Demam Penyakit Bakteri
Demam Penyakit Bakteri
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi demam adalah keadaan suhu tubuh di atas suhu normal, yaitu
suhu tubuh di atas 38 Celsius. Suhu tubuh adalah suhu visera, hati, otak, yang
dapat diukur lewat oral, rektal, dan aksila. Cara pengukuran suhu menentukan
tinggi rendahnya suhu tubuh. Pengukuran suhu melalui mulut dilakukan dengan
mengambil suhu pada mulut (mengulum termometer dilakukan pada anak yang
sudah kooperatif ), hasilnya hampir sama dengan suhu dubur, namun bisa lebih
rendah bila frekuensi napas cepat. Pengukuran suhu melalui dubur (rektal)
dilakukan pada anak di bawah 2 tahun. Termometer masuk ke dalam dubur
sedalam 2-3 cm dan kedua pantat dikatupkan, pengukuran dilakukan selama 3
menit. Suhu yang terukur adalah suhu tubuh yang mendekati suhu yang
sesungguhnya (core temperature). Dikatakan demam bila suhu di atas 380C. 2
Pengukuran suhu melalui ketiak (axilar) hanya dapat dilakukan pada anak
besar mempunyai daerah aksila cukup lebar, pada anak kecil ketiaknya sempit
sehingga terpengaruh suhu luar. Pastikan puncak ujung termometer tepat pada
tengah aksila dan pengukuran dilakukan selama 5 menit. Hasil pengukuran aksila
akan lebih rendah 0,5-1,00C dibandingkan dengan hasil pengukuran melalui
dubur. Pengukuran suhu dengan cara meraba kulit, daerah yang diraba adalah
daerah yang pembuluh darahnya banyak seperti di daerah pipi, dahi, tengkuk.
Meskipun cara ini kurang akurat (tergantung kondisi tangan ibu), namun perabaan
ibu cukup bisa dipercaya dan digunakan sebagai tanda demam pada program
MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit ).2
Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis
pirogen yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar
tubuh dan berkemampuan untuk merangsang IL-1, sedangkan pirogen endogen
berasal dari dalam tubuh dan mempunyai kemampuan untuk merangsang demam
2
dengan mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Interleukin-1,
tumor necrosis factor (TNF), dan interferon (INF) adalah pirogen endogen. 1
Pirogen endogen antara lain ialah sitokin yaitu molekul yang merupakan
bagian dari sistem imun innate. Pirogen tersebut diproduksi oleh sel fagosit dan
menyebabkan peningkatan pada pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Pirogen
endogen mayor antara lain; interleukin-1 ( dan ), interleukin-6, dan tumor
nekrosis faktor-. Pirogen endogen minor antara lain; interleukin-8, tumor
nekrosis faktor-, protein inflamatorik makrofag, dan interferon. Sitokin tersebut
dilepaskan ke sirkulasi sistemik, dimana substansi tersebut akan bermigrasi ke
organ sirkumventrikular dari otak melalui absorpsi berbantuan melalui sawar
darah otak. Sitokin tersebut akan berikatan dengan reseptor endotelial pada
pembuluh darah, atau berinteraksi dengan sel mikroglia lokal. Ketika sitokin
tersebut telah berikatan, jalur asam arakidonat kemudian diaktifkan, yang pada
akhirnya menyebabkan perubahan pada regulasi termostat hipotalamus.
Pirogen eksogen yang diketahui antara lain komponen dari dinding sel
bakteri. Suatu protein imunologis yang disebut lipopolysaccharide-binding
protein (LBP) berikatan dengan reseptor CD-14 dari makrofag. Hasil ikatan
tersebut akan menyebabkan pelepasan berbagai sitokin endogen, seperti
interleukin-1, interleukin-6, dan tumor nekrosis faktor. Dengan kata lain, faktor
pirogen eksogen tersebut akan merangsang pengeluaran pirogen endogen, yang
kemudian pada akhirnya merangsang jalur asam arakidonat.
