biasa membeli garam di pasar.

Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan serupa disangkal. Penurunan BB disangkal, demam (-), hipertensi (-),
diabetes mellitus (-), asma (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa. Hipertensi (-), diabetes
mellitus (-), asma (-).
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah mengobati keluhan ini sebelumnya. Pasien baru mulai
memeriksakan diri sejak benjolan mulai dirasakan mengganggu. Pasien memeriksakan diri
ke Puskesmas setempat, kemudian dirujuk ke RS Tanjung, dan kemudian di rujuk ke Poli
Bedah RSUP NTB.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang mahasiswi. Pasien tidak merokok ataupun
mengkonsumsi alkohol.

III.OBJECTIF

Keadaan umum : Baik

Kesadaran/GCS : Compo mentis/E4V5M6

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 80 x/menit

Frekuensi Napas : 22 x/menit

Suhu : 36,5C

Status Gizi
- BB : 48 kg
- TB : 155 cm
- BMI : 20 dalam batas normal
Status Lokalis

Kepala Bentuk dan ukuran kepala normosefali


Mata Bentuk dalam batas normal, alis dalam batas normal.
Bola mata : eksoftalmus (-/-)
Palpebra : edema (-/-), ptosis (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sclera : ikterik (-/-)
Pupil : isokor (+/+) refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya
tidak langsung (+/+)
Telinga Bentuk auricula normal, sekret (-), nyeri tekan mastoid (-),
pembesaran limfonodi (-)
Hidung Bentuk normal, simeteris (-/-), deviasi septum (-/-), sekret (-/-),
hiperemis (-/-)
Mulut Bentuk simetris, sianosis (-)
Leher Inspeksi : tampak benjolan sebelah kiri garis tengah leher,
konsistensi padat kenyal, ikut bergerak saat menelan (+), hiperemia
(-).
Palpasi : teraba massa noduler di kiri garis tengah leher, bulat
lonjong, padat kenyal, batas tegas, permukaan licin, mobile (+),
ukuran 5 x 5 cm, nyeri tekan (-), ikut bergerak saat menelan.
Auskultasi : Bruit (-).
Deviasi trakea (-).
Pembesaran kelenjar getah bening (-).

Toraks Inspeksi
Bentuk dinding dada simetris.
Permukaan dada : massa (-), jaringan sikatrik (-), dan jejas (-).
Fossa jugularis : deviasi trakea (-)
Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
Pergerakan dinding dada simetris
Vocal fremitus simetris
Iktus kordis teraba di ICS 5 line midklavikula sinistra
Nyeri tekan (-), benjolan (-), edema (-), krepitasi (-).
Perkusi
Pada lapang paru sonor (+/+)
Batas paru hepar anterior dekstra :
Inspirasi : ICS VI
Ekpirasi : ICS IV
Batas Jantung
Dextra anterior : ICS II parasternal line dekstra
Sinistra anterior : ICS V midklavikula line sinistra
Auskultasi
Pulmo : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-).
Cor : S1 dan S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi
Dinding abdomen : massa (-), distensi (-), jaringan sikatrik/scar (-).
Auskultasi
Bising usus (+) 18x/menit
Perkusi
Timpani seluruh lapang abdomen (+)
Palpasi
Nyeri tekan (-), distensi abdomen (-)
Hepar / lien / ren : tidak teraba
Ekstremitas atas dan Akral teraba hangat
+/+
bawah
+/+
Edema
-/-
-/-
CRT < 2 detik

IV. RESUME
Pasien perempuan berusia 21 tahun, datang ke Poli Bedah RSUP NTB dengan keluhan
benjolan di leher sebelah kiri sejak 3 tahun yang lalu. Benjolan tersebut dirasakan semakin
lama semakin membesar dan muncul tiba-tiba, serta tidak ada riwayat muncul benjolan di
tempat yang sama atau bagian tubuh lainnya. Benjolan tersebut dirasakan tidak menimbulkan
nyeri dan ikut bergerak saat pasien menelan. Pasien tidak pernah mengeluh demam, BAB dan
BAK normal, nafsu makan tidak menurun, tidak pernah sesak, dan tidak ada gangguan
menelan. Riwayat dada berdebar-debar (-), berkeringat (-), tangan sering basah (-), gemetar
pada tangan dan kaki (-), sering merasa gugup (-). Nafsu makan pasien masih baik. Pasien
biasa membeli garam di pasar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik dengan TD 120/70 mmHg,
nadi, RR, dan suhu dalam batas normal. Pada pemeriksaan inspeksi leher didapatkan tampak
benjolan di sebelah kiri garis tengah leher, konsitensi padat kenyal, ikut bergerak saat
menelan (+). Pada palpasi didapatkan massa noduler di kiri garis tengah leher, bulat lonjong,
padat kenyal, batas tegas, permukaan licin, mobile (+), ukuran 5 x 5 cm, nyeri tekan (-),
ikut bergerak saat menelan.

