Anda di halaman 1dari 29

Referat

Gambaran Radiologi Konfensional


Gagal Jantung Kongestif

Disusun Oleh:

Eka Nurindah
H1AP11039

Pembimbing:
dr. Sulastri C Panjaitan, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD Dr. M YUNUS
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2017

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dekompensasi kordis atau gagal jantung adalah suatu sindroma
klinis yang disebabkan oleh gagalnya mekanisme kompensasi otot
miokard dalam mengantisipasi peningkatan beban volume berlebihan
ataupun beban tekanan berlebih yang tengah dihadapinya, sehingga tidak
mampu memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan tubuh. Kemampuan jantung sebagai pompa sesungguhnya sangat
bergantung pada kontraktilitas otot jantung. Dan kemampuan kontraksi ini,
ternyata tidak hanya ditentukan oleh kontraktilitas sarkomer miokard itu
sendiri, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh besarnya preload (beban
volume), afterload (beban tekanan), dan heart rate (frekuensi denyut
jantung).1

Gagal jantung kongestif (Congestive Heart Failure) adalah sindrom


klinis akibat penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernapas serta
retensi natrium dan air yang abnormal, yang sering menyebabkan edema.
Kongesti ini dapat terjadi dalam paru atau sirkulasi perifer atau keduanya,
bergantung pada apakah gagal jantungnya pada sisi kanan atau
menyeluruh.1Diagnosis dini dan identifikasi etiologi dari pasien gagal
jantung kongestif sangat diperlukan karena banyak kondisi yang
menyerupai sindroma gagal jantung pada usia dewasa maupun usia
lanjut.
Sindroma gagal jantung ini merupakan masalah yang penting pada
usia lanjut, dikarenakan prevalensi yang tinggi dengan prognosis yang
buruk, karena populasi usia lanjut dunia bertambah dengan cepat dibanding
penduduk dunia seluruhnya, termasuk Indonesia. Menurut data WHO, 17,3
juta orang meninggal akibat gangguan kardiovaskular pada tahun 2015 dan
lebih dari 23 juta orang akan meninggal setiap tahun dengan gangguan
kadiovaskular. 2

5
Salah satu penegakan diagnosis adanya gagal jantung adalah
pemeriksaan foto rontgen toraks yang dapat menggambarkan ukuran dan
bentuk jantung serta kondisi kedua paru. Untuk itu penting bagi mahasiswa
kedokteran dan para dokter untuk memahami tanda-tanda penting pada
gambaran foto rontgen toraks pada keadaan gagal jantung.2

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada referat ini yaitu, Bagaimana gambaran
radiologi konvensional yang dapat menunjang diagnosis gagal jantung
kongestif.

1.3 Tujuan
Referat ini bertujuan mengetahui gambaran radiologi konvensional
pada kasus gagal jantung kongestif.

1.4 Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menjadi sumber rujukan untuk memahami gambaran
radiologi konvensional pada kasus gagal jantung kongestif.
2. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat menjadi sumber bacaan untuk mengurangi angka
kejadian gagal jantung kongestif
3. Bagi Institusi
Diharapkan dapat menjadi rujukan untuk pembuatan makalah
berikutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Jantung


Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti
piramida terbalik dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas)
berada di atas. Jantung yang normal terletak di rongga dada sebelah kiri, di
dalam ruang mediastinum. Apeks jantung menghadap ke kiri depan bawah.
Besar jantung lebih kurang sebesar kepalan tangan pemiliknya. Pada bayi

6
ukurannya relatif lebih besar daripada dewasa. Pada bayi, perbandingan
jantung terhadap rongga dada (rasio kardiotoraks) mencapai 60%, pada anak
besar sampai dewasa muda mencapai 50%.6

2.1.2 Ruang-Ruang Jantung6


Jantung terdiri dari empat ruang, dua ruang berdinding tipis disebut
atrium dan dua ruang berdinding tebal disebut ventrikel.
1. Atrium

Atrium kanan. Berfungsi menampung darah yang rendah oksigen dari
seluruh tubuh yang mengalir dari vena kava superior dan inferior serta
sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah
dipompakan ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru-paru.
Atrium kiri. Berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-
paru melalui empat buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke
ventrikel kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta.
2. Ventrikel
Ventrikel kanan. Berfungsi memompakan darah dari atrium kanan ke

paru-paru melalui vena pulmonalis.