Berdasarkan kaitan pirogen dengan produk mikroba, maka dapat dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu pirogen mikrobial dan non-mikrobial, pirogen-
pirogen tersebut antara lain :
1. Pirogen Mikrobial
Bakteri Gram-Negatif
3
Endotoksin gram negatif tidak selalu merangsang terjadinya demam; pada
bayi dan anak yang lebih kecil, infeksi gram negatif sering memberikan
manifestasi hipotermia.1
Bakteri Gram-Positif
Virus
Jamur
2. Pirogen Non-Mikrobial
4
Fagositosis
Kompleks Antigen-antibodi
Steroid
Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia. Ethiocholanolon
dan metabolik androgen diketahui sebagai perangsang pelepasan IL-1.
Ethiocolanolon memproduksi demam hanya bila disuntikkan
intramuskular (bukan intravena), maka diduga demam tersebut diakibatkan
oleh pelepasan IL-1 oleh jaringan subkutis pada tempat suntikan. Steroid
ini diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya demam pada pasien
dengan sindrom adrenogenital dan demam yang tidak diketahui
penyebabnya (fever of unknown origin). 1
Peningkatan suhu dalam tubuh (demam) dapat terjadi akibat beberapa hal
yaitu:3
Tabel 1. Beberapa Zat yang dapat Menimbulkan Efek Termoregulasi di SSP3
Hipertermik Hipotermik
5
Asetilkolin CRH
Angiotensin II GABA
CCK Peptida Opiod
Dopamin Progesteron
Estrogen Prostaglandin
MSH Serotonin
Neurotensin TRH
Norepinefrin
Peptida opiod
Somatostatin
1. ketika suhu set point meningkat misalnya saat infeksi yang merupakan
penyebab utama demam
2. ketika terjadi produksi panas metabolik misalnya pada hipertiroid
3. ketika asupan panas lingkungan melebihi kemampuan pelepasan panas
misalnya pada hiperpireksia maligna akibat anestesia, ruang kerja industri
yang sangat panas, dan sauna
4. ketika ada gangguan pelepasan panas misalnya dysplasia ektodermal
5. kombinasi dari beberapa faktor. 3
Pada kondisi tertentu, peningkatan suhu tubuh di atas rerata fisiologis justru
membaw a manfaat adaptif. Misalnya, saat terjadi infeksi, demam merupakan
respons yang dibutuhkan untuk memfasilitasi penyembuhan melalui peningkatan
kerja sistem imun dan menghambat replikasi mikro-organisme. Oleh karena itu,
secara ilmiah, demam dapat disebut sebagai respons homeostatik. Pada kondisi
tersebut, endotoksin dan sitokin proinflamasi berinteraksi dengan reseptor tertentu
di sel endotelial vaskular dan/atau subendotelial mikroglia dan terjadilah aktivasi
cycloocxygenase (Cox) untuk memproduksi PGE2 (Gambar 1 dan 2). 3
6
Gambar 1. Mekanisme Pengaturan Suhu Tubuh3
Meski jarang terjadi, demam juga dapat terjadi akibat pirogen endogen
endotoksemia, demam steroid (etioklonalon), dan alergi. Demam alergi
diperantarai oleh limfosit yang terangsang lalu melepaskan limfokin yang
menyebabkan leukosit PMN menginduksi produksi pirogen endogen. Pirogen
endogen juga dapat diproduksi oleh beberapa sel tumor. Penelitian yang dilakukan
pada pasien leukemia granulositik menunjukkan bahwa sel monositik juga
memproduksi pirogen endogen. 3
Selain menyebabkan demam, endotoksin juga secara otomatis
mengaktifkan respons antidemam sehingga suhu tubuh tidak meningkat
berlebihan. Dilakukan dengan menstimulasi sumbu hipotalamus-hipofi sis-
adrenal. Aktivasi sumbu ini mengurangi respons terhadap sitokin yang
dikemukakan di atas. 3
7
Gambar 2 : Patofisiologi Demam pada infeksi
