Anda di halaman 1dari 4

1.

Kasus Mafia Hukum

Istilah mafia hukum atau juga kerap disebut mafia peradilan. ada beberapa definisi yang bisa
membantu memahami mafia peradilan atau mafia hukum. Komite Penyelidikan dan
Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) mendefinisikan mafia hukum sebagai
perbuatan yang bersifat sistematis, konspiratif, kolektif, dan terstruktur yang dilakukan oleh aktor
tertentu (aparat penegak hukum dan masyarakat pencari keadilan) untuk memenangkan
kepentingannya melalui penyalahgunaan kekuasaan, kesalahan administrasi dan perbuatan
melawan hukum yang mempengaruhi proses penegakan hukum sehingga menyebabkan rusaknya
sistem hukum dan tidak terpenuhinya rasa keadilan. Sedangkan menurut buku panduan satgas
pemberantasan satgas mafia hukum. Mafia Hukum: praktik menjual belikan atau
menyalahgunakan kedudukan dan kewenangan yang dimiliki aparat penegak hukum dan hakim,
baik yang sifatnya terorganisir dan sistematis maupun yang tidak, yang dilakukan atas inisiatif
aparat penegak hukum dan hakim atau atas bujukan pihak lain, sehingga hukum tidak ditegakkan
sebagaimana mestinya.

Selain itu kita mengenal pula istilah makelar kasus (markus) yang juga populer untuk
mengilustrasikan orang yang menjalankan praktik mafia hukum. Kesan yang muncul dari
pengertian markus adalah praktik yang dilakukan oknum selain aparat penegak hukum yang
menjanjikan dapat menjembatani (menjadi perantara) kepentingan pihak pencari keadilan dengan
oknum penegak hukum yang melacurkan hukum dan keadilan dengan tujuan untuk
memperjuangkan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang diwakilinya. Apa yang terlihat
dalam kasus kriminalisasi pimpinan KPK dan penyuapan jaksa Urip Tri Gunawan oleh Arthalyta
Suryani merupakan fenomena mafia hukum yang berwujud markus. Namun pemahaman itu
seakan menegasikan fakta bahwa yang kerap menjadi perantara bahkan pelaku dalam praktik
mafia hukum adalah aparat penegak hukum sendiri yang bertugas atau tidak sedang bertugas
dalam penanganan perkara.

Tidak semua pihak sepakat dengan definisi-definisi yang ada. Beberapa pengamat bahkan
menganggap istilah mafia peradilan untuk menggambarkan fenomena yang ada tidaklah tepat.
Memang secara umum, praktik mafia hukum atau mafia peradilan yang dipahami publik tidak
hanya praktik yang menjurus pada praktik mafia pada umumnya, begitu terorganisir dan
sistematis. Walau banyak praktik mafia hukum yang memang terorganisir atau setidaknya
sistematis dimana para pelaku, baik calo perkara yang berasal dari aparat penegak hukum atau
hakim sendiri maupun pihak ketiga (non penegak hukum/hakim), memiliki jaringan kerja,
hubungan dan komunikasi yang intensif dan erat serta siap mengamankan perkara yang muncul
bagi banyak pihak mafia hukum juga termasuk segala bentuk praktik dimana aparat penegak
hukum dan hakim menjualbelikan atau menyalahgunakan kedudukan dan kewenangan yang
mereka miliki, baik atas inisiatif sendiri maupun atas bujukan/dorongan pihak lain, sehingga
hukum tidak ditegakkan sebagaimana mestinya.

Praktik Mafia Hukum terjadi di sepanjang proses penegakan hukum, mulai dari proses
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pengadilan sampai dengan proses di lembaga
pemasyarakatan

Sistem peradilan pidana di Indonesia memiliki banyak celah hukum yang melibatkan polisi, jaksa,
dan hakim sehingga rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, adanya Surat Edaran
Mahkamah Agung No 9/1976 membuat hakim tidak bertanggung jawab atas segala kesalahan
dalam pelaksanaan tugas resmi mereka. para hakim dan jaksa dapat mengabaikan bukti apa pun
yang ditemukan selama proses peradilan. Hakim dapat mengecualikan bukti yang mendukung
terdakwa selama persidangan dan kemudian membuat terdakwa bersalah.
1. Modus Mafia Hukum