Ventrikel kiri. Berfungsi memompakan darah yang kaya oksigen dari
atrium kiri ke seluruh tubuh melalui aorta.

7
Gambar 2.2. Ruang-Ruang Jantung

2.1.3 Katup Jantung6


Katup jatung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang
menghubungkan antara atrium dengan ventrikel dinamakan katup
atrioventrikuler, sedangkan katup yang menghubungkan sirkulasi sistemik
dan sirkulasi pulmonal dinamakan katup semilunar.
Katup berfungsi mencegah aliran darah balik ke ruang jantung
sebelumnya sesaat setelah kontraksi atau sistolik dan sesaat saat relaksasi
atau diastolik. Tiap bagian daun katup jantung diikat oleh chordae tendinea
sehingga pada saat kontraksi daun katup tidak terdorong masuk keruang
sebelumnya yang bertekanan rendah. Chordae tendinea sendiri berikatan
dengan otot yang disebut muskulus papilaris.
Katup atrioventrikuler terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang
terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan disebut katup
trikuspidalis. Katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri
disebut katup bikuspidalis atau katup mitral. Katup atrioventrikuler
memungkinkan darah mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel
pada saat diastolik dan mencegah aliran balik pada saat ventrikel
berkontraksi memompa darah keluar jantung yaitu pada saat sistolik.
Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang
menghubungkan antara ventrikel kanan dengan pulmonal trunk, katup

8
semilunar yang lain adalah katup yang menghubungkan antara ventrikel
kiri dengan asendence aorta yaitu katup aorta.

Gambar 2.3. Katup Jantung

2.2 Gagal Jantung Kongestif


2.2.1 Definisi4
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh
gagalnya mekanisme kompensasi otot miokard dalam mengantisipasi
peningkatan beban volume berlebihan ataupun beban tekanan yang
berlebih pada jantung, sehingga tidak mampu memompakan darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.

2.2.2 Etiologi4

9
Dalam hubungan yang luas ada dua faktor penyebab gagal jantung:
1. Faktor mekanik (kelainan struktur jantung), yaitu :
Kondisi miokardium normal, akan tetapi gangguan dari beban kerja
yang berlebihan, biasanya kelebihan beban volume (preload) atau
tekanan (afterload) akibat penyakit jantung bawaan atau didapat.
2. Faktor miokardium, yaitu :
Kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi miokardium,
misalnya:
a. Radang atau intoksikasi otot jantung pada penderita demam
reumatik atau difteri.
b. Otot jantung mengalami defisiensi nutrisi, seperti pada anemia
berat.
c. Perubahan-perubahan patologis dalam struktur jantung, misal
kardiomiopati.

2.2.3 Patofisiologi2

10
Gambar 2.4. Patofisiologi gagal Jantung

2.2.4. Klasifikasi4
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The
New York Heart Association (NYHA) classification for heart failure
membaginya menjadi 4 kelas, berdasarkan hubungannya dengan gejala
dan jumlah atau usaha yang dibutuhkan untuk menimbulkan gejala,
sebagai berikut :
1. Kelas I : Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan
aktivitas fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan
sesak napas.
2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.
3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan
dari kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas.

11
4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan
kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat
beristirahat.

2.2.5. Manifestasi klinis4


Diagnosa gagal jantung kongestif menurut Framingham dibagi
menjadi 2 yaitu kriteria mayor dan kriteria minor. Diagnosis
ditegakkan dari dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan
dua kriteria minor harus ada di saat bersamaan.
Kriteria mayor :
1. Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea.
2. Peningkatan tekanan vena jugularis
3. Ronkhi basah tidak nyaring
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Irama derap S3
7. Peningkatan tekanan vena >16 cm H20
8. Refluks hepatojugular.
Kriteria minor :
1. Edema pergelangan kaki
2. Batuk malam hari
3. Dispneu deffort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7. Takikardi (120x/menit).
2.2.6. Diagnosis
A. Gejala dan Tanda4
Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat
beraktivitas fisik; tetapi, dengan bertambah beratnya gagal jantung,
toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul
lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan.