Proses pengendalian peningkatan suhu tubuh ini juga dilakukan oleh MSH
di susunan syaraf pusat. Tetapi MSH hanya bekerja jika sitokin sudah diaktivasi
(MSH tidak prurya efek mengatur suhu tubuh dalam kedaan tidak demam). 3
8
Beberapa pengukuran suhu tubuh menurut tempat pengukuran adalah
sebagai berikut : 1
1. Arteri Pulmonalis
2. Esofagus
3. Kandung kemih
4. Rektal
9
demikian ditemukan beberapa kelemahan. Benzinger dkk, mengatakan
pada rectum tidak ditemukan sistem termoregulasi. Suhu rectal lebih tinggi
dibandingkan tempat lain (arteri pulmonalis), hal ini mungkin akibat
aktivitas metabolik bakteri feses. 1
5. Oral
6. Aksila
10
7. Membran Timpani
11
35,60C (960F) hingga 38,20C(100,80F), secara keseluruhan didapatkan nilai rata-
rata sebesar 36,800,40C (98,200,70F) dengan nilai tengah 36,80C (98,20F). 1
Nilai rata-rata suhu bervariasi secara diurnal dengan mencapai nadir pada
pukul 06.00 pagi dan puncaknya pada pukul 04.00-06.00 sore. Suhu maksimum
(sesuai persentil 99) terendah dan tertinggi bervariasi dari 37,20C (98,90F) pada
pukul 06.00 pagi hingga 37,70C (99,90F) dari 04.00 sore. Perbandingan suhu
inisial dibandingkan suhu pada jam yang sama hari berikutnya didapatkan tidak
ada perbedaan yang signifikan. Bila dikorelasikan antara umur dan suhu tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam kisaran umur yang diteliti (18-40 tahun). 1
Berdasarkan jenis kelamin, rata-rata suhu oral perempuan lebih tinggi dari
pada laki-laki (36,90C (98,40F) vs 36,70C (98,10F), namun rata-rata variasi diurnal
pada laki-laki lebih tinggi (0,560C (1,000F) vs 0,540C (0,970F). 1
1. Demam kontinyu
12
Demam dengan variasi diurnal diantara 1,0-1,50F (0,55-0,820C). Dalam
kelompok ini, demam meliputi penyakit pneumonia tipe lobar, infeksi kuman
Gram-negatif, riketsia, demam tifoid, gangguan sistem saraf pusat, tularemia,
dan malaria falciparum.1
2. Demam intermiten
Demam yang peningkatan suhunya terjadi pada waktu tertentu dan
kemudian kembali ke suhu normal, kemudian meningkat kembali. Siklus
tersebut berulang-ulang hingga akhirnya demam teratasi, dengan variasi suhu
diurnal > 1 C. Contoh penyakitnya antara lain; demam tifoid, malaria,
septikemia, kala-azar, pyaemia. Ada beberapa subtipe dari demam intermiten,
yaitu :
a) Demam quotidian
Demam dengan periodisitas siklus setiap 24 jam, khas pada malaria
falciparum dan demam tifoid
13
b) Demam tertian
Demam dengan periodisitas siklus setiap 48 jam, khas pada malaria tertiana
(Plasmodium vivax)
c) Demam quartan
Demam dengan periodisitas siklus setiap 72 jam, khas pada malaria
kuartana (Plasmodium malariae)
14
3. Demam remiten
Demam terus menerus, terkadang turun namun tidak pernah mencapai
suhu normal, fluktuasi suhu yang terjadi lebih dari 10 C. Contoh penyakitnya
antara lain; infeksi virus, demam tifoid fase awal, endokarditis infektif, infeksi
tuberkulosis paru.
15
Demam yang naik secara perlahan setiap harinya, kemudian bertahan suhu
selama beberapa hari, hingga akhirnya turun mencapai suhu normal
kembali. Contohnya pada demam tifoid
16
7. Demam Pel-Ebstein atau undulasi
Suatu jenis demam yang spesifik pada penyakit limfoma hodgkin, dimana
terjadi peningkatan suhu selama satu minggu dan turun pada minggu
berikutnya, dan seperti itu seterusnya. Demam tipe ini ditemukan juga pada
kasus penyakit kolesistitis bruselosis, dan pielonefritis kronik.