V. ASESSMENT
Struma Nodusa Sinistra

Diagnosis Banding
- Karsinoma Tiroid
- Tiroiditis

VI. PLANNING
Diagnostik

- USG Thyroid

- FNAB Thyroid

Terapi
- Pro thyroidektomy

- Pasien ini menjalani operasi pada tanggal 29 Maret 2017.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium tanggal 09 Maret 2017


Parameter Hasil Nilai Rujukan
HGB 13,6 13,0 18,0 [g/dL]
RBC 4,88 4,50 5,50 [106/L)
HCT 41,5 40,0 50,0 [%]
MCV 85,0 82,0 92,0 [fL]
MCH 27,9 27,0 31,0 [pg]
MCHC 32,8 32,0 37,0 [g/dL]
WBC 6,36 4,00 11,00 [103/L]
PLT 342 150 400 [103/L]
GDS 113 < 160 [mg%]
Kreatinin 0,7 0,6 1,1 [mg%]
Ureum 14 10 50 [mg%]
SGOT 16 < 40
SGPT 15 < 41
Albumin 5,0 3,5 5,0 [gr%]
BT 315 1 6 [menit]
CT 710 < 15 [menit]
PPT 14,0 11,5 15,5 [detik]
APTT 20,8 28 38 [detik]
Free T4 17,57 10,6 19,4 Pmol/l
TSH 0,46 Hipotyroid : > 4,70
Eutyroid: 0,27 4,70
Hipertyroid : < 0,27

VIII. PROGNOSIS

Dubia ad bonam.
TINJAUAN PUSTAKA

Struma nodusa merupakan pembesaran pada kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu
nodul. Struma nodusa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid, baik berbentuk nodul atau
difusa tanpa ada tanda-tanda hipertiroidisme dan bukan disebabkan oleh autoimun atau proses
inflamasi.

Secara klinis pemeriksaan klinis, struma nodusa dapat dibedakan menjadi struma toksik
dan non toksik. Struma toksik dibedakan menjadi dua, yaitu struma nodusa diffusa toksik dan
struma nodusa nodusa toksik. Istilah tersebut mengarah kepada perubahan bentuk anatomi,
dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Apabila tidak dilakukan
indakan medis sementara, nodusa akan menunjukkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau
lebih benjolan (struma nodusa multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis)
merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang
berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok
eksoftalmik/exophtalmic goiter). Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun
telah di alami selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam
sirkulasi darah, kemudian mengaktifkan reseptor tersebut sehingga menyebabkan kelenjar tiroid
hiperaktif.
Struma nodosa non toxic sama halnya dengan struma nodosa toxic yang dibagi menjadi
struma nodosa diffusa non toxic dan struma nodosa nodusa non toxic. Struma nodusa non toxic
disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik, yang juga disebut sebagai simpel struma
nodosa, struma nodosa endemik, atau struma nodosa koloid yang sering ditemukan di daerah
yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa
hormon oleh zat kimia. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea sehingga
menyebabkan gangguan respirasi dan esophagus tertekan, akibatnya terjadinya gangguan
menelan.

Penatalaksanaan struma dibedakan menjadi dua, yaitu konservatif dan operatif.


Penatalaksaan konservatif ialah dengan pemberian tiroksin dan obat anti tiroid. Tiroksin
diberikan untuk memperkecil ukuran struma dengan cara menurunkan kadar TSH. Disamping
itu, pemberian hormone tiroksin (T4) juga untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah
operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Terapi yodium radioaktif diberikan kepada pasien yang
tidak mau dilakukan tindakan operasi. Tindakan operatif pada kasus struma ialah tiroidektomi,
dimana tindakan ini adalah untuk mengangkat kelenjar tiroid.
Tiroidektomi merupakan prosedur bedah yang relative aman dan morbiditas kurang dari
5%. Terdapat 6 jenis tiroidektomi, yaitu : 1) Lobektomi tiroid parsial, yaitu pengangkatan bagian
atas atau bawah satu lobus, 2) lobektomi tiroid, yaitu pengangkatan seluruh lobus, 3) lobektomi
tiroid dengan isthmusectomy, yaitu pengangkatan satu lobus dan isthmus, 4) subtotal
tiroidektomi, yaitu pengangkatan satu lobus, isthmus, dan sebagian besar lobus lainnya, 5) total
tiroidektomi, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar, 6) tiroidektomi total radikal, yaitu
pengangkatan seluruh kelenjar dn kelenjar limfatik servikal.
Tindakan tiroidektomi dapat menyebabkan keadaan hipotiroidisme, yaitu terjadinya
kegagalan kelenjar tiroid menghasilan hormon dalam jumlah adekuat, dimana ditandai dengan
adanya lesu, cepat lelah, kulit kering dan kasar, produksi keringat berkurang, serta kulit terihat
pucat. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah kelumpuhan nervus laringeus reccurens
yang menyebabkan suara serak.

Anda mungkin juga menyukai