12
-
Dispnea, atau perasaan sulit bernafas, adalah manifestasi gagal
jantung yang paling umum.
-
Ortopnea (atau dispnea saat berbaring)
-
Dispnea nokturnal paroksismal (paroxysmal nocturnal dyspnea,

PND) atau mendadak terbangun karena dispnea, dipicu oleh

timbulnya edema pant interstisial.


-
Batuk nonproduktif
-
Timbulnya ronki

Semua gejala dan tanda di atas dapat dikaitkan dengan gagal ke

belakang pada gagal jantung kiri.


-
Hemoptisis
-
Distensi atrium kiri atau vena pulmonalis dapat menyebabkan

kompresi esofagus dan Gagal ke belakang pada sisi kanan jantung

menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena sistemik.


-
Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP); vena-vena leher

mengalami bendungan.
-
Tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama

inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan

terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.

Meningkatnya CVP selama inspirasi ini dikenal sebagai tanda

Kussmaul
-
Dapat terjadi hepatomegali (pembesaran hati)
-
Nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.
-
Anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat disebabkan oleh kongesti hati

dan usus.

13
-
Edema perifer
-
Nokturia (diuresis han) yang mengurangi retensi cairan.
-
Gagal jantung yang berlanjut asites atau edema anasarka
-
Semua manifestasi yang dijelaskan di sini secara diawali dengan

bertambahnya berat badan, yang mencerminkan adanya retensi

natrium dan air.

Denyut jantung yang cepat (atau takikardia) mencerminkan respons


terhadap rangsangan saraf simpatis. Gagal ke depan pada ventrikel
kiri menimbulkan tanda-tanda:
-
Berkurangnya perfusi ke organ-organ
-
Kulit pucat dan dingin
-
Demam ringan dan keringat yang berlebihan.
-
Lemah dan letih
Gejala dapat diperberat oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau
anoreksia. Makin menurunnya curah jantung dapat disertai insomnia,
kegelisahan, atau kebingungan.
Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat terjadi kehilangan berat
badan yang progresif atau kakeksia jantung4,
-
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung memperlihatkan
denyut yang cepat dan lemah.
-
Hipotensi sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat.
-
Pada gagal ventrikel kiri yang berat dapat timbul pulsus alternans,
yaitu berubahnya kekuatan denyut arteri.
-
Pada auskultasi dada lazim ditemukan ronki (seperti yang telah
dikemukakan di atas) dan gallop ventrikel atau bunyi jantung ketiga
(S3). Terdengamya S3 pada auskultasi merupakan ciri khas gagal
ventrikel kiri. Gallop ventrikel terjadi selama diastolik awal dan
disebabkan oleh pengisian cepat pada ventrikel yang tidak lentur atau
terdistensi.

14
-
Kuat angkat substernal (atau terangkatnya sternum sewaktu sistolik)

dapat disebabkan oleh pembesaran ventrikel kanan.


-
Peristiwa bradikardi (asistol atau blok jantung) biasanya berkaitan

dengan memburuknya gagal jantung secara progresif. 4,


B. Pemeriksaan laboratorium4
Tes darah mungkin akan diminta untuk menilai fungsi hati dan ginjal,
level/tingkat sodium dan potassium, jumlah sel darah, dan pengukuran-
pengukuran lainnya. 7
Pemeriksaan darah perlu dilakukan untuk menyingkirkan anemia
sebagai penyebab susah bernapas, dan untuk mengetahui adanya penyakit
dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya
kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia
dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal
jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain
untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya
stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah
pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretic dosis
tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia
dapat terjadi pada pemberian diuretik tanpa suplementasi kalium dan obat
potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif, tes fungsi hati
(bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati.
Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai
kebutuhan. Pemeriksaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal
jantung dengan kadar BNP plasma 100 pg/ml dan plasma non-proBNP
adalah 300 pg/ml. 7

C. Gambaran EKG2

15
Dalam kasus kardiogenik, elektrokardiogram (EKG) dapat
menunjukkan bukti MI ( Miocardium Infark ) atau iskemia. Dalam kasus
noncardiogenic, EKG biasanya normal.