8. Demam kebalikan pola demam diurnal (typhus inversus)
Demam dengan kenaikan temperatur tertinggi pada pagi hari bukan selama
senja atau di awal malam. Kadang-kadang ditemukan pada tuberkulosis milier,
salmonelosis, abses hepatik, dan endokarditis bakterial. 1
9. Reaksi Jarisch-Herxheimer
17
sehingga terjadi radang usus (enteritis). Radang usus serta penghancuran lamina
propria alat pencernaan oleh penyusupan (proliferasi) salmonella inilah yang
menimbulkan diare, karena salmonella menghasilkan racun yang disebut
cytotoxin dan enterotoxin (Dharmojono, 2001). Salmonella mungkin terdapat
pada makanan dalam jumlah tinggi, tetapi tidak selalu menimbulkan perubahan-
perubahan. Bahan pangan asal hewan termasuk jenis makanan yang sering
terkontaminasi. 4
Salah satu faktor virulensi yang dimiliki Salmonella typhi adalah villi atau
fimbriae. Fimbriae merupakan protein polimer permukaan sel bakteri sebagai
mediator penting interaksi bakteri terhadap hospes dan survive pada lingkungan,
18
motilitas, kolonisasi serta invasi pada sel hospes Kemampuan Salmonella typhi
melewati masa transisi dari respon dinamis hospes pada saat masuk ke dalam
tubuh manusia seperti hiperosmolaritas, pH rendah (acidic stress), garam empedu,
dan respon imun lainnya, merupakan bentuk strategi bakteri untuk bertahan pada
lingkungan hospes. Peningkatan virulensi Salmonella typhi akan terjadi bila
berada pada kondisi lingkungan oksigen rendah, osmolaritas tinggi dan pH
rendah (Kundera dkk. 2012). 4
Gejala Klinis
Salmonella typhi dapat menyebabkan demam dan gejala tifoid yang akan
berlangsung selama 3-4 minggu. Perforasi sering terjadi pada minggu ke tiga atau
keempat dari penyakitnya. Penderita yang telah sembuh dari demam tifoid,
ternyata 2-5% diantaranya masih mengandung S. typhi di dalam tubuhnya selama
1 tahun. Bahkan ada yang menetap sepanjang umur manjadi carrier kronik. Pada
carrier kronik S. typhi umumnya berada dalam kantung empedu, jarang pada
saluran kemih. Biasanya akan dikeluarkan dari tubuh melalui tinja dan air kemih
(Supardi dan Sukamto, 1999). 4
Ada tiga komponen utama dari gejala demam tifoid. Demam yang
berkepanjangan (lebih dari 7 hari), gangguan saluran pencernaan dan gangguan
susunan saraf pusat/kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala
menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, sakit kepala,
mual, muntah, nafsu makan menurun, sakit perut, diare atau sulit buang air
19
beberapa hari, sedangkan pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh
meningkat dan menetap. Suhu meningkat terutama sore dan malam hari. Setelah
minggu kedua maka gejala menjadi lebih jelas demam yang tinggi terus-menerus,
napas berbau tak sedap, kulit kering, rambut kering, bibir kering pecah-pecah
/terkupas, lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan dan
tremor, pembesaran hati dan limpa dan timbul rasa nyeri bila diraba, perut
kembung. Anak nampak sakit berat, disertai gangguan kesadaran dari yang ringan
letak tidur pasif, tak acuh (apatis) sampai berat (delier, koma). Demam tifoid yang
berat memberikan komplikasi perdarahan, kebocoran usus (perforasi), infeksi
selaput usus (peritonitis), renjatan, bronkopnemoni dan kelainan di otak
(ensefalopati, meningitis). 4
3. Demam enterik yang paling serius adalah demam tifoid. Agen penyebabnya
adalah S. typhi. Selain itu S. paratyphi A dan B bisa menyebabkan demam
enterik tetapi tidak terlalu berbahaya dan resiko kematiannya lebih rendah.