Untuk memahami akar masalah mafia hukum serta mengembangkan model penanganan yang
tepat, maka perlu diketahui terlebih dahulu modus-modus yang kerap dilakukan oleh para pelaku
mafia hukum tersebut. Upaya untuk memahami modus mafia hukum tidak mudah mengingat
berbagai tindakan mafia hukum dilakukan secara tersembunyi, tertutup dan cenderung saling
melindungi. Beberapa modus yang berhasil digali memberikan gambaran bahwa kegiatan mafia
hukum ini terjadi di berbagai lapisan/tahapan penegakan hukum, bahkan dari sebelum adanya
perkara. Bagian ini akan mengelaborasi secara umum modus operandi mafia hukum yang kerap
terjadi, baik sebelum ada perkara, dalam tahap pra penyelidikan, penyelidikan dan penyidikan,
tahap pra penuntutan dan penuntutan, tahan pemeriksaan perkara di persidangan dan pemutusan
perkara, tahap eksekusi putusan serta tahap di lembaga pemasyarakatan. Elaborasi secara rinci
modus operandi di setiap tahapan ini dapat dilihat di bagian lampiran.

1. Sebalum ada perkara

Jauh sebelum ada perkara, calo perkara, advokat, pengusaha dan pihak lain berusaha
membangun hubungan erat dengan polisi, jaksa, hakim serta pegawai di institusi kepolisian,
kejaksaan dan pengadilan dengan cara memberi hadiah, fasilitas, bahkan tunjangan bulanan,
dengan harapan adanya balas budi saat mereka membutuhkan bantuan

1. Tahap Pra Penyelidikan dan Penyelidikan

Dengan membayar sejumlah uang atau jika pelapor adalah orang kuat, sengketa perdata yang
semestinya diselesaikan di pengadilan dapat dilaporkan ke kepolisian (dijadikan kasus pidana)
untuk menakut-nakuti pihak lawan.

1. Tahap Penyidikan

Aparat kepolisian atau kejaksaan meminta uang pada pelapor agar tersangka tidak ditahap atau
memberikan penangguhan penahanan atau tidak perpanjangan masa penahanannya.

1. Tahap Pra Penuntutan dan Penuntutan

Modus yang tidak jarang dilakukan oleh oknum jaksa pada tahap pra penuntutan adalah
menyatakan BAP belum lengkap serta berulang kali mengembalikan BAP kepada penyidik, sampai
pada akhirnya perkara tersebut tidak berlanjut kemudian Modus mafia hukum yang umum
dipergunakan adalah tawar menawar pasal yang akan didakwakan.

1. Tahap Persidangan dan Pemutusan Perkara

Saat menjelang musyawarah hakim dan pembacaan putusan merupakan titik yang rawan dimana
pihak berperkara/ advokat/ calo berusaha menawarkan imbalan agar hakim memutus perkara
sesuai dengan harapan mereka atau hakim meminta uang untuk memenangkan perkara salah
satu pihak

1. Tahap Eksekusi Putusan

Persoalan eksekusi dari putusan merupakan persoalan tersendiri. Walaupun hakim telah
memenangkan perkara seseorang, tanpa memberikan sejumlah uang kepada petugas, maka
proses eksekusi putusan dapat diterlantarkan atau juru sita tidak ditunjuk hingga proses eksekusi
tidak dapat dilakukan. Jurusita dapat memeras pihak tersita, dengan imbalan penundaan eksekusi
atau penggelapan barang yang akan dieksekusi.

1. Tahap Pemasyarakatan

Praktik yang umum terjadi adalah petugas Pemasyarakatan menawarkan berbagai fasilitas kepada
tahanan/napi dengan meminta imbalan atau melakukan pungutan liar atau memeras keluarga
tahanan/napi untuk mendapatkan hakhaknya