Gambar 2.5: Electrocardiograms menunjukan infark miokardium


anterior dengan gelombang Q pada anteroseptal leads ( atas ) dan pada
bagian kiri bundle branch block ( bawah )

D. Gambaran Radiologi
1. Foto Thorax

Thorax AP, Posisi pasien :3

Erect (berdiri ), bagian anterior tubuh menempel kaset. sisi atas kaset
berada 3 cm diatas margin kulit diatas apex thorax.

Dagu pasien diletakkan ditas cassette holder dan sedikit ekstensi.

Pasien meletakkan bagian belakang tangan di pinggang kanan-kiri.

Bahu dan lengan diputar ke luar & depan untuk membawa scapula
keluar dari cavum thorax.

Exposure dilakukan saat pasien diminta untuk inspirasi.

16
Gambar 2.6. Thorax AP

Thorax AP3
Proyeksi ini digunakan sebagai alternatif untuk posisi PA. Yaitu
apabila pasien mengalami kelainan tertentu seperti sesak nafas, apabila
dilakukan foto PA akan memperburuk keadaan pasien. Teknik
radiografi posisi AP sama dengan PA, yang membedakan adalah arah
sinarnya datang dari anterior tubuh pasien. Bagiam posterior tubuh
pasien menempel kaset. Dapat dilakukan dengan erect, supine atau semi
erect.

Gambar 2.7. Thorax AP


Dua fitur utama dari radiografi dada berguna dalam evaluasi pasien
dengan gagal jantung kongestif: (1) ukuran dan bentuk siluet jantung, dan
(2) edema di dasar paru-paru.

17
Gambar 2.8. Anatomi Radiografi Jantung

Gambar 2.9. radiogfari jantung normal

Pada gagal jantung hampir selalu ada dilatasi dari satu atau lebih pada
ruang-ruang di jantung, menghasilkan pembesaran pada jantung. Dari segi
radiologik, cara yang mudah untuk mengukur jantung apakah membesar atau
tidak, adalah dengan membandingkan lebar jantung dan lebar dada pada foto
toraks PA (cardio-thoracis ratio). Pada gambar, diperlihatkan garis-garis untuk
mengukur lebar jantung (a+b) dan lebar dada (c1-c2).

(normal : 48-50 %)

18
Gambar 2.10. Pengukuran CTR

Pada patfofisiologi Congestive Heart Failure teah dijelaskan bahwa


kegagalan jantung juga disebabkan oleh kontraktilitas miokard yang kurang
akibat infark miokard.Berikut adalah gambar yang menunjukan adanya
infark miokard dalam congestive heart failure.

Gambar 2.11. Foto Thorax menunjukan adanya infark miokard dan tampak
curvilinear kalsifikasi ( panah ) pada ventrikel kiri.

19
Gambar 2.12. Congestive cardiac failure. Radiografi dada memperlihatkan kardiomegali,
pengalihan vena-vena lobus atas (tanda panah), garis septum (garis Kerley B) terlihat
baik di zona bawah kanan (tanda panah terbuka), dan penebalan/cairan di fisura
horizontal (mata panah). Cairan di fisura horizontal kanan kadang-kadang disebut
Phantom tumour, itu bisa menghilang pada pemeriksaan radiologi berikutnya, bila
keadaan pasien membaik

Dengan perkembangan dari gagal jantung kongestif, atrium kiri


mengalami peningkatan tekanan yang paling pertama. Hal ini menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik, tekanan kapiler paru serta pembentukan
edema interstitial terutama pada daerah basal paru. Hal ini menyebabkan
peningkatan resistensi vaskuler yang mengalir ke basal paru, menyebabkan
pirau aliran darah ke pembuluh-pembuluh darah pada lobus atas paru-sehingga
menyebabkan adanya peralihan pada vena-vena pada lobus atas. Pengalihan
pada lobus atas dapat didiagnosis dengan radiografi posisi erect (tegak),
pembesaran pembuluh-pembuluh darah pada lobus atas sama dengan atau
melebihi pembuluh-pembuluh darah pada lobus bawah yang berjarak sama dari
hilum.