Manusia merupakan hos tunggal untuk S. typhi, ciri-cirinya antara lain lesu,
anoreksia, sakit kepala, kemudian diikuti oleh demam. Pada waktu tersebut S.
typhi sedang menembus dinding usus dan masuk ke dalam saluran limfa.
20
Melalui saluran darah S. typhi menyebar ke bagian tubuh lain. Insidensi
kematian yaitu antara 2 - 10%; lebih 3% penderita demam tifoid menjadi
carrier kronik. 4
Diagnosis
21
salmonella. Membuat kultur dari sampel darah penderita yang mengalami
septicemia juga diperlukan. Berbagai uji biokimia dapat dilakukan untuk
identifikasi. (Dharmojono, 2001). 4
22
yang intensif perlu diterapkan baik untuk breeder maupun peternak. Di rumah
potong, pemeriksaan kesehatan secara visual dilakukan oleh petugas kesehatan
hewan, dan contoh dagingnya harus diuji jika dicurigai terkena salmonellosis
(Poeloengan, 2014). 4
Definisi
23
E. coli (Escherichia coli) adalah bakteri yang biasanya hidup di usus
hewan, termasuk manusia. Bahkan, kehadiran E. coli dan jenis lain dari bakteri
dalam usus kita perlu untuk membantu tubuh manusia berkembang dengan baik
dan tetap sehat. Ada sekitar 100 strain E. coli, sebagian besar yang bermanfaat. 5
24
sederhana dan memfermentasi laktosa, menghasilkan asam dan gas, kandungan
G+C DNA ialah 50-51 mol % (Jawetz dkk, 2008).
Pergerakan bakteri ini motil, dan peritrikus. Ada yang bersifat aerobik dan
fakultatif anaerob. Escherichia coli merupakan flora normal usus, dan seringkali
menyebabkan infeksi. Kecepatan berkembang biak bakteri ini berada pada
interval 20 menit jika faktor media, derajat keasaman, dan suhu sesuai. Selain
tersebar di banyak tempat dan kondisi, bakteri ini tahan terhadap suhu, bahkan
pada suhu ekstrim sekalipun. Suhu yang optimalnya adalah 37 oC. Oleh karena
itu, bakteri tersebut dapat hidup dalam tubuh manusia dan vertebrata lainnya
(Jawetz dkk, 2008).
Ada dua macam enterotoksin yang diisolasi dari Eschrichia coli yaitu:
25
Toksin ST adalah asam amino dengan berat molekul 1970 dalton,
mempunyai satu atau lebih ikatan disulfda yang penting untuk mengatur
stabilitas pH 7 dan suhu 370C.
Patogenesis
Escherichia coli adalah spesies yang paling penting dari genus Escherichia
dan merupakan flora normal yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran
kencing, luka, bakterimia, septisemia dan meningitis serta infeksi gastrointestinal
(Gaani A, 2003). 5
26
ETEC mematuhi enterosit usus kecil dan
menyebabkan diare berair oleh sekresi labil panas (LT)
dan / atau panas-stabil (ST) enterotoksin ETEC
menyebabkan diare pada anak anak dan dewasa di
daerah tropis dan subtropics pada Negara yang sedang
berkembang. Infeksi ETEC ditandai dengan gejala demam rendah dan tinja encer.
27
e. Enterodherant Escherichia coli (EAEC)
Menganut kecil dan besar epitel usus dalam
biofilm tebal dan menguraikan enterotoksin sekresi
dan sitotoksin. 5
EAEC menyebabkan diare dengfan cara
menempel kuat pada permukaan mukosa usus
dengan gejala tinja encer berair, muntah, dehidrasi,
dan biasanya sakit pada abdomen.5
Definisi
Penyebabnya
DAFTAR PUSTAKA
28
1. S Poorwo Soedarmo, Sumarmo,dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis Edisi Kedua. Jakarta: IDAI
6.
29