1. Korban di dalam kasus mafia hukum


korban dalam kasus mafia hukum kerap disebut sebagai automatic teller machine(ATM)-nya polisi
dan jaksa. Dimana modus lain yang kerap dilakukan adalah penyidik kepolisian atau kejaksaan
melakukan pemanggilan seseorang tanpa menjelaskan statusnya atau mengancam akan
mengubah status orang yang dipanggil dari saksi atau terperiksa menjadi tersangka jika tidak
memberikan sejumlah uang. Penyidik dapat pula mengulur-ulur waktu proses pemeriksaan dengan
maksud untuk melakukan negosiasi apakah perkara akan dilanjutkan atau dihentikan. Atau, cara
lain yang mirip adalah dengan menggantungkan status seorang tersangka. Seseorang dapat
dijadikan tersangka untuk waktu yang tidak ditentukan. Selama statusnya masih menjadi
tersangka, oknum kepolisian dan kejaksaan dapat terus memeras orang tersebut dengan ancaman
jika uang tidak diberikan maka kasusnya akan diteruskan dan yang bersangkutan akan menjadi
terdakwa dan diproses ke pengadilan.
Permasalahannya, dalam konteks a hukum di kepolisian dan kejaksaan, kondisinya berbeda.
Umumnya praktek mafia hukum di kepolisian dan kejaksaan dilakukan atas dasar saling
menguntungkan, terutama dalam kasus-kasus dimana tidak ada korban langsung (individual) dari
masyarakat, misalnya kasus perjudian, narkoba, korupsi, illegal logging, dan seterusnya. Jika
pelaku tindak pidana judi,narkoba, korupsi atau dapat bernegosiasi dengan kepolisian atau
kejaksaan, maka besar kemungkinan kasus tersebut akan selesai

Rasa keadilan yang seharusnya di dapatkan korban telah hilang di dalam proses persidangan,
sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan dan pelanggaran HAM di dalam diri korbannya.

1. Akar masalah dari mafia hukum

ada beberapa akar masalah yang mendorong suburnya praktik mafia hukum, yakni:

1. Kepemimpinan
2. (leadership) di lembaga penegak hukum yang lemah;
3. System manajemen SDM yang kurang baik termasuk sistem rekrutmen, mutasi,
promosi dan evaluasi kinerja aparat penegak hukum dan hakim; terbatasnya anggaran
lembaga penegak hukum untuk menjalankan fungsinya secara efektif;
4. gaji dan tunjangan aparat penegak hukum dan hakim yang relatif kurang memadai;
5. kelemahan system pengawasan, baik eksternal maupun internal serta sanksi bagi
pelanggar yang tidak tegas;
6. kelemahan dalam standard operation procedur (SOP), termasuk di dalamnya SOP yang
masih memberikan diskresi yang terlalu besar tanpa sistem checks and balances serta
akuntabilitas yang memadai, tidak adanya/tidak dijalankankan standar minimum waktu
pelayanan, dan seterusnya;
7. minimnya akses informasi bagi publik dan pencari keadilan; dan kelemahan dalam
Undang-undang dan peraturanpendukung lain untuk mencegah dan memberantas mafia
hukum.
BAB IV

PENUTUP

1. KESIMPULAN
1. Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dilakukan oleh para penguasa
atau orang yang memiliki kekuasaan dapat pula meningkatkan angka statistik
kejahatan yang dialami korban. Kekuasaan pemerintahan yang sewenang-
wenang melanggar HAM rakyat masih banyak terjadi dalam kehidupan
masyarakat dan ketatanegaraan.
2. Pembagian korban penyalahgunaan kekuasaan ini sebagai new victimology
berdasarkan Declaration of Basic Principles of Justice PBB di Milan, Italia
pada tahun 1985. Korban ini timbul bila pejabat/penguasa dalam pelayanan
terhadap masyarakat, baik sengaja atau kelalaian menyebabkan kerugian
material atau immaterial dan hak asasi dari rakyat yang dilayaninya. Asas
keseimbangan pelayanan hukum thd korban dan penguasa perlu dipelihara
dengan baik melalui perlindungan hukum.
3. kekuasaan yang dilakukan penguasa berupa
1. pelanggaran hukum (korupsi, mafia hukum,
penggelapan, melakukan kejahatan) dan
2. pelanggaran HAM (kekerasan thd rakyat, pengabaian hak rakyat
atau pembiaran pelanggaran HAM
2. Mafia Hukum: praktik menjual belikan atau menyalahgunakan kedudukan dan
kewenangan yang dimiliki aparat penegak hukum dan hakim, baik yang sifatnya
terorganisir dan sistematis maupun yang tidak, yang dilakukan atas inisiatif aparat
penegak hukum dan hakim atau atas bujukan pihak lain, sehingga hukum tidak
ditegakkan sebagaimana mestinya

Anda mungkin juga menyukai