20
Gambar 2.13 Foto Thorax PA menunjukan adanya pembesaran pada ventrikel kiri
karena adanya aneurisme yang mana tampak focal bulge ( panah ).

Gambaran pembesaran katup jantung


Stenosis aorta dengan pembesaran aorta ascenden, LVH, dan kalsifikasi
pada katup mitral

Foto Thoraks PA dengan LVH

21
Perbesaran jantung dan Double Contour

Peningkatan tekanan vena pulmonalis atau hipertensi pulmonal


berhubungan dengan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) dan
dapat di klasifikasikan menjadi beberapa derajat yang sesuai dengan
gambaran radiologisnya pada foto toraks. Pengklasifikasian ini merupakan
urut-urutan yang terjadi pada CHF. Menurut Elliots, klasifikasi hipertensi
vena pulmonalis dibagi menjadi :5
1. Stage 1 :
Pada stage 1 PCWP [13-18 mm]. Terjadi redistribusi dari pembuluh darah
paru. Pada foto toraks PA normal, pembuluh darah pada lobus atas lebih
kecil dan sedikit dibanding pembuluh darah pada lobus bawah paru.
Pembuluh darah paru yang beranastomosis memiliki kapasitas reservoir
dan akan mengalir pada vaskular yang tidak menerima perfusi darah,
sehingga menyebabkan terjadinya ditensi pada vaskular yang telah
mendapat perfusi darah. Hal ini mengakibatkan terjadinya redistribusi
pada aliran darah pulmonal. Awalnya terjadi aliran darah yang sama,
kemudian terjadi redistribusi aliran darah dari lobus bawah menuju lobus
atas.
Pada gambaran radiologis tampak redistribusi dari pembuluh darah paru,
kardiomegali, dan broad vascular pedicle.

2. Stage 2 :

22
Pada stage 2, PCWP [18-25 mm]. Tahap ini ditandai oleh kebocoran cairan
kedalam interlobular dan interstitial peribronkial sebagai akibat dari
meningkatnya tekanan di dalam kapiler paru. Saat kebocoran cairan masuk
ke dalam septum interlobular perifer, akan tampak gambaran garis Kerley
B pada foto toraks. Saat kebocoran cairan masuk ke dalam interstitial
peribronkovaskular, pada foto toraks akan tampak gambaran penebalan
pada dinding bronkus yang disebut peribronchial cuffing dan pengaburan
pembuluh darah paru (perihilar haze). Selain itu, fisura interlobaris juga
akan terlihat menebal pada foto toraks.
3. Stage 3 :
Pada stage ini, PCWP [> 25 mm]. Tahap ini ditandai dengan berlanjutnya
kebocoran cairan menuju interstitial, yang tidak dapat dikompensasi oleh
drainase limfatik. Hal ini akan mengakibatkan kebocoran cairan menuju
alveoli (edema alveolar) dan kebocoran cairan menuju cavum pleura (efusi
pleura). Pada foto toraks akan tampak gambaran konsolidasi, air
bronchogram, cotton woll appearance, dan efusi pleura.
4. Stage 4 :
Pada tahap ini terjadi proses hemosiderosis, osifikasi (tampak pada
hipertensi pulmonum yang lama).

Seiring dengan meningkatnya tekanan hidrostatik, terjadilah tanda-tanda


edema interstitial yang diikuti tanda-tanda edema alveolar: 5

a) Pengaburan dari tepi pembuluh darah


b) Perihilar kabur

23
Gambar 2.14. Cardiomegali dengan perihilar yang terlihat kabur
c) Peribronchial cuffing :
Gambaran seperti donat kecil. Terjadi akibat akumulasi cairan interstitial
di sekeliling bronkus yang menyebabkan menebalnya dinding bronkus.

Gambar 2.15. Peribronchial cuffing tampak seperti gambaran donat kecil


pada bronkus.
d) Garis Kerley A :
Berupa gambaran garis yang agak panjang (2-6 cm) yang tampak seperti
garis bercabang dengan arah diagonal dari hilus menuju ke arah perifer.
Munculnya garis ini disebabkan oleh distensi saluran yang beranastomosis
antara pembuluh limfe paru perifer dan sentral. Garis ini jarang ditemui
dibanding garis Kerley B, dan tidak akan tampak tanpa disertai adanya
garis Kerley B atau garis Kerley C.

Gambar 2.16. Garis kerley A, Garis Kerley B, dan Kerley C


e) Garis Kerley B :
Berupa gambaran garis pendek yang berparalel pada daerah paru perifer.
Garis ini dapat terlihat ketika cairan mengisi dan mendistensi septum
interlobular. Panjangnya kurang dari 1 cm dan paralel antara satu dengan
lainnya pada sudut kanan bawah dari pleura. Garis ini bisa tampak pada

24
semua daerah paru, tapi lebih sering pada paru bagian basal di sudut
costofrenicus pada foto toraks PA.

Gambar 2.17. Garis kerley B tampak berupa garis putih horizontal yang pendek-
pendek pada bagian basal paru
f) Garis Kerley C
Garis ini jarang terlihat dibanding garis yang lain. Bentuk garis ini pendek
dan tipis dengan gambaran reticular yang merepresentasikan garis Kerley
B en face. Munculnya garis ini disebabkan oleh menebalnya anastomosis
pembuluh limfe atau superimpose dari beberapa garis Kerley B.
g) Efusi pleura
Efusi laminar yang berkumpul di bawah pleura viseral, yakni pada
jaringan ikat longgar antara paru dan pleura.

Gambar 2.18. Efusi pleura tampak pada foto torak PA dan lateral
h) Bats Wings
Saat tekanan hidrostatik mencapai 25 mmHg, cairan melewati alveoli dan
menyebabkan edema paru. Hal ini dapat terlihat sebagai densitas alveolar
multiple dari setengah bagian bawah paru. Kemungkinan lain, dapat juga
terlihat densitas ruang udara bilateral yang difus dan kurang tegas/jelas
atau densitas perihilar.

Gambar 2.19. Congestive Heart Failure dengan densitas ruang udara


perihilar di dalam distribusi bat wings yang mewakili edema paru.

25
Gambar 2.20. Ilustrasi Gambaran Foto Toraks Pasien CHF

Gambar 2.21. Congestive Heart Failure


Radiografi dada memperlihatkan kardiomegali, pengalihan vena-vena
lobus atas (tanda panah), garis septum (garis Kerley B) terlihat baik di zona
bawah kanan (tanda panah terbuka), dan penebalan/cairan di fisura horizontal
(mata panah). Cairan di fisura horizontal kanan, itu bisa menghilang pada
pemeriksaan radiologi berikutnya, bila keadaan pasien membaik.

2. Computed Tomograpy5
CT scan jantung biasanya tidak diperlukan dalam diagnosis rutin dan
manajemen gagal jantung kongestif. Multichannel CT scan berguna dalam
menggambarkan kelainan bawaan dan katup, namun, ekokardiografi dan
pencitraan resonansi magnetik (MRI) dapat memberikan informasi yang sama
tanpa mengekspos pasien untuk radiasi pengion.

26
Gambar 2.22. Penebalan garis septum dalam kaitan dengan edema interstitial
pada CHF

Gambar 2.23. Pada CT Scan posisi axial menunjukan adanya diffuse bilateralair
space opacities ( Adanya perselubungan yang diffuse di air space bilateral

2.2.7. Diagnosis Banding5


1. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem
pernapasan dimana alveoli (mikroskopik udara mengisi kantong dari
paru yang bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer)
menjadi radang sehingga menyebabkan penimbunan cairan.
Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab, yaitu infeksi
karena bakteri, virus, jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi
karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru - paru, atau secara

27
tak langsung dari penyakit lain seperti kanker paru atau penggunaan
alkohol.
Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia meliputi batuk,
nyeri dada, demam,dan sesak nafas, dimana gejala peneumonia ini
hampir sama dengan gejala gagal jantung kongestif. Alat diagnosanya
meliputi sinar-x dan pemeriksaan sputum. Pengobatan tergantung
penyebab dari pneumonia.

Gambar 2.25. Menunjukan adanya infiltrasi oleh Gambaran CHF


bacterial pneumonia pada lobus paru kanan atas

2. Non-cardiogenic pulmonary edema5


Non-cardiogenic pulmonary edema umumnya dapat disebabkan oleh:

Acute respiratory distress syndrome (ARDS), kondisi yang
berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,
trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru,
merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru. Pada ARDS, integritas
dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang

28
bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh
darah.
Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari
tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-
pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-
orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu
untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage),
seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya
berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan
neurogenic pulmonary edema.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis
dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua,
yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.

Gambar 15 .Perbedaan antara cardiogenic dan noncardiogenic edema.


Gambar A ( atas ) menunjukan foto thorax AP dengan infark miokard akut anterior dan akut cardiogenic
pulmonari edema
.Gambar B.menunjukan foto thorax AP dengan komplikasi antara pneumonia dan ARDS.Pada foto ini
menunjukan diffuse alveolar infiltrat dengan air bronchogram sign.

29
Gambaran CHF, Radiografi dada memperlihatkan
kardiomegali, pengalihan vena-vena lobus atas (tanda
panah), garis septum (garis Kerley B) terlihat baik di
zona bawah kanan (tanda panah terbuka), dan
penebalan/cairan di fisura horizontal (mata panah).

2.2.8. Tatalaksana6
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi
beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama
fungsi miokardium, baik secara sendiri-sendiri ataupun gabungan dan: (1)
beban awal, (2) kontraktilitas, dan (3) beban akhir. Penanganan biasanya
dimulai bila timbul gejala saat beraktivitas biasa (NYHA kelas fungsional
II). Regimen penangangan secara progresif ditingkatkan sampai mencapai
respons klinis yang diinginkan. Eksaserbasi akut dan gagal jantung atau
perkembangan menuju gagal jantung berat dapat menjadi alasan untuk
perawatan di rumah sakit dan penanganan yang lebih agresif.

2.2.9. Prognosis6
Prognosis pada pasien dengan gagal jantung kongestif (congestive
heart failure) tergantung dari berat dari gagal jantung kongestif yang dia
diderita, umur, dan jenis kelamin, dengan prognosis yang lebih jelek/buruk
pada pasien pria. Di samping itu, beberapa indeks prognostik dapat
dihubungkan dengan prognosis yang berlawanan, mencakup kelas dari
NYHA, fraksi ejeksi ventrikel kiri, dan status neurohormonal.

30
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Foto toraks PA dapat membantu menegakkan diagnosis adanya suatu gagal
jantung yang disertai kondisi edema pulmonum, dengan gambaran radiologis
sebagai berikut :

Cardiomegali

Redistribusi pembuluh darah paru

Pengaburan dari tepi pembuluh darah

Peribronchial cuffing

Garis Kerley B (septum interlobular yang edematous dan menebal pada
perifer paru).

Perselubungan alveolar

Paru-paru terlihat kabur dan kurang radiolusen dari normal karena adanya
tahanan air, lattice pattern.

Konsolidasi

Air bronchogram

Cotton woll appearance

Efusi pleura, dapat unilateral dan bilateral dan sering di kanan.
3.2 Saran
Peningkatan penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam
pelayanan kesehatan serta deteksi lebih dini penyakit agar mengurangi
angka morbiditas dan mortalitas gagal jantung kongestif.
Peningkatan sumber daya manusia yang berhubungan dalam penegakkan
diagnosis dan penatalaksanaan penderita gagal jantung kongestif

31
Daftar Pustaka

1. Cremers, Simon., Bradshaw, Jennifer., Herfkens, Freek. 2010. Chest X Ray-


Heart Failure. The Radiology Assistant. Publication date : 1-9-2010
2. Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2.
Jakarta : EGC
3. Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D.Acute Pulmonary
Edema.http://www.nejm.org/
4. Aru W. Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2014. Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing
5. Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
6. Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC

32

Anda mungkin juga menyukai